PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN IS

PENGARUH

PENERAPAN

KONTROVERSIAL

MODEL

PEMBELAJARAN

ISU

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI PADA MATA PELAJARAN PPKN DI SMA NEGERI 1 BELITANG
KABUPATEN OKU TIMUR

Disusun Oleh:
Rio Erwan Pratama
Nomor Induk Mahasiswa 06101005026
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar (dalam Dimyati 2010:7), karena itu
perlu adanya peran serta pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang di cita-citakan.
Berdasarkan

Peraturan


Pemerintah

No.

19

Tahun

2005

http://akademik.um.ac.id/wp-content/.../PP-NOMOR-19-TAHUN-2005.doc,

(dalam:
diakses

tanggal 22 Februari 2014, jam 13:07 WIB) tentang Standar Nasional Pendidikan pada
BAB IV Pasal 19 menyatakan bahwa :
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Untuk itu guru di tuntut untuk mengembangkan proses pembelajaran yang
sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor. 19 Tahun 2005. Akan tetapi di lapangan
menunjukkan bahwa dalam penggunaan Model Pembelajaran, guru PPKn masih
kurang bervariasi. Padahal proses pembelajaran PPKn memerlukan keterlibatan siswa
secara aktif dalam segala aspek terutama dalam pemecahan masalah sosial yang ada di
masyarakat. Seharusnya, anak didik dilatih dan dikondisikan untuk mencari sendiri
segala pengetahuan dengan menggunakan pemikirannya sendiri. Dengan demikian,
anak didik merasa benar-benar diakui eksistensinya.

2

Sedangkan tujuan dari pembelajaran PPKn adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut (dalam Winarno 2013:19) yaitu:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masysrakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Untuk itu proses pembelajaran perlu adanya pendekatan pembelajaran untuk
mengintegrasikan materi, model, media, sumber, dan evaluasi yang di gunakan. Oleh
karena itu penerapan model Isu Kontroversial bermanfaat dalam pelaksanaan
pembelajaran PPKn apalagi mewujudkan tujuan dari pembelajaran PPKn itu sendiri.
Jadi dengan menerapkan model Isu Kontroversial yang tentunya di sertai dengan
penampilan isu kontroversial yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan di
sampaikan. Dengan model Isu Kontroversial secara langsung dapat membangkitkan
kemampuan berpikir seseorang apalagi siswa yang mengikuti proses pembelajaran
tersebut. Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Muessing dalam Solihatin
(2012:94) mengatakan Isu Kontroversial adalah “sesuatu yang mudah diterima oleh
seseorang atau kelompok, tetapi juga mudah di tolak oleh orang atau kelompok lain”.
Menurut Mulyasa dalam Wirnarno (2013:43) yaitu tugas guru yang
paling utama adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang

menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta
didik sehingga timbul minat dan nafsu untuk belajar, untuk itulah
perlulah peranan guru yang baik dalam menerapkan pembelajaran model
Isu Kontroversial .

3

Pembelajaran dengan menggunakan Isu Kontroversial, memiliki keuntungan
lainnya adalah melalui pendapat yang berbeda orang dapat pendapat baru yang lebih
baik. Di sini terjadi proses analogis, sintesis dalam berpikir. Dengan begitu daya
berpikir siswa lebih terlatih kerena siswa belajar bagaimana mengemukakan pendapat
yang benar. Belajar menghargai pendapat orang lain, belajar mempertahankan
pendapat yang diyakini kebenarannya, dan menghargai pendapat orang lain yang
berbeda pendapat dengannya.
Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas, maka peneliti mencoba melakukan
penelitian di SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur, di ketahui bahwa
sekolah ini memiliki status akreditasi A, dengan berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti dengan salah satu guru mata pelajaran PPKn di SMA Negeri 1
Belitang Kabupaten OKU Timur diketahui bahwa penerapan model pembelajaran
sudah cukup bervariasi. Berdasarkan nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) di

ketahui bahwa sudah mencapai apa yang di harapkan yaitu 75. Akan tetapi untuk mata
pelajaran PPKn masih kurang diminati, membuat siswa jenuh dan kurang
bersemangat. Ketika peneliti melakukan wawancara kepada siswa diperoleh data
bahwa siswa kesulitan dalam memahami konsep mata pelajaran PPKn karena
kurangnya sumber informasi baik dari guru maupun buku-buku pelajaran yang
terbatas ditambah dengan motivasi siswa yang rendah dalam belajar Pendidikan
Kewarganegaraan. PPKn cenderung dianggap sebagai mata pelajaran yang mudah,
kurang menarik dan membosankan.
Berdasarkan observasi peneliti diperoleh data nilai rata-rata kelas siswa pada
semester ganjil terdapat kelas yang memiliki nilai rata-rata lebih rendah dibandingkan
dengan kelas lainnya yaitu kelas XI IPS 1 dengan nilai rata-rata 77.70 dan juga masih
adanya siswa yang memiliki nilai di bawah nilai KKM berdasarkan nilai ulangan
harian. Pada kelas ini terdapat pemasalahan yang kompleks dimulai dari hasil belajar
yang rendah dari kelas yang lainya, minat terhadap pembelajaran PPKn yang rendah
serta rendahnya daya serap siswa terhadap materi pelajaran. Oleh karena itu peneliti

4

memilih kelas XI IPS 1 sebagai kelas penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas XI
IPS 2 sebagai kelas kontrol dalam penerapan Model Pembelajaran Isu Kontroversial.

Dalam wawancara dengan guru matapelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Belitang
menyatakan bahwa pembelajaran dengan menerapkan Model Pembelajaran Isu
Kontroversial belum pernah diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Untuk
itulah peneliti ingin mengetahui ada tidaknya “PENGARUH PENERAPAN
MODEL

PEMBELAJARAN

ISU

KONTROVERSIAL

UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
PPKN DI SMA NEGERI 1 BELITANG KABUPATEN OKU TIMUR ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Adakah Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Isu Kontroversial Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten

OKU Timur?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Isu Kontroversial Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1.4.1

Manfaat Teoritis
Kegunaan penelitian ini di harapkan agar penelitian ini dapat mendukung teori-

teori yang berhubungan dengan Model Pembelajaran Isu Kontroversial Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn.

5

1.4.2 Manfaat Praktis
Di harapkan dapat memberikan manfaat dan meningkatkan kualitas pihakpihak tertentu:
1. Bagi perserta didik, dapat membantu meningkatkan hasil belajar peserta didik

dengan menggunakan model pembelajaran Isu Kontroversial.
2. Bagi guru, sebagai penambah wawasan guru dalam menggunakan model
pembelajaran Isu Kontroversial dalam meningkatkan hasil belajar siswa di
SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur.
3. Bagi Peneliti, diharapkan agar peneliti dapat lebih memahami dan menambah
wawasan mengenai model pembelajaran Isu Kontroversial.
4. Bagi Sekolah, diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan untuk
mengembangkan dan menerapkan model yang efektif dalam proses belajar dan
pembelajaran di sekolah.

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Pembelajaran

dapat


didefinisikan

sebagai

suatu

sistem

atau

proses

membelajarkan pembelajar yang direncanakan atau desain, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis agar pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif, efisien dan berkualitas. Maka untuk memenuhi hal
tersebut seorang guru harus mempelajari bermacam-macam model pembelajaran agar
pembelajaran yang di harapkan bisa terlaksana.
Menurut Rusman (2012:144) bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dikelas atau yang lain.

Menurut Sukmadinata, dkk (2012: 151) mendefinisikan model pembelajaran
adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situai
lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau
perkembangan pada diri siswa.
Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012:133) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Sedangkan menurut Syarifuddin, dkk (2010:177) bahwa model
pembelajaran adalah pola-pola kegiatan tertentu dalam kegiatan
pembelajaran yang merupakan kombinasi yang tersusun dari bagian atau
komponen untuk mencapai tujuan belajar yang terdiri dari unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

7

Dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau
desain yang dibuat dan digunakan dalam proses pembelajaran

agar tujuan dari

rencana pembelajaran bisa terlaksana dengan baik seperti yang di harapkan.
2.1.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran yang dikerjakan guru dan siswa haruslah bisa mencapai
tujuan pembelajaran agar dapat dicapai secara efektif dan efisien untuk itu di perlukan
model pembelajaran yang mendukung dengan tujuan pembelajaran tersebut, untuk itu
guru haruslah mengertahui ciri-ciri model pembelajaran yang baik dan benar.
Menurut Rusman (2012:136) Model Pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert
Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini di rancang untuk
melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir
induktif.
3. Dapat di jadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar
di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki
kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3)
sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagi akibat terpan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.

8

Menurut Suyanto (2013:137) Model Pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Memiliki prosedur yang sistematis. Sebuah model pembelajaran bukan
sekadar gabungan berbagai fakta yang disusun secara sembarangan,
melainkan prosedur yang sistematis untuk memodifikasi perilaku siswa,
yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu.
b. Hasil belajar dirumuskan secara khusus. Setiap model pembelajaran
wajib menentukan tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai oleh siswa.
Pencapaian ini dilakukan melalui rincian kerja siswa yang dapat diamati.
Artinya, apa yang harus ditunjukkan oleh siswa disusun secara rinci dan
khusus.
c. Penetapan lingkungan secara khusus. Menetapkan keadaan ligkungan
secara spesifik dalam model pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan agar
siswa bisa belajar secara kondusif.
d. Ukuran keberhasilan. Model pembelajaran harus menetapan kriteria
keberhasilan unjuk kerja yang diharapkan dari siswa. model pembelajaran
senantiasa menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam
bentuk perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah
menempuh dan menyelesaikan urutan pembelajaran.
e. Interaksi dengan linngkungan. Semua model pembelajaran menetapkan
cara yang memungkinkan siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan
lingkungan belajarnya.
Dapat disimpulkan model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran
yang mengikuti ciri-ciri model pembelajaran yang telah di tentukan jangan melewati
dari ketentuan yang ada.
2.1.3

Fungsi dan tujuan Model Pembelajaran
Menurut Trianto (2010:53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai

pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Chauhan dalam Suyanto (2013:137) Model Pembelajaran memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Pedoman. Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai pedoman yang
dapat menjelaskan apa yang harus dilakukan guru. Dengan demikian,
mengjar menjadi sesuatu yang ilmiah, terencana, dan merupakan
rangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan.

9

b. Pengembangan kurikulum. Model pembelajaran dapat membantu dalam
pengembangan kurikulum untuk satuan dan kelas yang berbeda dalam
pendidikan.
c. Penempatan bahan-bahan
pembelajaran. Model pembelajaran
menetapkan secara rinci bentuk-bentuk bahan pembelajaran yang berbeda
yang akan digunakan guru dalam membantu perubahan kepribadian siswa
menjadi lebih baik.
d. Perbaikan dalam pembelajaran. Model pembelajaran dapat membantu
proses pembelajaran dan meingkatkan keefektifan pembelajaran.
Oleh karena itu model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar
merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu pembelajaran, karena dengan
model tersebut guru dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian
tujuan pembelajaran.
Pada dasarnya model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk perancangan dan pelaksanaan proses pembelajaran, untuk itu
pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dipelajari, tujuan
dari kurikulum yang akan di capai dalam pembelajaran tersebut, dan untuk
meningkatkan kemampuan siswa.
2.2

Model Isu Kontroversial

2.2.1 Pengertian Model Isu Kontroversial
Dalam proses pembelajaran sering kali siswa di tuntut untuk mampu berpikir
kritis, akan tetapi banyak faktor yang menjadi penghambat seperti pembelajaran yang
membosankan, kurang menariknya media pembelajaran, dan guru kurang menguasai
materi untuk itu di harapkan dengan menggunakan Model Isu Kontroversial mampu
menutupi kekurangan tersebut.
Menurut Muessing dalam Solihatin (2012:94) mengatakan Isu Kontroversial
dengan kalimat “sesuatu yang mudah di terima oleh seseorang atau kelompok, tetapi
juga mudah ditolak oleh orang atau kelompok lain”. Kecenderungan seseorang atau
kelompok untuk memihak didasari oleh pertimbangan-pertimbangan pemikiran
tertentu. Apabila orang tidak sependapat, atau terbentuk opini yang bertentangan

10

dalam suatu hal, maka itulah yang disebut isu kontroversial Wiriatmaja (dalam
Indrawati, 2012:66).
Dari beberapa definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa model Isu
Kontroversial adalah model pembelajaran yang sangat membantu siswa dalam proses
pembelajaran, karena dengan menggunakan model ini siswa bisa mengetahui Isu
Kontroversial terkini.
Penerapan model Isu Kontroversial ini di harapkan mampu membangkitkan
kemampuan berpikir kristis siswa dalam memahami isu-isu dan permasalahan yang
terjadi di lingkungan kehidupan siswa dan juga siswa di harapkan mendapatkan hasil
yang memuaskan. Siswa diajak mampu mengambil keputusan dengan alasan atau
pertimbangan yang rasional didukung dengan fakta, konsep, dan prinsip yang akurat.
2.2.2 Langkah-langkah penerapan Model Isu Kontroversial
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Isu Kontroversial
merujuk pada pendapat Wiriaatmadja (dalam Kokom, 2010:263) sebagai berikut:
1. Guru dan siswa melakukan brainstroming mengenai isu-isu
kontroversial yang akan dibahas.
2. Siswa berkelompok memilih salah satu kasus untuk dikaji.
3. Siswa melakukan inkuiri, mengundang narasumber, membaca buku,
mengumpulkan informasi lain.
4. Siswa menyajikan/mendiskusikan hasil inkuiri, mengajukan
argumentasi, mendengarkan counter-argument atau opini lain.
5. Siswa menerapkan konsep, generalisasi, teori ilmu sosial untuk secara
akademis menganalisis permasalahan.
Di

samping

itu,

digunakan

pula

langkah-langkah

pembelajaran

Isu

Kontroversial menurut Hasan dalam Didin Saripudin (http://file.upi.edu/Direktori
/FPIPS/JUR.../ Makalah_Seminar__UNRI.pdf , diakses tanggal 4 Februari 2014, jam
20.00 WIB ) sebagai berikut :

11

1. Guru menyajikan materi yang mengandung isu kontroversial.
Penyajian ini dapat dilakukan melalui penjelasan guru, atau siswa
membaca dan mendengar isu kontroversial yang telah disiapkan guru.
2. Guru mengundang berbagai pendapat disertai argumentasi dari siswa
mengenai isu tersebut. Pendapat-pendapat yang berbeda diidentifikasi
sebagi isu kontroversial.
3. Isu kontroversial yang sudah dapat diidentifikasi dijadikan behan
diskusi. Setiap orang dapat menjadi pembela dan penyerang suatu
pendapat. Diskusi dilakukan ini untuk melihat kekuatan dan
kelemahan masing-masing.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penerapan model isu kontroversial adalah sebagai berikut : 1) guru atau siswa
menyodorkan suatu kasus atau isu yang berkaitan dengan pembelajaran yang akan di
laksanakan, 2) guru membentuk kelompok siswa agar mampu membahas masalah atau
isu yang telah di sajikan. 3) Perwakilan dari kelompok dapat menjadi pembela atau
penyerang suatu pendapat tentang isu kontroversial di sertai alasan. 4) kemudian guru
dan siswa menyimpulkan dan memberi saran terhadap pembelajaran yang telah terjadi.
2.2.3 Fungsi dan tujuan Model Pembelajaran Isu Kontroversial
Menurut Kokom Komalasari (2010:261-262) fungsi dan tujuan model Isu
Kontroversial yaitu :
1. Melalui perbedaan pendapat tentang suatu isu maka meteri isu
kontroversial secara langsung membangkitkan kemampuan berpikir
seseorang. Melalui bacaan atau mendengar mengenai suatu kejadian
maka ia secara sepontan bereaksi menentukan kepada pihak mana ia
berada. Mungkin juga seseorang siswa memerlukan beberapa saat untuk
dapat menentukan posisinya. Dalam hal seperti yang terakhir ini, maka
guru harus dapat memainkan peran memancing siswa tadi untuk
berpendapat.
2. Pembelajaran melalui isu kontroversial dalam pendidikan ilmu sosial
termasuk PPKn dianggap sangat penting. Isu kontroversial merupakan
sesuatu yang dapat dijumpai dalam banyak kasus mengenai teori atau
pendapat dalam ilmu-ilmu sosial. Teori-teori yang dibangun
berdasarkan data lapangan tertentu sering kali dianggap tidak mewakili

12

kenyataan lapangan di berbagai tempat tertentu. Kenyataan yang
demikian selalu hidup dalam ilmu-ilmu sosial dan oleh karena itu isu
kontroversial adalah sesuatu yang alamiah dalam pendidikan ilmu-ilmu
sosial (Hasan, 1996:202).
3. Melalui pendapat yang berbeda, orang dapat mengembangkan pendapat
baru yang lebih baik. Di sini terjadi proses analogis dan sintesis dalam
berpikir. Atas dasar pebedaan pendapat ini, dinamika kehidupan
akademik dan sosial terjamin dengan baik. Siswa yang terbiasa dengan
berbagai pandangan yang berbada akan dapat menempatkan dirinya dan
menyumbangkan pemikirannya sebagi anggota masyarakat secara baik.
Perbadaan pendapat yang sering mereka alami di kelas akan pula
menjadi dasar bagi mereka untuk terbiasa dengan kondisi semacam itu
ketika mereka menjadi anggota masyarakat.
4. Model pembelajaran isu kontrovesial melatih siswa: (1) keterampilan
akademis untuk membuat hipotesis, mengumpulkan evidensi,
menganalisis data, dan menyajikan hasil inkuiri; (2) menghadapi
kehidupan sosial yang kompleks dengan keterampilan berkomunikasi,
menanamkan rasa empati, memengaruhi orang lain, toleran, berkeja
sama, dan lain-lain; (3) isu-isu yang dibahas beguna untuk mempelajari
studi kasus dengan memahami penggunaan konsep, generalisasi, dan
teori ilmu-ilmu sosial (Wiriaatmadja, 2001:2).
Berdasarkan teori yang dikemukakan Kokom Kumalasari dapat di simpulkan
fungsi dan tujuan model isu kontroversial adalah pertama membantu membangkitkan
kemampuan berpikir seseorang terutama siswa, kedua dengan menggunakan model isu
kontroversial apa yang di inginkan dari tujuan pembelajaran dapat terlaksana karena
membahas isu terkini, ketiga berbagai pendapat akan muncul sehingga seseorang tau
mana pendapat yang benar dan mana pendapat yang salah sehingga siswa dapat
menerima pendapat tersebut.
2.2.4

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Isu Kontroversial
Menurut Wiriaatmadja (dalam kokom komalasari 2010:270) kelebihan

menggunakan model pembelajaran Isu Kontroversial adalah :
a. Mengajarkan kepada siswa keterampilan akademis untuk membuat
hipotesis, mengumpulkan evidensi, menganalisis data, dan menyajikan
hasil inkuiri;

13

b. Melatih siswa untuk menghadapi kehidupan sosial yang kompleks
dengan keterampilan berkomunikasi, menanamkan rasa empati,
memengaruhi orang lain, toleran, bekerja sama, dan lain-lain;
c. Karena isu-isu yang dibahas berguna untuk mempelajari studi kasus
dengan memahami penggunaan konsep, generalisasi, dan teori ilmuilmu sosial.
Etin Solihatin (2012:95) mengemukakan bahwa :
“Keuntungan menggunakan model pembelajaran Isu Kontroversial adalah
melalui pendapat yang berbeda orang dapat mengembangkan pendapat
baru yang lebih baik. Di sini terjadi proses analogis, sintensis dalam
berpikir. Atas dasar perbedaan pendapat itu dinamika kehidupan akademik
dan sosial terjamin dengan baik”.
Dari beberapa teori yang dikemukakan dapat penulis simpulkan bahwa
kelebihan model pembelajaran Isu Kontroversial

adalah dengan mengetahui

pandangan atau pendapat yang berbeda-beda maka akan memberikan wawasan dan
meningkatkan kemampuan berpikir siswa sehingga tujuan yang diharapkan dalam
pembelajaran dapat terjamin dengan baik.
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Isu Kontroversial juga
memiliki kekurangan dalam penerapannya.
Menurut Thomas Lickona (2012:402) mengemukakan bahwa:
“Mengingat menjadi moderator yang adil tidaklah mudah ketika
seseorang guru memiliki perasaan yang kuat terhadap sebuah isu
kontroversi. Hal tersebut membutuhkan komitmen yang tidak tergesagesa dari guru agar tidak berpihak pada salah satu pihak. Guru dapat
menolong siswa sebagai moderator yang netral jika mereka
mengemukakan keberpihakan mereka pada awal diskusi.
Menurut Solihatin (2012:96) mengemukakan kekurangan bahwa:
a. Isu Kontroversial tidak boleh menimbulkan pertentangan suku, agama
dan ras.
b. Isu Kontroversial sebaiknya dekat dengan kehidupan mahasiswa masa
kini.

14

c. Isu Kontroversial sebaiknya sesuatu yang sudah menjadi milik
masyarakat.
d. Isu Kontroversial seyogianya berkenaan dengan masalah setempat,
nasional maupun internasional.
Dari teori yang dikemukakan di atas penulis menyimpulkan bahwa kekurangan
model pembelajaran Isu Kontroversial adalah guru haruslah bersikap netral pada saat
menjadi moderator pada sebuah isu kontroversi jangan hanya mementingkan
keinginan hati sendiri, selain itu kekurangan lainnya dalam model ini yaitu siswa
memerlukan media yang menarik dan tidak menjemukan, sehingga pembelajaran
menyenangkan dan tidak di anggap serius, hanya sebagian kecil siswa yang aktif dan
adanya siswa yang tergantung pada siswa lain.

2.3 Hasil Belajar
2.3.1

Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan dari proses pendidikan yang dapat diukur dan

diamati dalam bentuk perolehan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik). Dalam peroses hasil belajar tidak hanya dilihat dari hasil
akhir berupa test tetapi juga dapat di lihat dari proses pembelajarannya.
Dimyati & Mudjiono (2010:25) mengemukakan bahwa:
“Hasil belajar adalah proses untuk meningkatkan nilai belajar melalui
kegiatan penelitian atau pengukuran dengan tujuan untuk mengetahui
tngkat keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran
yang di tandai dengan nilai berupa huruf, angka atau simbol”.
Menurut Purwanto (2009:34) Hasil belajar merupakan perilaku siswa akibat
belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pendidikan. Winkel (1996:51) Hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sudjana (2002:22)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

15

Jadi hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah di ajarkan. Untuk
mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran
menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian
dimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan
pada berbagai bidang termasuk pendidikan.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar.
Keberhasilan belajar bukanlah yang berdiri sendiri, melainkan banyak yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Berbagai faktor dimaksud diantaranya adalah
sebagai berikut (Fathurrohman,2007:115) :
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Guru
Peserta didik
Kegiatan pengajaran
Evaluasi
Sejalan dengan penjelasan diatas, Slameto (2003: 54) mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu ada dua yaitu :
1.

faktor internal
faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam individu
yang sedang belajar, yang meliputi:
a) faktor jasmaniah: faktor kesehatan, cacat tubuh.
b) Faktor psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan.

2.

faktor eksternal
faktor esternal adalah segala faktor yang bersumber dari luar
individu yang meliputi:
a) faktor keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

16

waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat: kegiatan mahasiswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar bukanlah
berasal dari siswa sendiri, akan tetapi adanya banyak faktor yang harus saling
mendukung satu sama lain agar tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat terlaksana
dengan baik.
2.4 Matapelajaran PPKn.
2.4.1 Pengertian PPKn.
Matapelajaran PPKn mempunyai arti sebagai suatu matapelajaran yang di
dapat oleh siswa guna bekal mereka untuk dapat mencerminkan sebagai bangsa yang
berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (2006:232) yang menyatakan bahwa:
Matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan matapelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dimanatkan
Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Cholisin (dalam Winarno, 2013:6) Pendidikan Kewarganegaraan
di Indonesia diartikan sebagai pendidikan politik yang fokus materialnya
adalah
peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang
kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut
sesuai dengan ketentuan pancasila dan UUD 1945 agar menjadi
warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Jadi PPKn adalah mata pelajaran membentuk atau membina warganegara
cerdas dan berkarakter yang diamanatkan pancasila dan UUD 1945 agar menjadi
warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara Indonesia.

17

2.4.2 Ruang Lingkup Mata Pelajaran PPKn
Berdasarkan Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:232-234) bahwa ruang lingkup
matapelajaran PPKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi : Hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,
sumpah pemuda, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif
terhadap negara kesatuan republik indonesia, partisipasi dalam
pembelaan negara, sikap positif terhadap negara kesatuan reublik
Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan;
2. Norma, hukum dan peraturan meliputi: tertib dalam kehidupan
keluarga, tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat,
peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional,
hukum dan peradilan internasional;
3. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan
kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional
HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM;
4. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri
sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan
mengeluarkan pendapat,menghargai keputusan bersama, prestasi diri,
persamaan kedudukan warga negara;
5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan pertama,
konstitusi-kontitusi yang pernah digunakan diindonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi;
6. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan,
pemerintah daerrah dan daerah otonomi, pemerintah pusat, demokrasi
dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat
demokrasi;
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideology negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
pengalaman nila-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka;
8. Globalisasi meliputi: globaisasi dilingkungannya, politik luar negeri
Indonesia diera globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
internasional dan organisasi internasonal, dan mengevaluasi
globalisasi.

18

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan ruang lingkup matapelajaran PPKn
adalah upaya untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara agar menjadi
warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Republik Indonesia.
2.4.3 Fungsi Matapelajaran PPKn
Matapelajaran PPKn yang diajarkan di sekolah-sekolah memiliki fungsi yang
sangat baik di dalam menbentuk generasi mudah yang berahklak dan berbudi pekerti
luhur yang berdasrkan pancasila dan UUD 1945 merupakan fungsi dari matapelajaran
PPKn yang diajarkan disekolah.
Sistem
Pendidikan
Nasional
(2003:2)
menyatakan
bahwa :“Matapelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana
untuk membentuk warga negara cerdas, trampil, dan berkarakter yang
setia membentuk dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat pancasila dan UUD 1945.”
Dari uraian mengenai fungsi matapelajaran kewarganegaraan dapatlah
disimpulkan bahwa, matapelajaran PPKn memiliki fungsi yang cukup besar bagi
pembentukan generasi penerus bangsa melalui pendidikan nasional, yang berdasarkan
akan pancasila yang merupakan dasar negara Republik Indonesia. Tanpa adanya
matapelajaran Kewarganegaraan tidak akan ada generasi penerus bangsa indonesia
yang memilki moral, mental, dan spiritual, seperti apa yang telah diamanatkan oleh
pancasila.
2.4.4 Tujuan dan fungsi Matapelajaran PPKn
Berdasarkan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang
diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:232) menyatakan
Kewarganegaraan mempunyai tujuan dan fungsi sebagai tujuan matapelajaran
Kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan kemampuan sebagai berikut :

19

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif, dan bertanggung jawab serta bertindak
secara cerdas dalam kegiatan berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung atau tidak langsung memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Menurut Winarno (2013:37) “PPKn bertujuan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat
Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa matapelajaran PPKn bertujuan
untuk membentuk peserta didik yang berkualitas dan bertanggung jawab yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sehingga tujuan dari pendidikan dapat
terlaksana sebagai mana mestinya.
2.4.5 Visi dan Misi Mata Pelajaran PPKn.
2.4.5.1 Visi Mata Pelajaran PPKn.
Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran
wajib di setiap pendidkan formal di Indonesia, dari tingkat SD, SMP dan SMA.
Berdasarkan Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:1) menyatakan Visi mata pelajaran
pendidkan kewarganegaraan yaitu: “Mewujudkan suatu matapelajaran yang berfungsi
sebagai sarana Pembina watak bangsa dan pemberdayaan warga negara”.
Maka dari itu mata pelajaran PPKn memiliki visi yang harus dicapai. Agar
tujuan dari mata pelajaran PPKn dapat tercapai dengan baik.
2.4.5.2 Misi Mata Pelajaran PPKn.

20

PPKn merupakan salah satu mata pelajaran yang mengembangkan misi
nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia yang berfungsi untuk
membina dan mengembangkan konsep, nilai, moral sehingga membentuk jati diri
manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan pancasila.
Misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (2006:1), yaitu: “Membentuk warga Negara yang baik yakni warga
Negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sesuai dengan undang-undang dasar 1945.
Maka dari itu mata pelajaran PPKn memiliki misi yang harus di jalankan yaitu
untuk membentuk siswa atau anak didik menjadi warga Negara yang baik yang di
amanatkan oleh pancasila dan undang-undang dasar.
2.5 Anggapan Dasar
Anggapan dasar merupakan anggapan yang telah dipikirkan oleh si peneliti
yang diyakini kebenarannya oleh si peneliti. Menurut Surakmad (dalam Arikunto,
2010:104), “Anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya
diterima oleh penyidik. Sedangkan menurut Arikunto (2010:104), “Anggapan dasar
adalah suatu hasil diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara
jelas.”
Anggapan dasar yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1.

Model Isu Kontroversial berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu (internal), dan
dari luar (eksternal).

2.6 Kerangka Berpikir
Menurut Uma Skaran (dalam Sugiono, 2012:60), Kerangka berfikir
merupakan model Konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting.

21

Kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu :
Hasil Belajar banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor di antaranya
model pembelajaran

model Isu Kontroversial adalah
model pembelajaran yang sangat
membantu siswa dalam proses
pembelajaran

Hasil yang di harapkan
Dengan menggunakan model Isu
Kontroversial bisa meningkatkan hasil
belajar siswa di
SMA Negeri 1 Belitang
Kerangka Berpikir
2.7 Hipotesis Penelitian
Untuk memudahkan penelitian ini perlu dirumuskan hipotesis sebagai bahan
petunjuk dan pedoman dalam penelitian selanjutnya. Menurut sugiyono (2010:96)
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan, dalam
penelitian ini terdapat dua hipotesis, yaitu Ha dan Ho”. Hipotesis penelitian tersebut
adalah :
Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari penerapan Model Isu Kontroversial dalam
meningkatkan Hasil belajar siswa pada matapelajaran PPKn di SMA Negeri 1
Belitang Kabupaten OKU Timur.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari penerapan Model Isu Kontroversial
dalam meningkatkan Hasil belajar siswa pada matapelajaran PPKn di SMA
Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur.

22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, seorang peneliti menentukan variabelvariabel penelitiannya. Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel
Independen dan Variabel Dependen. Menurut Sugiyono (2012:2), variabel adalah
atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan
yang lainnya dalam kelompok itu. Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu:
Variabel Independen (Variabel x)

: Penerapan Model Isu Kontroversial.

Variabel Dependen (Variabel y)

: Hasil Belajar siswa di SMA Negeri 1 Belitang
Kabupaten OKU Timur.

3.2 Definisi Operasional Variabel
Model Isu Kontroversial dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang
dirancang untuk melibatkan siswa belajar dengan aktif sehingga mendapatkan hasil
belajar yang diharapkan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dikelas secara operasional kegiatan
guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut:
No
1

Tahap
Pembelajaran
Pendahuluan

Kegiatan Guru
Memberikan

aktivitas

Kegiatan Siswa
melalui Mengeksplorasi

pre-test, dan memberikan contoh pengetahuan,
kasus

isu

kontroversial

yang konsepsi

idea
awal

atau
yang

dapat merangsang siswa untuk diperoleh dari pengalaman
melakukan eksplorasi.

sehari-hari atau diperoleh
dari

pembelajaran

pada

23

tingkat kelas
atau
Mendorong
siswa
pendapat

pembelajaran

yang

telah diberikan.
merangsang Siswa menyimak penjelasan

dan

untuk

sebelumnya

mengemukakan guru, mengutarakan ide-ide

serta

hipotesis
Membina

merumuskan dan merumuskan hipotesis

siswa

untuk Melakukan

klarifikasi

mengklarifikasi pendapat dan ide- pendapat dan ide-ide yang
2

Pemfokusan

ide yang berbeda.
sudah ada
Membimbing dan mengarahkan Menetapkan

konteks

siswa untuk menetapkan konteks permasalahan,
pemasalahan berkaitan dengan mencermati
ide siswa
Membimbing
melakukan

siswa
poses

memahami,
bahan

untuk

mengeksplorasi konsep
untuk Melakukan
pengujian,
pengujian menjawab pertanyaan yang

hipotesis
berhubungan dengan konsep
Menginterpretasi ide siswa dari Mempresentasikan
ide
pendapat siswa yang berbeda.
3

Tantangan

kedalam kelompok dan juga

kelas diskusi
Mengarahkan dan memfasilitasi Memberikan pertimbangan
agar terjadi pertukaran ide antar kepada siswa lain pendapat
siswa.

4

Aplikasi

yang berbeda.

Membimbing
mengklarifikasi
membimbing

siswa Menyelesaikan
ide
siswa

baru, menggunakan konsep dalam
menarik situasi baru. Siswa menarik

kesimpulan. Memberi post-test kesimpulan
untuk

mengetahui

pemahaman
konsep.

siswa

problem

mengerjakan

tingkat post-test untuk mengetahui
terhadap hasil pemahaman konsep.

24

3.3 Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan hasil belajar disini adalah nilai yang didapat siswa
berdasarkan hasil tes pada setiap akhir pelajaran. Tes berupa studi kasus dalam bentuk
essay yang berupa permasalahan yang di tampilkan pada saat pelaksanaan Model Isu
Kontroversial berjumlah 10 buah pertanyaan setiap satu kali pertemuan. Sehingga
jumlah item soal selama 6 kali pertemuan yaitu 60 butir soal pertanyaan. Adapun
indikator hasil belajar siswa adalah nilai tes formatif yaitu tes setelah penyampaian
satu sub pokok bahasan.
3.4.Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi merupakan bagian terpenting dalam melakukan suatu penelitian. Oleh
sebab itu peneliti mempersiapkan populasi yang berkaitan dengan jenis penelitiannya.
Menurut sugiyono (2010:117) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini dapat
dilihat pada table berikut:
TABEL 2
Nilai Rata-Rata Siswa pada Mata Pelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Belitang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kelas
XI IPA 1
XI IPA 2
XI IPA 3
XI IPA 4
XI IPA 5
XI IPA 6
XI IPS 1
XI IPS 2
XI IPS 3
XI IPS 4
XI IPS 5

Jumlah siswa
39 siswa
37 siswa
39 siswa
39 siswa
30 siswa
27 siswa
37 siswa
35 siswa
36 siswa
35 siswa
36 siswa

Nilai Rata-Rata
82.43
82.32
81.46
82.84
79.86
79.84
77.70
79.34
78.58
83.88
79.5

25

Total

390 siswa

-

Sumber : Tata Usaha SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur tahun 2013
3.4.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Sampel didapat dari sejumlah
populasi yang dipersiapkan oleh peneliti. Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah
“jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sedangkan menurut
Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dari
pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa populasi adalah mereka yang
dijadikan wakil populasi yang akan diteliti oleh peneliti.
Sampel dari penelitian ini menggunakan Purposive sampling, bahwa sampel
yang dipakai bukan berdasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi berdasarkan
atas tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPS 1 dan kelas XI
IPS 2. berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru
mata pelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur diketahui
bahwa penerapan model pembelajaran sudah cukup bervariasi. Berdasarkan nilai
kriteria ketuntasan minimum (KKM) di ketahui bahwa sudah mencapai apa yang di
harapkan yaitu 75. tetapi peneliti mengambil KKM kelas yang terendah dari kelas
yang lainnya sebagai kelas eksperimen yaitu kelas XI IPS 1 dengan nilai rata-rata
77.70.
Oleh karena itu berdasarkan daftar nilai yang ada, peneliti menggunakan SMA
Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur sebagai lokasi dalam penelitian ini.
Berdasarkan langkah penarikan sampel tersebut kelas yang terpilih sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah kelas XI IPS 1 yang berjumlah 30 orang sebagai kelas
eksperimen dan kelas XI IPS 2 yang berjumlah 29 orang sebagai kelas kontrol. Dalam
pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel :
TABEL 3
DAFTAR SAMPEL

26

No.
1.

Kelas
XI IPS 1

Jumlah siswa
37 Orang

Keterangan
Kelas eksperimen (data nilai siswa

2.

XI IPS 2

35 Orang

menggunakan model Isu Kontroversial )
Kelas kontrol (data nilai siswa

Jumla

-

72 Orang

menggunakan Model Debate)
-

h
Sumber : Tata Usaha SMA Negeri 1Belitang Kab. OKU Timur.

3.5. Langkah-Langkah Penelitian Eksperimen
Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh treatment tertentu (perlakuan) dalam kondisi yang terkontrol
(Sugiyono, 2012:11). Dalam penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan
adalah dengan metode quasi eksperimental design, adapun langkah-langkah dalam
penelitian ini adalah:
Langkah-langkah eksperimen dalam penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini menggunakan penelitian quasi eksperimental design, dengan
tipe pretest-posttest nonequivalent-group design . dimana peneliti akan
melakukan observasi sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan pada
kelas eksperimen, serta akan melakukan observasi sebelum dan sesudah
pada kelas kontrol yang diberikan. Untuk penentuan kelas eksperimen dan
kelas kontrol peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling
dengan cara pengamatan langsung dalam proses pembelajaran seluruh
kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil
pengamatan tersebut didapat untuk kelas eksperimen yaitu kelas XI IPS 1
dengan jumlah 30 orang siswa dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 2
dengan jumlah siswa 29 orang siswa.

27

b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai panduan peneliti
dalam mengajar dan mengimplementasikan model pembelajaran isu
kontroversial.
c. Untuk melihat hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
maka menggunakan pre-test dan post-test.
d. Setelah diperoleh nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, selanjutnya dilakukan uji hipotesis

untuk melihat pengaruh

penerapan model pembelajaran isu kontroversial terhadap hasil belajar
siswa.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang akan dilakukan peneliti yaitu:
1. Kelas Eksperimen
a.

Menentukan pokok bahasan dengan mengggunakan model pembelajaran isu
kontroversial.

b.

Mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa berdasarkan pedoman
observasi hasil belajar.

2. Kelas Kontrol
a. Menentukan pokok bahasan yaitu penetapan SK dan KD kemudian disusun
dalam satu perencanaan pembelajaran (RPP).
b.

Menerapkan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru bidang
studi dalam hal ini peneliti menerapkan model pembelajaran yang paling biasa
digunakan guru yaitu strategi pembelajaran ekspositori.

c. Mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa berdasarkan pedoman
observasi hasil belajar.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Agar data yang dihasilkan dalam suatu penelitian berkualitas maka diperlukan
teknik dalan pengumpulan data tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono

28

(2012:187) bahwa instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum
tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliable, apabila instrument tersebut
tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengumpulan data secara sistematis sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan. Maka peneliti meggunakan dua metode pengumpulan data dalam
penelitian ini, yaitu :
3.6.1 Observasi
Penelitian ini merupakan penelitian observasi yang mengamati objek secara
langsung. Menurut Arikunto (2010:199), “Metode observasi adalah metode yang
dilengkapi dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang
yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan
akan terjadi”. Sedangkan Menurut Hadi (dalam Sugiyono, 2012:196) “Observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan proses psikologis, yaitu proses pengamatan dan ingatan”.
Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan belajar peserta didik di dalam
kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan keaktifan belajar peserta
didik dilakukan pada kelas yang tidak diberi perlakuan dan selanjutnya di beri
perlakuan.

3.6.2 Dokumentasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk
pengumpulan data. Metode dokumentasi merupakan pengumpulan data-data yang
berkaitan dengan proses penelitian. Sejalan dengan pendapat Arikunto(2010:274),
bahwa metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

29

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger,
agenda, dan sebagainya.
Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh data secara umum yaitu
mengenai jumlah siswa SMA Negeri 1 Belitang secara keseluruhan. Selain itu, metode
ini juga digunakan untuk memperoleh data hasil belajar yang telah dicapai siswa pada
matapelajaran PPKn.
3.6.3 Tes
Dalam penelitian ini menggunakan tes untuk mengumpulkan data berupa
kemampuan siswanya, menurut Arikunto (2010:266) test digunakan untuk mengukur
kemampuan dasar antara lain: test untuk mengukur inteligensi (IQ), tes minat, tes
bakat khusus, dan sebagainya.
Untuk itu tes disini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar
siswa. Dalam hal ini tes diberikan pada kedua kelas yang dijadikan sampel. Peneliti
menggunakan instrumen berupa soal-soal. Tes ini akan diberikan pada setiap akhir
pertemuan sebagai pengujian kepada peserta didik terhadap materi-materi pelajaran
yang diajarkan dengan menggunakan model Isu Kontrovesial.

3.7. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, setelah seluruh yang dibutuhkan dalam penelitian
terkumpul maka dilakukan teknik analisa data hasil proses penelitian.“Teknik analisis
data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain

30

terkumpul” (Sugiyono,2012:199). Teknikmenganalisis data dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kuantitatif dengan menggunakan bantuan SPSS versi 21. SPSS
(Statistical Product and Service Solution) merupakan program aplikasi pengolahan
data statistik yang mampu menganalisis data statistic dengan cukup mudah dan akurat
(Sunjoyo dkk,2013:25).
3.7.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan sesuatu instrumen (Arikanto,2010:211). Sedangkan menurut Nugroho
(dalam Sunjoyo dkk, 2013:38-39) validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan
butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu
variabel.
Uji Validitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS versi 21 dengan Metode
CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk menguji apakah indikator-indikator yang
digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah variabel.
Langkah Validitas SPSS dengan Metode CFA
1. Klik Analyze-Dimension Reduction – Factor.
2. Pindahkan semua item pertanyaan ke kotak variables.
3. Pada kotak Descriptives, klik KMO dan Anti Image.
KMO bertujuan untuk melihat kecukupan sampel, Anti Image untuk melihat
MSA.
4. Pada kotak Extraction, klik number of factors, masukkan sesuai angka variabel
yang diteliti dalam hal ini ada 4 variabel yaitu BA, PQ, BL, dan KP