Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

BAB II
KEDUDUKAN BENDA BUDAYA SAAT TERJADINYA KONFLIK
BERSENJATA

A. Defenisi dan Pengertian Benda Budaya
Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat
mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan
sebagai hasil ciptaannya. Kebudayaan juga memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah
lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.39
Kebudayaan sebagai hasil ciptaan manusia membuat kebudayaan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh sebab itulah manusia disebut makhluk yang
berbudaya. Para ahli memberikan defenisi yang berbeda-beda tentang kebudayaan. Begitu
juga jika ditinjau dari segi bahasanya, kebudayaan memiliki arti yang berbeda-beda dan
makna yang luas.
Edward B. Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. 40 Prof. Dr. Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi
mengatakan bahwa, ―kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar‖. 41


39

Elly M. Setiadi dkk, ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR, PT Kencana, Jakarta, 2006, hal. 38
Drs. Herimanto, ILMU SOSIAL & BUDAYA DASAR, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hal. 24
41
Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 144

40

Universitas Sumatera Utara

Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal. Ada pendapat lain mengatakan budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi merupakan
unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya
merupakan hasil budi dan daya dari manusia.42
Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda
diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti
mengolah, dan mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan tanah (bertani).43
Kebudayaan pada hakikatnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. 44 Walaupun terdapat defenisi yang berbeda-beda baik oleh
para ahli maupun dari segi bahasa, dapat dikatakan secara garis besar bahwa kebudayaan
adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia. Hal ini karena dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya manusia pasti akan menciptakan sesuatu.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan
dalam tiga wujud45, yaitu :
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan. Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya
abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam
pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa
budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah
kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai
sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang
sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer. Kesimpulannya,
budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat
abstrak.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena
42


Drs. Herimanto, Op. Cit. hal. 24
Elly M. Setiadi dkk., Op. Cit., hal. 27
44
Ibid. hal. 64
45
Elly M. Setiadi dkk., Op. Cit., hal. 29-30

43

Universitas Sumatera Utara

menyangkut tindakan dan kelakukan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini
bisa diobservasi , difoto, dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini
terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta
bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam
bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup
sehari-hari di masyarakat. Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan
perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia . Wujud yang

terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hampir
seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal –hal
yang dapat diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil.
Contohnya : Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju (kecil), teknik
bangunan, misalnya, cara pembuatan tembok dengan fondasi rumah yang berbeda
bergantung pada kondisi. Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan
perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak.
Sejatinya seluruh hasil karya cipta manusia yang berwujud nyata atau konkret adalah
kebudayaan fisik. Namun, tidak semua kebudayaan fisik dapat disebut sebagai benda budaya.
Hanya kebudayaan fisik yang dapat memberikan pengaruh besar dan manfaat besar bagi umat
manusia atau suatu peradaban sajalah yang dapat disebut sebagai benda budaya. Benda
budaya dapat menjadi ciri khas suatu peradaban.
Budaya dan warisan kebudayaan, sebagai ekspresi identitas masyarakat, repositori
memori atau dokumentasi sejarah dan pengetahuan tradisional, merupakan komponen penting
dari identitas suatu peradaban atau masyarakat.46 Benda budaya dapat menjadi lambang atau
identitas yang nyata dari suatu masyarakat atau peradaban. Hal ini tentu karena benda budaya
tersebut bersifat kebendaan atau konkret yaitu dapat dilihat dan dapat disentuh. Selain itu,
benda budaya dapat menjadi identitas suatu masyarakat atau peradaban tentunya karena benda
budaya tersebut memberikan pengaruh dan manfaat yang besar bagi umat manusia pada masa

lalu atau bahkan pada masa sekarang dan masa akan datang.
John Henry Merryman, seorang pakar hukum internasional mengatakan benda budaya
dengan istilah ―kekayaan budaya‖, yaitu mengacu pada benda-benda yang memiliki ―artistik,
46

UNESCO, UNESCO‘S RESPONSE TO PROTECT CULTURE IN CRISES, Hal. 5, Dapat diunduh
pada http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002449/244984e.pdf

Universitas Sumatera Utara

etnografi, arkeologi, atau nilai sejarah.‖47 Dalam hukum internasional, benda budaya memiliki
banyak defenisi dan makna yang luas. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat para ahli dan
konvensi-konvensi internasional yang memberikan defenisi yang berbeda-beda tentang benda
budaya.
Beberapa konvensi-konvensi internasional tentang benda budaya48 :
1. Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed
Conflict – 1954:
i. Text of the Convention – 1954
ii. First Protocol – 1954
iii. Second Protocol – 1999

2. UNESCO Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit
Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property – 1970
3. Convention for the Protection of the World Cultural and Natural Heritage –
1972
4. UNIDROIT Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects –
1995
5. Convention on the Protection of the Underwater Cultural Heritage – 2001
6. Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage – 2003
7. Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural
Expressions – 2005
Konvensi Den Haag 1954 atau disebut juga The 1954 Hague convention for the protection
of cultural property in the event of armed conflict merupakan konvesi internasional tentang
perlindungan benda budaya dalam konflik bersenjata.

49

Pembuatan konvensi ini

dilatarbelakaangi oleh kerugian-kerugian luar biasa yang menimpa benda budaya selama


47

John Henry Merryman Dalam Carol A. Roehrenbeck, Repatriation of Cultural Property–Who Owns
the Past ? An Introduction to Approaches and to Selected Statutory Instruments, International Journal of Legal
Information the Official Journal of the International Association of Law Libraries, Volume 38 Issue 2 Summer
2010
,
Hal.
187.
Jurnal
dapat
diakses
pada
https://www.ilsa.org/jessup/jessup17/Batch%201/Repatriation%20of%20Cultural%20Property.pdf
48

UNESCO,
Main
conventions
on

the
protection
of
the
cultural
heritage,
http://portal.unesco.org/culture/en/ev.phpURL_ID=33920&URL_DO=DO_TOPIC&URL_SECTION=201.html# , Diakses pada tanggal 17 Februari
2017, pukul 15.20 WIB.
49

Konvensi
Den
Haag
http://unesdoc.unesco.org/images/0018/001875/187580e.pdf

1954

dapat

diunduh


di

Universitas Sumatera Utara

Perang Dunia Kedua.50 Konvensi ini memfokuskan perlindungan benda budaya saat terjadinya
konflik bersenjata.
Pasal 1 Konvensi Den Haag 1954 menyatakan bahwa benda budaya adalah :
a. benda bergerak atau tidak bergerak yang mempunyai kepentingan besar terhadap
warisan budaya setiap orang, seperti monumen-monumen arsitektur, seni atau
sejarah, baik yang bersifat religius maupun sekular; situs arkeologi; kelompok
bangunan yang secara keseluruhan mempunyai kepentingan sejarah atau artistik;
karya seni; sebagaimana koleksi-koleksi ilmiah dan koleksi-koleksi penting dari
buku-buku dan arsip-arsip atau reproduksi dari benda-benda yang ditetapkan
diatas;
b. bangunan-bangunan yang kegunaan utama dan efektifnya adalah untuk
memelihara atau mempertunjukkan benda budaya bergerak yang ditetapkan pada
sub-paragraf (a) seperti museum-museum, perpustakaan-perpustakaan besar dan
penyimpanan-penyimpanan arsip-arsip, dan, dan tempat penampungan untuk
melindungi, pada waktu sengketa bersenjata, benda budaya bergerak yang

ditetapkan dalam subparagraf (a);
c. pusat-pusat yang berisi sejumlah besar benda budaya sebagaimana ditetapkan
dalam sub-paragraf (a) and (b), untuk diketahui sebagai "pusat-pusat yang berisi
monumen-monumen". (Terjemahan Bebas)
Dalam Konvensi Den Haag 1954 ini, kita dapat melihat bahwa benda budaya tidak
diberikan defenisi atau diartikan secara langsung, melainkan diartikan dengan kriteria atau
karakteristik benda-benda yang dapat disebut sebagai benda budaya. Pada dasarnya dalam
konvensi ini benda budaya dikelompokkan berdasarkan dapat atau tidaknya benda budaya
tersebut berpindah atau bergerak dan juga dikelompokkan terhadap bangunan maupun pusatpusat wilayah yang berisikan benda budaya. Hal ini tentu sangat memudahkan kita dalam
membedakan benda budaya.
Konvensi internasional lainnya yang memberikan defenisi terkait benda budaya
adalah Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export, and
Transfer of Ownership of Cultural Property 197051. Definisi benda budaya dalam konvensi ini

50

Pembukaan atau Preumbule Konvensi Den Haag 1954
Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of
Ownership
of

Cultural
Property
1970
Dapat
diunduh
pada
http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001333/133378mo.pdf
51

Universitas Sumatera Utara

disebut dengan istilah cultural property atau properti budaya diuraikan secara rinci dalam
Pasal 1 yang berbunyi:
"Untuk tujuan Konvensi ini, istilah 'kekayaan budaya' berarti properti yang, dalam
khasanah agama atau sekuler, yang secara khusus ditunjuk oleh masing-masing negara
untuk dijadikan sebagai benda bernilai penting bagi arkeologi, prasejarah, sejarah,
sastra, seni atau ilmu pengetahuan dan yang milik kategori berikut:
a. Koleksi dan spesimen fauna dan flora langka, mineral dan anatomi, dan obyek
paleontologi;
b. Properti sejarah, termasuk sejarah ilmu pengetahuan, teknologi, militer, dan
sejarah sosial, mengenai sejarah perjalanan hidup pemimpin bangsa, pemikir,
peneliti, dan seniman dan juga (yang terkait) pada kepentingan event nasional;
c. Produk penggalian arkeologi (termasuk penemuan yang bersifat umum dan
rahasia) atau dari penemuan arkeologi;
d. Bagian dari monumen bersejarah atau artistik atau situs arkeologis yang telah
patah;
e. Benda antik yang berusia lebih dari seratus tahun seperti artefak, koin, atau
stempel;
f. Obyek yang terkait kepentingan etnologi (entitas etnik);
g. Properti yang memiliki nilai seni, seperti:
i.

Gambar, lukisan, dan gambar yang dibuat seluruhnya dengan tangan
dalam berbagai metode dan berbagai material (tidak termasuk desain
industri dan benda pabrik yang dihias dengan tangan);
ii. Karya asli seni patung dan pahatan di bahan apapun;
iii. Ukiran asli, cetakan, dan litograf (tulisan-tulisan);
iv.
Kumpulan seni asli assemblages (sejenis mozaik) dan montage
(komposisi benda berbentuk gambar) di bahan apapun;
h. Manuskrip langka dan incunabula (buku-buku cetakan awal ditahun 1500-an),
buku-buku lama, dokumen dan publikasi minat khusus (sejarah, seni, ilmu
pengetahuan, sastra, dll) secara tunggal atau koleksi;
i. Prangko/benda pos, pendapatan dan sejenis perangko, tunggal atau koleksi;
j. Benda-benda furnitur yang berusia lebih dari seratus tahun dan alat musik tua".
(Terjemahan Bebas)
Konvensi the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export, and
Transfer of Ownership of Cultural Property yang dikeluarkan 1970 ini ditujukan untuk
melindungi benda budaya dengan mengawasi perdagangannya, juga menjembatani kerjasama
antar pemerintah untuk mencari dan menemukan kembali benda budaya yang telah dicuri atau
diambil secara ilegal yang melewati batas-batas negara.52 Dalam konvensi ini dapat kita lihat,
52

UNESCO, Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and
Transfer of Ownership of Cultural Property 1970, http://www.unesco.org/new/en/culture/themes/illicittrafficking-of-cultural-property/1970-convention/text-of-the-convention/ , Diakses pada tanggal 17 Februari
2017, pukul 16.02 WIB.

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan Pasal 1 defenisi benda budaya secara sangat rinci dijelaskan lengkap dengan
contoh-contohnya. Namun perlu dicatat, dalam konvensi ini, untuk dapat disebut sebagai
benda budaya membutuhkan penunjukkan atau pengesahan oleh negara sebagai benda budaya
dalam keagamaan maupun sekuler yang bernilai penting bagi arkeologi, prasejarah, sejarah,
sastra, seni dan ilmu pengetahuan.
Dalam World Heritage Convention 197253 atau Konvensi Warisan Dunia Tahun 1972
tentang Perlindungan atas Kekayaan Budaya dan Kekayaan Alam Dunia, mengenalkan konsep
yang lebih moderen yaitu menjelaskan benda budaya sebagai warisan yang harus dilindungi
dan dilestarikan oleh seluruh umat manusia. Dalam World Heritage Convention 1972, benda
budaya yang biasanya dikenal dunia internasional sebagai properti budaya atau cultural
property diganti dengan istilah warisan budaya atau cultural heritage. Dalam Preumbule
World Heritage Convention 1972, juga disebutkan bahwa, ―Considering that parts of the
cultural or natural heritage are of outstanding interest and therefore need to be
preserved as part of the world heritage of mankind as a whole‖, yang berarti bahwa warisan
dunia atau world heritage terdiri dari warisan budaya atau cultural heritage (benda budaya)
dan warisan kekayaan alam atau natural heritage yang merupakan warisan yang harus
dilindungi dan dilestarikan seluruh umat manusia. Hal ini menjadi menarik, karena dalam
Preumbule World Heritage Convention 1972, disebutkan bahwa kekayaan alam merupakan
bagian dari warisan budaya dunia yang menarik luar biasa dan oleh karena itu perlu dilindungi
dan dilestarikan sebagai bagian dari warisan dunia umat manusia secara keseluruhan.
Sehingga, dalam hal ini, kekayaan alam yang adalah bukan ciptaan manusia ikut dilindungi
dan dilestarikan sebagai bagian dari warisan dunia atau World Heritage.

53

World Heritage Convention 1972 Dapat diunduh pada http://whc.unesco.org/archive/convention-

en.pdf

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 World Heritage Convention 1972 memberikan defenisi tentang benda budaya
dengan istilah warisan budaya atau Cultural Heritage sebagai bagaian dari warisan dunia atau
World Heritage, adalah bahwa benda budaya dapat dikelompokkan sebagai :
1. Monuments: architectural works, works of monumental sculpture and painting,
elements or structures of an archaeological nature, inscriptions, cave dwellings
and combinations of features, which are of outstanding universal value from the
point of viewof history, art or science;
2. Groups of buildings: groups of separate or connected buildings which,
because of their architecture, their homogeneity or their place in the landscape,
are of outstanding universal value from the point of view of history, art or science;
3. Sites: works of man or the combined works of nature and man, and areas
including archaeological sites which are of outstanding universal value from the
historical, aesthetic, ethnological or anthropological point of view.
Terjemahan bebas :
1. Monumen: karya arsitektur, karya patung monumental dan lukisan, elemen atau
struktur purbakala, prasasti dan kombinasi fitur, yang memiliki nilai universal yang
luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau ilmu;
2. Kelompok bangunan: kelompok bangunan yang terpisah atau terhubung yang,
karena arsitektur mereka, kesamaan mereka atau tempat mereka dalam lanskap,
yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau
ilmu;
3. Situs: karya manusia atau karya gabungan alam dan manusia, dan daerah termasuk
situs arkeologi yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sejarah, estetika,
titik etnologis atau antropologi pandang.
Sedangkan dalam Pasal 2 World Heritage Convention 1972 memberikan defenisi
tentang kekayaan alam atau Natural Heritage sebagai bagaian dari warisan dunia atau World
Heritage yaitu :
“For the purposes of this Convention, the following shall be considered as "natural
heritage": natural features consisting of physical and biological formations or groups
of such formations, which are of outstanding universal value from the aesthetic or
scientific point of view; geological and physiographical formations and precisely
delineated areas which constitute the habitat of threatened species of animals and
plants of outstanding universal value from the point of view of science or
conservation; natural sites or precisely delineated natural areas of outstanding
universal value from the point of view of science, conservation or natural beauty.”
Terjemahan Bebas :
Untuk tujuan Konvensi ini, berikut ini akan dianggap sebagai "warisan alam": fitur
alam yang terdiri dari formasi fisik dan biologis atau kelompok formasi tersebut, yang
memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut estetika atau ilmiah pandang;
formasi geologi dan fisiografi dan daerah justru digambarkan yang merupakan habitat

Universitas Sumatera Utara

spesies hewan dan tumbuhan yang terancam dan mengandung nilai universal yang luar
biasa dari sudut pandang ilmu pengetahuan atau konservasi; situs alam atau daerah
alami yang mengandung nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang ilmu
pengetahuan, konservasi atau keindahan alam.
Secara khusus, berdasarkan The UNESCO 2001 Convention On The Protection Of
The Underwater Cultural Heritage54, terdapat jenis benda budaya yaitu berupa benda budaya
yang menjadi warisan budaya yang berada bawah air atau lautan yang dikenal dengan istilah
Underwater Cultural Heritage dapat kita temukan
dalam Pasal 1 The UNESCO 2001 Convention On The Protection Of The Underwater
Cultural Heritage, yaitu :
a) “Underwater cultural heritage” means all traces of human existence having a
cultural, historical or archaeological character which have been partially or totally
under water,periodically or continuously, for at least 100 years such as:
(i) sites, structures, buildings, artefacts and human remains, together with their
archaeological
and
natural
context;
(ii) vessels, aircraft, other vehicles or any part thereof, their cargo or other
contents,
together
with
their
archaeological
and
natural
context;and
(iii) objects of prehistoric character.
b) Pipelines and cables placed on the seabed shall not be considered as underwater
cultural heritage.
c) Installations other than pipelines and cables, placed on the seabed and still in use,
shall not be considered as underwater cultural heritage.
Terjemahan bebas :
a) "Warisan budaya bawah air" berarti semua jejak keberadaan manusia yang memiliki
karakter budaya, sejarah dan arkeologi yang sebagian atau seluruhnya berada di bawah
air, secara berkala atau terus menerus, paling sedikit 100 tahun seperti:
i. lokasi, struktur, bangunan, artefak dan jenazah manusia, bersama dengan
konteks arkeologi dan alaminya;
ii. kapal, pesawat terbang, kendaraan lain atau bagiannya, kargo atau barang
lainnya,
beserta
arkeologi
dan
alaminya
konteks; dan
iii. objek
karakter
prasejarah.
b) Pipa dan kabel yang ditempatkan di dasar laut tidak dianggap sebagai warisan budaya
bawah laut.
54

The UNESCO 2001 Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage Dapat
diunduh pada http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001260/126065e.pdf

Universitas Sumatera Utara

c) Instalasi selain pipa dan kabel, ditempatkan di dasar laut dan masih digunakan, tidak
boleh dianggap sebagai warisan budaya bawah laut.
Dapat kita lihat, benda budaya sebagai warisan budaya tidak hanya benda budaya
yang berada di darat saja seperti yang diatur konvensi-konvensi internasional yang lain.
Berdasarkan Pasal 1 The UNESCO 2001 Convention On The Protection Of The Underwater
Cultural Heritage, benda budaya yang berumur minimal 100 tahun dapat juga berada di
bawah air atau lautan, seperti bangkai pesawat terbang atau kapal laut yang karam di dalam
laut, benda arkeologi di bawah air, artefak bawah air, dan lain-lain. Pengecualian diberikan
pada pipa, kabel, dan instalasi lainnya yang berada di bawah air adalah tidak merupakan
benda budaya bawah hair.
Perkembangan selanjutnya, menunjukkan warisan budaya yang merupakan ciptaan
manusia tidak hanya berwujud benda namun juga berwujud tidak benda. Hal ini dapat kita
lihat pada Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 55 .
Berdasarkan konvensi tersebut warisan budaya tidak benda disebut dengan istilah the
Intangible Cultural Heritage. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 2 Convention for the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003, yaitu :
1.

2.

The “intangible cultural heritage” means the practices, representations, expressions,
knowledge, skills – as well as the instruments, objects, artefacts and cultural spaces
associated therewith – that communities, groups and, in some cases, individuals
recognize as part of their cultural heritage. This intangible cultural heritage,
transmitted from generation to generation, is constantly recreated by communities and
groups in response to their environment, their interaction with nature and their
history, and provides them with a sense of identity and continuity, thus promoting
respect for cultural diversity and human creativity. For the purposes of this
Convention, consideration will be given solely to such intangible cultural heritage as
is compatible with existing international human rights instruments, as well as with the
requirements of mutual respect among communities, groups and individuals, and of
sustainable development.
The “intangible cultural heritage”, as defined in paragraph 1 above, is manifested
inter alia in the following domains:

55

Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003 Dapat diunduh pada
http://unesdoc.unesco.org/images//0013/001325/132540e.pdf

Universitas Sumatera Utara

a. oral traditions and expressions, including language as a vehicle of the
intangible cultural heritage;
b. performing arts;
c. social practices, rituals and festive events;
d. knowledge and practices concerning nature and the universe;
e. traditional craftsmanship.
Terjemahan bebas :
1. ―Warisan budaya tidak benda‖ berarti praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan,
keterampilan - serta alat, benda, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya bahwa komunitas, kelompok, dan dalam beberapa kasus, individu mengakui sebagai
bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya takbenda ini, diwariskan dari
generasi ke generasi, terus diciptakan oleh masyarakat dan kelompok-kelompok dalam
menanggapi lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka,
dan menyediakan mereka dengan rasa identitas dan keberlanjutan, untuk memajukan
penghormatan terhadap keragaman budaya dan kreativitas manusia. Untuk tujuan
Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan semata-mata untuk warisan budaya
takbenda seperti kompatibel dengan instrumen HAM internasional yang sudah ada,
serta dengan persyaratan saling menghormati di antara masyarakat, kelompok dan
individu, dan pembangunan berkelanjutan.
2. ―Warisan budaya tidak benda‖, sebagaimana didefinisikan dalam ayat 1 di atas,
diwujudkan antara lain dalam domain berikut:
a. tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya
tidak benda;
b. seni pertunjukan;
c. praktek-praktek sosial, ritual dan acara meriah;
d. pengetahuan dan praktek mengenai alam dan semesta;
e. keahlian tradisional.
Dapat kita lihat warisan budaya yang merupakan ciptaan manusia tidak hanya
berwujud benda saja (benda budaya), namun ada yang berbentuk tidak benda yang diatur
dalam Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage 2003. Contoh
warisan budaya tidak benda tersebut adalah tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual, pengetahuan
dan keahlian tradisional. Warisan budaya tidak benda disebut dengan istilah the Intangible
Cultural Heritage. Dengan adanya warisan budaya tidak benda atau the Intangible Cultural
Heritage membuat defenisi benda-benda budaya dari berbagai konvensi-konvensi
internasional secara otomatis dapat dikelompokkan kedalam kelompok yang lebih kecil lagi
yaitu kelompok warisan budaya benda atau the Tangible Cultural Heritage.
Berdasarkan website resmi UNESCO, warisan budaya benda atau the Tangible
Cultural Heritage adalah warisan berwujud benda meliputi bangunan dan tempat bersejarah,

Universitas Sumatera Utara

monumen, artefak, dan lain-lain, yang perlu dilestarikan untuk masa depan. Ini termasuk
objek yang penting bagi arkeologi, arsitektur, sains atau teknologi dari budaya tertentu. 56 Oleh
sebab itulah, dapat dikatakan benda budaya sebagai warisan budaya benda atau the Tangible
Cultural Heritage adalah segala macam benda atau materi yang penting bagi arkeologi,
arsitektur, sains atau teknologi dari budaya tertentu sehingga perlu dilestarikan untuk masa
depan.

56

UNESCO,
the
Tangible
Cultural
Heritage,
Dalam
http://www.unesco.org/new/en/cairo/culture/tangible-cultural-heritage/ Diakses pada tanggal 18 Februari 2017,
pukul 10.02 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1 Ringkasan Benda Budaya Berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional
Benda budaya sebagai
cultural property.
(Konvensi Den Haag 1954)

WARISAN DUNIA atau World Heritage
(Berdasarkan World Heritage Convention 1972, Warisan
Dunia atau World Heritage terdiri dari benda budaya
sebagai warisan budaya (cultural heritage) dan kekayaan
alam sebagai warisan kekayaan alam (natural heritage)

Benda budaya sebagai
cultural property.
(UNESCO Convention On
The Means Of Prohibiting
Cultural Property 1970)

Benda budaya
sebagai bagian dari
warisan dunia (world
heritage) adalah
warisan budaya
(cultural heritage).
(World Heritage
Convention 1972)

CULTURAL
HERITAGE atau
Warisan Budaya

Natural Heritage
atau
Warisan
Kekayaan Alam

(World
Heritage
Convention 1972)

(World
Heritage
Convention 1972)

=Memiliki hubungan dalam suatu konvensi

= Pengelompokkan atau terdiri dari
Benda budaya sebagai
warisan budaya bawah air
atau underwater cultural
heritage (The UNESCO
2001 Convention On The
Protection Of The
Underwater Cultural
Heritage)

WARISAN BUDAYA BENDA
(Tangible Cultural Heritage)

= Perkembangan istilah benda budaya

Warisan Budaya
Tidak Benda atau
The Intangible
cultural Heritage.
(Convention for the
Safeguarding of the
Intangible Cultural
Heritage – 2003)

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian-uraian tersebut, kita dapat melihat bahwa benda budaya memiliki defenisi
yang berbeda-beda dan makna yang luas. Benda budaya juga memiliki istilah-istilah yang
berbeda. Benda budaya disebut juga properti budaya atau dalam bahasa Inggris disebut
sebagai cultural properti. Dalam perkembangannya, benda budaya dikenal sebagai warisan
budaya atau cultural heritage yang merupakan warisan dunia yang wajib dilindungi dan
dilestarikan. Jenis benda budaya juga berkembang, tidak hanya benda budaya di darat saja,
namun benda budaya bawah air atau underwater cultural heritage juga sudah diakui dunia
internasional. Lalu berkembang lagi dengan mengelompokkan benda budaya ke dalam
kelompok yang lebih kecil lagi yaitu warisan budaya benda atau the Tangible Cultural
Heritage.
Walaupun memiliki defenisi yang berbeda-beda dan makna yang begitu luas, pada
intinya dapat dikatakan bahwa benda budaya adalah salah satu wujud kebudayaan yaitu
kebudayaan fisik bersifat kebendaan yang memberikan pengaruh dan manfaat yang besar bagi
umat manusia pada masa lalu atau bahkan pada masa sekarang dan masa depan yang dapat
menjadi identitas atau ciri khas suatu bangsa, masyarakat atau peradaban yang diwariskan dari
generasi ke generasi sehingga perlu untuk dilestatikan dan dilindungi.
B. Sejarah Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata
Dalam sejarahnya, posisi benda budaya dalam berbagai konflik bersenjata
internasional atau perang antar negara dan juga perang internal dalam suatu negara (konflik
bersenjata non-internasional) seperti perang saudara, perang agama dan perang pembebasan,
sudah menjadi isu penting dan perhatian masyarakat internasional. 57 Hal ini karena banyakya
peristiwa penghancuran benda budaya maupun penjarahan benda budaya dalam konflik
bersenjata. Berikut akan diuraikan sejarah penghancuran benda budaya dalam konflik

57

Patrick J. Boylan, The Concept of Cultural Protection in Times of Armed Conflict: from the
Crusades to the New Millennium , London, 2001,
hal. 1, Jurnal dapat diakses pada
www.euromedheritage.net/old/rmsu.../amman/boylan2001.rtf

Universitas Sumatera Utara

bersenjata. Namun, tidak semua peristiwa akan diuraikan karena sangat banyaknya peristiwa
penghancuran benda budaya yang terekam oleh sejarah. Penulis hanya menguraikan beberapa
peristiwa penting terkait penghancuran benda budaya dalam konflik bersenjata dan juga
membaginya dalam suatu periode waktu.
Zaman Kuno atau Sejarah Kuno58
Di zaman kuno, tepatnya pada Masa Yunani Kuno 59 kita dapat dapat melihat contoh
penghancuran benda budaya dalam konflik bersenjata. Penghancuran benda budaya dalam
konflik bersenjata yang sangat terkenal pada masa Yunani Kuno adalah pembakaran
Perpustakaan Alexandria.
Dinasti Yunani, Ptolemeus mewarisi Mesir dari Alexander dan menguasai negeri itu
sampai Caesar Octavianus Augustus mengalahkan Antonius dan Cleopatra pada tahun 30 SM.
Dibawah Ptolemeus, Aleksandria berubah secara drastis. Daya tarik kota itu adalah
perpustakaan kerajaannya. Didirikan pada awal abad ketiga Sebelum Masehi. Konon,
perpustakaan ini memiliki 700.000 gulungan papirus. Sebagai perbandingan, pada abad ke-14,
Perpustakaan Sorbonne yang katanya memiliki koleksi terbesar dizamannya hanya memiliki
1700 buku.60
Perpustakaan Alexandria yang berdiri pada tahun 290 SM di Mesir, pada tahun 48 SM
dibakar oleh Julius Caesar. Padahal di perpustakaan tersebut, Ptolemy I pernah mengundang
cerdik cendekia lintas negara untuk berdiskusi dan menulis hingga menghasilkan 700
58

Zaman Kuno atau Sejarah kuno adalah studi mengenai masa lalu tertulis dari awal mula sejarah
manusia tertulis sampai Abad Pertengahan Awal. Jangka waktunya sekitar lima ribu tahun, dengan aksara
kuneiform, bentuk tulisan koheren tertua yang pernah ditemukan, dari periode protoliterat sekitar abad ke-30
SM.Ini adalah awal dari "sejarah," sebagai kebalikan dari prasejarah, berdasarkan pengertian yang digunakan
oleh sebagian besar sejarawan. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_kuno diakses pada 13 Maret 2017,
pukul 18:47 WIB
59

Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada
abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal. Carol G.
Thomas (1988). Paths from ancient Greece. BRILL. pp. 27–50. ISBN 9789004088467 Dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Yunani_Kuno Diakses tanggal 15 Maret 2017, pukul 19:43 WIB.
60
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Selayang Pandang Mesir, KEDUTAAN BESAR
REPUBLIK INDONESIA CAIRO,Cairo, 2014, hal. 23-24

Universitas Sumatera Utara

ribu gulung papyrus. Salah satu dari gulungan papyrus itu adalah Kitab Perjanjian Lama
I yang diterjemahkan dari bahasa Yahudi ke bahasa Yunani.61
Pada masa Yunani Kuno kita dapat melihat penghancuran benda budaya dalam konflik
bersenjata sangat merugikan umat manusia. Perpustakaan Alexandria yang menjadi simbol
pusat ilmu pengetahuan pada masa itu dihancurkan dalam suatu konflik bersenjata. Selain
dihancurkan, benda budaya juga mengalami penjarahan atau pengambilan secara paksa dalam
konflik bersenjata pada zaman kuno. Hal ini dapat kita lihat pada masa kekaisaran atau
imperium Romawi.
Berdasarkan penelitian oleh para ahli sejarah maupun ahli hukum menyatakan bahwa
penjarahan, pengerusakan maupun penghancuran benda budaya dalam konflik bersenjata
secara sistematis dan terorganisir mula-mula berawal dari masa Kekaisaran atau Imperium
Romawi. 62 Tentara Romawi yang sering diterjunkan di medan perang dan menundukkan
bangsa-bangsa lain, sepulangnya ke Roma juga kerap kali membawa serta karya-karya seni.63
Bangsa Romawi mengagungkan penjarahan dan pengambilan secara sistematis terhadap karya
seni milik masyarakat atau daerah yang ditaklukan. Benda seni diutamakan diambil di antara
barang rampasan, dan Prajurit atau Tentara Romawi melakukan prosesi acara kemenangan
atau Triumph dengan memamerkan jarahan mereka.64

61

Dian Sinaga, Kejahatan Terhadap Buku dan Perpustakaan, Majalah Online Visi Pustaka, Edisi Vol. 6
No. 1 - Juni 2004, Dalam http://www.perpusnas.go.id/magazine/kejahatan-terhadap-buku-dan-perpustakaan/ ,
Diakses pada tanggal 15 Maret 2017, pukul 21:10 WIB.
62
John Henry Merryman, Albert E. Elsen, dan Stephen K Urice, LAW, ETHICS, and the Visual Arts,
Halaman 1 Paragraf 3, Kluwer Law International, USA, 2007.
63
P. Swantori, MASALALU selalu AKTUAL, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2016, hal.197
64
Carol A. Roehrenbeck, Repatriation of Cultural Property–Who Owns the Past ? An Introduction to
Approaches and to Selected Statutory Instruments , International Journal of Legal Information the Official
Journal of the International Association of Law Libraries, Volume 38 Issue 2 Summer 2010 Article 11 , Rutgers
University Center for Law and Justice, 2010, hal. 191. Jurnal dapat diakses pada
https://www.ilsa.org/jessup/jessup17/Batch%201/Repatriation%20of%20Cultural%20Property.pdf

Universitas Sumatera Utara

Pada masa Kekaisaran atau Imperium Romawi 65 kita dapat melihat dalam konflik
bersenjata banyak benda-benda seni yang merupakan benda budaya mengalami kerugian yang
sangat besar. Tujuan perang tidak hanya untuk menaklukan suatu daerah melainkan juga
untuk mengambil atau menjarah benda-benda seni dari daerah yang ditaklukkan. Tentaratentara Romawi secara beringas mengambil dan menjarah benda-benda seni lalu
memamerkannya di Roma dalam suatu prosesi acara yang disebut Triumph. Triumph sebagai
simbol dan bukti kemenangan perang oleh Kekaisaran atau Imperium Romawi yang dilakukan
dengan cara memamerkan benda-benda seni hasil rampasan tentara Romawi di wilayah Roma.
Masa Abad Pertengahan66
Pada abad pertengahan kita dapat melihat penghancuran benda budaya terjadi pada
saat Perang Salib67. Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap
kekuatan Muslim sejak tahun 1096 dikenal sebagai Perang Salib. Hal ini disebabkan karena
adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersbut didorong oleh
motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol Salib.68

65

Pada tahun 27 SM, Senat dan Rakyat Roma mengangkat Oktavianus sebagai princeps ("warga negara
pertama") dengan prokonsul imperium, dan dengan demikian memulai Principatus (zaman pertama dalam sejarah
Kekaisaran Romawi, dimulai dari tahun 27 SM sampai 284 M). Dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Romawi , Diakses pada tanggal 16 Maret 2017, pukul 22:28 WIB
66
Masa pertengahan sejarah Eropa dimulai dari abad ke-5 M hingga abad ke-15 M. Abad pertengahan
sejarah Eropa merupakan suatu masa peralihan dari masa kejayaan kekaisaran Romawi dan Hellenisme ke
kemenangan kelompok Kristen. Pada masa ini, agama Kristen sudah menjadi agama resmi negara. Kekaisaran
Romawi berubah menjadi kekaisaran Romawi Suci; kaisar harus taat dan patuh pada perintah agama dan Paus.
Dalam Herawati, AUGUSTINUS: POTRET SEJARAWAN MASA PERTENGAHAN DAN KONTRIBUSI
BAGI KAJIAN SEJARAH ISLAM, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal
THAQÃFIYYÃT, Vol. 13, No. 1, Juni 2012, Jurnal dapat diakses pada http://ejournal.uinsuka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/25/25 .
67
―Perang Salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Erofah terhadap dunia Islam di Asia,
sejak 632 M, dianggap sebagai pihak ―penyerang‖ bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan
Sisilia. Disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan Salib sebagai simbol pemersatu
untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk
membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan orang-orang Islam.‖ Oleh : Dedi Supriadi,
Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008, hal. 171.
68
Latifa Annum Dalimunthe, ANALISIS KAJIAN DAN DAMPAK PERANG SALIB (SEBUAH
STUDI PUSTAKA), IAIN Palangaka Raya, Jurnal Hadratul Madaniyah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2015,
hal.
69.
Jurnal
dapat
diakses
pada
http://jurnal.umpalangkaraya.ac.id/libs/download.php?file=FAI_Vol2_No2_part235_LATIFAH%20ANOM.pdf

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1204 banyak benda budaya yang dirusak, dijarah dan juga dihancurkan saat
terjadinya Perang Salib . Walaupun Paus sudah menginstruksikan kepada para prajurit Perang
Salib untuk tidak mengambil bahkan menghancurkan benda budaya, tetap saja banyak prajurit
perang salib yang melanggar instruksi tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya benda
budaya yang dijarah juga dihancurkan oleh para prajurit Perang Salib saat menyerang Kota
Konstatinopel.69
Nicetas Choniates, Rohaniawan Ortodoks pada masa itu menulis bahwa :
―Nor can the violation of the Great Church [Hagia Sophia] be listened to with
equanimity. For the sacred altar, formed of all kinds of precious materials and
admired by the whole world, was broken into bits and distributed among the soldiers,
as was all the other sacred wealth of so great and infinite splendor. When the sacred
vases and utensils of unsurpassable art and grace and rare material, and the fine
silver, wrought with gold, which encircled the screen of the tribunal and the ambo, of
admirable workmanship, and the door and many other ornaments, were to be borne
away as booty, mules and saddled horses were led to the very sanctuary of the
temple.‖70
Terjemahan Bebas :
Juga tidak bisa dalam pelanggaran Gereja Besar [Hagia Sophia] disimak
dengan tenang (dianggap wajar). Untuk altar suci, yang terbentuk dari semua jenis
bahan berharga dan dikagumi oleh seluruh dunia, dipecah-pecah dan didistribusikan di
antara para prajurit, seperti semua kekayaan suci lainnya kemegahan begitu besar dan
tak terbatas. Ketika vas suci dan peralatan seni tak tertandingi dari bahan langka, dan
perak halus, ditempa dengan emas, yang mengelilingi layar pengadilan dan ambo,
pengerjaan mengagumkan, dan pintu dan banyak ornamen lainnya, yang menjadi
ditiup sebagai rampasan, keledai dan kuda berpelana yang memasuki bait suci.
Tulisan Nicetas Choniates menunjukan bahwa pada masa Perang Salib, khususnya
Perang Salib Keempat menunjukan banyak sekali benda budaya yang dicuri dan dihancurkan
menjadi bagian-bagian kecil untuk dibagi-bagikan kepada sesama Prajurit Perang Salib
sebagai barang rampasan dan harta pribadi mereka. Benda-benda budaya yang sangat
berharga banyak diambil dan dihancurkan dari Gereja Hagia Sophia di kota Konstatinopel.

69

Patrick J. Boylan, The Concept of Cultural Protection in Times of Armed Conflict: from the Crusades
to
the
New Millennium
,
London,
2001,
hal.
1,
Jurnal dapat
diakses
pada
www.euromedheritage.net/old/rmsu.../amman/boylan2001.rtf
70

Ibid., hal. 1

Universitas Sumatera Utara

Para Prajurit Perang Salib bebas memasuki Gereja Hagia Sophia yang kudus dan suci dengan
menunggangi kuda dan keledai untuk mengangkut benda-benda budaya dari Gereja Hagia
Sophia.

Perang Dunia71
Persenjataan canggih sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
hanya digunakan untuk menyengsarakan umat manusia. Perang Dunia I dan II merupakan
suatu tragedi yang sangat mengerikan. Pada masa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi hanya
digunakan untuk saling menghancurkan, bukan untuk kesejahterahan umat manusia.72 Perang
Dunia I (PD I) berlangsung antara tahun 1914-1918. 73 Perang Dunia II berlangsung antara
tahun 1939 sampai tahun 1945.74
Pada perkembangannya tercatat telah cukup banyak pengaturan hukum tentang perang
yang merumuskan beberapa ketentuan mengenai perlindungan benda budaya di waktu perang
atau pendudukan militer (military occupation), diantaranya terdapat pada pasal 27 regulation
annexed Konvensi III DenHaag 1899 tentang hukum dan kebiasaan perang didarat, pasal 56
Konvensi IV DenHaag 1907 tentang hukum dan kebiasan perang di darat dan pasal 5
Konvensi IX DenHaag 1907 tentang pemboman oleh angkatan laut di waktu perang.75 Hal ini

71

Perang dunia adalah suatu perang yang berskala besar dan melibatkan sebagian besar negara dunia
yang jangkauannya antar benua hingga persekutuan militer. Perang dunia telah menimbulkan banyak kerugian
dan perubahan era menuju Globalisasi. Sampai saat ini telah terjadi 2 perang dunia: Perang Dunia I dan Perang
Dunia II Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_dunia . Diakses pada 16 Maret 2017, Pukul 03:43 WIB.
72

M. Taupan, dkk.., SEJARAH untuk SMA/MA Kelas XII IPA, Penerbit Srikandi Empat Widya Utama,
Bandung, 2013, hal.59
73
Ibid., hal. 59
74
Ibid., hal. 66
75
Adam Roberts and Richard Guelff, Documents On The Laws Of War, Third Edition, (New York:
Oxford University Press,2000), h. 371. Dalam Hilda, KEDUDUKAN DAN DAYA MENGIKAT KONVENSI
DENHAAG 1954 TENTANG PERLINDUNGAN OBYEK BUDAYA DALAM SENGKETA BERSENJATA
TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG BERSENGKETA (AMERIKA SERIKAT-IRAK) MENURUT
KONVENSI WINA 1969 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL, Fakultas Hukum Universitas
Tadulako Palu, Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 1 Juni 2013, Jurnal dapat diakses pada
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=437772&val=7177&title=KEDUDUKAN%20DAN%20DA
YA%20MENGIKAT%20KONVENSI%20DENHAAG%201954%20%20TENTANG%20PERLINDUNGAN%

Universitas Sumatera Utara

menunjukan bahwa memasuki awal Perang Dunia sudah banyak perangkat hukum yang
mengatur perlakuan terhadap benda budaya saat terjadinya konflik bersenjata.
Walaupun pada saat Perang Dunia I terdapat peraturan yang mengikat terkait benda
budaya seperti dalam Konvensi Den Haag 1907 76 , tetap saja banyak terjadi penghancuran
benda budaya. Banyak bangunan-bangunan ibadah seperti Gereja dan Katedral, bangunanbangunan bersejarah, monumen bersejarah, museum, perpustakaan dan benda-benda budaya
lainnya yang dihancurkan dalam masa Perang Dunia I. Kepentingan militer menjadi alasan
pembenaran yang dilakukan oleh para pihak dalam penghancuran benda budaya saat Perang
Dunia I. Mereka beranggapan bangunan-bangunan yang relatif tinggi seperti Gereja, Katedral,
dan bangunan lainnya dianggap sebagai target militer yang sah untuk diserang. Hal ini karena
interpretasi mereka pada saat itu bahwa bangunan-bangunan yang relatif tinggi dapat
digunakan sebagai tempat atau titik pengamatan penembak gelap oleh musuh sehingga untuk
kepentingan militer bangunan-bangunan tersebut dapat diserang.77 Teknologi yang tinggi dan
kepentingan militer membuat banyak benda budaya seperti bangunan suci dan bangunan
bersejarah mengalami kehancuran akibat diserang pada saat terjadinya perang dunia.
Sesungguhnya hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena sesuai dengan peraturan Konvensi
Den Haag 1907, bangunan-bangunan tersebut tidak boleh diserang.
Pada bulan Maret 1935, ketika keberadaan Luftwaffe diumumkan secara terbuka
sebagai sebuah cabang independen dari Wehrmacht (Angkatan Bersenjata) yang baru dan
ditingkatkan oleh Goring ke status sebuah senjata militer –politik, para insinyur Jerman dalam
20OBYEK%20BUDAYA%20DALAM%20SENGKETA%20BERSENJATA%20TERHADAP%20PIHAKPIHAK%20YANG%20BERSENGKETA%20(AMERIKA%20SERIKATIRAK)%20MENURUT%20KONVENSI%20WINA%201969%20%20TENTANG%20PERJANJIAN%20INTE
RNASIONAL
76
Terjemahan Bebas Pasal 27 Konvensi Den Haag 1907 : ―Dalam hal pengepungan dan pemboman,
semua langkah yang perlu harus dilakukan, untuk sejauh mungkin menghindari bangunan-bangunan ibadah,
kesenian, ilmu pengetahuan dan panti sosial, monumen bersejarah, rumah sakit dan tempat orang sakit dan
terluka dikumpulkan, asalkan tempat-tempat tersebut tidak digunakan untuk tujuan-tujuan militer. Pasukan yang
mengepung harus menandai bangunan-bangunan atau tempat-tempat dengan tanda-tanda khusus yang terlihat,
yang sebelumnya harus diberitahukan kepada pihak penyerang.‖ , Dapat diakses pada
https://arlina100.files.wordpress.com/2009/01/translation-hague-convention-iv-its-annex.pdf
77
Patrick J. Boylan, Op. Cit., Hal. 6

Universitas Sumatera Utara

waktu singkat berhasil menyempurnakan badan pesawat terbang, mesin, persenjataan dan
bom.78 Contohnya adalah Heinkel He-219 Uhu, sebuah pesawat mutakhir yang unggul dan
dapat dikatakan sebagai pesawat pemburu malam terbaik selama Perang Dunia II. 79 Pada awal
Perang Dunia II, Luftwaffe adalah angkatan udara paling mutakhir di dunia.80 Segala sesuatu
yang ditemukan oleh Luftwaffe diratakan. 81 Hal ini menunjukan bahwa, daya serang udara
Jerman dengan pemboman dari udara luar biasa dahsyatnya. Dengan teknologi mutakhir
tersebut, Jerman dapat menghancurkan apa saja termasuk juga benda budaya.
London menjadi sasaran suatu serangan Jerman pada tanggal 29 Desember 1940, yang
terutama diarahkan ke jantung kota yang penuh dengan gereja-gereja kuno dan bangunan
terkenal.82 Stanley Baron, seorang wartawan surat kabar menggambarkan peristiwa London
Blitz dengan suatu pernyataan yaitu : ―London terbakar. Guildhall (kantor gubernur dan pusat
perdagangan bersejarah) terbakar. Sejauh mata memandang ke lorong-lorong kota, terlihat
badai salju dari api. Kilatan api bersumber dari gedung-gedung… aku sungguh cinta kota itu
berikut bangunan-bangunannya. Dan disitulah aku menyaksikan semuanya terbakar begitu
saja.‖ 83 Akibat dari serangan Jerman yang luar biasa dahsyatnya, banyak benda budaya di
London seperti gereja-gereja kuno dan bangunan bersejarah mengalami kehancuran.
Pada 6 dan 9 Agustus1945, Sekutu menjatuhkan bom atom pertama di dunia di atas
dua kota pelabuhan Jepang, Hiroshima dan Nagasaki.84 Tanggal 6 Agustus 1945 pukul 8:15
pagi, bom itu dijatuhkan di atas Kota Hiroshima. Hantamannya sama dengan 22 kiloton bahan
peledak, tapi ada yang lebih mengerikan ketimbang itu : panas itu luar biasa. Seluas 10

78

Nino Oktorino, Konflik Bersejarah-Luftwaffe : Kisah Angkatan Udara Jerman NAZI 1935-1945, PT
ELEX MEDIA KOMPUTINDO, Jakarta, 2013, hal. 17
79
Ibid., hal. 160
80
Ibid., Cover Belakang
81
Ibid., hal. 103
82
Nino Oktorino, Op. Cit., 2013, hal. 85.
83
Fiona Macdonald, Kehidupan Rakyat Sipil Dalam Kancah PD II, Edisi Terjemahan : Beti Sakinah, PT
Elex Media Komputindo, Jakarta, 2014, hal. 19
84
Ibid., hal. 19

Universitas Sumatera Utara

kilometer persegi wilayah kota itu rata dengan tanah, 100 ribu orang mati seketika. 85 Dapat
kita lihat dengan teknologi yang tinggi dapat menghasilkan ledakan yang luar biasa
dahsyatnya. Semua langsung rata dengan tanah, bahkan benda-benda budaya yang berumur
ribuan tahun yang kemungkinan berada di Nagasaki dan Hiroshima langsung lenyap seketika.
Pada masa Perang Dunia, baik Perang Dunia I maupun Perang Dunia II banyak bendabenda budaya yang dihancurkan. Utamanya hal ini terjadi karena kemajuan teknologi militer
pada masa itu yang memiliki daya hancur sangat dahsyat. Selain itu juga karena benda budaya
dijadikan target militer yang dapat diserang dengan alasan untuk kepentingan militer. Bombom dari udara dengan dahsyatanya menghancurkan Gereja, Katedral, Perpustakaan,
Bangunan Bersejarah, dan lain sebagainya yang adalah merupakan benda-benda budaya.
Zaman Moderen
Warisan budaya dan alam kita adalah rapuh dan terancam. Khususnya yang telah
berumur ratusan tahun. Sebagai contoh, selama Perang Dunia Pertama dan Kedua banyak kota
tua dirusak. Monumen budaya yang penting dirusak dan musnah. Dalam menjawab ancaman
mendesak di tahun-tahun antara Perang Dunia I dan II, Liga Bangsa-Bangsa yang kemudian
diganti menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa, mulai bekerja dengan cara melindungi warisan
kita. Liga Bangsa-Bangsa menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk
bekerjasama dalam melindungi warisan. Ketika UNESCO didirikan pada tahun 1945, pada
akhir Perang Dunia II, usaha ini dipercepat dengan mengembangkan beberapa kampanye
untuk melindungi situs yang signifikan dan merancang konvensi internasional baru dan
merekomendasi untuk melindungi warisan manusia. Salah satu dari konvensi yang secara
khusus dirancang untuk melindungi warisan budaya adalah Konvensi Den Haag 1954. 86

85

Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir : Nulkir, Majalah Tempo, Edisi 14-20 Mei 2007, hal 138
Tim Komisi UNESCO , Warisan Dunia di Tangan Pemuda-Untuk Mengetahui, Melindungi, dan
Bertindak,
UNESCO
Edisi
Bahasa
Indonesia,
2001,
Hal.
62.
Dapat
diakses
pada
http://whc.unesco.org/uploads/activities/d

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada Kejahatan Germain Katanga)

11 111 118

Tinjauan Konvensi Jenewa 1949 Atas Dugaan Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Non Internasional di Suriah

2 80 104

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 15

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 1 2

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 27

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi) Chapter III V

0 0 54

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

1 6 7

Tanggung Jawab Individu Terhadap Penghancuran Benda Budaya Dalam Konflik Bersenjata Di Mali (Studi Kasus Atas Putusan Icc Tahun 2016 Pada Kejahatan Ahmad Al Faqi Al Mahdi)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, termasuk - Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada

0 0 21

Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan Dalam Konflik Bersenjata Di Wilayah Ituri Republik Kongo(Studi Kasus Atas Putusan Icc Pada Kejahatan Germain Katanga)

0 1 10