Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Loyalitas Nasabah

Menurut Kotler dan Keller (2009: 139) loyalitas pelanggan merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merk dan pemasok, berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian yang konsisten.

Pengertian loyalitas tersebut mengandung makna sebagai berikut:

1. Sebagai konsep generik, loyalitas merek menujukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi.

2. Sebagai konsep perilaku, pembelian ulang kerap kali dihubungkan denga loyalitas merek (brand loyality). Perbedaannya, bila loyalitas merek mencemirkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, perilaku pembelian ulang menyangkut pembelian merek yang sama secara berulang kali.

3. Pembelian ulang merupakan hasil dominasi (1) berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia, (2) yang terus– menerus melakukan promosi untuk memikat dan membujuk pelanggan membeli kembali merek yang sama.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada unsur perilaku dan sikap dalam loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan


(2)

dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu. Loyalitas merek konsumen timbul karena adanya pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus–menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.

Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut.

Griffin (2003:31), menyatakan bahwa pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Melakukan pembelian secara teratur 2. Membeli di luar lini produk/jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain

4. Menunjukkan kekebalan terhadap daya tarik produk sejenis dari pesaing. Hurriyati (2005: 128) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal


(3)

tidak bisa dilakukan sekaligus, tetapi melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan potensial sampai memperoleh partners.

Menurut Oliver (dalam Situmorang, 2011:213) mendefinisikan loyalitas adalah sebagai berikut, “Customer loyalty is a deeply held commitment rebuy or repatronize a preferred product or service consistently in the future, despite situasuional influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.”

Griffin (dalam Hurriyati, 2005:129) mengemukakan loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit. Berdasarkan definisi ini dapat dijelaskan loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Sehingga keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain :

1. Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik palanggan yang baru lebih mahal).

2. Dapat mengurangi biaya transaksi

3. Dapat mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian pelanggan lebih sedikit)

4. Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan

5. Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga bearti mereka yang mereka yang merasa puas


(4)

6. Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pengganti)

Griffin (dalam Hurriyati, 2005:130) juga mengungkapkan karakteristik yang dimiliki oleh pelanggan yang loyal:

1. Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases) 2. Membeli diluar lini produk/jasa (purchases across product and service

lines)

3. Merekomendasikan produk lain (refers other)

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to be the full of the competition)

Atribut-atribut dalam mengukur loyalitas meliputi :

1. Makes regular repeat purchase, yang menunjukan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian secara berulang terhadap perusahaan dalam suatu waktu tertentu pelanggan yang loyal.

2. Purchase across product and service lines, pelanggan yang loyal tidak hanya membeli satu macam produk saja, melainkan juga membeli atas lini produk dan jasa lain pada perusahaan yang sama

3. Refers others, pelanggan yang loyal akan merekomendasi dan mencerminkan hal-hal atas pengalaman positif mengenai produk dan jasa dari perusahaan kepada rekannya atau pelanggan lain, agar mereka tidak membeli produk dan jasa dari perusahaan yang lain

4. Demonstrate on immunity to the pull of competition, pelanggan yang loyal akan kekal terhadap adanya penawaran produk dan jasa perusahaan lain, karena pelanggan tersebut yakin bahwa produk dan jasa perusahaan


(5)

yang mereka pilih adalah yang terbaik dan berbeda dari produk dan jasa perusahaan lain

Biasanya pelanggan menjadi setia lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif. Ketiga aspek tersebut biasanya sejalan, meskipun tidak semua kasus mengalami hal yang sama. Tahapan-tahapan ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap karena setiap tahap memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Jika, memperhatikan masing-masing tahap dalam memenuhi kebutuhan masing-masing tahap tersebut, perusahan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan loyal.

2.1.2 Kepuasan Nasabah

Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan pelanggan dirasakan setelah konsumen melakukan evaluasi purnabeli, di mana persepsi terhadap kinerja alternatif produk/jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian. (Kotler dan Keller, 2009: 139)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah : 1. Kualitas Produk


(6)

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. 2. Kualitas Pelayanan

Terutama untuk industry jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum kepadanya bila menggunakan produk dengan merk tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

4. Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relative murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya

Pelanggan yang tidak perlu menegeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu mendapatkan suatu produk jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Kepuasan pelanggan terus berlanjut sebagai sebuah topik yang seringkali diteliti oleh perusahaan, karena kepuasan pelanggan merupakan suatu daerah kehidupan setiap perusahaan, dimana kepuasaan pelanggan menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan kinerja pemasaran dalam suatu perusahaan atau organisasi. Sebagai konsekuensi, para teoritikus terus mengembangkan


(7)

model-model dan metode terbaru yang dapat menguak informasi penting tentang kepuasan pelanggan.

Menurut Band (dalam Sukmawati, 2011:3) kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelenggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut.

Perusahaan terkemuka akan mencari cara sendiri untuk mempertahankan kepuasan pelanggannya. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli, dan mereka akan memberitahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut. Kuncinya adalah menyesuaikan harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. Perusahaan yang pintar bermaksud untuk memuaskan pelanggan dengan hanya menjanjikan apa yang dapat mereka berikan, kemudian memberikan lebih banyak dari apa yang mereka janjikan.

Perusahaan sudah selayaknya memberikan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap para konsumennya, sebab konsumen yang mendapatkan kepuasan yang cukup hanya bertahan beberapa waktu dan bisa beralih ke perusahaan/produk lain yang memberikan penawaran lebih baik. Menurut Lena (dalam Dinar, 2010:25), pelanggan yang memberikan tingkat kepuasan yang tinggi akan memiliki ikatan pada produk, bukan hanya preferensi rasional dan akhirnya semua ini akan membangun loyalitas pelanggan.


(8)

2.1.3 Pemasaran Rasional

Pemasaran Rasional lebih sering diartikan sebagai conventional marketing. Biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya. Setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Pada level rational ditandai dengan penggunaan tool-tool marketing yang cerdas, seperti marketing mix, branding, positioning dan sebagainya.

Suatu perusahaan dikatakan menggunakan pemasaran rasional apabila : 1. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang memberikan kegunaan

optimal bagi konsumen

2. Produk tersebut benar-benar dibutuhkan konsumen 3. Mutu produk terjamin

4. Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen

2.1.4 Pemasaran Emosional

Manusia rata-rata mampu mengingat 10 ribu brand/merek dagang di otak. Sayangnya, hanya segelintir brand yang dipilih untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk meningkatkan posisi brand di mata masyarakat, perusahaan harus meningkatkan keintiman secara emosional dengan pelanggan. Pada dasarnya, emosi merupakan hal dasar yang memicu seseorang untuk melakukan sesuatu, berbicara dengan orang lain dan menentukan keputusan. “Emosi merupakan bagian dari insting sehingga seringkali, tanpa sadar digunakan untuk menentukan keputusan.” Selain itu, emosi digunakan untuk menanggapi keadaaan dengan sedikit informasi. Misalnya, saat memilih ponsel dan kita tidak


(9)

terlalu banyak tahu dan mengerti soal spesifikasi produk tersebut, emosi menjadi salah satu unsur yang berperan penting. “Kalau kita tidak tahu harus memilih apa tapi tanpa disadari, ketika mengingat produk X dari iklan dan merasakan suatu kebahagian, kita akan memilih produk X tersebut.”

Emosi juga dimanfaatkan untuk mengurangi risiko kehidupan dan mewarnai lingkungan sosial seseorang. “Unsur emosi membantu kita untuk memahami sesuatu karena tidak semua hal dimaknai dari unsur verbal ataupun teks. Kita bisa melakukan pemaknaan dari apa yang kita rasakan saat melihat ataupun membicarakan brand tertentu. Inilah fungsi emosi,” (Alastair Gordon (dalam Zachra, 2011). Selain itu, yang menarik, unsur rasional membantu manusia melakukan pembenaran atas sisi emosional.

Ada tiga kunci penting yang harus dipahami oleh setiap perusahaan. Pertama, unsur emosional bukanlah segalanya. “Harga dan nilai produk yang ditawarkan produk juga berperan penting. Jangan sampai hal ini dilupakan oleh perusahaan. Kedua adalah mempelajari perilaku konsumen. Yang terakhir, melakukan proses pembentukan emosional di masyarakat terhadap suatu produk tidak dapat dilakukan terburu-buru. “Perusahaan harus berperilaku objektif dan tidak boleh menganggap remeh setiap tahapan yang harus dilewati dalam membangun unsur emosional di masyarakat.”

Membuat hubungan antara merek dan pelanggan yang tidak berhubungan dengan emosi pelanggan, akhirnya akan kalah dengan merek-merek yang melakukan. Praktik pemasaran emosional adalah semua tentang mendapatkan audiens focus on untuk berhubungan dengan produk, jasa, dan merek pada tingkat


(10)

yang sangat mendasar–tingkat emosi. Contoh pemasaran emosional dapat dilihat pada merek ternama seperti Starbucks yang memberikan experience kepada pelanggan. Kopi tidak hanya dihidangkan dengan layanan yang bagus, tapi juga dirancang untuk menciptakan memorable experience. Minum kopi di Starbuck tidak hanya untuk menikmati enaknya kopi, tapi lebih jauh lagi mendapatkan pengalaman ngopi bersama kerabat dan teman dekat – pengalaman ngopi khas Starbucks.

Menurut Kartajaya (2003:xi), manusia saat ini tinggal di Venus, di dunia yang lebih emosional dan interaktif. Dimana Emotional Quotient lebih unggul dari Intelligent Quotient. Dimana feel lebih penting dari pada think. Dimana keunggulan bersaing perusahaan lebih banyak ditentukan oleh “feel benefit”.

Kartajaya (2003:12) menyampaikan tip-tip untuk sukses di Venus sebagai berikut:

1. Mengembangkan teknologi dan produk yang mengakomodasi kebutuhan emosional pelanggan,

2. Menggunakan teknologi informasi untuk membawa pesan-pesan emosional kepada pelanggan. Dengan demikian pelanggan akan memiliki connection dan emotional attachment dengan perusahaan dan merek 3. Menyentuh emosi konsumen dengan pesan-pesan yang bersifat personal.

Pergunakanlah media-media yang mengandalkan “pointcasting” seperti e-mail dan SMS untuk menyampaikan pesan-pesan

Selain itu Kertajaya (2003) menyatakan bahwa pelanggan saat ini adalah WO-MAN. WO-MAN disini tidak hanya woman atau wanita, tapi juga pria. Pria


(11)

ini adalah “woman oriented man”. Bukan berarti pria yang beralih orientasi seks ataupun kehilangan maskulinitasnya, tetapi pria yang semakin emosional. Pria yang semakin mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya.

Tip-tip sukses yang disampaikan Kertajaya adalah:

1. Sesungguhnya baik pria maupun wanita sama-sama memiliki kebutuhan emosional dan senang diperhatikan sebagai insan yang utuh. Menangkan hati konsumen, baik pria dan wanita dengan menyentuh emosi mereka 2. WOMEN always pay attention to detail! Konsumen semakin rewel dan

menilai segala sesuatu dengan terperinci. Karenanya jangan sampai Anda vmelewatkan satu hal kecilpun jika Anda tidak ingin konsumen kecewa, mulai dari kebijakan perusahaan hingga produk Anda. Sensitivitas konsumen terhadap berbagai isu harus betul-betul diperhatikan.

3. Rancanglah produk dan kelengkapannya dengan menarik karena ini memainkan peranan yang semakin besar.

Perasaan atau feeling merupakan akar yang dalam banyak hal mempengaruhi segala perilaku, sebab perasaan terkait dengan emosi. Emosi sangat mempengaruhi pemikiran seseorang, emosi membentuk dan mempengaruhi penilaian dan emosi membentuk perilaku. Oleh sebab itu, perusahaan harus memberi perhatian penting untuk memperhatikan emosi pelanggan, dan berusaha mempengaruhi pelanggan sehingga mereka memiliki emosi yang positif. Dengan upaya ini diharapkan pemikiran dan perilaku mereka terhadap perusahaan, produk dan jasa yang ditawarkan menjadi positif pula.


(12)

2.1.5 Pemasaran Spiritual

Pada era sekarang, pemasaran tidak hanya diterjemahkan dalam pengertian positioning, diferensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek, integritas merek, dan menghasilkan citra merek. Dunia pemasaran perlu menunjukkan nilai-nilai spiritual dalam pemasaran. Pemasaran spiritual adalah pemasaran yang beretika dan jujur yang memaksimalkan pencapaian kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder) secara seimbang. Nilai-nilai yang ditebarkan itu diyakini tidak hanya mendongkrak profit tetapi juga menjamin kelanggenan dan penguatan karakter brand, sekaligus membentuk diferensiasi yang tidak tertandingi.

Perjalanan waktu telah membuat model pemasaran berubah, dari Marketing 1.0 ke Marketing 2.0 – dari product centric ke customer-centric era, dan sekarang marketing telah mentransformasi diri ke dalam human-centric era. Itulah yang dikatakan sebagai Marketing 3.0. Berikut merupakan tabel perbandingan antara marketing 1.0, 2.0, dan 3.0

Tabel 2.1

Perbandingan Marketing 1.0, 2.0 dan 3.0 Marketing 1.0Product-centric Marketing Marketing 2.0Customer-oriented Marketing Marketing 3.0Values-driven Marketing Objektif Perusahaan

Menjual produk Memuaskan dan membuat konsumen loyal

Membuat dunia yang lebih baik

Pemicu Arus Pergerakan

Industrial Revolution Teknologi informasi dan komunikasi

Teknologi New Wave

Bagaimana Perusahaan Melihat Konsumen

Mass buyers dengan kebutuhan fisik

Konsumen yang memiliki rasional dan emosional

Konsumen yang secara holistic memiliki mind,heart, dan spirit.


(13)

Kunci Konsep Pemasaran

Pengembangan produk

Diferensiasi Nilai-nilai (values)

Panduan Pemasaran Perusahaan

Spesifikasi produk Positioning

perusahaan dan produk

Visi, Misi, dan Values dari Perusahaan

Nilai yang Dijual

Perusahaan

Fungsional Fungsional dan emosional

Fungsional,

emosional, dan spiritual, Emotional, and Spiritual

Interaksi Dengan Konsumen

Transaksional yang bersifat top-down (One-to-Many )

Hubungan intimasi yang bersifat one-to-one

Kolaborasi antar jejaring konsumen (many-to-many) Sumber: Kertajaya (2012)

Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent: produk bagus, harga terjangkau. Konsumen memilih produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang ditawarkan produsen. Pada level ini konsumen sangat mudah berpindah.

Marketing 2.0 berbasiskan emotional intelligent: Sentuhlah hati customer. Meski suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi tetap dipilih konsumen, sebab sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya.

Marketing 3.0 berdasarkan spiritual intelligent: Lakukan semua dengan Nilai-Nilai Universal seperti kasih dan ketulusan maka profit akan datang. Pada tahap ini, merek telah menjadi “reason for being”, karena merek itu maka si konsumen diakui keberadaannya.

Values-driven marketing adalah model untuk Marketing 3.0, yang melekatkan nilai-nilai pada misi dan visi perusahaan. Gagasan ini akan memperbaiki persepsi publik terhadap marketing dan membimbing perusahaan dan pemasar untuk menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan mereka. Marketing 3.0 ini akan terlihat dari seberapa dalam hubungan


(14)

hubungan produsen dengan konsumen atau stakeholder-nya. Wujud spiritualisme adalah bagaimana mencintai jejaring stateholder bisnis kita dengan modal dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika sudah sampai tahap spiritual sedemikian itu, hubungan antara perusahaan dengan siapapun yang berkepentingan, apakah itu konsumen, karyawan, supplier, akan langgeng terus. Marketing 3.0 inilah yang merupakan cikal bakal pemikiran bahwa pada akhirnya marketing menjadi horisontal, di mana sisi humanisme si pemasar membuat pasar menjadi datar. Artinya, tidak ada perbedaan status antara Marketer dan Customer. Marketer dan Customer sama rata. Marketer sudah berbaur dengan Customer-nya.

Mussry, dkk (2007: 22) menyatakan bahwa prinsip-prinsip untuk menjalankan spiritual marketing dituangkan secara komprehensif dalam Ten Credos of Compassionate Marketing yaitu sebagai berikut:

1. Love your customer and respect your competitor. 2. Be sensitive to change and be ready to transform 3. Guard your name, be clear of who you are.

4. Customer are differs, go first to whom really need you 5. Always offer good package at fair price

6. Always make yourself available, and spread the good news 7. Get customer, keep and grow them.

8. Whatever your business, it is service business

9. Always refine your business process in term of quality, cost and delivery 10.Gather relevant information but use wisdom in final decision


(15)

Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual dapat disinergikan– dapat di padupadankan, sehingga mampu menghasilkan pemasaran yang lebih optimal dan memberikan manfaat yang lebih positif bagi para konsumen atau pelanggan. Biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa, tahap selanjutnya kita juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh emosi mereka. Salah satu tujuannya, agar penjualan kita bisa terus berlanjut, bukan hanya dalam waktu singkat. Secara umum, emotional marketing akan berjalan dengan baik jika kita benar–benar mampu mengutamakan kepuasan pengalaman pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa kita. Setelah berhasil memberikan yang terbaik kepada konsumen, baik secara rasional ataupun emosional, selanjutnya kita juga bisa membuat sinergi antara rational,emotional dengan spiritual marketing. Dalam Spiritual Marketing, di antaranya ; seorang konsumen akan mempertimbangkan apa yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi kehidupannya di akhirat nanti. Oleh karena itu,sebagai seorang pebisnis, kita juga harus senantiasa mengembangkan Spiritual Marketing ini.


(16)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Rini, Absah, dan Yulinda (2013) Pengaruh Penerapan Stategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual terhadap Kepuasan dan

Loyalitas Nasabah PT. Bank Sumut Syariah Cabang Medan

Pemasaran Emosional, dan Spiritual

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Sumut Syariah, Kepuasan nasabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah Bank Sumut Syariah. Sedangkan pemasaran rasional berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Sumut Syariah Cabang Medan.

Rini (2007)

Pengaruh Economic Content, Resource Content, dan

Relationship Intention Debitur Bank Sumut di Sumatera Utara

Economic Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan kepuasan nasabah Bank Sumut, Resource Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan

kepuasan nasabah Sumut, Social Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan kepuasan nasabah Bank Sumut,

Kepercayaan dan kepuasan nasabah

berpengaruh signifikan terhadap komitmen nasabah Bank Sumut, dan Komitmen

berpengaruh signifikan terhadap relationship intention nasabah Bank Sumut.

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Waringin (2012) menyatakan bahwa biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, tahap selanjutnya perusahaan juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh emosi mereka. Salah satu tujuannya, agar penjualan bisa terus berlanjut, bukan hanya dalam waktu singkat. Di antaranya bisa dengan; menjalin kedekatan, memberikan perhatian secara tulus dan rutin. Selain kepada konsumen yang bersangkutan, perusahaan juga bisa memberikan perhatian pula kepada


(17)

orang-orang di sekitarnya yang memiliki kedekatan atau arti tersendiri bagi konsumen sehingga konsumen bukan hanya merasa diperhatikan, namun juga merasa dihargai. Secara umum, rational dan emotional marketing yang dijalankan dengan baik akan mampu memberikan kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa perusahaan. Faktor lain yang mendasari masyarakat untuk menjadi nasabah bank adalah faktor spiritual. Dalam hal ini masyarakat menggunakan nilai-nilai agama seperti prinsip perbankan yang sesuai dengan syariah dan penggunaan dana yang hanya disalurkan pada usaha yang halal. Dalam Spiritual Marketing, di antaranya seorang konsumen akan mempertimbangkan apa yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi kehidupannya di akhirat nanti. Penerapan strategi pemasaran rasional, emosional dan spiritual diprediksi akan menimbulkan kepuasan pelanggan dan akhirnya akan menyebabkan pelanggan loyal. Griffin (2002:5) berpendapat bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal.

Berdasarkan dengan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, penelitian ini akan meneliti pengaruh penerapan strategi pemasaran rasional, emosional, dan spiritual terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(18)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Dari uraian model kerangka konseptual tersebut dan ditinjau dari teori yang telah diturunkan sebelumnya, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Pemasaran rasional berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

2. Pemasaran emosional berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

3. Pemasaran spiritual berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

4. Kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

Pemasaran Rasional (X1)

Pemasaran Emosional (X2)

Kepuasan Nasabah (Y1)

Loyalitas Nasabah (Y2)

Pemasaran Spiritual (X3)


(1)

Kunci Konsep Pemasaran

Pengembangan produk

Diferensiasi Nilai-nilai (values)

Panduan Pemasaran Perusahaan

Spesifikasi produk Positioning

perusahaan dan produk

Visi, Misi, dan Values dari Perusahaan

Nilai yang Dijual

Perusahaan

Fungsional Fungsional dan emosional

Fungsional,

emosional, dan spiritual, Emotional, and Spiritual

Interaksi Dengan Konsumen

Transaksional yang bersifat top-down (One-to-Many )

Hubungan intimasi yang bersifat one-to-one

Kolaborasi antar jejaring konsumen (many-to-many) Sumber: Kertajaya (2012)

Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent: produk bagus, harga terjangkau. Konsumen memilih produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang ditawarkan produsen. Pada level ini konsumen sangat mudah berpindah.

Marketing 2.0 berbasiskan emotional intelligent: Sentuhlah hati customer. Meski suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi tetap dipilih konsumen, sebab sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya.

Marketing 3.0 berdasarkan spiritual intelligent: Lakukan semua dengan Nilai-Nilai Universal seperti kasih dan ketulusan maka profit akan datang. Pada tahap ini, merek telah menjadi “reason for being”, karena merek itu maka si

konsumen diakui keberadaannya.

Values-driven marketing adalah model untuk Marketing 3.0, yang melekatkan nilai-nilai pada misi dan visi perusahaan. Gagasan ini akan memperbaiki persepsi publik terhadap marketing dan membimbing perusahaan dan pemasar untuk menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan mereka. Marketing 3.0 ini akan terlihat dari seberapa dalam hubungan


(2)

hubungan produsen dengan konsumen atau stakeholder-nya. Wujud spiritualisme adalah bagaimana mencintai jejaring stateholder bisnis kita dengan modal dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika sudah sampai tahap spiritual sedemikian itu, hubungan antara perusahaan dengan siapapun yang berkepentingan, apakah itu konsumen, karyawan, supplier, akan langgeng terus. Marketing 3.0 inilah yang merupakan cikal bakal pemikiran bahwa pada akhirnya marketing menjadi horisontal, di mana sisi humanisme si pemasar membuat pasar menjadi datar. Artinya, tidak ada perbedaan status antara Marketer dan Customer. Marketer dan Customer sama rata. Marketer sudah berbaur dengan Customer-nya.

Mussry, dkk (2007: 22) menyatakan bahwa prinsip-prinsip untuk menjalankan spiritual marketing dituangkan secara komprehensif dalam Ten Credos of Compassionate Marketing yaitu sebagai berikut:

1. Love your customer and respect your competitor. 2. Be sensitive to change and be ready to transform 3. Guard your name, be clear of who you are.

4. Customer are differs, go first to whom really need you 5. Always offer good package at fair price

6. Always make yourself available, and spread the good news 7. Get customer, keep and grow them.

8. Whatever your business, it is service business


(3)

Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual dapat disinergikan– dapat di padupadankan, sehingga mampu menghasilkan pemasaran yang lebih optimal dan memberikan manfaat yang lebih positif bagi para konsumen atau pelanggan. Biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa, tahap selanjutnya kita juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh emosi mereka. Salah satu tujuannya, agar penjualan kita bisa terus berlanjut, bukan hanya dalam waktu singkat. Secara umum, emotional marketing

akan berjalan dengan baik jika kita benar–benar mampu mengutamakan kepuasan pengalaman pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa kita. Setelah berhasil memberikan yang terbaik kepada konsumen, baik secara rasional ataupun emosional, selanjutnya kita juga bisa membuat sinergi antara rational,emotional

dengan spiritual marketing. Dalam Spiritual Marketing, di antaranya ; seorang konsumen akan mempertimbangkan apa yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi kehidupannya di akhirat nanti. Oleh karena itu,sebagai seorang pebisnis, kita juga harus senantiasa mengembangkan Spiritual Marketing ini.


(4)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Rini, Absah, dan Yulinda (2013) Pengaruh Penerapan Stategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual terhadap Kepuasan dan

Loyalitas Nasabah PT. Bank Sumut Syariah Cabang Medan

Pemasaran Emosional, dan Spiritual

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Sumut Syariah, Kepuasan nasabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah Bank Sumut Syariah. Sedangkan pemasaran rasional berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Sumut Syariah Cabang Medan.

Rini (2007)

Pengaruh Economic Content, Resource Content, dan

Relationship Intention Debitur Bank Sumut di Sumatera Utara

Economic Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan kepuasan nasabah Bank Sumut, Resource Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan

kepuasan nasabah Sumut, Social Content berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan kepuasan nasabah Bank Sumut,

Kepercayaan dan kepuasan nasabah

berpengaruh signifikan terhadap komitmen nasabah Bank Sumut, dan Komitmen

berpengaruh signifikan terhadap relationship intention nasabah Bank Sumut.

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Waringin (2012) menyatakan bahwa biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, tahap selanjutnya perusahaan juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh emosi mereka. Salah satu tujuannya, agar penjualan bisa terus berlanjut, bukan hanya dalam waktu singkat. Di antaranya bisa dengan; menjalin kedekatan,


(5)

orang di sekitarnya yang memiliki kedekatan atau arti tersendiri bagi konsumen sehingga konsumen bukan hanya merasa diperhatikan, namun juga merasa dihargai. Secara umum, rational dan emotional marketing yang dijalankan dengan baik akan mampu memberikan kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa perusahaan. Faktor lain yang mendasari masyarakat untuk menjadi nasabah bank adalah faktor spiritual. Dalam hal ini masyarakat menggunakan nilai-nilai agama seperti prinsip perbankan yang sesuai dengan syariah dan penggunaan dana yang hanya disalurkan pada usaha yang halal. Dalam Spiritual Marketing, di antaranya seorang konsumen akan mempertimbangkan apa yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi kehidupannya di akhirat nanti. Penerapan strategi pemasaran rasional, emosional dan spiritual diprediksi akan menimbulkan kepuasan pelanggan dan akhirnya akan menyebabkan pelanggan loyal. Griffin (2002:5) berpendapat bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal.

Berdasarkan dengan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, penelitian ini akan meneliti pengaruh penerapan strategi pemasaran rasional, emosional, dan spiritual terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(6)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Dari uraian model kerangka konseptual tersebut dan ditinjau dari teori yang telah diturunkan sebelumnya, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Pemasaran rasional berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

2. Pemasaran emosional berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

3. Pemasaran spiritual berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

4. Kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Ahmad Yani

Pemasaran Rasional (X1)

Pemasaran Emosional (X2)

Kepuasan Nasabah (Y1)

Loyalitas Nasabah (Y2)

Pemasaran Spiritual (X3)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

4 61 89

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

6 28 119

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

0 0 11

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

0 0 2

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

0 0 8

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

0 0 2

Pengaruh Penerapan Strategi Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Bank Mandiri Syariah Cabang Medan Ahmad Yani

0 0 6

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 18

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 12