Konteks Sosial Dan Realisasi Linguistik Dalam Genre Nasihat Bahasa Alas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Suku Alas merupakan satu etnik di Indonesia yang mempunyai tradisi dan
budaya dengan dinamika kehidupan yang khas dan unik. Salah satu tradisi yang
direfleksikan dalam kehidupan masyarakat Alas adalah tradisi nasihat.
Suku Alas berdomisili di tanah Alas yang meliputi bagian tengah lembah
Lawe Alas yang di bagian muaranya dinamai Simpang Kiri. Lembah lawe Alas
diapit oleh pegunungan di bagian utara, timur dan barat, sedangkan di bagian
tenggara berhubungan dengan lembah Sungai Simpang Kiri yang berhubungan
dengan pesisir Singkil. Wilayah Alas berbentuk lembah memanjang yang menurut
analisis geologis terbentuk di masa kwartaire. Oleh sebab itu, sebagian lembah itu
masih berawa-rarwa dan sangat subur (Effendy, 1960:34).
Nama “Alas”, berdasarkan beberapa hikayat, namun tidak dapat dijadikan
sebagai pegangan, umumnya terkait dengan bunyi kata-kata itu dengan kisah yang
menarik. Yang dapat diduga dan logis, karena bentuknya yang demikian menarik,
rendah, subur-menghijau, memberikan inspirasi kepada penghuninya yang
bermukim di sana dengan nama “Alas" yang maknanya “sesuatu yang terhampar
di tempat yang rendah".
Suku Alas pada mulanya dari suatu suku bangsa yang bermukim di sekitar

pesisir Aceh Utara (dahulu Kerajaan Pase), yang berpindah (menyingkir) ke

Universitas Sumatera Utara

2

bagian pegunungan (di sekitar danau laut Tawar), sebagian lagi berpindah pula ke
Gayo Luas dan ada lagi sebagian bermukim di lembah Lawe Alas, seterusnya ada
yang sampai ke Tanah Karo dan Pak-pak (Effendy, 1960:35).
Perkembangan bahasa Alas ditentukan oleh budaya dan masyarakat
pemakai bahasa Alas, namun pada sisi lain, budaya Alas berkembang lintas bahasa
karena masyarakat yang tinggal di sana juga berasal dari suku-suku lain yakni
Gayo, Aceh, Melayu, Karo, Toba, Pak-pak, Mandailing, Minang dan Jawa.
Bahasa Alas adalah bagian (perealisasi) budaya dan merupakan penentu budaya
Alas. Bahasa dan budaya Alas merupakan dua aspek kembar yang tidak
terpisahkan dan saling menentukan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat
Alas (selanjutnya dirujuk MA) sebagai makhluk sosial.
Nasihat merupakan budaya bagi MA. Sebagai budaya, nasihat terealisasi
dalam bahasa (genre). Dengan kata lain, sejalan dengan Martin (2012:1) nasihat
merupakan satu genre. Dalam persepsi MA, dapat dipahami tanpa nasihat, MA

kadang-kadang lupa diri dari mana, di mana, dan ke mana kehidupan berakhir.
Akibat kesombongan dan lupa diri bisa memberi dampak negatif terhadap
kehidupan individu yang bersangkutan yang seterusnya dapat pula berakibat ke
masyarakat lain. Sebagai contoh, prilaku berbohong, menyiksa, mencuri,
memukul, membunuh, merampas hak orang lain sering dilakukan manusia yang
mempunyai sifat tidak terpuji itu. Untuk menghindari hal-hal seperti itu, nasihat
sangat diperlukan bagi setiap insan Alas tanpa membedakan status dan martabat,
bukan hanya perorangan, bahkan lembaga tinggi dari suatu negarapun
memerlukan nasihat. Kenyataan menunjukkan bahwa Presiden dan Wakil

Universitas Sumatera Utara

3

Presiden RI sekalipun memerlukan penasihat. Yang menjadi fokus penelitian ini
adalah bagaimana nasihat direalisasikan dalam bahasa Alas (selanjutnya dirujuk
BA) dan mengapa realisasi itu yang digunakan.
Nasihat (QS. Al-Isra’ [17]:23) mengajarkan manusia berbuat baik dan
tidak hanya diperlukan orang-orang yang melakukan tindak pidana dan atau
negatif, tapi juga bagi orang-orang yang sedang dan akan melakukan tindakan

terpuji, seperti orang yang hendak menuntut ilmu di rantau atau negeri orang lain,
sunatan, kenduri, menikah, pergi ke tanah suci Mekkah, mendapat jabatan baru
(agar tidak menyalah gunakan jabatan/wewenang), bahkan kemalangan dan masih
banyak lagi jenis nasihat dalam BA yang belum sempat disampaikan dalam
penelitian ini. Nasihat dalam MA memiliki sejumlah jenis dan konteks. Nasihat
untuk remaja (umur 13 ≥ remaja ≤ 22 tahun) berbeda dengan nasihat untuk orang
dewasa (umur ≥ 23 tahun) (Sujanto, 1996:160). Nasihat dalam kemalangan
berbeda dengan nasihat dalam kemenangan. Yang menjadi pembeda tentunya
struktur genrenya dan realisasi nasihat dalam teks.
Telah banyak buku-buku dan penelitian yang membahas tentang genre
nasihat, namun sampai saat ini, belum ditemukan adanya sebuah kajian baik
dalam bentuk penelitian atau seminar untuk mengangkat atau menetapkan nasihat
dalam budaya Alas sebagai suatu genre, bagaimana makna metafungsinya dan
bagaimana realisasi linguistiknya dalam BA. Hal ini didasari bahwa genre banyak
yang sama dalam banyak budaya, namun bisa juga berbeda bagi setiap budaya.
Dalam semua kegiatan sosial MA, nasihat sangat berperan, misalnya
dalam satu pesta pernikahan, orang tua memberi nasihat kepada kedua mempelai.

Universitas Sumatera Utara


4

Ketika hendak diberangkatkan dari rumah mempelai wanita ke rumah mempelai
pria, kedua mempelai menghadap orang tua mempelai wanita. Saat itu semua
keluarga mempelai wanita hadir karena sesaat lagi mereka melepas keberangkatan
kedua mempelai dan mengantarkan mereka ke rumah mempelai pria. Acara ini
diadakan di rumah mempelai wanita. Orang tua (ibu) mempelai wanita adalah
orang yang terakhir disembah dan orang yang terakhir memberi nasihat kepada
kedua mempelai saat-saat pelepasan yang terakhir kali. Kata-kata atau ungkapan
terakhir keluar dari mempelai wanita: Ampun ameiku, ampun uanku, ajaRi kandu
anakndu aku si muangken diRi be Rantou kalak. ‘Ampun ibu, ampun ayahku, beri
aku (panggilan akrab bagi pengantin wanita tanpa menyebut ‘kami’ di samping
suaminya) nasihat karena sebentar lagi aku diantar ke rumah suamiku.’ Dengan
cucuran air mata, ucapan dalam tangis di atas diucapkan sambil bersimpuh di
depan orang tua mempelai wanita. Acara seperti ini bersifat kultural. Umumnya
ibu pengantin wanita menangis dengan tangisan yang dibuat (ngandung adalah
tradisi ibu pengantin wanita menangis dengan lantunan suara menceritakan
riwayat hidup keluarga mereka sampai diakhiri dengan nasihat dan petunjukpetunjuk yang akan diamalkan nantinya di rumah suami), dengan irama, berfase
dan punya susunan. Berfase berarti tangisan (ngandung) dilakukan berstrata. Fase
pertama tangisan dari panggilan. Panggilan metaforis leksikal dan semiotis, ‘Hei

maRih. “Wahai urat nadi di leher’, suatu panggilan mengisyaratkan betapa sedih
dan harunya ibu ditinggalkan anak yang sebentar lagi meninggalkannya untuk
hidup bersama orang lain (keluarga suami). Fase kedua riwayat singkat tentang
anak gadis sampai dia dewasa dan mendapat jodoh. Tujuan riwayat singkat agar si

Universitas Sumatera Utara

5

anak lebih mencintai orang tuanya yang dia tinggalkan. Fase ketiga nasihat dan
pesan agar tidak lupa sama agama dan orang tua. Ini adalah nasihat dan tangisan
terakhir dari orang tua pengantin wanita terhadap anak perempuannya yang telah
menjadi isteri orang lain.
Analisis tentang nasihat dalam budaya Alas (genre) merupakan
kekhususan karena BA pada saat ini cenderung kurang dipergunakan oleh
penuturnya. Dari kenyataan sehari-hari, ditemukan fakta bahwa penutur BA
merasa enggan menggunakan BA sesamanya dikarenakan merasa rendah diri dan
lain hal apa bila mereka berada di luar tanah Alas bahkan di tanah Alas sendiri
para penutur lebih senang berbahasa Indonesia dari pada BA. Hal ini mungkin
diyakini bahasa-bahasa berstrata dan bermartabat (aliran formal/struktural)

ketimbang keyakinan bahwa bahasa adalah unik, yakni punya daya tahan
tersendiri dalam pelestariannya.
Nasihat bersifat motivasi juga sangat perlu bagi siswa/mahasiswa yang
akan mengikuti pendidikan. Ketika seorang ayah memberi nasihat dan berkata,
“Pemeleken nakku!” , ‘(Belajar) malu anakku’, maka ucapan ini bukan sekedar
polesan lidah dan bibir belaka. Ucapan ini mengandung makna linguistis dan
filosofis antara lain sebagai berikut:
(1) Memberi kesadaran kepada anak/pemuda yang akan berangkat sekolah
atau latihan militer/polri/bela diri lainnya agar tahu diri dalam menjalani
hidupnya di perantauan.
(2) Memperkokoh semangat agar siap jiwa dan raga dalam berjuang untuk
mencapai cita-cita.

Universitas Sumatera Utara

6

(3) Mencamkan bahwa seseorang bergerak dari titik nol (0) untuk maju ke
depan dan bangkit untuk memperoleh prestasi.
(4) Mencamkan agar tidak mudah menyerah dalam segala hal untuk mencapai

cita-cita di masa depan.
Tidak hanya dari orang tua kepada anaknya, nasihat teman sebaya seperti:
Kala’e kune. ”Orang bisa kenapa saya tidak.”, juga dapat memberi makna
yang mendalam dari pembicara langsung antara lain sebagai berikut:
(1) Memberi semangat kepada dirinya sendiri yang sedang berjuang /
belajar.
(2) Mendatangkan minat untuk mengatasi masalah sendiri “Jika orang lain
bisa mengapa kita tidak bisa.”
Selain teman sebaya, ucapan nasihat tersebut diungkapkan juga oleh senior
kepada junior untuk mengingatkan yang bersangkutan Kune kedah kami ‘Macam
mana kau lihat kami’. Dengan fenomena faktual di atas dapat disimpulkan nasihat
dapat saja diberikan oleh siapapun berdasarkan konteksnya. Hal ini merupakan
kewajaran bagi manusia bersifat lupa, oleh karena itu perlu saling nasihat
menasihati dan ingat mengingatkan.
Dari persepsi kajian LSF, nasihat merupakan konteks budaya (genre) yang
berada pada level semiotik konotatif. Dalam semiotik konotatif bentuk bahasa
tidak ditemukan sehingga harus dilakukan peminjaman bentuk secara berturutturut dari tingkat (level) ideologi (ideology) ke konteks budaya (genre) dalam
merealisasikannya. Tingkat genre belum (tidak) memiliki bentuk, maka genre
meminjam bentuk register ‘konteks situasi” untuk merealisasikannya. Hal yang


Universitas Sumatera Utara

7

sama masih terjadi karena ke tiga level (tingkatan) tersebut masih berada di luar
ranah bahasa yang tidak memiliki bentuk. Dengan sistem meminjam bentuk ke
level di bawahnya, maka proses peminjaman berhenti pada level semantik wacana
(discourse semantics). Hal ini terjadi karena semantik wacana (discourse
semantics) telah memiliki arti yang dapat direalisasikan oleh bentuk
(lexicogrammar), dengan ekspresi fonologi/grafologi. Sebagai budaya, genre
perlu diteliti karena dari sudut pandang Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)
adanya semiotik sosial (bahasa) adalah berasal dari semiotik konotatif, yakni
ideologi yang direalisasikan oleh genre. Genre selanjutnya direalisasikan oleh
register; register direalisasikan oleh semiotik sosial, yakni bahasa. Secara
berturut-turut adanya ideologi barulah ada genre. Masing-masing konteks sosial
dan bahasa dapat dilihat realisasinya.
Ideology direalisasikan oleh genre, lalu genre direalisasikan oleh
register atau konteks sosial, sedangkan makna wacana (discourse semantics)
direalisasikan oleh leksikogramatika (lexicogrammar), lalu leksikogramatika
(lexicorammar) direalisasikan oleh fonologi/fonetik (phonology/graphology)

sebagai wujud bahasa.
Dengan proses tahapan di atas, jelaslah betapa pentingnya penelitian genre
nasihat (selanjutnya dirujuk GN) dalam BA dilakukan agar makna-makna yang
masih diselimuti budaya itu bisa terungkap, dianalisis dan dapat pula dijadikan
sebagai khazanah budaya bangsa dan ilmu pengetahuan dalam pelestarian budaya
dan bahasa.

Universitas Sumatera Utara

8

Pentingnya penelitian genre nasihat dalam BA dilakukan didasarkan pada
konsep agama Islam dan konsep budaya. Masyarakat menganut konsep Islam
bahwa

orang tua adalah wakil Tuhan di dunia (QS. Al Isra’ [17]:23,

Luqman[31]:15). Itulah sebabnya seorang anak diajarkan untuk tidak melawan
orang tua. Jika seorang anak durhaka kepada orang tua, dia akan dikucilkan dari
masyarakat, pemuda kampung dan Allah Swt. akan memberikan cobaan dalam

hidupnya. Cobaan dapat berupa hidup senang, harta melimpah namun hatinya
tidak tenang, ataupun hidupnya senantiasa ditimpa banyak masalah.
Ada beberapa tradisi penting MA yang juga melibatkan pemberian nasihat.
Yang pertama bahwa anak gadis pergi tandang (pergi ke kampung orang lain)
harus mendapat izin dari orang tua, oleh pihak yang membawa tandang.
Yang kedua, dalam tradisi Alas terjadi fenomena kawin lari dimana anak
gadis pergi tandang, namun merencanakan kawin lari dengan pemuda idamannya.
Tradisi anak gadis melakukan kawin lari selalu pada hari Sabtu atau hari pekan.
Pada saat itu, hampir semua pemuda dan pemudi tampil di pekan, sebahagian
untuk berbelanja sedangkan yang lainnya untuk mencari jodoh dan bertemu
wanita atau pria idaman mereka.
Yang ketiga, tradisi menjodohkan anaknya dengan anak saudaranya atau
anak kenalan dekat. Pot kau pemainku (a)nakku? ‘Maukah kau jadi menantuku?’
adalah ucapan seorang ibu (pihak pria) kepada anak gadis yang ingin dia jadikan
menantunya. Ucapan balasan umumnya bervariasi, mulai dari yang menerima
sampai menolak. Untuk jawaban menerima biasanya diucapkan Kae salahne me.
‘Apa salahnya bu’ sebagai pertanda persetujuan dari anak gadis atau dengan diam

Universitas Sumatera Utara


9

(tanpa mengucapkan sesuatu apapun). Jawaban tidak menerima bisa diungkapkan
dengan jawaban antara lain Enggou lebenen kalak me ‘Sudah duluan orang bu.’
Yang keempat, tradisi budaya MA yang masih dipakai sampai sekarang
adalah tradisi menunduk ketika melintas di depan orang tua. Menunduk di depan
orang tua merupakan realisasi rasa hormat menurut MA yang diajarkan kepada
anaknya.
Yang kelima, tradisi libur pada waktu pesta merupakan ungkapan verbal
yang melekat (orang Alas makan kuat kerja malas), pada MA ungkapan ini banyak
benarnya karena libur tidak bekerja di sawah /ladang adalah tradisi bila ada acara
pesta (perkawinan, sunatan, menabalkan anak).
Yang keenam, biasanya masyarakat mengadakan pesta besar setelah panen
padi. Para pemuda/ pemudi larut dalam pesta (antat taRuh, begahen, pemamanen,
senubung dan atau tandang ).
Dari praktek sosial yang dilakukan oleh MA di atas, peran nasihat sangat
dominan. Bagi MA, orang yang tidak patuh nasihat berarti melawan orang tua.
Orang yang melawan orang tua adalah durhaka dan dikucilkan hidupnya oleh
masyarakat sekitar.
Tradisi nasihat ini melekat dan menjadi prinsip hidup (ideologi) MA,
bahkan banyak prinsip hidup orang Alas diadopsi etnis pendatang (Karo, Padang,
Tapanuli, Aceh (dari daerah lain) yang hidup di tanah Alas). Sebaliknya MA juga
banyak mengadopsi budaya dari etnis pendatang, misalnya budaya Batak Toba
bekerja keras dan memvariasi giliran tanam antara panen padi dan jagung dengan
cara bergantian dan hasilnya sangat positif. Saat ini pendapatan MA secara

Universitas Sumatera Utara

10

perlahan-lahan mulai meningkat dan menyadari bahwa hidup adalah perjuangan
yang sesungguhnya.
Penelitian BA ini sekaligus menjadi lanjutan dari penelitian BA
sebelumnya, yaitu ”Struktur Percakapan dalam Bahasa Alas” oleh Salamuddin
(2001), yang hanya membahas makna interpersonal. Hasil penelitian itu
menunjukkan bahwa secara interpersonal struktur percakapan dalam bahasa Alas
memiliki gangguan dan tidak selamanya liniar. Dengan demikian percakapan
selalu berdinamika tinggi. Hal ini dapat dilihat pada data percakapan sebelumnya;
realisasi fngsi ujar dasar BA tidak selamanya mulus dan ucapan “terima kasih”
lebih banyak terdapat pada proposal ketimbang proposisi (Salamuddin, 2001:94).
Untuk mengungkap representasi BA lebih lanjut dilakukan penelitian ini
mencakupi makna ideasional, interpersonal dan tekstual. Yang dimaksud makna
ideasional, interpersonal dan tekstual secara berturut-turut adalah makna paparan
pengalaman, pertukaran pengalaman dan pengorganisasian pengalaman (Halliday,
2004:29-30).
Pentingnya analisis genre nasihat BA diteliti dalam upaya membangun
karakter bangsa yang menjadi prioritas dalam kebijakan mendiknas. Hal ini telah
terbukti dari penetapan kurikulum 2013 yang berbasis pada genre. Pengajaran
bahasa berbasis genre berarti setiap pengajaran bahasa berbasis pada jenis teks.
Alasan-alasan di atas merupakan titik keberangkatan penelitian ini dengan
masalah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah fungsi sosial dan
struktur genre nasihat direalisasikan dalam konteks sosial BA.

Universitas Sumatera Utara

11

1.2 Fokus Penelitian
Kajian ini difokuskan pada fungsi sosial, yakni (1) fungsi atau makna
sosial yang hendak dicapai ketika genre telah terpenuhi, seperti mengajak,
mengarahkan, melarang agar tidak melakukan sesuatu, (2) struktur skematik
genre, yakni susunan atau tahapan yang dilalui oleh teks untuk merealisasikan
makna yang terkandung dalam genre itu, (3) realisasi linguistik, yakni fitur-fitur
bahasa yang secara sintagmatik merealisasikan makna, dan (4) konstrualisasi
konteks sosial GN (situasi, budaya dan idelogi) dengan BA.

1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih spesifik, penelitian ini dibatasi mencakupi aspek
sebagai berikut:
(1)

Fungsi sosial GN dalam BA
Setiap genre memiliki fungsi sosial dan fungsi itu menentukan struktur
generiknya ketika direalisasikan oleh arti, bentuk dan ekspresi.

(2)

Makna metafungsi GN dalam BA
Setiap teks memiliki makna apabila berkonstrual dengan konteks. Teks
nasihat dianalisis berdasarkan fungsi masing-masing, apakah termasuk
fungsi ideasional, interpersonal, dan atau tekstual secara bersamaan.

(3)

Struktur generik GN dalam BA.
Nasihat direalisasikan dalam beberapa hal tergantung konteks. Secara
normatif, teks nasihat dalam argumen diacu menurut konsep eksposisi,
dengan melihat kecenderungan apakah termasuk analitik atau hortatori.

(4)

Linguistik yang merealisasikan GN dalam BA

Universitas Sumatera Utara

12

Lazimnya setiap teks nasihat memiliki realisasi berdasarkan fungsinya.
Secara berturut-turut fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual masingmasing direalisasikan oleh transitivitas, taksis, pengalaman metafora,
modus, tema-rema dan kohesi.

1.2.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan fokus masalah, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut.
(1) Apakah fungsi-fungsi sosial GN dalam BA?
(2) Bagaimanakah konteks sosial GN dalam BA?
(3) Apakah realisasi linguistik GN dalam BA?
(4) Mengapakah realisasi linguistik itu digunakan dalam konteks sosial BA?

1.3 Tujuan Penelitian
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk.
(1) menjelaskan fungsi atau makna sosial subGN dalam BA
(2) menjelaskan struktur skematika subGN dalam BA
(3) menjelaskan realisasi linguistik subGN dalam BA, dan
(4) menjelaskan mengapa realisasi linguistik itu digunakan dalam konteks
sosial BA berdasarkan kelaziman.

1.4 Manfaat Penelitian
Temuan

penelitian ini bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara

teoretis, temuan penelitian akan menambah khazanah dan melengkapi
pengembangan teori LSF, khususnya tentang bahasa selain bahasa Inggris yang

Universitas Sumatera Utara

13

menjadi dasar teori LSF dan menjadi acuan bagi penelitian lain khususnya tentang
wacana BA.
Secara

praktis,

temuan

penelitian

ini

bermanfaat

untuk

mendokumentasikan dan merevitalisasi penggunaan nasihat oleh pemakai BA,
menjadi referensi bagi peneliti tentang pembelajaran bahasa dan budaya BA,
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca tentang BA terutama sebagai referensi
dan khazanah budaya bangsa, melengkapi khazanah BA sebagai salah satu bahasa
daerah di Nusantara, memberi sumbangan bagi dunia pendidikan terutama dalam
pengembangan dan pelestarian bahasa nusantara, dan penerangan

bagi

masyarakat Alas, karena bagaimanapun dalam berkomunikasi kita tidak boleh
salah menasihati, sebab jika salah nasihat yang kita berikan bisa berakibat salah
paham bagi orang yang sedang dinasihati dan membantu pemerintah (cq
Departemen Pendidikan) dalam menuntaskan Kurikulum 2013 dalam menerapkan
model pembelajaran berbasis genre.

Universitas Sumatera Utara