Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii) Terhadap Mencit Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
Sansevieria merupakan jenis tanaman yang telah dikenal orang sejak
beberapa abad yang lalu dan mulai dibudidayakan sebagai tanaman hias pada awal
abad ke-19. Tanaman ini, baik sebagai tanaman hias untuk taman (landscaped
plant) maupun sebagai tanaman hias didalam rumah (indoor plant). Sansevieria
memiliki ciri spesifik yang jarang ditemukan pada tanaman lain, diantaranya
mampu hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, sangat resisten terhadap
gas udara yang berbahaya, bahkan mampu menyerap polutan didaerah berlalu
lintas padat dan didalam ruangan yang penuh dengan asap nikotin (Lingga,2005).
2.1.1 Habitat
Lidah mertua adalah tanaman yang berasal dari daerah tropika Afrika dan
telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya, termasuk Indonesia. Habitat asli
tanaman ini berupa daerah yang secara geografis termasuk daerah tropis kering
dan mempunyai iklim gurun yang panas atau pegunungan dengan curah hujan
yang rendah.Tanaman lidah mertua umumnya tumbuh dengan baik di dataran
rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987;
Lingga,2005; Sastrapradja, 1997).
2.1.2 Morfologi Tanaman

Lidah mertua merupakan herba menahun, tinggi mencapai 1,8 m dengan
akar rimpang berwarna merah-kuning. Daun tunggal, kaku dan keras, permukaan
licin, berkumpul sebagai roset akar, daun tumbuh berkumpul di pangkal
akar.Jumlah daun bisa mencapai lebih dari 10 helai. Helaian daun panjang
menyempit dengan bagian tepi agak melekuk ke dalam menyerupai talang, ujung

7
Universitas Sumatera Utara

runcing, pangkal menyempit, kedua permukaan daun berwarna hijau dengan
garis-garis bergelombang horizontal dan tepi daun berwarna kuning cerah,
panjang 5-175 cm, lebar 4-9 cm. Bunga majemuk dalam tandan dengan panjang
30-80 cm. Kuntum bunga 3-8 kuntum berkumpul membentuk bulir, berwarna
hijau muda, harum dan mekar sepanjang malam. Buah buni, berbiji 1-3, bulat
dengan diameter 3 mm dan berwarna merah tua. Jumlah anakan mencapai lebih
dari satu dalam periode yang sama (Dalimartha, 2007; Lingga,2005).
2.1.3 Sistematika Tanaman
Hasil determinasi/identifikasi dari tanaman lidah mertua di Herbarium
Medanense adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Asparagales

Suku

: Asparagaceae

Genus

: Sansevieria


Spesies

: Sansevieria trifasciata

2.1.4 Nama daerah
Di Indonesia, tanaman

ini umumnya di kenal dengan sebutan lidah

mertua. Nama daerah yaitu ki kolo, letah bayawak (Sumatera), lidah buaya
(Melayu), rajek wesi, nanas belandha (Sunda) mandalika (Madura) (Dhalimarta,
2007).
2.1.5 Nama asing
Mother-in-law’s tongue, century plant, lucky plant, snakeskine plant,snake
plant, the devil’s luck, judas sward, bowstring hemp, African bowstring hemp,

8
Universitas Sumatera Utara

African hemp (English); ilanga (Congo); hu wei lan (China), bogenhanf (Jerman),

sansevieréé (Spanyol) (Lingga,2005).
2.1.6 Kandungan kimia dan kegunaan
Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat adalah daun. Daun
lidah mertua mengandung saponin dan polifenol.Daun lidah mertua digunakan
untuk mengobati flu, batuk, kekurangan vitamin C, bisul, borok, bengkak
(memar) dan penyubur rambut (Dalimartha, 2007; Hariana, 2007).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh
cahaya matahari langsung, menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen
POM., 1979; Depkes RI., 1995)
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan, antara lain; ekstraksi cara dingin (seperti: maserasi dan perkolasi), dan
cara panas (seperti: refluks, sokletasi, digesti, infundasi, dan dekoktasi).
a. Maserasi
Maserasi
menggunakan


adalah
pelarut

penyarian
disertai

simplisia

sesekali

dengan

pengadukan

cara
pada

perendaman
temperatur


kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasikinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah

9
Universitas Sumatera Utara

dilakukan

penyaringan

terhadap

maserat

pertama

dan

seterusnya


disebutremaserasi.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
c. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya
menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut
akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
d. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
e. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
f. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.

10
Universitas Sumatera Utara

g. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah sekelompok gangguan yang ditandai dengan
hiperglikemia;

perubahan

metabolisme

lipid,

karbohidrat,


protein;

dan

peningkatan resiko komplikasi penyakit pembuluh darah.Hampir semua bentuk
diabetes mellitus disebabkan penurunan konsentrasi insulin dalam sirkulasi
(defisiensi insulin) dan menurunnya respon jaringan perifer terhadap insulin
(resistensi insulin) (Luellmann,2005).
2.3.1 Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes tipe 1 merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula didalam tubuh
karena kerusakan sel pankreas sehingga mengakibatkan berkurangnya produksi
insulin sepenuhnya, diabetes tipe ini merupakan penyakit autoimun yang
dipengaruhi secara genetik oleh gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses
perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap (Dewi,
2014). Tipe ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, namun
demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur. Penderita membutuhkan insulin
eksogen tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga
untuk menghindari ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan

(Whelan dan Woodley, 1995).
b. Diabetes tipe 2 (Non - Insulin DependentDiabetes Mellitus)
Diabetes tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak
terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel pankreas untuk menghasilkan hormon

11
Universitas Sumatera Utara

insulin (Dewi, 2014).Tipe ini biasanya timbul pada umur lebih dari 40
tahun.Kebanyakan pasien DM tipe ini bertubuh gemuk dan resisten terhadap
insulin. Produksi insulin memadai untuk mencegah KAD, namun KAD dapat
timbul bila ada stress berat (Whelan dan Woodley, 1995).
c. Diabetes Gestational
Diabetes gestational adalah intoleransi glukosa yang dimulai sejak
kehamilan.Pada kondisi kehamilan, wanita membutuhkan lebih banyak insulin
untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat normal. Jika seorang wanita
hamil tidak mampu menghasilkan lebih banyak insulin akan mengalami diabetes
(Dewi, 2014).
d. Diabetes tipe khusus
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang terjadi sekunder atau akibat dari

penyakit lainyang mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.
Contohnya adalah radang pankreas (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau
hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat
antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, atau infeksi (Tandra, 2013).
2.3.2 Patogenesis Diabetes Melitus
Secara umum ada tiga kelompok penyakit yang bisa menyebabkan
diabetes yakni sebagai berikut,
a. gangguan

pada

kelenjar

(Grandula

disorder),

beberapa

diantaranya

tirotoksikosis, akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan) dan cushing’s
desease (kelebihan hormon steroid), sindrom polisistik ovarium dan penyakit
lever.

12
Universitas Sumatera Utara

b. penyakit pada pankreas, termasuk pankreatitis, kanker pankreas, kelebihan zat
besi (hemokromatosis) dan kristik fibrosis, serta operasi pemindahan
pankreas.
c. problem medis, seperti serangan jantung, pneumonia dan beberapa operasi
yang menyebabkan stress bagi tubuh(Kilvert dan Fox, 2007).
DM tipe 1 atau IDDM, disebabkan defisiensi dari fungsi sel

β

pankreas.

Sering terjadi sebagai hasil dari perusakan sel β-pankreas yang diperantarai sistem
imun, tetapi jarang diketahui atau proses idiopathic. Empat bukti yang menjadi
pokok utama antara lain: a) masa preklinis yang lama dari penanda sistem imun
ketika kerusakan sel β-pankreas terjadi, b) hiperglikemia ketika 80-90% sel βpankreas rusak, c) masa transisi atau disebut juga honeymoon phase, dan d)
kondisi yang menetap dan disertai resiko komplikasi dan kematian (Dipiro, 2008).
Proses autoimun ini dimediasi oleh makrofag dan limfosit-T dengan
sirkulasi autoantibodi ke berbagai antigen sel-β. Antibodi yang sering terdeteksi
berhubungan dengan DM tipe 1 adalah antibodi sel Islet. Lebih dari 90%
penderita dengan diagnosa DM tipe 1 memiliki satu atau lebih dari antibodi ini,
dengan 3,5-4% tidak dipengaruhi hubungan kekerabatan (Dipiro, 2008).
Pada DM tipe 2 atau NIDDM, penurunan sekresi insulin postprandial
disebabkan oleh penurunan fungsi sel β-pankreas dan penurunan rangsangan
sekresi insulin dari hormon usus. Peran hormon usus

dalam sekresi insulin

ditunjukkan dengan respon insulin terhadap pemasukan glukosa oral dengan infus
glukosa inravena. Pada individu kontrol non-diabetik insulin dilepas 73% lebih
banyak sebagai respon dari glukosa oral, dibandingkan glukosa dalam jumlah
yang sama secara intravena. Peningkatan ini sebagai respon stimulus glukosa oral

13
Universitas Sumatera Utara

disebut sebagai the incretin effect.Efek ini berkurang pada pasienyang mengidap
diabetik. Diketahui dua hormon berperan dalam proses ini yaitu, glucagon-likepeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent insulin-releasing peptide (GIP). Pada
penderita DM tipe 2 tingkat GLP-1 turun sedangkan tingkat GIP meningkat
(Dipiro, 2008).
Bersamaan dengan proses pencernaan, insulin dilepaskan ke vena portal
dan dibawa ke hati, dimana sekresi glukagon ditekan dan pengurangan pelepasan
glukosa hati. Pasien DM tipe 2 gagal menekan glukagon sebagai respon dari
makan dan bahkan peningkatan glukagon.Dengan demikian resistensi insulin
hepatik dan hiperglukagonemia menyebabkan peningkatan produksi glukosa
berkelanjutan oleh hati sehingga menyebabkan hiperglikemia.Kondisi resistensi
insulin ini juga terjadi pada jaringan otot, adiposa dan lain sebagainya (Dipiro,
2008).
2.3.3 Diagnosis Diabetes Melitus
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala.Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.Untuk itu
perlu dilakukan penegakan diagnosa terhadap pasien yang diduga mengidap
diabetes. Diagnosa tersebut meliputi:
a. Pasien-pasien simptomatik. Apabila pada seorang pasien ditemukan gejala
gejala berupa polyuria bersama-sama dengan polydipsia dan penurunan
berat badan serta kadar glukosa plasma yang lebih besar dari 200 mg/dL
maka pasien itu sudah dapat dianggap menderita DM tanpa perlu dilakukan
pemeriksaan.

14
Universitas Sumatera Utara

b. Pasien-pasien asimptomatik. Badan Data Diabetes Nasional dan Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kriteria diagnosa untuk DM yaitu
Glukosa Plasma Puasa (GPP) dan Glukosa Plasma (GP) 2jam setelah
diberikan larutan glukosa (Tes Toleransi Glukosa Oral) (Whelan dan
Woodley, 1995). Kriteria penegakan diagnosis pasien diabetes menurut
Depkes RI., (2005) disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis pasien diabetes
Kriteria
Normal
Pradiabetes
Diabetes

Glukosa Plasma

Glukosa Plasma 2 jam setelah

Puasa

makan