this PDF file DAMPAK MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMP | Fajria | Jurnal Pendidikan Sains Indonesia 1 SM

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

DAMPAK MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK DI SMP
Fanny Fajria1, Hafnati Rahmatan2, A. Halim3
1

Program Studi IPA ProgramPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Program Studi Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
3
Program Studi Fisika FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
email:fannyfajria10@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi dan hasil belajar peserta didik
setelah diterapkan model pembelajaran Problem Solving pada materi indera penglihatan dan
alat optik di SMP N 8 dan SMP N 18 Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah quasi

eksperimental design, dengan menggunakan rancangan pretest-posttes control group desaindan
pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan pada
bulan April – Mei 2017, penelitian ini dilaksanakan pada 4 kelas yaitu kelas VIII-2 dan VIII-1
sebagai kelas ekperimen, sedangkan kelas VIII-4 dan VIII-3 sebagai kelas kontrol. Instrument
penelitian menggunakan tes dalam bentuk soal pilihan ganda yang berjumlah 30 butir soal dan
angket motivasi belajar peserta didik. Analisis data menggunakan uji independen sampel t-test
pada taraf signifikan 0,05 untuk perbedaan hasil belajar kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Data angket motivasi peserta didik dianalisis dengan statistik deskriptif.Hasil analisis
menunjukkan (1) motivasi belajar peserta didik kelas ekperimen dan kelas kontrol berbeda
signifikan. (2) hasil belajar kelas ekperimen dengan kelas kontrol menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan terdapat perbedaan
motivasi belajar peserta didik antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, terdapat
perbedaan hasil belajar dengan menerapkan model pembelajaran problem solving di SMP N 8
dan SMP N 18 Banda Aceh.
Kata kunci:Problem Solving, Motivasi, Hasil Belajar,Indera Penglihatan&Alat Optik.

Abstract
This study aims to determine differences in motivation and learning outcomes of learners after
applied Problem Solving model in learning of sence of sight and optics in SMP N 8 and SMP N 18
Banda Aceh. The method used is quasi experimental design, using pretest-posttest design group

design and sample selection using random pling technique. Data was collected in April-May
2017, this research was conducted in 4 classes, namely class VIII-2 and vill-1 as experimental
class while class VIII-4 and VIII-3 as control class. The research instrument used the test in the
form of multiple choice questions that amounted to 30 grains and questionnaire motivation
learners learners. The data analysis tested independent of t-test samples at a significant level of
0.05 for the difference in experimental class learning outcomes with the control class. The
questionnaire data of students' motivation were analyzed with descriptive statistic. The results
of the analysis show that (1) the learning motivation of experimental class and control class is
significantly. (2) the difference of experimental class learning result with control class is shown
with N-Gain experimental score 53,28, while control class obtained by N-Gain value is 27,54.
These results indicate a significant difference (thitung 11.893>ttable 1.995). Based on these
results, it can be concluded that there is a difference of learning motivation of learners between
experimental class and control class, there is difference of learning result by applying problem
solving learning model and there is a positive correlation between motivation with learning
outcomes of learners in SMP N 8 and SMP N 18 Banda Aceh.
Keywords: Problem Solving, Motivation, Learning Outcomes, Sighted Sense and Optical
Devices

Fanny F: Dampak Model Pembelajaran....... | 87


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

PENDAHULUAN
Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang fenomena alam secara sistematis. Belajar adalah usaha atau kegiatan untuk mencapai
sesuat yang baru, tanpa menemukan sesuatu yang baru maka sesuatu kegiatan tidak akan bisa
dikatakan sebagai belajar (Nuzliah, 2015). Pendidikanmerupakan proses penyiapan peserta
didik secara mental maupun fisik agar menjadi generasi yang berkualitas untuk meneruskan
pembangunan bangsa kita (Sulistyowati, 2015).Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan sekitarnya, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan keilmuan di dalam kehidupan sehari-hari. IPA
pada hakikatnya meliputi dua hal, yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA sebagai
produk berarti terdapat fakta,hukum-hukum prinsip-prinsip dan teori-teori yang sudah diterima
kebenarannya. Adapun IPA sebagai proses merupakan kegiatan yang dilakukan dan sikap-sikap
untuk menghasilkan produk berupa ilmu pengetahuan.
Rendahnya motivasi peserta didik terhadap pelajaran IPA dapat dilihat dari hasil
belajarnya baik kognitif maupun psikomotornya, serta indikator motivasi seperti kesukaan,
ketertarikan, keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Motivasi sangat
diperlukan dalam proses belajar sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan

mungkin melakukan aktivitas belajarnya (Apriysni, 2015). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki
individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannnya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya (Sadiman, 2004). Kegiatan yang
berfokus pada karakteristik belajar peserta didik,motivasi kualitas dan kemauan, faktor
kontekstual juga mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Hasil penelitian Wiyono (2003)
menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara motivasi belajar dengan hasil belajar
peserta didik.
Menurut Silayusa, dkk., (2015) problem solving merupakan model pemecahan masalah
yang menuntut peserta didik untuk dapat memecahkan berbagai masalah yang ada baik secara
kelompok maupun secara perindividu. Model pembelajaran problem solving mampu
meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Bey danAsriani, 2013).Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Raehanah, dkk., (2014) bahwa penerapan model
pembelajaran problem solving mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi
larutan penyangga. Nurliana, dkk., (2012) meneybutkan bahwa model problem solving
berpengaruh positif terhadap hasil belajar peserta didik. Peserta didik akan berhasil dalam
belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar, keinginan atau dorongan untuk
belajar inilah yang disebut dengan motivasi (Lawson, 2011).
Problem Solving merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan peserta didik seperti kemampuan bertanya dan menjawab permasalahan,
sehingga peserta didik terlibat aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan menyimpulkannya

(Sanjaya, 2012). Model problem solving merupakan model pengajaran yang digunakan guru
untuk mendorong peserta didik mencari dan menemukan serta memecakan persoalanpersoalan (Pristiwanto, 2016).Menumbuhkan kemampuan peserta didikdapat dilakukan dengan
salah satu upaya yang memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta
didik serta membantu peserta didik dalam memahami konsep yaitu dengan penerapan model
pembelajaran problem solving. Model problem solvingmerupakan salah satu model
pembelajaran berbasis masalah dimana cara penyajian bahan pelajaran dengan menghadapkan
peserta didik pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan (Damayanti, dkk., 2014).
Motivasi belajar yang tinggi memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil belajar
peserta didik (Apriyani, 2015).Hal ini telah dibuktikan oleh Hijayatun dan Widodo., (2013)
melalui penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar peserta didik melalui kognitif dan efektif. KemudianFitriyanto dkk., (2012) menyatakan
bahwa dengan penerapan model pembelajaran problem solving bermedia virtual pada materi
larutan penyangga dan hidrolisis dapat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik lebih

88|JPSI-Vol.05, No.02, hlm.87-94, 2017

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi
baik pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan

Selvianti dkk., (2013) menunjukkan bahwa metode pemecahan masalah dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik kelas XI IA 2 SMA Negeri 8 Makassar pada materi pokok hidrolisis
garam,dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Mihrty dan Rasmiwetti, (2010) memperoleh
hasil bahwa pembelajaran model pemecahan masalah dalam pengajaran Kimia Dasar I mampu
memberikan ketuntasan hasil belajar secara individu maupun secara klasikal,dengan
demikianmodel pembelajaranproblem solvingsangat sesuai dengan kriteria materi indera
penglihatan dan alat optik sehingga cocok diterapkan sehingga mampu meningkatkan motivasi
dan hasil belajar peserta didik.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental
design) dengan menggunakan rancangan pretest-posttest control group desain.Penelitian ini
menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, kedua kelas akan diberikan
pretest di awal pertemuan dan posttest pada akhir pembelajaran. Populasi dalam penelitian ini
yaitu keseluruhan dari peserta didik kelas VIII semester II di SMPN 8 dan SMPN 18 Banda Aceh
yang berjumlah 280 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling,
berdasarkan kemampuan hasilpretest seluruh kelas dengan kemampuan yang sama secara
statistik, sehingga diambil 4 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berjumlah
140 orang.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu angket motivasi belajar dan soal

tes.Angket berisi 36 pernyataan yang berhubungan dengan motivasi ARCS terhadap
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran problem solving pada materi indera
penglihatan dan alat optik.Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda
yang berjumlah 30 butir soal.Teknik analisis data untuk motivasi belajar dianalisis
menggunakan statistik deskriptif, sedangkan untuk hasil belajar dianalisis menggunakan uji–t.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data motivasi diperoleh dari angket yang disebar kepada peserta didik kelas eksperimen
dan kelas kontrol setelah pembelajaran berlangsung.Motivasi belajar peserta didik terdapat
empat kategori yang digunakan yaitu, attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence
(percaya diri), satisfaction (kepuasaan).Berdasarkan dari ke empat kategori motivasi tersebut
maka dapat dilihat skor rata- rata motivasi peseta didik pada Gambar 1.

Aspek yang Dinilai

Fanny F: Dampak Model Pembelajaran....... | 89

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi


Gambar 1 Rata-rata Motivasi Belajar Peserta Didik
Gambar 1menunjukkan bahwa motivasi belajar peserta didik pada kelas eksperimen
memperoleh skor motivasi tertinggi pada kategori percaya diri dengan skor 5,00 dengan
kategori sangat baik, hal ini dikarenakan penerapan model pembelajaran problem solving yang
melibatkan peserta didik dalam pembelajaran. Peserta didik menemukan konsep melalui
aktivitasnya sendiri yang menyebabkan mereka lebih memahami konsep tersebut. Dengan
demikian,kepercayaan diri peserta didik meningkat dengan menganggap dirinya telah
memahami konsep dengan baik. Skor motivasi terendah terdapat pada kategori perhatian
dengan skor 3,30 dengan kategori cukup baik, hal ini disebabkan kurangnya minat peserta didik
dalam belajar sehingga mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi terhadap pelajaran yang
sedang berlangsung, akibatnya jumlah nilai untuk indikator ini menjadi rendah.
Motivasi belajar peserta didik pada kelas kontrol memperoleh skor motivasi tertinggi
pada kategori percaya diri dengan skor 3,28 dengan kategori cukup baik, hal ini disebabkan
karena rasa percaya diri peserta didik yang bagus saat proses pembelajaran berlangsung,
sehingga peserta didik mampu memahami konsep dengan baik. Sementara itu skor motivasi
terendah terdapat pada kategori perhatian dengan skor 2,50 dengan kategori cukup baik , hal
ini disebabkan karena peserta didik tidak memperhatikan apa yang disampaikan guru saat
proses pembelajaran berlangsung, sehingga mereka memperoleh nilai yang cukup baik pada
kategori ini.
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui perbedaan motivasi antara

kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Uji Mann Whitney Terhadap Motivasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada
SMP N 8 dan 18 Banda Aceh
No

Kelas

Rata-rata
Motivasi

1

Eksperimen

3,82

2

Kontrol


3,35

Normalitas
*)

Homogenitas
**)

Tidak Normal
(0,035)
Tidak Normal
(0,016)

Tidak
Homogen
(0,002)

Nilai Z***)

Z hitung


Z tabel

Z= 2,639

Z=
1,96

Makna

Sig

Keterangan :
Sig
= Signifikan
*)
= Uji Kolmogorov-Smirnov, jika Sig>0,05 (Normal)
**)
= Uji Levene, Jika Sig>0,05 (Homogen)
***)
= Uji t atau uji Mann Whitney, jika Sig. (p value) > 0,05( Tidak berbeda signifikan)
Kegiatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran
dan menyesuaikan antara materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar
peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar di dalam diri peserta didik, karena mereka
merasa bahwa materi pelajaran yang disajikan mempunyai manfaat langsung secara pribadi
dalam kehidupan. Motivasi peserta didik akan bangkit dan berkembang apabila mereka
merasakan bahwa apa yang dipelajari itu memenuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat serta
sesuai dengan nilai yang diyakini atau dipegangnya. Kemudian membangkitkan kesadaran yang
kuat dalam proses pembelajaran dengan mengajak peserta didik memecahkan masalahmasalah sehingga nantinya mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kepuasan peserta
didik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukanoleh Sulistiyani (2013) bahwa pembelajaran ARCS
efektif digunakan untuk meningkatkan motivasi hasil belajar peserta didik.Sementara itu
menurut Abdullah dan Fatimah (2013) bahwa pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran langsung dengan strategi motivasi ARCS berpengaruh positif terhadap hasil
belajar peserta didik. Strategi ARCS juga dapat membantu meningkatkan motivasi dan aktivitas
peserta didik dalam belajar sehingga dapat menyelesaikan soal - soal dengan baik dan hasil
belajar peserta didik dapat meningkat pada materi indera penglihatan dan alat optik. Hal ini
sesuai degan hasil penelitian yang dilakukan oleh Israf (2014) bahwa penerapan model ARCS
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VII Labschool Universitas Tadulako pada
materi sudut- sudut segitiga. Selanjutnya hasil penelitian Winaya, dkk., (2013) menunjukkan
bahwa motivasi belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model ARCS lebih
tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model
konvensional. Hasil penelitian Tasiwan (2014) juga menunjukkan bahwa kelas eksperimen

90|JPSI-Vol.05, No.02, hlm.87-94, 2017

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi
memiliki tingkat motivasi lebih baik dalam aspek perhatian, relevansi, keercayaan diri, dan
kepuasan dengan rata-rata tingkat motivasi sebesar 77,20.
Hasil belajar peserta didik pada penelitian ini meliputi pretes, posttest, dan N-gain
untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik kelas eksperimen dengan kelas
kontrol. Perbedaan rata-ratakemampuan awal dan kemampuan akhir peserta didik antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan rata-rata
skor pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut – turut adalah 45,51dan41,37
sedangkan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut – turut
adalah 74,52
dan58,48.

Penilaian
Gambar2. Rata-rata Hasil Belajar Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui perbedaan rata-rata
kemampuan awal dan kemampuan akhir peserta didikantar kedua kelas ditunjukkan pada Tabel
2.
Tabel 2 Uji Beda Rata-rata Pretest dan Postest Kemampuan Hasil Belajar peserta didik pada
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil
belajar

Pretes

Postes

Nilai
RataRata

Kelas
Eksperimen

45,51

Kontrol

41,37

Eksperimen

74,52

Kontrol

58,48

Eksperimen

53,28

N-Gain
Kontrol

2

27,54

Normalitas
*)
0,123
(Normal)
0,219
(Normal)
0,219
(Normal)
0,103
(Normal)
0,471
(Normal)
0,001
(Tidak
Normal)

Homogenitas
**)

Nilai Z atau t***)

Z atau t
hitung

Z atau t
Tabel Makna

0,825
(Homogen)

t= 1,937

t
t = 1,995

Non sig

0,064
(Homogen)

t=
11,893

t= 1,995

Sig

0,064
(Homogen)

Z=
3,568

Z= 1,96

Sig

Fanny F: Dampak Model Pembelajaran....... | 91

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

Keterangan :
*)
= Uji Kolmogorov-Smirnov, jika Sig>0,05 (Normal)
**)
= Uji Levene, Jika Sig>0,05 (Homogen)
***)
= Uji t atau uji Mann Whitney, jika Sig. (p value) > 0,05 ( Tidak berbeda signifikan)

Tabel 2menunjukkan bahwa kemampuanpretest peserta didik di kelas eksperimen dan
kelas kontrol memiliki skor rata-rata yang tidak jauh berbeda. Setelah dilaksanakan proses
pembelajaran terlihat perbedaan peningkatan hasil belajar peserta didik dimana nilai rata-rata
posttest pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Nilaiposttestpeserta
didik
padakelaseksperimendankelaskontrolterdapatperbedaan
yang
signifikan, dengan rata-rata nilai 74,52 untukkelaseksperimendan 58,48 untukkelaskontrol.
Hasil uji tantara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah thitung 11,893 > ttabel 1,96 pada taraf
signifikan 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil belajar dengan menerapkan model pembelajaran
problem solving lebih tingggi dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional.Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Praptiwi, dkk., (2012) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kelas eksperimen memperoleh ketuntasan yang tinggi dibandingkan
dengan ketuntasan yang diperoleh oleh kelas kontrol.
Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata skor N-Gain kelas eksperimen dengan nilai 53,28
kategori sedang, sedangkan kelas kontrol dengan nilai 27,54, dengan kategori rendah, dengan
demikian pembelajaran kelas eksperimen lebih efektif daripada pembelajaran kelas kontrol, hal
ini terbukti dari hasil uji signifikansi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai Zhitung >Ztabel , ini
menunjukkan bahwa dengan penerapanmodel pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Selvianti
dkk.(2013) menunjukkan bahwa efektivitas metode pemecahan masalah dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik di kelas XI IA-2 SMA Negeri 8 Makasar pada materi pokok hidrolisis
garam. Selanjutnya, dalam penelitian Fitriyanto, dkk., (2012) menyebutkan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran problem solving bermedia virtual pada materi larutan
penyangga dan hidrolisis memilki pengaruh terhadap hasil belajar peserta didik lebih baik pada
kelas eksperimen dibandingkan kelas control, selanjutnya sesuai dengan penelitian Fatoke dkk.,
(2013) hasil belajar kimia peserta didik yang diajarkan dengan model problem solving dalam
kelompok belajar lebih baik dibandingkan peserta didik yang diajarkan dengan model
konvensional.
Kemampuan awal peserta didik penting untuk diketahui oleh guru sebelum memulai
proses pembelajaran, hal ini dikarenakan kemampuan setiap peserta didik yang berbeda-beda.
Jika peserta didik sudah memiliki pengetahuan awal yang akan diajarkan, maka akan mudah
bagi peserta didik untuk menerima materi yang akan diajarkan, karena kemampuan awal
peserta didik mempengaruhi hasil belajarnya. Setelah diberikan pretest, peserta didik diajarkan
materi indera penglihatan dan alat optik untuk melihat peningkatan hasil belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen dengan penerapan model
pembelajaran problem solving dapat mengatasi permasalahan pada materi Indera Penglihatan
dan Alat Optik, karena dikelas eksperimen peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri
jawaban dari permasalahan yang diberikan oleh guru dengan cara melakukan beberapa
praktikum sederhana. Dari praktikum tersebut mereka dapat mengetahui pembentukan
bayagan pada alat optik sehingga peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan –
permasalahan yang ditemukan pada materi indera penglihatan dan alat optik.Dengan demikian
peserta didik lebih memahami isi dari materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional cenderung membuat peserta didik
tidak tertarik untuk belajar karena pada saat pembelajaran peserta didik tidak terlibat secara
langsung akibatnyapeserta didik memahami secara keseluruhan mengenai materi indera
penglihatan dan alat optik, dengan demikian pembelajaran di kelas kovensional mengakibatkan
hasil belajar peserta didik menjadi rendah dibandingkan dengan kelas yang dilakukan dengan
penerapan model pembelajaran problem solving. Hal ini sesuai dengan hasil penelitain yang
telah dilakukan oleh Hidayah, dkk., (2013) bahwa model pembelajaran problem solving efektif
digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

92|JPSI-Vol.05, No.02, hlm.87-94, 2017

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perbedaan yang nyata terhadap motivasi dan hasil belajar belajar peserta didik yang diberikan
dengan menerapkan model pembelajaran problem solving dengan peserta didik yang diberikan
model pembelajaran konvensional.Model pembelajaran problem solving diharapkan mampu
menjadi alternatif bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang bermakna,
sehinggadapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fatemah Zuhra, M.Pd. yang telah membantu
sebagaivalidator instrumen penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Rina
Purnama Sari, S.Pd., Rita Mutia, S.Pd.I.dan Septina Maulia Putri, S.Pd. sebagaiobsever selama
penelitian. Selanjutnya, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dra.Nazirah dan
Dra.Fatimah Zuhra serta peserta didik kelas VIII SMPN 8 dan SMPN 18 Banda Aceh yang telah
berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, N. C. D. 2015. Upaya meningkatkan motivasi dan prestasi belajar mahasiswa dengan
pembelajaran kooperatif tipe thinking aloud pairs problem solving pada mata kuliah
aljabar linear, Jurnal Beta, 8(2): 142-152.
Bey, A. & Asriani. 013. Penerapan pembelajaran problem solving untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar mtematika pada materi SPLDV,Jurnal Pendidikan Matematika,
4(2):223-239.
Damayanti, D. R., Catur, A. N dan Yamtinah, S. 2014. Upaya peningkatan Kreatifitas dan
prestasi belajar melalui penerapan model pembelajaran problem solving disertai
hierarki konsep pada materi hidrolisis garam siswa kelas XI semester Genap SMA
Negeri 1 Ngemplak Tahun Pelajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 3(4):
118-125).
Fatoke, A.O., Ogunlade, T.O. dan Ibidiran, V. O. 2013. The effects of problem solving instruction
strat-egy and numerical ability on students’ learning outcomes.The International
Journal Of Engineering And Science. 2(10): 40-44.
Hidayah, N., Soeprodjo, dan latifh. 2013. Keefektifan model pembelajaran problem based
instruction terhadap hasil belajar. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Journal of Chemistry in Education, 2(1): 15-21.
Hijayatun, S dan Widodo, AT. 2013. Penerapan metode problem solving untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar kimiaSMA.Journal of Chemistry in Education, 2(2): 165-171.
Israf, Z. 2014. Penerapan model arcs untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas vii
Labschool Universitas Tadulako pada materi sudut-sudut segitiga.Jurnal elektronk
Pendidikan Mtematika Tadulako, 1(2): 192-201.
Lawson, R. J. 2011. Contructively aligned teaching methods and students’ approaches to
learning and motivation orientation global. Jurnal of Human Social Science, 11(8): 5968.
Miharty dan Rasmiwetti. 2010. Pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah pada mata
Kuliah Kimia Dasar I Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP Unri, Jurnal Pendidikan,
1(2): 1-12.
Nuzliah. 2015. Kontribusi motivsi belajar, kreativitas terhadap problem solving (pemecahan
masalah) siswa dalam belajar serta implikasi terhadap bimbingan dan konseling di
SMP N 29 Padang. Jurnal Edukasi, 1(2): 157-174.

Fanny F: Dampak Model Pembelajaran....... | 93

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Vol. 05, No.02, hlm 87-94, 2017
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

Praptiwi, L., Sarwi, L. dan Handayani. 2012. Efektivitas model pembelajaran eksperimen inkuiri
terbimbing berbantuan my own dictionary untuk meningkatkan penguasaan konsep
dan unjuk kerja siswa SMP RSBI. Unnes Science Eduction Journal USEJ, 1(1): 86-95
Pristiwanto.2016. Penerapan Metode Pemecahan Masalah (problem solving) untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentag komponen peta, Wahana Pedagogika, 2(2):
1-8.
Raehanah, A,. Mulyan, S. dan Saputro, S. 2014. Pembelajaran kimia menggunakan model
problem solvingtipe search solve Create and Share (SSCS) ditinjau dari kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan matematis, Jurnal Inkuiri, 3(1): 19-27.
Sadiman, A. M. 2006. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sanjaya, W. 2012. Strategi pembelajaran teori dan praktek pengembangan Kurikulum Tingkat
Kesatuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada Media Group.
Selvianti,

Ramdani dan Jusniar. 2013. Efektivitas metode pemecahan masalah untuk
meningkatkan hasil belajar dan keterampilan generik sains siswa kelas XI IA 2 SMA
Negeri 8 Makassar (Studi pada materi pokok Hidrolisis Garam),Journal Chemica,
14(1): 55-65.

Silayusa, P. N, Dantes, N. dan Suarni, K. N. 2015. Pengaruh motode pembelajaran problem
solving berbantuan media audio terhadap motivasi belajar dan prestasi belajar IPS
siswa SMA LB di SLB A Negeri Semarang, e-Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha, 5(1):1-11.
Sulistyowati, P. 2015. Penerapan Pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan hasil
belajar IPS, Kolaborasi, 1(7): 673-679.
Taisiwan.Nugroho, S. E. dan Hartono. 2014. Analisis tingkat motivasi siswa dalam pembelajaran
IPA model Advance Organizer berbasis Proyek, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(1):
43-50.
Winaya, A. M. I., Lasmawan, W. dan Dantes, N. Pengaruh model ARCS terhadap hasil belajar
ditinjau dari motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SD Chis
Denpasar. E- Juornal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3(1): 110.
Wiyono, B. B. 2003. Hubungan lingkungan belajar, kebiasaan belajar, dan motivasi belajar
dengan prestasi belajar siswa.Jurnal Teori dan Praktek Penelitian, 15(1): 28-36.

94|JPSI-Vol.05, No.02, hlm.87-94, 2017