Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Asam Lemak Bebas pada CPO dan RBDPO di PT.SMART Tbk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineenis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Didatangkan ke Indonesia oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1848.
Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya
ditanami tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun
1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati
akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide
membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan
Deli, maka dikenalilah jenis sawit “Deli Dura” .
Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,
seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit
pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara (Deli) dan Aceh.
Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR ( Pirindu Perkebunan PTPN III). Perluasan area
perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor hingga
sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa
sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika ( Darmosarkoro, 2003 ).
Universitas Sumatera Utara
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet,
seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.
Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kelapa
sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di pantai timur Sumatera
Utara (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia
mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara –
negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar
850 ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara
Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak
diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor
minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.
2.2.
Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen buah
yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen.
Universitas Sumatera Utara
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi asam
lemak seperti Tabel 2.1
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Sawit.
Asam Lemak
Minyak Kelapa Sawit
Minyak Inti Sawit
(persen)
(persen)
Asam Kaprilat
-
3–4
Asam Kaproat
-
3–7
Asam Laurat
-
46 – 52
Asam Meristat
1,1 – 2,5
14 – 17
Asam Palmitat
40 – 46
6,5 – 6
Asam Stearat
3,6 – 4,7
1 – 2,5
Asam Oleat
39 – 45
13 – 10
Asam Linolenat
7 – 11
0,2 – 2
Sumber : ketaren 1986
Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis atau
splitting yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan tinggi akan menghasilkan
3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gilserol. Adapun proses
hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut : (Riswiyanto, 2009)
Universitas Sumatera Utara
............................................................................................................................ (2.1)
2.3.
Pemurnian Minyak Sawit
Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi
edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk
menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas
dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau,
stabilitas daya simpan dan warna produk.
Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk
merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara
menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan
dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama
proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak
kasar/mentah dari lapangan ke pabrik.
Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk
memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang
telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi
pemurnian yang tersedia untuk minyak:
Universitas Sumatera Utara
(i) Pemurnian secara kimia (alkali)
(ii) Pemurnian secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia
yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik
tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian
menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas pada
minyak yang dimurnikan dengan secara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi)
pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.
Terpisah dari hal tersebut, menurut literature, metode ini didasarankan
karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah
seperti minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki
efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (nilai emurnian
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineenis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Didatangkan ke Indonesia oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1848.
Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya
ditanami tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun
1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati
akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide
membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan
Deli, maka dikenalilah jenis sawit “Deli Dura” .
Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,
seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit
pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera Utara (Deli) dan Aceh.
Semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR ( Pirindu Perkebunan PTPN III). Perluasan area
perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor hingga
sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa
sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika ( Darmosarkoro, 2003 ).
Universitas Sumatera Utara
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet,
seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.
Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kelapa
sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai
berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di pantai timur Sumatera
Utara (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia
mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara –
negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar
850 ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara
Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak
diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor
minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.
2.2.
Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen buah
yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen.
Universitas Sumatera Utara
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi asam
lemak seperti Tabel 2.1
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Sawit.
Asam Lemak
Minyak Kelapa Sawit
Minyak Inti Sawit
(persen)
(persen)
Asam Kaprilat
-
3–4
Asam Kaproat
-
3–7
Asam Laurat
-
46 – 52
Asam Meristat
1,1 – 2,5
14 – 17
Asam Palmitat
40 – 46
6,5 – 6
Asam Stearat
3,6 – 4,7
1 – 2,5
Asam Oleat
39 – 45
13 – 10
Asam Linolenat
7 – 11
0,2 – 2
Sumber : ketaren 1986
Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis atau
splitting yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan tinggi akan menghasilkan
3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gilserol. Adapun proses
hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut : (Riswiyanto, 2009)
Universitas Sumatera Utara
............................................................................................................................ (2.1)
2.3.
Pemurnian Minyak Sawit
Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi
edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk
menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas
dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau,
stabilitas daya simpan dan warna produk.
Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk
merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara
menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan
dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama
proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak
kasar/mentah dari lapangan ke pabrik.
Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk
memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang
telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi
pemurnian yang tersedia untuk minyak:
Universitas Sumatera Utara
(i) Pemurnian secara kimia (alkali)
(ii) Pemurnian secara fisik
Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia
yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik
tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian
menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas pada
minyak yang dimurnikan dengan secara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi)
pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.
Terpisah dari hal tersebut, menurut literature, metode ini didasarankan
karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah
seperti minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki
efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (nilai emurnian