TEKNIK PENILAIAN DI SEKOLAH | . | FENOLINGUA 813 1446 1 SM
TEKNIK PENILAIAN DI SEKOLAH
Oleh : Basuki
Abstract: Perubahan orientasi kurikulum 2004 menuntut perubahan penyelenggaraan pendidikan
dan pembelajaran di sekolah termasuk di dalamnya pelaksanaan penilaian. Penilaian yang semula
menggunakan acuan norma, bergeser menggunakan acuan standar. Anak dituntut menguasai
kopetensi tertentu sesuai yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran melalui penilaian. Guru
dituntut mampu membuat format penilaian menyeluruh yang mampu memberikan informasi
lengkap tentang keadaan yang sebenarnya anak didik. Ranah penilaiannya harus proporsional
meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.Teknik penilaiannya menggunakan teknik tes
dan non tes.
Latar Belakang Masalah
Penilaian merupakan unsur penting dalam
pendidikan. Melalui penilaian guru dapat
berbasis kopetensi (competency–basecurriculum).
Perubahan penekanan ini menuntut perubahan
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
di sekolah termasuk di dalamya pelaksanaan
penilaian.Kopetensi tertentu harus dicapai pada
setiap pembelajaran.Anakdituntut menguasai
mengetahui kelebihan dan kekurangan proses
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengambil keputusan apakah suatu
pembelajaran memerlukan remidiasi atau dapat
dilanjutkan dengan materi baru karena hasil
pembelajaran dinilai baik.Penilaian digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembelajaran.
Dengan demikian melalui penilaian guru
kopetensi dasar yang telah ditetapkan. Orientasi
pembelajaran bukan lagi menjawab pertanyaan
apa yang harus diajarkan tetapi harus menjawab
pertanyaan apa yang harus dikuasai anak.
memperoleh hasil penting tentang tingkat
Kecuali itu, orientasi kurikulum yang
semula masukan (input-orientededucation),
pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi
pembelajaran, kelebihan dan kekurangan anak
dalam pembelajaran, di samping kelebihan dan
kekurangan guru dalam proses pembelajaran.
bergeser ke hasil atau standard (outcomebasededucation).Sebagai
konsekuensinya
pelaksanaan penilaianpun mengalami
perubahan. Penilaian yang semula menggunakan
Kurikulum 1994 memiliki orientasi yang
berbeda dengan kurikulum 2004. Kurikulum 1994
berorientasi atau berbasis isi (content-
acuan norma, bergeser ke penilaian yang
menggunakan acuan standar. Anak dituntut
basecurriculum), yang lebih menekankan
selesainya pokok bahasan.Sementara itu,
kurikulum 2004tidak lagi menekankan
pemberian materi tetapi menekankan atau
untuk menguasai kopetensi tertentu seperti yang
telah ditetapkan dalam pembelajaran. Di samping
itu, sistem penilaian berbasis kopetensi lebih
komprehensif yang menuntut para guru
Basuki, adalah Dosen Jurusan Progdi S2 UNWIDHA Klaten
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
1
1
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
menguasai berbagai prinsip dan strategi
penilaian. Di dalam penilaian guru dituntut
mengumpulkan berbagai informasi yang
didapatkan melalui pembelajaran, ujian,
observasi, proyek, produk, portofolio, suvei,
interview
dan
lain-lainnya.
Dengan
demikianguru juga dituntut menguasai
berbagaimacam atau model penilaian.
Penilaian bukan semata-mata menentukan
nilai dari satu-dua kali ujian, karena penilaian
merupakan proses penyimpulan berbagai
informasi tentang anak didik sehingga
diharapkan dapat mencerminkan keadaan dan
kemampuan anak yang sesungguhnya. Guru
dituntut mampu membuat format penilaian
menyeluruh yang mampu memberikan informasi
lengkap tentang anak didik sehingga dapat
membantu menjelaskan pencapaian tujuan
pembelajaran, mengetahui secara persis
sementara perhatian ranah psikomotor dan
afektif masih kurang dan jarang atau bahkan
sama sekali tidak dilaksanakan. Ranah kognitif
pun terbatas pada ranah ingatan, pemahaman
dan penerapan, sementara ranah analisis, sintesis
dan evaluasi jarang dilaksanakan. Menilai hasil
belajar ranah kognitif memang lebih mudah
daripada kedua ranah yang lain, terutama
tingkatan kognitif awal seperti ingatan,
pemahaman dan penerapan. Langkah demikian
harus dihindarkan, lebih-lebih kemudian
beranggapan bahwa ranah psikomotorik dan
afektif tidak diperlukan. Dengan kata lain masih
ada guru yang kurang atau bahkan tidak
memperhatikan
proporsionalitas
ranah
penilaian.Penilaian yang yang dilakukan belum
menyeluruh masih bersifat fragmentalis
sehingga kurang mencerminkan keadaan anak
yang sesungguhnya.
kemajuan belajar anak yang akhirnya dapat
digunakan perbaikan program pembelajaran.
Dengan kata lain, guru harus dapat melakukan
penilaian melalui berbagai teknik yang dapat
mengungkapkan secara tepat bahwa kopentensi
yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
benar-benar dapat dicapai dan dikuasai anak.
Masih adaguru di lapangan melaksanakan
penilaian dengan orientasi “apa yang diajarkan”
semata dan belum mengarah pada “apa yang
harus dikuasai anak”. Di samping itu teknik
penilaian yang digunakan guru tidak variatif dan
hanya menitikberatkan pada teknik penilaian
tertulis (teknik tes), sementara teknik non tes
seperti penilaian portofolio,proyek, obserasi,
produk, survey dan interviewjarang atau tidak
digunakan. Permasalahan lain, ranah penilaiaan
sering hanya menitikberatkan ranah kognitif,
2
Masalah Penilaian
Sebelum membicarakan penilaian lebih
lanjut perlu disampaikan beberapa istilah yang
sering dipakai dan dipersamakan maknanya di
dunia pendidikan yakni pungukuran, penilaian
dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut pada
dasarnya memiliki makna yang berbeda dan
digunakan secara berjenjang, dimulai
pengukuran dilanjutkan penilaian dan diakhiri
evaluasi. Pengukuran (measurement) memiliki
makna membandingkan sesuatu dengan ukuran
tertentu yang bersifat kuantitatif.Misalnya
mengukur tinggi badan menggunakan meteran,
mengetahui berat badan dengan timbangan,
mengukur kemajuan belajar menggunakan tes
hasil belajar. Di dalam mengukur, dikenal ukuran
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
yang terstandar seperti meteran, literan, kilogram
dan sebagainya, ukuran tidak terstandar seperti
sejengkal, sedepa, sejangkah dan sebagainya. Di
samping itu ada ukuran yang didasarkan
perkiraraan karena pengalaman berkali-kali telah
mempraktekkan, misalnya membelikan sepatu
atau baju bagi anggota keluarganya.
Allen dan Yen (1979) menjelaskan bahwa
pengukuran adalah penetapan angka terhadap
suatu objek dengan cara yang sistematis.
Pengukuran merupakan kegiatan untuk
mendapatkan informasi yang akurat dan cermat
sebagai dasar penilaian.Pengukuran yang tepat
dan sistematis diharapkan mampu memberikan
informasi yang akurat tentang tingkat
penguasaan materi pembelajaran siswa.
Pengukuran dalam kegiatan pembelajaran
merupakan proses membandingkan tingkat
keberhasilan pembelajaran dengan kriteria atau
dan Nix (1991) menjelaskan bahwa penilaian
adalah suatu pernyataan berdasarkan fakta-fakta
untuk menjelaskan karakteristik seorang anak.
Makna penilaian berkaitan erat dengan kegiatan
pembelajaran karena penilaian tidak semata-mata
menyangkut hasil pembelajaran, tetapi juga
menyangkut seluruh proses pembelajaran.
Dengan demikian proses penilaian tidak
hanya terbatas pada karakteristik peserta didik
saja tetapi juga mencakup karakteristik metode
mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi
sekolah. Instrumen penilaian bisa berupa metode
atau prosedur formal maupun informal untuk
menghasilkan informasi belajar peserta
didik.Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk
tes baik lisan maupun tertulis, lembar
pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah
dan sebagainya.Penilaian dapat juga diartikan
sebagai kegiatan penafsiran data hasil
ukuran yang telah ditentukan.
pengukuran.
Istilah penilaian (assessment)mempunyai
makna mengabil keputusan terhadap sesuatu
Sementara itu, evaluasi mencakup
pengertian mengukur dan menilai. Didalam
berdasarkan ukuran baik-buruk, pandai-bodoh,
evaluasi akan ditentukan apakah suatu program
berhasil-tidak berhasil, dan lain-lain yang bersifat
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat
kualitatif. Makna penilaian memiliki arti lebih
luas dibandingkan pengukuran. Pengukuran
dicapai atau belum dan sejauh mana tingkat
efektifitas pelaksanaannya. Stufflebeam dan
merupakan langkah awal dari penilaian, tetapi
Shinkfield (1985), menjelaskan bahwa evaluasi
tidak semua peniaian harus didahului dengan
merupakan penilaian yang sistematik tentang
pengukuran.
manfaat suatu objek.Di dalam evaluasi
mengandung kegiatan untuk menentukan nilai
Penilaian memiliki tujuan menjawab
pertanyaan sejauh mana prestasi belajar siswa
dengan menggunakan berbagai cara dan
suatu program.
menggunakan berbagai alat penilaian. Di dalam
penilaian dilakukan pengumpulan berbagai bukti
yang menunjukkan prestasi belajar anak.Griffin
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
3
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Ranah Penilaian
Berdasarkan taksonomi Bloom, tujuan
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan
pemahaman, terlebih dahulu harus mengingat
atau mengenal karena dalam pemahaman
diperlukan dapat mengenal atau mengingat
kembali.
afektif. Pada dasarnya ketiga ranah tersebut tidak
Ranah kognitif, psikomotorik dan afektif
dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan harus
tercermin di dalam perumusan tujuan
pembelajaran, penetapan bahan, proses
pembelajaran dan penilaiannya. Penilaian ranah
kognitif, tidak sama dengan penilaian ranah
afektif. Penilaian ranah kognitif menggunakan
kriteria benar-salah dengan berpedoman rumus,
dimanifestasikan baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam penilaian.
Penekanan tiap mata pelajaran berbeda-beda,
mata pelajaran yang menekankan pemahaman
konsep lebih menekankan ranah kognitif.Berbeda
dengan mata pelajaran yang menekankan
praktekakan lebih menekankan ranah
psikomotor.Ranah kognitif dan psikomotor
keduanya mengandung ranah afektif.
Bloom (1956) menjelaskan bahwa ranah
kognitif berhubungan erat dengan kemampuan
berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan
menghapal, memahami, menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi. Ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar
yang pencapaiannya melalui ketrampilan
manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik.Ranah psikomotor berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya memukul, melompat,
menulis dan sebagainya.Sementara itu ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Taksonomi disusun berdasarkan tingkat
kesulitan, misalnya soal yang menyangkut
ingatan fakta lebih mudah dibandingkan
menjelaskan atau soal yang menyangkut hafalan
lebih mudah dibandingkan evaluasi. Jenjang
kesulitan ini juga tercermin pada saat guru
melaksanakan pembelajaran di kelas. Misalnya
siswa yang melaksanakan pembelajaran
4
prinsip pengetahuan atau hukum sementara
ranah afektif menggunakan kriteria baik-buruk
dengan berpedoman pada nilai atau norma yang
berlaku.
a.
Penilaian Ranah Kognitif
Ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom,
adalah kemampuan berpikir secara hirarkis yang
terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Pada tingkat ini,
anak dituntut untuk menjawab pertanyaan
berdasarkan hafalan semata.Sementara pada
tingkat pemahaman anak dituntut untuk
memahami hubungan antar konsep-konsep atau
fakta-fakta.Tingkat aplikasi menuntut anak
menerapkan dalil, prinsip atau konsep dalam
situasi baru dengan benar. Tataran analisis
menuntut anak menguraikan informasi atau
berbagai hal kompleks ke dalam bagian-bagian,
membedakan fakta dan pendapat atau
menemukan hubungan sebab akibat. Tingkat
sintesis menuntut anak mensintesiskan atau
menggabungkan kembali bagian-bagian menjadi
struktur baru. Dengan lain kata, pertanyaan
sintesis menuntut siswa melakukan generalisasi.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Tataran evaluasi, menuntut siswa menerapkan
pengetahuannya untuk melakukan penilaian
suatu masalah berdasarkan teori, bukti-bukti,
informasi-informasi dan hal-hal lain yang
mendukung penilaiannya.
Ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan
aspek belajar (Tuckman, 1975), yaitu:
1) Ingatan (recognition): mendefinisikan,
mendeskripsikan,
mengidentifikasi,
menamakan, mendaftar, menjodohkan,
memilih, menyebut, dan menyatakan.
Misalnya meminta anak memilih salah satu
jawaban di antara beberapa alternatif
jawaban yang ada.
2) Pemahaman (comprehension): mengubah,
mempertahankan,
membedakan,
menafsirkan, menjelaskan, memperluas,
menggeneralisasikan, memberi contoh,
menyimpulkan, membuat parafrase,
meramalkan, menulis kembali, dan
meringkas. Misalnya meminta anak
menjelaskan hal yang diketahui dengan katakatanya sendiri.
3) Penerapan
(application):
mengubah,
menghitung,
mendemons-trasikan,
menemukan, memanipulasi, memodifikasi,
mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan,
menghasilkan,
meng-hubungkan,
menunjukkan,memecahkan
dan
mempergunakan. Misalnya meminta anak
menerapkan konsep, hukum, rumus, aturan
dan lain-lainnya dengan benar ke dalam
situasi yang baru.
4) Analisis
(analysis):
mendiagramkan,
mengidentifikasi,
memerinci,
menyimpulkan,
menghubungkan,
menunjuk, memilih, memisahkan dan
membagi.
Misalnya
meminta
anak
menganalisis sesuatu yang kompleks,
menjadi bagian - bagian yang sederhana.
5) Sintesis (synthesis): mengkategorikan,
mengkombinasikan,
menyusunn,
menciptakan, mendesain, merencanakan,
menulis kembali, meringkas dan
menceritakan. Misalnya meminta anak
menggabungkan atau menyusun kembali
berbagai elemen pengetahuan yang ada
sehingga membentuk struktur baru yang
lebih menyeluruh.
6) Evaluasi
(evaluation):
menilai,
membandingkan,
menyimpulkan,
mempertentangkan,
mengkritik,
mendeskripsikan,
membedakan,
menjelaskan, membenarkan,memutuskan,
menafsirkan, menghubungkan, dan
meringkas. Misalnya meminta anak mampu
membuat penilaian dan keputusan tentang
suatu masalah, nilai, pendapat, atau hal-hal
lain dengan menggunakan kriteria tertentu.
Pertanyaan evaluasi merupakan tingkatan
tertinggi ranah kognitif.
b. Penilaian Ranah Psikomotor
Ryan (1980), menjelaskan bahwapenilaian
ranah psikomotor dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga cara, yaitu:
1) Melakukan pengamatan langsung dan
melakukan penilaian tingkah laku siswa
selama pembelajaran berlangsung.
membedakan,
mengilustrasikan,
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
5
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
2) Memberikan tes setelah pembelajaran
berlangsung untuk mengukur pengetahuan,
ketrampilan dan sikap.
3) Selang beberapa waktu setelah pembelajaran
dan di lingkungan kerjanya apabila kelak
sudah bekerja.
Sementara itu, penilaian hasil belajar ketrampilan
meliputi:
1) Ketrampilan anak menggunakan peralatan
kerja.
2) Ketrampilan anak menganalisis pekerjaan
dan urutan pekerjaan.
3) Ketrampilan anak dalam mengerjakan tugas
yang diberikan kepadanya.
4) Ketrampilan anak dalam membaca gambar
dan simbol.
5) Keserasian bentuk yang diharapkan dengan
ukuran yang ditentukan (Depdiknas, 2008).
Dari uraian tersebut, dapat diketahui
bahwa penilaian psikomotor meliputi penilaian
pendahuluan, penilaian proses dan penilaian
produk. Pelaksanaannya dapat pada saat
pembelajaran berlangsung atau sesudah
pembelajaran berlangsung melalui unjuk kerja
atau teknik tes lainnya. Penilaian ranah kognitif
dilaksanakan tertulis, sementara penilaian ranah
psikomotor dilakukan dengan menggunakan tes
unjuk kerja, lembar tugas dan lembar
pengamatan.
c.
Penilaian Ranah Afektif
Penilaian ranah afektif berkaitan dengan
sikap anak terhadap nilai-nilai sederhana yang
bukan merupakan fakta.Sikap diartikan sebagai
kecenderungan seseorang bertindak suka atau
tidak suka terhadap suatu objek (Anastasi, 1982).
6
Pengertian lain menjelaskan bahwa sikap
merupakan kumpulan hasil evaluasi seseorang
terhadap objek, orang atau masalah tertentu
(Birren el.al, 1981). Dengan melihat sikap
seseorang dapat mengenal siapa orang itu
sesungguhnya.Sikap terdiri dari tiga komponen,
yakni komponen afektif, komponen kognitif dan
komponen konotif (Depdiknas, 2003). Komponen
afektif adalah perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap suatu objek. Komponen kognitif adalah
keercayaan atau keyakinan yang dimiliki
seseorang.Sementara itu komponen konotif
adalah kecenderungan untuk bertingkah laku
atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap
suatu objek.
Propham (1995), menjelaskan bahwa ranah
afektif, menentukan keberhasilan pembelajaran
seorang anak. Seorang anak yang memiliki minat
besar terhadap pelaiaran tertentu, akan sangat
membantu
mencapai
pembelajarnya.Guru
ketuntasan
yang
mampu
membangkitkan minat belajar anak, menjadi
kunci mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
Menurut Tuckman (1975), ada lima
peringkat ranah afektif yaitu: penerimaan,
tanggapan,
penilaian,
organisasi
dan
karakterisasi.
1) Penerimaan
(receiving/attending:
menanyakan, memilih, mendeskripsikan,
mengikuti, memberikan, mengidentifikasi,
menempatkan, menjawab, memilih dan
menggunakan. Pada ranah ini anak memiliki
kemauan menerima atau memperhatikan
stimulus yang dapat berupa tugas, perintah,
permintaan dan lain-lainnya. Misalnya guru
memberi pekerjaan rumah, tugas meringkas
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
buku, menasehati anak agar rajin belajar, dan
sebagainya. Stimulus dilakukan berulangulang dapat menjadi kebiasaan positif bagi
anak.
2) Penanggapan (responding): menjawab,
membantu,
menyesuaikan
diri,
mendiskusikan, menghormat, menampilkan,
melakukan, membaca, melaporkan,
menanggapi, memilih,menceritakan dan
menulis. Pada ranah ini anak secara aktif
meberikan respon misalnya senang bertanya,
berperan aktif dalam suatu kegiatan, rajin
membaca buku dan lain-lainnya.
3) Penilaian
(valuing):
melengkapi,
mendemonstrasikan, mendeskrisikan,
membedakan, menjelaskan, mengikuti,
membentuk, mengundang, memutuskan,
mengusulkan, membaca, melaporkan,
memilih, mempelajari, mengambil bagian
dan mengerjakan. Pada ranah ini anak dapat
menentukan
nilai,
keyakinan
atau
sikapdengan derajat rentang mulai dari
menerima nilai sampai pada tingkat
komitmen.
4) Pengorganisasian(organization): mengikuti,
menyusun,menggabungkan,
membandingkan,
melengkapi,
mempertahankan,
menjelaskan,
menggeneralisasikan, memodifikasi,
mengorganisasikan,
menyiapkan,
menghubungkan dan mensintesiskan. Pada
ranah ini anak memiliki konseptualisasi nilai
atau organisasi sistem nilai, misalnya
pengembangan falsafah hidup di kemudian
hari.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
5) Karakterisasi (characterization): melakukan,
membedakan,
memperlihatkan,
mempengaruhi,
memodifikasi,
mengusulkan,
menanyakan,
memecahkan,
mendengarkan,
mempertunjukkan,
mengkualifikasikan,
merevisi,
melayani,
menggunakan
dan
memverifikasi. Pada ranah ini anak memiliki
sitem nilai yang dapat mengendalikan
perilaku yang pada akhirnya mampu
membentuk pola hidup.Karakterisasi ini
merupakan peringkat tertinggi yang
berkaitan dengan pribadi, emosi dan sikap
sosial.
Penilaian afektif dapat dilakukan dengan
menggunakan tes tertulis (angket), wawancara
dan pengamatan.Penilaian afektif membutuhkan
ketelitian dan berkesinambungan.Oleh sebab itu
penilaian sikap ini tidak dapat hanya dilakukan
sekali. Penilaian sikap yang paling tepat adalah
penilaian dalam proses pembelajaran. Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2001), penilaian sikap
dalam proses pembelajaran lebih mencerminkan
sikap dan perbuatan siswa. Penilaian sikap yang
dilaksanakan secara khusus, mungkin akan
menghasilkan data yang kurang dapat dipercaya
karena anak bisa bersikap berpura-pura karena
sadar dirinya sedang dinilai. Berbeda dengan
penilaian dalam proses pembelajaran lebih-lebih
dilakukan berkesinambungan, akan lebih
memberikan data yang yang mencerminkan
keadaan anak yang sesungguhnya. Siswa tidak
akan mungkin akan bersikap berpura-pura secara
terus-menerus.
7
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Alat Penilaian
Alat penilaian dibedakan menjadi dua,
yaitu teknik tes dan teknik non tes.Teknik tes
ditinjau dari segi kegunaannya dibedakan
menjadi tiga yaitu tes dignostik, tes formatif dan
tes sumatif.Ditinjau dari segi bentuknya, teknik
tes dibedakan menjadi dua yaitu tes objektif dan
tes esai. Sementara itu teknik non tes meliputi
skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok,
wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup
(Suharsimi Arikunto,2007).
telah ditentukan. Di samping itu tes juga
digunakan untuk mengetahui keberhasilan
program pembelajaran.
Pada umumnya pelaksanan tes di sekolah
menggunakan bentuk tes objektif maupun esei,
atau gabungan tes objektif dan tes esei.Masingmasing bentuk tes ini memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.Tes objektif
sebagaimana namanya, memberikan hasil lebih
objektif daripada tes esai. Siapapun yang
memeriksa tes objektif, akan memberikan skor
yang sama. Berbeda dengan tes esai, jawaban
a.
Teknik Tes
Tes adalah sejumlah pernyataan yang
digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan
anak baik secara lisan, tertulis maupun
perbuatan. Menurut Djemari (2008) tes
merupakan salah satu cara untuk menaksir
besarnya kemampuan seseorang secara tidak
langsung, yaitu melalui respon seseorang
sama dapat memiliki skor yang berbeda-beda jika
dinilai oleh orang yang tidak sama. Dengan lain
kata tes objektif penskorannya bersifat objektif
sementara itu tes esei penskorannya dipengaruhi
oleh subjektifitas penilainya. Subjektifitas itu
bersumber pada bentuk tulisan testi, kondisi fisik
dan psikis pemeriksa, pengaruh nilai anak
sebelumnya, dan kesan guru terhadap anak.
terhadap stimulus atau pertanyaan. Respon
peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan
menggambarkan kemampuan anak dalam
bidang tertentu. Suharsimi Arikunto (2007)
menjelaskan bahwa tes merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui
Kelebihan lain tes objektif ialah cakupan
bahannya luas sehingga lebih mewakili, mudah
dan cepat memeriksanya, dan tidak unsur
subjektifitas yang mempengaruhi penilaiannya.
Di sisi lain soal-soal objektif dinilai cenderung
hanya mengungkapkan daya ingatan atau
atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-
pengenalan saja dan sulit mengukur proses
aturan yang sudah ditentukan. Sementara itu Eko
berfikir yang lebih tinggi. Kekurangan tes objektif
Putro Widoyoko (2011) menyebutkan bahwa tes
merupakan salah satu alat untuk melakukan
lainnya adalah lebih sulit menyusunnya dan
memberikan peluang untung-untungan pada
anak. Sememtara itu kelebihan tes esei adalah
mudah menyusunnya, mendorong anak berani
mengungkapkan pendapatnya, dan tidak
memberi peluang kepada anak bermain
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan
informasi karakteristik suatu objek. Dari
pengertian tersebut jelaslah bahwa tes
merupakan alat pengumpul informasi
yangdigunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan anak dengan prosedur tertentu yang
8
spekulasi. Kekurangan tes esei adalah soal
terbatas sehingga kurang mewakili cakupan
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
bahan, tingkat validitas dan reliabilitasnya
rendah, serta koreksinya sulit dan membutuhkan
waktu yang lama.
Bentuk tes objektif yang banyak digunakan
di sekolah adalah pilihan ganda, menjodohkan
dan benar-salah.Untuk tes esei yang digunakan
adalah tes esei bebas dan tes esei
terbatas.Menyadari bahwa masing-masing
bentuk tes memiliki kelebihan dan kekurangan
maka pelaksanaannya di sekolah digabungkan
antara tes objektif dan tes esai.
b. Teknik Non Tes
(ratingscale), kuesioner (questionair), wawancara
(interview), riwayat hidup, pengamatan
(observation), dan portofolio.
Penutup
Penilaian merupakan bagian initegral
pembelajaran.Melalui penilaian diketahui
keberhasilan pembelajaran secara menyeluruh
baik ditinjau dari segi anak, guru, maupun
sekolah.Dari segi anak diketahui sejauh mana
telah berhasil mengikuti pembelajaran dari
guru.Dari segi guru dapat mengetahuianak didik
Alat ukur dengan menggunakan teknik
mana yang berhak melanjutkan pelajarannya
non tes sangat bermanfaat untuk mengetahui
kualitas pribadi anak yang berkaitan dengan hasil
pembelajaran terutama penguasaan domain
ketrampilan dan sikap.Hasil pembelajaran
domain ketrampilan dan sikap terkadang sulit
diukur dengan tes, perlu menggunakan teknik
karena telah berhasil menguasai materi
non tes agar dapat memberikan data dan
informasi yang lebih tepat.
Eko Putro Widoyoko (2011) menjelaskan
bahwa instrument non tes digunakan untuk
mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan
softskills dan vocationalskills, terutama yang
berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau
dikerjakan oleh peserta didik daripada apa yang
diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain
instrument seperti itu terutama berhubungan
dengan penampilan yang dapat diamati daripada
pengetahuan dan proses mental lainnya yang
tidak dapat diamati dengan indra. Ada beberapa
macam teknik non tes yang biasa digunakan
diantaranya adalah daftar cek (cheklists), bagan
partisipasi (participationcharts), skala bertingkat
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
pembelajaran dan anak didik mana yang belum
berhasil menguasai materi pembelajaran. Melalui
penilaian guru dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Di samping itu guru dapat
mengetahui tepat-tidaknya materi dan metode
yang digunakan. Melihat hasil penilaian, sekolah
dapat mengetahui apakah kondisi belajar yang
diciptakan telah sesuai harapan atau belum.
Penilaian merupakan proses penyimpulan
berbagai informasi tentang anak didik yang
mencerminkan keadaan dan kemampuan anak
didik yang sesungguhnya. Aspek penilaian harus
menyeluruh, meliputi ranah kognitif,
psikomotorik dan afektif.Alat penilaiannyapun
tidak hanya menggunakan teknik tes (tertulis),
tetapi
juga
tes.Penilaian
menggunakan
membutuhkan
teknik
non
ketelitian,
berkesinambungan yang memerlukan waktu
yang panjang sehingga hasilnya benar-benar
mencerminkan keaadaan anak yang sesungguhnya.
9
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Daftar Rujukan
Allen, M.J. and Yen, W.M. 1979. Introduction to
Measurement Theory.California: Brooks Cole
Publishing Company
Gagne, Robert M dan Leslie J. Briggs, 1979,
Principles of Instructional Design,NewYork:
Holt, RinehartandWinston.
Anastasi, A. 1982.Psichological Testing. Fifth
Edition. New York: Publishing, Co. Inc
Grffin, P.& Nix, P. 1991. Educational Assessment
and Reporting. Sydney: Harcout Brace
Javanovich, Publisher Evaluation.
Bloom, Benyamin S, et.al. 1956. Taxonomyof
Educational Objective, New York: David Mc.
Kay Company Inc.
Burhan Nurgiyantoro, 2001, Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta:
BPFE.
Depdiknas. 2008. Model dan Teknik Penilaian pada
Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta
Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan
Instrument Tes dan Non Tes.Yogyakarta:
MitraCendekia.
Eko Putro Widoyoko. 2011. Evaluasi Program
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
10
Popham, W.J. 1995. Classroom Assessment. Boston:
Allyn and Bacon.
Suharsimi Arikunto. 2007.Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. 1985.
Systematic Evaluation. Boston: Kluwer Nijhof
Publishing.
Tuckman, Bruce W. 1975, Measuring Educational
Outcomes, Fundamentals of Testing, New York:
Harcourt Brace Jovanovich.
Zaenal Arifin. 2010. EvaluasI Pembelajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Oleh : Basuki
Abstract: Perubahan orientasi kurikulum 2004 menuntut perubahan penyelenggaraan pendidikan
dan pembelajaran di sekolah termasuk di dalamnya pelaksanaan penilaian. Penilaian yang semula
menggunakan acuan norma, bergeser menggunakan acuan standar. Anak dituntut menguasai
kopetensi tertentu sesuai yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran melalui penilaian. Guru
dituntut mampu membuat format penilaian menyeluruh yang mampu memberikan informasi
lengkap tentang keadaan yang sebenarnya anak didik. Ranah penilaiannya harus proporsional
meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.Teknik penilaiannya menggunakan teknik tes
dan non tes.
Latar Belakang Masalah
Penilaian merupakan unsur penting dalam
pendidikan. Melalui penilaian guru dapat
berbasis kopetensi (competency–basecurriculum).
Perubahan penekanan ini menuntut perubahan
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
di sekolah termasuk di dalamya pelaksanaan
penilaian.Kopetensi tertentu harus dicapai pada
setiap pembelajaran.Anakdituntut menguasai
mengetahui kelebihan dan kekurangan proses
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengambil keputusan apakah suatu
pembelajaran memerlukan remidiasi atau dapat
dilanjutkan dengan materi baru karena hasil
pembelajaran dinilai baik.Penilaian digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembelajaran.
Dengan demikian melalui penilaian guru
kopetensi dasar yang telah ditetapkan. Orientasi
pembelajaran bukan lagi menjawab pertanyaan
apa yang harus diajarkan tetapi harus menjawab
pertanyaan apa yang harus dikuasai anak.
memperoleh hasil penting tentang tingkat
Kecuali itu, orientasi kurikulum yang
semula masukan (input-orientededucation),
pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi
pembelajaran, kelebihan dan kekurangan anak
dalam pembelajaran, di samping kelebihan dan
kekurangan guru dalam proses pembelajaran.
bergeser ke hasil atau standard (outcomebasededucation).Sebagai
konsekuensinya
pelaksanaan penilaianpun mengalami
perubahan. Penilaian yang semula menggunakan
Kurikulum 1994 memiliki orientasi yang
berbeda dengan kurikulum 2004. Kurikulum 1994
berorientasi atau berbasis isi (content-
acuan norma, bergeser ke penilaian yang
menggunakan acuan standar. Anak dituntut
basecurriculum), yang lebih menekankan
selesainya pokok bahasan.Sementara itu,
kurikulum 2004tidak lagi menekankan
pemberian materi tetapi menekankan atau
untuk menguasai kopetensi tertentu seperti yang
telah ditetapkan dalam pembelajaran. Di samping
itu, sistem penilaian berbasis kopetensi lebih
komprehensif yang menuntut para guru
Basuki, adalah Dosen Jurusan Progdi S2 UNWIDHA Klaten
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
1
1
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
menguasai berbagai prinsip dan strategi
penilaian. Di dalam penilaian guru dituntut
mengumpulkan berbagai informasi yang
didapatkan melalui pembelajaran, ujian,
observasi, proyek, produk, portofolio, suvei,
interview
dan
lain-lainnya.
Dengan
demikianguru juga dituntut menguasai
berbagaimacam atau model penilaian.
Penilaian bukan semata-mata menentukan
nilai dari satu-dua kali ujian, karena penilaian
merupakan proses penyimpulan berbagai
informasi tentang anak didik sehingga
diharapkan dapat mencerminkan keadaan dan
kemampuan anak yang sesungguhnya. Guru
dituntut mampu membuat format penilaian
menyeluruh yang mampu memberikan informasi
lengkap tentang anak didik sehingga dapat
membantu menjelaskan pencapaian tujuan
pembelajaran, mengetahui secara persis
sementara perhatian ranah psikomotor dan
afektif masih kurang dan jarang atau bahkan
sama sekali tidak dilaksanakan. Ranah kognitif
pun terbatas pada ranah ingatan, pemahaman
dan penerapan, sementara ranah analisis, sintesis
dan evaluasi jarang dilaksanakan. Menilai hasil
belajar ranah kognitif memang lebih mudah
daripada kedua ranah yang lain, terutama
tingkatan kognitif awal seperti ingatan,
pemahaman dan penerapan. Langkah demikian
harus dihindarkan, lebih-lebih kemudian
beranggapan bahwa ranah psikomotorik dan
afektif tidak diperlukan. Dengan kata lain masih
ada guru yang kurang atau bahkan tidak
memperhatikan
proporsionalitas
ranah
penilaian.Penilaian yang yang dilakukan belum
menyeluruh masih bersifat fragmentalis
sehingga kurang mencerminkan keadaan anak
yang sesungguhnya.
kemajuan belajar anak yang akhirnya dapat
digunakan perbaikan program pembelajaran.
Dengan kata lain, guru harus dapat melakukan
penilaian melalui berbagai teknik yang dapat
mengungkapkan secara tepat bahwa kopentensi
yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
benar-benar dapat dicapai dan dikuasai anak.
Masih adaguru di lapangan melaksanakan
penilaian dengan orientasi “apa yang diajarkan”
semata dan belum mengarah pada “apa yang
harus dikuasai anak”. Di samping itu teknik
penilaian yang digunakan guru tidak variatif dan
hanya menitikberatkan pada teknik penilaian
tertulis (teknik tes), sementara teknik non tes
seperti penilaian portofolio,proyek, obserasi,
produk, survey dan interviewjarang atau tidak
digunakan. Permasalahan lain, ranah penilaiaan
sering hanya menitikberatkan ranah kognitif,
2
Masalah Penilaian
Sebelum membicarakan penilaian lebih
lanjut perlu disampaikan beberapa istilah yang
sering dipakai dan dipersamakan maknanya di
dunia pendidikan yakni pungukuran, penilaian
dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut pada
dasarnya memiliki makna yang berbeda dan
digunakan secara berjenjang, dimulai
pengukuran dilanjutkan penilaian dan diakhiri
evaluasi. Pengukuran (measurement) memiliki
makna membandingkan sesuatu dengan ukuran
tertentu yang bersifat kuantitatif.Misalnya
mengukur tinggi badan menggunakan meteran,
mengetahui berat badan dengan timbangan,
mengukur kemajuan belajar menggunakan tes
hasil belajar. Di dalam mengukur, dikenal ukuran
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
yang terstandar seperti meteran, literan, kilogram
dan sebagainya, ukuran tidak terstandar seperti
sejengkal, sedepa, sejangkah dan sebagainya. Di
samping itu ada ukuran yang didasarkan
perkiraraan karena pengalaman berkali-kali telah
mempraktekkan, misalnya membelikan sepatu
atau baju bagi anggota keluarganya.
Allen dan Yen (1979) menjelaskan bahwa
pengukuran adalah penetapan angka terhadap
suatu objek dengan cara yang sistematis.
Pengukuran merupakan kegiatan untuk
mendapatkan informasi yang akurat dan cermat
sebagai dasar penilaian.Pengukuran yang tepat
dan sistematis diharapkan mampu memberikan
informasi yang akurat tentang tingkat
penguasaan materi pembelajaran siswa.
Pengukuran dalam kegiatan pembelajaran
merupakan proses membandingkan tingkat
keberhasilan pembelajaran dengan kriteria atau
dan Nix (1991) menjelaskan bahwa penilaian
adalah suatu pernyataan berdasarkan fakta-fakta
untuk menjelaskan karakteristik seorang anak.
Makna penilaian berkaitan erat dengan kegiatan
pembelajaran karena penilaian tidak semata-mata
menyangkut hasil pembelajaran, tetapi juga
menyangkut seluruh proses pembelajaran.
Dengan demikian proses penilaian tidak
hanya terbatas pada karakteristik peserta didik
saja tetapi juga mencakup karakteristik metode
mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi
sekolah. Instrumen penilaian bisa berupa metode
atau prosedur formal maupun informal untuk
menghasilkan informasi belajar peserta
didik.Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk
tes baik lisan maupun tertulis, lembar
pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah
dan sebagainya.Penilaian dapat juga diartikan
sebagai kegiatan penafsiran data hasil
ukuran yang telah ditentukan.
pengukuran.
Istilah penilaian (assessment)mempunyai
makna mengabil keputusan terhadap sesuatu
Sementara itu, evaluasi mencakup
pengertian mengukur dan menilai. Didalam
berdasarkan ukuran baik-buruk, pandai-bodoh,
evaluasi akan ditentukan apakah suatu program
berhasil-tidak berhasil, dan lain-lain yang bersifat
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat
kualitatif. Makna penilaian memiliki arti lebih
luas dibandingkan pengukuran. Pengukuran
dicapai atau belum dan sejauh mana tingkat
efektifitas pelaksanaannya. Stufflebeam dan
merupakan langkah awal dari penilaian, tetapi
Shinkfield (1985), menjelaskan bahwa evaluasi
tidak semua peniaian harus didahului dengan
merupakan penilaian yang sistematik tentang
pengukuran.
manfaat suatu objek.Di dalam evaluasi
mengandung kegiatan untuk menentukan nilai
Penilaian memiliki tujuan menjawab
pertanyaan sejauh mana prestasi belajar siswa
dengan menggunakan berbagai cara dan
suatu program.
menggunakan berbagai alat penilaian. Di dalam
penilaian dilakukan pengumpulan berbagai bukti
yang menunjukkan prestasi belajar anak.Griffin
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
3
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Ranah Penilaian
Berdasarkan taksonomi Bloom, tujuan
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan
pemahaman, terlebih dahulu harus mengingat
atau mengenal karena dalam pemahaman
diperlukan dapat mengenal atau mengingat
kembali.
afektif. Pada dasarnya ketiga ranah tersebut tidak
Ranah kognitif, psikomotorik dan afektif
dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan harus
tercermin di dalam perumusan tujuan
pembelajaran, penetapan bahan, proses
pembelajaran dan penilaiannya. Penilaian ranah
kognitif, tidak sama dengan penilaian ranah
afektif. Penilaian ranah kognitif menggunakan
kriteria benar-salah dengan berpedoman rumus,
dimanifestasikan baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam penilaian.
Penekanan tiap mata pelajaran berbeda-beda,
mata pelajaran yang menekankan pemahaman
konsep lebih menekankan ranah kognitif.Berbeda
dengan mata pelajaran yang menekankan
praktekakan lebih menekankan ranah
psikomotor.Ranah kognitif dan psikomotor
keduanya mengandung ranah afektif.
Bloom (1956) menjelaskan bahwa ranah
kognitif berhubungan erat dengan kemampuan
berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan
menghapal, memahami, menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi. Ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar
yang pencapaiannya melalui ketrampilan
manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik.Ranah psikomotor berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya memukul, melompat,
menulis dan sebagainya.Sementara itu ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Taksonomi disusun berdasarkan tingkat
kesulitan, misalnya soal yang menyangkut
ingatan fakta lebih mudah dibandingkan
menjelaskan atau soal yang menyangkut hafalan
lebih mudah dibandingkan evaluasi. Jenjang
kesulitan ini juga tercermin pada saat guru
melaksanakan pembelajaran di kelas. Misalnya
siswa yang melaksanakan pembelajaran
4
prinsip pengetahuan atau hukum sementara
ranah afektif menggunakan kriteria baik-buruk
dengan berpedoman pada nilai atau norma yang
berlaku.
a.
Penilaian Ranah Kognitif
Ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom,
adalah kemampuan berpikir secara hirarkis yang
terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi. Pada tingkat ini,
anak dituntut untuk menjawab pertanyaan
berdasarkan hafalan semata.Sementara pada
tingkat pemahaman anak dituntut untuk
memahami hubungan antar konsep-konsep atau
fakta-fakta.Tingkat aplikasi menuntut anak
menerapkan dalil, prinsip atau konsep dalam
situasi baru dengan benar. Tataran analisis
menuntut anak menguraikan informasi atau
berbagai hal kompleks ke dalam bagian-bagian,
membedakan fakta dan pendapat atau
menemukan hubungan sebab akibat. Tingkat
sintesis menuntut anak mensintesiskan atau
menggabungkan kembali bagian-bagian menjadi
struktur baru. Dengan lain kata, pertanyaan
sintesis menuntut siswa melakukan generalisasi.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Tataran evaluasi, menuntut siswa menerapkan
pengetahuannya untuk melakukan penilaian
suatu masalah berdasarkan teori, bukti-bukti,
informasi-informasi dan hal-hal lain yang
mendukung penilaiannya.
Ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan
aspek belajar (Tuckman, 1975), yaitu:
1) Ingatan (recognition): mendefinisikan,
mendeskripsikan,
mengidentifikasi,
menamakan, mendaftar, menjodohkan,
memilih, menyebut, dan menyatakan.
Misalnya meminta anak memilih salah satu
jawaban di antara beberapa alternatif
jawaban yang ada.
2) Pemahaman (comprehension): mengubah,
mempertahankan,
membedakan,
menafsirkan, menjelaskan, memperluas,
menggeneralisasikan, memberi contoh,
menyimpulkan, membuat parafrase,
meramalkan, menulis kembali, dan
meringkas. Misalnya meminta anak
menjelaskan hal yang diketahui dengan katakatanya sendiri.
3) Penerapan
(application):
mengubah,
menghitung,
mendemons-trasikan,
menemukan, memanipulasi, memodifikasi,
mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan,
menghasilkan,
meng-hubungkan,
menunjukkan,memecahkan
dan
mempergunakan. Misalnya meminta anak
menerapkan konsep, hukum, rumus, aturan
dan lain-lainnya dengan benar ke dalam
situasi yang baru.
4) Analisis
(analysis):
mendiagramkan,
mengidentifikasi,
memerinci,
menyimpulkan,
menghubungkan,
menunjuk, memilih, memisahkan dan
membagi.
Misalnya
meminta
anak
menganalisis sesuatu yang kompleks,
menjadi bagian - bagian yang sederhana.
5) Sintesis (synthesis): mengkategorikan,
mengkombinasikan,
menyusunn,
menciptakan, mendesain, merencanakan,
menulis kembali, meringkas dan
menceritakan. Misalnya meminta anak
menggabungkan atau menyusun kembali
berbagai elemen pengetahuan yang ada
sehingga membentuk struktur baru yang
lebih menyeluruh.
6) Evaluasi
(evaluation):
menilai,
membandingkan,
menyimpulkan,
mempertentangkan,
mengkritik,
mendeskripsikan,
membedakan,
menjelaskan, membenarkan,memutuskan,
menafsirkan, menghubungkan, dan
meringkas. Misalnya meminta anak mampu
membuat penilaian dan keputusan tentang
suatu masalah, nilai, pendapat, atau hal-hal
lain dengan menggunakan kriteria tertentu.
Pertanyaan evaluasi merupakan tingkatan
tertinggi ranah kognitif.
b. Penilaian Ranah Psikomotor
Ryan (1980), menjelaskan bahwapenilaian
ranah psikomotor dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga cara, yaitu:
1) Melakukan pengamatan langsung dan
melakukan penilaian tingkah laku siswa
selama pembelajaran berlangsung.
membedakan,
mengilustrasikan,
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
5
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
2) Memberikan tes setelah pembelajaran
berlangsung untuk mengukur pengetahuan,
ketrampilan dan sikap.
3) Selang beberapa waktu setelah pembelajaran
dan di lingkungan kerjanya apabila kelak
sudah bekerja.
Sementara itu, penilaian hasil belajar ketrampilan
meliputi:
1) Ketrampilan anak menggunakan peralatan
kerja.
2) Ketrampilan anak menganalisis pekerjaan
dan urutan pekerjaan.
3) Ketrampilan anak dalam mengerjakan tugas
yang diberikan kepadanya.
4) Ketrampilan anak dalam membaca gambar
dan simbol.
5) Keserasian bentuk yang diharapkan dengan
ukuran yang ditentukan (Depdiknas, 2008).
Dari uraian tersebut, dapat diketahui
bahwa penilaian psikomotor meliputi penilaian
pendahuluan, penilaian proses dan penilaian
produk. Pelaksanaannya dapat pada saat
pembelajaran berlangsung atau sesudah
pembelajaran berlangsung melalui unjuk kerja
atau teknik tes lainnya. Penilaian ranah kognitif
dilaksanakan tertulis, sementara penilaian ranah
psikomotor dilakukan dengan menggunakan tes
unjuk kerja, lembar tugas dan lembar
pengamatan.
c.
Penilaian Ranah Afektif
Penilaian ranah afektif berkaitan dengan
sikap anak terhadap nilai-nilai sederhana yang
bukan merupakan fakta.Sikap diartikan sebagai
kecenderungan seseorang bertindak suka atau
tidak suka terhadap suatu objek (Anastasi, 1982).
6
Pengertian lain menjelaskan bahwa sikap
merupakan kumpulan hasil evaluasi seseorang
terhadap objek, orang atau masalah tertentu
(Birren el.al, 1981). Dengan melihat sikap
seseorang dapat mengenal siapa orang itu
sesungguhnya.Sikap terdiri dari tiga komponen,
yakni komponen afektif, komponen kognitif dan
komponen konotif (Depdiknas, 2003). Komponen
afektif adalah perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap suatu objek. Komponen kognitif adalah
keercayaan atau keyakinan yang dimiliki
seseorang.Sementara itu komponen konotif
adalah kecenderungan untuk bertingkah laku
atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap
suatu objek.
Propham (1995), menjelaskan bahwa ranah
afektif, menentukan keberhasilan pembelajaran
seorang anak. Seorang anak yang memiliki minat
besar terhadap pelaiaran tertentu, akan sangat
membantu
mencapai
pembelajarnya.Guru
ketuntasan
yang
mampu
membangkitkan minat belajar anak, menjadi
kunci mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
Menurut Tuckman (1975), ada lima
peringkat ranah afektif yaitu: penerimaan,
tanggapan,
penilaian,
organisasi
dan
karakterisasi.
1) Penerimaan
(receiving/attending:
menanyakan, memilih, mendeskripsikan,
mengikuti, memberikan, mengidentifikasi,
menempatkan, menjawab, memilih dan
menggunakan. Pada ranah ini anak memiliki
kemauan menerima atau memperhatikan
stimulus yang dapat berupa tugas, perintah,
permintaan dan lain-lainnya. Misalnya guru
memberi pekerjaan rumah, tugas meringkas
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
buku, menasehati anak agar rajin belajar, dan
sebagainya. Stimulus dilakukan berulangulang dapat menjadi kebiasaan positif bagi
anak.
2) Penanggapan (responding): menjawab,
membantu,
menyesuaikan
diri,
mendiskusikan, menghormat, menampilkan,
melakukan, membaca, melaporkan,
menanggapi, memilih,menceritakan dan
menulis. Pada ranah ini anak secara aktif
meberikan respon misalnya senang bertanya,
berperan aktif dalam suatu kegiatan, rajin
membaca buku dan lain-lainnya.
3) Penilaian
(valuing):
melengkapi,
mendemonstrasikan, mendeskrisikan,
membedakan, menjelaskan, mengikuti,
membentuk, mengundang, memutuskan,
mengusulkan, membaca, melaporkan,
memilih, mempelajari, mengambil bagian
dan mengerjakan. Pada ranah ini anak dapat
menentukan
nilai,
keyakinan
atau
sikapdengan derajat rentang mulai dari
menerima nilai sampai pada tingkat
komitmen.
4) Pengorganisasian(organization): mengikuti,
menyusun,menggabungkan,
membandingkan,
melengkapi,
mempertahankan,
menjelaskan,
menggeneralisasikan, memodifikasi,
mengorganisasikan,
menyiapkan,
menghubungkan dan mensintesiskan. Pada
ranah ini anak memiliki konseptualisasi nilai
atau organisasi sistem nilai, misalnya
pengembangan falsafah hidup di kemudian
hari.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
5) Karakterisasi (characterization): melakukan,
membedakan,
memperlihatkan,
mempengaruhi,
memodifikasi,
mengusulkan,
menanyakan,
memecahkan,
mendengarkan,
mempertunjukkan,
mengkualifikasikan,
merevisi,
melayani,
menggunakan
dan
memverifikasi. Pada ranah ini anak memiliki
sitem nilai yang dapat mengendalikan
perilaku yang pada akhirnya mampu
membentuk pola hidup.Karakterisasi ini
merupakan peringkat tertinggi yang
berkaitan dengan pribadi, emosi dan sikap
sosial.
Penilaian afektif dapat dilakukan dengan
menggunakan tes tertulis (angket), wawancara
dan pengamatan.Penilaian afektif membutuhkan
ketelitian dan berkesinambungan.Oleh sebab itu
penilaian sikap ini tidak dapat hanya dilakukan
sekali. Penilaian sikap yang paling tepat adalah
penilaian dalam proses pembelajaran. Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2001), penilaian sikap
dalam proses pembelajaran lebih mencerminkan
sikap dan perbuatan siswa. Penilaian sikap yang
dilaksanakan secara khusus, mungkin akan
menghasilkan data yang kurang dapat dipercaya
karena anak bisa bersikap berpura-pura karena
sadar dirinya sedang dinilai. Berbeda dengan
penilaian dalam proses pembelajaran lebih-lebih
dilakukan berkesinambungan, akan lebih
memberikan data yang yang mencerminkan
keadaan anak yang sesungguhnya. Siswa tidak
akan mungkin akan bersikap berpura-pura secara
terus-menerus.
7
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Alat Penilaian
Alat penilaian dibedakan menjadi dua,
yaitu teknik tes dan teknik non tes.Teknik tes
ditinjau dari segi kegunaannya dibedakan
menjadi tiga yaitu tes dignostik, tes formatif dan
tes sumatif.Ditinjau dari segi bentuknya, teknik
tes dibedakan menjadi dua yaitu tes objektif dan
tes esai. Sementara itu teknik non tes meliputi
skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok,
wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup
(Suharsimi Arikunto,2007).
telah ditentukan. Di samping itu tes juga
digunakan untuk mengetahui keberhasilan
program pembelajaran.
Pada umumnya pelaksanan tes di sekolah
menggunakan bentuk tes objektif maupun esei,
atau gabungan tes objektif dan tes esei.Masingmasing bentuk tes ini memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.Tes objektif
sebagaimana namanya, memberikan hasil lebih
objektif daripada tes esai. Siapapun yang
memeriksa tes objektif, akan memberikan skor
yang sama. Berbeda dengan tes esai, jawaban
a.
Teknik Tes
Tes adalah sejumlah pernyataan yang
digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan
anak baik secara lisan, tertulis maupun
perbuatan. Menurut Djemari (2008) tes
merupakan salah satu cara untuk menaksir
besarnya kemampuan seseorang secara tidak
langsung, yaitu melalui respon seseorang
sama dapat memiliki skor yang berbeda-beda jika
dinilai oleh orang yang tidak sama. Dengan lain
kata tes objektif penskorannya bersifat objektif
sementara itu tes esei penskorannya dipengaruhi
oleh subjektifitas penilainya. Subjektifitas itu
bersumber pada bentuk tulisan testi, kondisi fisik
dan psikis pemeriksa, pengaruh nilai anak
sebelumnya, dan kesan guru terhadap anak.
terhadap stimulus atau pertanyaan. Respon
peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan
menggambarkan kemampuan anak dalam
bidang tertentu. Suharsimi Arikunto (2007)
menjelaskan bahwa tes merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui
Kelebihan lain tes objektif ialah cakupan
bahannya luas sehingga lebih mewakili, mudah
dan cepat memeriksanya, dan tidak unsur
subjektifitas yang mempengaruhi penilaiannya.
Di sisi lain soal-soal objektif dinilai cenderung
hanya mengungkapkan daya ingatan atau
atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-
pengenalan saja dan sulit mengukur proses
aturan yang sudah ditentukan. Sementara itu Eko
berfikir yang lebih tinggi. Kekurangan tes objektif
Putro Widoyoko (2011) menyebutkan bahwa tes
merupakan salah satu alat untuk melakukan
lainnya adalah lebih sulit menyusunnya dan
memberikan peluang untung-untungan pada
anak. Sememtara itu kelebihan tes esei adalah
mudah menyusunnya, mendorong anak berani
mengungkapkan pendapatnya, dan tidak
memberi peluang kepada anak bermain
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan
informasi karakteristik suatu objek. Dari
pengertian tersebut jelaslah bahwa tes
merupakan alat pengumpul informasi
yangdigunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan anak dengan prosedur tertentu yang
8
spekulasi. Kekurangan tes esei adalah soal
terbatas sehingga kurang mewakili cakupan
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
bahan, tingkat validitas dan reliabilitasnya
rendah, serta koreksinya sulit dan membutuhkan
waktu yang lama.
Bentuk tes objektif yang banyak digunakan
di sekolah adalah pilihan ganda, menjodohkan
dan benar-salah.Untuk tes esei yang digunakan
adalah tes esei bebas dan tes esei
terbatas.Menyadari bahwa masing-masing
bentuk tes memiliki kelebihan dan kekurangan
maka pelaksanaannya di sekolah digabungkan
antara tes objektif dan tes esai.
b. Teknik Non Tes
(ratingscale), kuesioner (questionair), wawancara
(interview), riwayat hidup, pengamatan
(observation), dan portofolio.
Penutup
Penilaian merupakan bagian initegral
pembelajaran.Melalui penilaian diketahui
keberhasilan pembelajaran secara menyeluruh
baik ditinjau dari segi anak, guru, maupun
sekolah.Dari segi anak diketahui sejauh mana
telah berhasil mengikuti pembelajaran dari
guru.Dari segi guru dapat mengetahuianak didik
Alat ukur dengan menggunakan teknik
mana yang berhak melanjutkan pelajarannya
non tes sangat bermanfaat untuk mengetahui
kualitas pribadi anak yang berkaitan dengan hasil
pembelajaran terutama penguasaan domain
ketrampilan dan sikap.Hasil pembelajaran
domain ketrampilan dan sikap terkadang sulit
diukur dengan tes, perlu menggunakan teknik
karena telah berhasil menguasai materi
non tes agar dapat memberikan data dan
informasi yang lebih tepat.
Eko Putro Widoyoko (2011) menjelaskan
bahwa instrument non tes digunakan untuk
mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan
softskills dan vocationalskills, terutama yang
berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau
dikerjakan oleh peserta didik daripada apa yang
diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain
instrument seperti itu terutama berhubungan
dengan penampilan yang dapat diamati daripada
pengetahuan dan proses mental lainnya yang
tidak dapat diamati dengan indra. Ada beberapa
macam teknik non tes yang biasa digunakan
diantaranya adalah daftar cek (cheklists), bagan
partisipasi (participationcharts), skala bertingkat
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013
pembelajaran dan anak didik mana yang belum
berhasil menguasai materi pembelajaran. Melalui
penilaian guru dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Di samping itu guru dapat
mengetahui tepat-tidaknya materi dan metode
yang digunakan. Melihat hasil penilaian, sekolah
dapat mengetahui apakah kondisi belajar yang
diciptakan telah sesuai harapan atau belum.
Penilaian merupakan proses penyimpulan
berbagai informasi tentang anak didik yang
mencerminkan keadaan dan kemampuan anak
didik yang sesungguhnya. Aspek penilaian harus
menyeluruh, meliputi ranah kognitif,
psikomotorik dan afektif.Alat penilaiannyapun
tidak hanya menggunakan teknik tes (tertulis),
tetapi
juga
tes.Penilaian
menggunakan
membutuhkan
teknik
non
ketelitian,
berkesinambungan yang memerlukan waktu
yang panjang sehingga hasilnya benar-benar
mencerminkan keaadaan anak yang sesungguhnya.
9
Basuki, Teknik Penilaian di Sekolah
Daftar Rujukan
Allen, M.J. and Yen, W.M. 1979. Introduction to
Measurement Theory.California: Brooks Cole
Publishing Company
Gagne, Robert M dan Leslie J. Briggs, 1979,
Principles of Instructional Design,NewYork:
Holt, RinehartandWinston.
Anastasi, A. 1982.Psichological Testing. Fifth
Edition. New York: Publishing, Co. Inc
Grffin, P.& Nix, P. 1991. Educational Assessment
and Reporting. Sydney: Harcout Brace
Javanovich, Publisher Evaluation.
Bloom, Benyamin S, et.al. 1956. Taxonomyof
Educational Objective, New York: David Mc.
Kay Company Inc.
Burhan Nurgiyantoro, 2001, Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta:
BPFE.
Depdiknas. 2008. Model dan Teknik Penilaian pada
Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta
Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan
Instrument Tes dan Non Tes.Yogyakarta:
MitraCendekia.
Eko Putro Widoyoko. 2011. Evaluasi Program
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
10
Popham, W.J. 1995. Classroom Assessment. Boston:
Allyn and Bacon.
Suharsimi Arikunto. 2007.Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. 1985.
Systematic Evaluation. Boston: Kluwer Nijhof
Publishing.
Tuckman, Bruce W. 1975, Measuring Educational
Outcomes, Fundamentals of Testing, New York:
Harcourt Brace Jovanovich.
Zaenal Arifin. 2010. EvaluasI Pembelajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
FENOLINGUA, EDISI 1 TAHUN 2013