LIBERALISME TELAAH PEMIKIRAN RAWLS DAN N

LIBERALISME: TELAAH PEMIKIRAN RAWLS DAN
NOZICK HINGGA KRITIK LIBERTARIAN ANARKIS
Nofia Fitri

I.

PENDAHULUAN

Ia adalah “Sang Economist Revolusioner”, salah satu figur terdepan the Austrian
Schools, menerbitkan karya termasyur yang menggores sejarah, Road to Serdom,
Friedrich von Hayek, salah satu arsitek liberal terdepan dalam kepemimpinan
Margaret Theatcher mengargumentasikan sebuah kebebasan dititik esktreem
hingga ia dikenal sebagal “Libertarian Sejati.” Isi kepala Hayek sedikit banyak
dipengaruhi pemikiran Adam Smith (1723-1790), filsuf besar, sekaligus “Bapak
Ekonomi” yang dilabel sebagai pengkonsep pertama sistem Liberal “Laissez
faire” yang kini mendominasi dunia, the Perfect Liberty. Smith dalam karya
besarnya “Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” (1776)
menyatakan “Far from serving the public interest, restrain on economic
competition serve only the interest of those few people who are able to take
advantage of them.” 1 Bagi Smith, sebuah kebijakan ekonomi harus membiarkan
individu berkompetisi secara bebas melalui mekanisme pasar.

Selain Hayek, diantara para tokoh Liberal kontemporer terkenal lain yang
mengawali pemikirannya dari pentingnya kebebasan adalah Milton Friedman dan
Ludwig Von Misses, John Rawls, Robert Nozick, dll. Menggambarkan bagaimana

1

Terrence Ball and Richard Dagger, “Political Ideologies and the Democratic Ideal.” Newyork:
herperCollins Publisher 1991). H. 69

para pemikir ide Liberal kontemporer bermunculan, dapat diilustrasikan dalam
paparan berikut ini:
“Simultaneously with the failures of Import Substitution Industri/ISI era, at
the beginning of 1970s, following the breakup of the Bretton Woods System
and as the effect of oil embargo by some of the Middle East countries as
their respond to against the US during the Yum Kippur War, the principles
of neo-Liberalism and Free Trade were appeared. Started with the very
controversial book of Robert Nozick “Anarchy, State and Utopia” in United
State as the basic steps of Reaganomics together with the Keith Joseph in
United Kingdom, who became the architect of Thatcherism, the idea of a
New-liberalism was being adopted inspired by the basic philosophy of

Locke, Smith, and Mill about freedom rhetoric. 2
Sebelum era kontemporer, sejarah awal Liberalisme, berangkat dari protes
para Pemikir di masa lalu atau diawali abad kegelapan hingga abad pertengahan
terhadap autoritariannya kekuasaan Gereja -yang kemudian diturunkan kepada
Negara-. Liberalisme awal berangkat sebagai reaksi melawan Eropa di Era
Pertengahan. 3 Dalam ungkapan Ball and Dagger “religious and political
authorities joined to enforce confirmity to the doctrine of the Roman Church,
which they believed to be the true and universal path to the kingdom of God.”4
Sebagai bentuk perlawanan atas kekuasaan Gereja ini, muncullah reformasi
protestan yang dipelopori tokoh-tokoh seperti Martin Luther (1483-1546).
Sementara di Inggris, bermunculannya tokoh-tokoh seperti Milton, Hobbes,
sampai kepada Locke menandakan bagaimana revolusi pemikiran yang
berdampak kepada revolusi sosial politik didasari pemikiran Liberalisme dengan
prinsip-prinsip kebebasan. Di Amerika, revolusi yang berakar dari pemikiran
Liberal dicetuskan oleh Thomas Paine yang dikenal dengan ungkapannya
“Society is always a blessing, but Government, even the best Government, is a
“necessarry evil.” 5

2


Nofia Fitri, Libertarian Anarchist in Fostering the Capitalist Authoritarianism Society. Publikasi
dalam laman https://yellowpolitics.wordpress.com/2012/05/09/libertarian-anarchist-in-fostering
the-capitalist-authoritarianism-society-2/

3

Terrence Ball and Richard Dagger, op.cit., h. 52.
Ibid.
5
Ibid., hal. 62.

4

2

Makalah ini kemudian akan memaparkan beberapa poin penting dari
pemikiran tokoh-tokoh Liberal diatas, khususnya Robert Nozick dan John Rawls
yang dianggap sebagai revolusioner dalam pemikiran Liberal komtemporer.
Mengawali pemaparan dengan filosofi dasar liberalisme dimana penekanan
utamanya ada pada Freedom dan Competition, review ini akan bermuara kepada

eksplorasi terhadap Libertarian Anarkis –suatu bentuk Liberalisme dititik
ekstrem- yang dipelopori ekonom Amerika Muray Rothbart. Karena penulis
melihat ujung dari perjuangan akan kemerdekaan dan kebebasan dalam konteks
pemikiran Liberal adalah bentuk otoritarian pribadi yang melahirkan Anarkisme
itu sendiri, dan ini menarik. Dalam bukunya, Ball dan Dagger tidak banyak
memaparkan konsepsi “Libertarian Anarkis” yang dalam khasanah ilmu
pengetahuan modern sudah mendapat perhatian khusus dari beberapa Ilmuan,
salah satunya Noam Chomsky.

II.

FILOSOFI DASAR PEMIKIRAN LIBERALISME

Apa yang terbesit dikepala kita ketika mendengar istilah “Liberalism”? Makalah
ini menandakan lima hal penting dalam menjelaskan “apa Liberalisme itu?”
Pertama: Kebebasan atau Freedom; kedua: Individualisme; ketiga; Kompetisi;
keempat: Pasar dan kelima: Negara. Kata Liberalisme sendiri berasal dari bahasa
latin “liber” yang artinya “bebas” 6 hingga kemudian menjadi terminologi politik..
Dalam pandangan Liberal, manusia sesungguhnya adalah mahluk yang rasional
dan kompetitif, karenanya mereka mengejar dan mampu untuk hidup bebas.

Kebebasan terilhami dari John Stuart Mill:
“Sebelum kita tinggalkan soal kebebasan berpendapat ini, pada tempatnya
pula untuk memperhatikan mereka yang berkata bahwa melahirkan
pendapat dengan bebas harus diperbolehkan asalkan dengan cara yang tidak
keras, dan tidak melampaui batas-batas kewajaran. Banyak yang dapat
dikatakan tentang tidak mungkinnya menetapkan batas-batas seperti ini,
karena bila ukurannya adalah keterasingan mereka yang pendapatnya
diserang, saya fikir seperti dibuktikan pengalaman, ini dirasakan bila

6

Ibid., h. 49.

3

serangan sangat keras, dan bila lawan yang mengemukakan argumenya
secara keras, dirasakan oleh empunya pendapat sulit dijawab... “7

Peletak dasar pemikiran Liberal, John Locke (1632-1704) meyakini bahwa
setiap manusia memiliki kemampuan menggunakan akal pikiran mereka untuk

membuat keputusan dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap kekuasan Gereja
atas masyarakat. Ia menyatakan “it is wrong for Government to force their effects
to confirm to a particular religion.”8 Ia mendukung ide mengenai kepemilikan
alat produksi pada individu dan percaya bahwa kontrak sosial dapat mengatur
masyarakat yang terdiri atas individu-individu yang pada dasarnya bersifat egois.
Dalam bukunya “Second Treatise of Government” Locke menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai hak atas kepemilikan pribadi “Every Man has a
Property in his own Person. This no Body has any Right to but himself. The
Labour of his Body, and the Work of his Hands, we may say, are properly his.” 9
-

FREEDOM

Mengutip pertanyaan penting dalam Ball and Dagger “what is Freedom and how
can we best promote it?” 10 Manusia yang bebas dan rasional, sehingga dapat
menentukan hidupnya dan membawa kebebasannya kepada pertanggungjawaban,
prinsip dasar inilah yang diyakini oleh kaum Liberal terkait kebebasan. Karenanya
kaum Liberal sangat menitikanberatkan prilaku individualisme.
“The individual is the best judge of what is in his or her interest, according
to most liberals, so each person ought to be free to live as he or she fit – as

long as the person does not choose to interfere with the freedom of others to
live as they see fit. “11

Prinsip Equality atau “Persamaan” adalah juga elemen penting dalam
pemikiran Liberal dalam menjabarkan kebebasan. Dalam pandangan kaum
Liberal, setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam menikmati

7

John Stuart Mill, Utilitarianism, Liberty, and representative Government, New York: E.P. Dutton
and Company, London 1951), hal. 148-149.
8
Ball and Dagger., Op.cit., h. 59.
9
John Locke, Second Treatise of Government,
10
Ball and Dagger, Op., cit. Hal. 50
11
Ibid., 51


4

kemerdekaan. Tidak ada istilah kemerdekaan yang satu atas kemerdekaan yang
lain, dimana setiap orang berhak untuk memilih apa yanng baik dalam hidupnya.
Ujung dari persamaan dalam kebebasan ini tidak diungkapkan sebagai “sukses”
bersama, melainkan “kesempatan sukses yang sama. ”
- INDIVIDUALISM
Berangkat dari pemahaman akan hak-hak alamiah dan hak manusia yang asasi,
kaum Liberal berjuang untuk kemerdekaan individu dalam melawan dominasi
kekuasaan terhadap kehidupan sosial-politik dan agama di era Abad pertengahan.
Karenanya manusia sebagai “individu” yang bebas adalah elemen penting dalam
pandangan Liberal.
“In the liberal view, then, human beings are typically rational, selfinterested and competitive. In the case of liberalism, the agent is the
individual. Liberal wish to promote the freedom of no particular group or
class of peple, but of each and every person as an individual. To do this,
they have sought to free people from variety of restrictions or obstacles.” 12

- COMPETITION
Sebagaimana kaum Liberal mengilhami perjuangan kuat dan lemah dalam prinsip
Darwinisme, disanalah kompetisi mereka percaya sebagai unsur penting

kehidupan yang bebas. Individu yang merdeka saling berkompetisi sehat. Namun
pertanyaannya, siapa yang menciptakan lingkungan kompetisi sehat tersebut?
Kompetisi merupakan hal yang mutlak yang ada dalam pandangan liberalisme.
Namun Rawls memandang bahwa ada yang luput dalam menciptakan kondisi dan
sistem kompetisi yang dihadapi oleh individu untuk mencapai keinginan
terdalamnya masing-masing.
-

FREE MARKET
“These early liberals shared a desired for a more open and tolerant society
in which people would be free to pursui their own ideas and interests with
as little iunterference as possible. A liberal society was to be, in short, a free
society.“ 13

12
13

Ibid.
Ibid., hal. 84.


5

Proses negosiasi, bargaining, tawar-menawar dalam prinsip liberal adalah lumrah,
dimana keputusan-keputusan diambil melalui mekanisme bebas. Hal ini terkait
dengan prinsip ekonomi yang dianut kaum liberal. Dalam hal Pasar bebas, yang
selalu menjadi fokus utama perhatian para pengkritik adalah terkait peran Negara,
yang bagi kaum liberal sebatas watchdog atau Anjing Penjaga.
- STATE
Perdebatan kaum Liberal seputar peran negara adalah salah satu indikator penting
dalam mempelajari pemikiran politik yang berangkat dari ide-ide kebebasan ini.
Diawali dengan pemikiran dimana negara seharusnya tidak perlu mencampuri
kehidupan rakyat dalam halnya mereka tengah berkompetisi, sampai kepada
pemikiran ekstreem tentang tidak perlunya keberadaan negara.

III. TELAAH PEMIKIRAN ANTARA RAWLS DAN NOZICK
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Liberalisme, sebagai kritik atas mahzab
Utilitarian yang diplopori Jhon Stuart Mill dan Jeremy Betham -para pemikir
liberal sebelumnya- tradisi liberal kontemporer memunculkan sosok John Rawls
yang menawarkan konsep “keadilan.” Utilitarianisme menurut Rawls, memiliki
kekurangan karena mengidentikan keadilan sosial dengan keadilan individual dan

terlalu bernuansa teologis. Dalam pandangan Rawls, Utilitarianisme memahami
keadilan sebagai “kebahagiaan terbesar bagi semua atau setidaknya bagi sebanyak
mungkin orang” (the greatest hapiness of the greatest numbers) sehingga tidak
mempedulikan, bagaimana keseluruhan kebahagiaan itu didistribusikan di antara
individu, serta ia juga tidak peduli bagaimana satu orang mendistribusikan
kebahagiannya pada setiap kurun waktu yang berbeda.
Definisi “adil” oleh Rawls secara sederhana dijelaskan dalam suatu konsep
yang disebut Justice as Fairness. Prinsip Keadilan Rawls terdiri dari dua hal
yaitu:
(1) each person is to have an equal right to the most extensive total system
of equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all.

6

(2a) social and economic inequalities are to be arranged so that they are to
the greatest benefit of the least advantaged and (2b) are attached to offices
and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity.14

Dari kutipan diatas, dapat kita pahami adanya prinsip pertama menyatakan
bahwa setiap orang atau warga negara harus mendapatkan hak yang sama dari
keseluruhan sistem sosial dalam mendapatkan kebebasan paling hakiki yang
ditawarkan pada manusia, yaitu hak, seperti hak untuk menyatakan pendapat, hak
untuk berasosiasi, hak untuk ikut serta aktif dalam sistem politik dan sosial, dan
hal tersebut harus berlaku secara sama pada setiap indivdu. Sedangkan Prinsip
keadilan yang kedua mengandung makna bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi
diatur sedemikian rupa agar memberikan keuntungan bagi kalangan yang paling
tidak beruntung dalam masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut memberikan
kesempatan yang pada setiap orang untuk mendapatkan kesempatan yang sama
dalam keseluruhan sistem sosial, politik, ekonomi. Maka tugas pemerintah,
masyarakat, dan individu menjadi mutlak untuk dijalankan demi memenuhi
keseluruhan prinsip tersebut.
Dalam sebuah kompetisi sosial, Rawls menganggap pentingnya suatu
kondisi awal yang adil dari sebuah kompetisi. Tatanan alamiah memberikan
kondisi pada realitas sosial dimana ia akan selalu berada dalam kondisi yang
plural (berbeda-beda secara radikal). Menurut Rawls keadilan tidak berarti
kemerataan absolut dalam sebuah masyarakat dengan cara diratakan oleh otoritas
yang berdaulat secara penuh. Keadilan bagi Rawls adalah keadilan yang bijak
pada setiap individu dalam kondisi asli manusia ketika berada dalam satu garis
permulaan yang sama dalam sebuah kompetisi. Dalam penekanannya, keadilan
yang setara memberikan kesempatan pada setiap individu untuk memberikan
kualifikasi terbaiknya dalam masyarakat untuk menghasilkan capaian yang terbaik
dari sebuah kompetisi.
Dengan demikian, dalam konsepsi keadilannya, apa yang dikedepankan
Rawls adalah “keinginan untuk mencapai kondisi equal pada setiap individu

14

John Rawls. A Theory of Justice. London: Oxford University Press, 1971. h. 60

7

melalui jalan kebebasan dan moralitas politik.” 15 Ia pun menekankan pentingnya
pikiran dan kebajikan sebagai perangkat politik dan ekonomi. Kesenjangan yang
terjadi adalah hal yang mutlak terdapat di dunia ini, namun bukan sesuatu yang
harus dibiarkan saja dengan mekanisme pasar bebas sebagaimana dalam prinsip
liberalisme. Menurut Rawls, moral adalah elemen penting dalam menekan
kesenjangan yang mungkin terjadi akibat mekanisme pasar bebas. “Memikirkan
kembali manusia sebagai being adalah fokus utama pemikiran Rawls. Manusia
yang dianggap sekedar behave bukanlah suatu jalan yang dapat mengantarkan
manusia pada kebajikan tertingginya, yaitu keadilan.” 16
Adalah Robert Nozick yang melakukan kritik terhadap prinsip “keadilan
distributif” Rawls. Menurutnya, keadilan distributif dalam Theory of Justice
menafikan sejarah kepemilikan, dimana segala apa yang dimiliki memiliki sejarah
tidak hadir secara tiba-tiba. 17 Namun demikian, Nozick tetap mengungkapkan
apresiasi besarnya terhadap karya Rawls dalam ungkapan:”
“A Theory of Justice adalah sebuah karya filsafat politik dan filsafat moral
yang kuat, mendalam, subtil, luas, sistematik, yang tidak pernah terlihat lagi
semenjak karya-karya John Stuart Mill, atau sebelumnya. Buku ini
merupakan sumber mata air ide-ide, terintegrasi bersama dalam satu
kesatuan yang bagus. Para pemikir filsafat politik sekarang harus bekerja di
dalam teori Rawls, atau harus menjelaskan mengapa tidak.” 18

Robert Nozick dan The Minimal State
“Whatever arises from a just situation by just steps is itself just” (Nozick).
Pemikiran Robert Nozick –Pendukung Individualisme Radikal-, sebagaimana
termaktub dalam karyanya “Anarchy, State and Utopia” menandakan dimana
sebuah tradisi baru ala Liberalisme klasik hadir kembali, yaitu adanya penekanan
pada hak-hak individu yang tidak dapat dihilangkan, seperti halnya pemikiran
Locke.

15

Iqbal Hasanudin, Telaah Atas Pemikiran John Rawls.
Ibid
17
Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia (Oxford: Blackwell, 1974). h. 183.
18
Ibid.
16

8

Dalam argumentasinya, Nozick menyatakan Pemerintah harus melindungi
rakyat atau sebaliknya meninggalkan rakyat. Seperti halnya pemikir Neo-Klasik
lainnya, ia menekankan perlunya pasar yang bebas tanpa tekanan, dimana
Pemerintah harus membiarkan kapitalis itu tumbuh sehingga Individu dapat
berkompetisi.
Menurut Nozick, minimalnya peran negara diperlukan untuk menjamin
keamanan dan fasilitas publik, karena tidak mungkin keamanan dikelola secara
pribadi atau perseorangan, mengingat ongkosnya akan sangat mahal. Berangkat
dari pemahaman tersebutlah peran Negara diperlukan. Minimal State atau
istilahnya “a nightwatchman state” yang dimaksud Nozick adalah “keadaan
primitif di mana setiap orang menginginkan perlindungan karena kekacauan
terjadi di mana-mana.. 19 dalam keadaan “minimal state” inilah, individu dapat
tetap menikmati hak-hak kebebasan mereka.

V.

LIBERTARIAN ANARKIS ALA MURRAY ROTHBARD

Pemikiran Libertarian Anarkis yang dipelopori ekonom Amerika Murray Rothbart
menginginkan masyarakat bebas tanpa Negara. Karena Negara sesungguhnya
dalam konsepsi mereka -meminjam pernyataan Popper- adalah “kejahatan yang
tidak terhindarkan.” Menekankan pada prinsip penghilangan peran negara dalam
ideologi Anarkisme, keberadaan Negara tidak perlu karena akan mencederai
kebebasan yang sejatinya dipertahankan oleh individu, karena kewajibankewajiban yang dipaksakan atau diintervensi oleh Negara secara otomatis akan
mengurangi kebebasan individu.
Terilhami kebebasan tanpa peran negara, Rothbard dalam pemikiran
Libertarian Anarkisnya menggambarkan bagaimana sektor-sektor swasta dapat
berperan lebih efektif daripada Pemerintah (baca: negara) dan semua aktifitasnya
terkait pengaturan masyarakat. Karenanya, ia menekankan perlunya mengeliminir
kekuasaan negara karena mekanisme Pasar dapat mengelola semua yang menjadi
fungsi negara. 20 Dalam ungkapan Rothbart “Every man is a self-owner” 21. Bahwa
19

Ibid., h. 189.
Murray Rothbard. Man, Economy and State. Priceton: NJ: Van Nostrand, 1962. h. 182
21
Ibid.
20

9

masyarakat harus bebas dari intervensi, tidak ada satu orang pun diperbolehkan
untuk menguasai fikiran dan fisik orang lain.
Dalam suatu kondisi masyarakat yang kompleks, apa yang menjadi isi
kepala Rothbart ini terkesan utopia, ketika pola fikir berkompetisi seperti yang
dijunjung kaum Liberal terimplementasikan, maka otomatis ‘ego’ siapa kuat akan
dikedepankan. Pada tahap inilah akan muncul akar-akar dari “autoritarian”
sebagaimana dalam penjelasan Chomsky:
“The emerging of capitalist authoritarianism use a definition of Chomsky
means “domination with authoritarian control.” In Chomsky’s words “it
fosters the capitalist authoritarians.” Chomsky stated that “the weird
offshoot of ultra-right individualist anarchism that is called “libertarian”
here happens to amount to advocacy perhaps the worse kind of imaginable
tyranny, named unaccountable private tyranny.” 22

VI.

DEMOKRASI LIBERAL DAN KRITIK LIBERALISME

Demokrasi Liberal bertalian dengan perkembangan Kapitalisme, dimana model
sistem ini hanya akan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tingkat
perkembangan kapitalisme yang tinggi, sebagaimana ungkapan Macpherson,
“demokrasi Liberal hanya ditemui di negara-negara yang sistem ekonominya
seluruhnya atau didominasi oleh usaha kapitalis. Dan, dengan beberapa
pengecualian yang biasanya bersifat sementara, setiap negara kapitalis memiliki
sistem politik Demokrasi Liberal.” 23 Diantara prinsip yang dianut adalah
kebebasan individu, perjanjian sosial, masyarakat pasar bebas (free market
society) dimana berlaku prinsip Darwinism, tentang kompetisi siapa yang kuat
dan lemah “survival of the fittest” dan keempat pluralisme. 24

22

Noam Chomsky, “Chomsky on Libertarianism and Murray Rothbard” disarikan dari
http://www.leftcurve.org/LC29WebPages/Chomsky.html
23
Macpherson, the Real World, hal. 4
24
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyarakat dan Kekuasaan. (Jakarta: Penerbit Gramedia, 1999). hal. 316-318

10

Kritik Liberalisme
“Such freedom may not be given at all, but to a proper subset of
individuals. However to make a sense the subset must have more than one
member, since it includes only one then we might have a dictatorship.
Hence, we demand such freedom for at least two individuals.” (Amartya
Sen, the Impossibility of a Paretian Liberal, 1970).

Kutipan diatas adalah ungkapan “piawai” Amartya Sen dalam mengkritik prinsip
kebebasan yang terus dikembangkan para pemikir Liberal kontemporer.
Liberalisme sebagai ideologi yang dianggap hanya cocok untuk negara maju, sulit
diterapkan dinegara-negara berkembang karena tumbuh suburnya model
kompetisi yang tidak adil dalam mekanisme Pasar. Kenyataannya banyak negaranegara berkembang yang menerapkan kompetisi bebas dalam mekanisme pasar
namun masih tetap menjaga pentingnya intervensi Pemerintah dalam perumusan
kebijakan. Sebut saja China yang secara terang-terangan adalah negara Komunis,
menerapkan Pasar Bebas dan melakukan ekspansi besar-besaran terhadap produkproduk murahnya ke seluruh dunia.
Liberalisme bagi sebagian kalangan, baik sebagai ideologi politik maupun
ekonomi, kerap mengandung makna “negatif.” Liberalisme kadang diibaratkan
sebagai “Hewan Penghisap” yang mengebiri kaum lemah dalam situasi politik dan
ekonomi dimana suatu negara berdiri -dan memaksakan diri- untuk menganut
paham ideologi asal Barat yang dianggap sebagai akar demokrasi ini. Terlepas
dari maju, berkembang atau terbelakangnya kondisi negara tersebut, penerapan
Liberalisme pada suatu negara baik sebagai sistem ekonomi, maupun ideologi
politik pasti mendapat pendukung dan penentang, sekalipun dinegara asalnya
sendiri. Mengutip ungkapan Karl Polanyi “We cannot achieve the freedom we
seek, unless we comprehend the significant of freedom in a complex society” jelas
bahwa Liberalisme dalam penerapannya perlu memperhatikan kondisi masyarkat
dimana sistem ini diujicobakan.

11

VII. KESIMPULAN
Rakyat menginginkan kebebasan, karenanya dipercayakanlah kekuasaan kepada
pemerintah untuk menciptakan kebebasan ditengah masyarakat yang ‘chaos’
karena kebebasan itu sendiri (yang dianggap kebablasan). Kenyataan pertama ini
adalah latarbelakang berdirinya sebuah pemerintahan fasis-totalitarian, yaitu
karena rakyat yang otoriter, sebagaimana deskripsi Polanyi. Pemerintah diberi
kewenangan, lalu memerintah dengan mengebiri kebebasan rakyat. Negara
kemudian menjadi alat yang membatasi kebebasan rakyat, hingga rakyat
memberontak, menentang kekuasaan dan menginginkan penghapusan negara yang
otomatis melenyapkan keberadaan pemerintah. Kenyataan kedua ini adalah
latarbelakang munculnya semangat anarki yang memantapkan ide-ide anarkisme
dalam pandangan Bakunin.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Liberalisme sebagai Ideologi,
dalam penerapannya sangat perlu memperhatikan kondisi masyarakat yang
kompleks, juga seberapa besar negara mampu menjaga pasar agar stabil, sehingga
individu dapat saling berkompetisi secara sehat demi menghindari konflik yang
mungkin terjadi akibat kesenjangan sosial, sebagaimana dipersoalkan para
pemikir Liberal kontemporer.

VIII. DAFTAR PUSTAKA
Ball, Terrence & Dagger, Richard. Political Ideologies and The Democratic Ideal.
New York: HerperCollins Publishers Inc, 1991.
Cohen, Benjamin. (2008). International Political Economy: An Intellectual
History. NY: Princeton University Press.
Friedman, Milton. (1962). Capitalism and Freedom. Chicago: University of
Chicago Press.
Holcombe, G. Randal. Government: Unnecessary but Inevitable. The Independent
Review V. VIII, n. 3, winter 2004, pp. 325–342
Mill, John Stuart. Utilitarianism, Liberty, and representative Government. New
York: E.P. Dutton and Company, London 1951.
McDonald, Lee Cameroon. Western Political Theory. USA: Harcourt Brave
Jovanovich, Inc, 1968.
12

Noer, Deliar. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Bandung: Mizan, 1999.
Nozick, Robert, Anarchy, State, and Utopia (Oxford: Blackwell, 1974).
Oatley, Thomas. (2008). International Political Economy: Interests and
Institutions in the Global Economy (3rd Ed). New York: Longman.
Rawls, John, A Theory of Justice (London: Oxford University Press, 1971).
Schmandt, Henry. Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno
Sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit
Gramedia, 1999.

Website:
http://www.libertarianism.org/publications/essays/markets-unlimited-biographymurray-rothbard
https://yellowpolitics.wordpress.com/2012/05/09/libertarian-anarchist-infostering-the-capitalist-authoritarianism-society-2/
https://mises.org/library/are-libertarians-anarchists
http://austrianeconomists.typepad.com/weblog/2009/12/the-false-dichotomy-ofrothbardian-anarchism-and-hayekian-classical-liberalism.html
http://www.libertarianism.org/

13