LOGIKA DAN BERFIKIR ILMIAH docx

LOGIKA DAN BERFIKIR ILMIAH
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Logika dan Filsafat
yang diampuh oleh Drs. H. A. Isa Anshari, M.Si

Oleh :
Aziz Hakim Astqolani
(B06213013)
Kosma : 3-F2

PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014

0

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses
ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan
pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Sejak lahir
sampai masuk liang lahat, manusia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada
masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan
pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.
Secara singkat Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu
pengetahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan
prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).
Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa logika sangat terkait dengan berfikir
ilmiah.
Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan
dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk
berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar
adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula.

B. Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip-prinsip dasar dalam logika?
2. Apa Pengertian Berfikir Ilmiah?
3. Bagaimana Karakteristik Berfikir Ilmiah?

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Logika
Setiap ilmu pengetahuan yang telah berdiri sendiri atau menjadi disiplin ilmiah
tersendiri, masing-masing memiliki prinsip-prinsip dasar tertentu. Dengan prinsip diartikan
sebagai suatu pernyataan yang mengandung unsur kebenaran umum (universal) dan unsur
kebenaran khusus.
Adapun yang disebut dengan prinsip dasar adalah suatu pernyataan kebenaran yang
universal yang kebenarannya sudah terbukti dngan sendirinya, tanpa membutuhkan lagi halhal lain guna membuktikan kebenarannya itu. Prinsip dasar ini berfungsi sebagai dasar bagi
semua pembuktian.
/Demikian logika itu memiliki pula prinsip-prinsip dasar tertentu, yaitu segala
kebenaran dalam logika dianggap benar, dimana semua pemikiran kita harus berdasarkan
kebenaran ini, agar pikiran kita valid/shahih/benar dan memperoleh pengetahuan yang

benar.1
Para ahli pikir masing-masing memiliki istilah yang berbeda tentang prinsip-prinsip
dasar ini, antara lain :
John Stuart Mill (1806-1873) dengan karyanya system of logic berharap dan
berkeyakinan bahwa jasa metodehnya bagi logika induktif sama besarnya dengan aris
toteles bagi logika deduktif. Rumusan metode induktif J.S. Mill dimaksudkan untuk
menemukan hubungan kausal antara fenomena (gejela]). 2 Mill merumuskan sebab (kausal)
suatu kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi positif dan negative Yang di perlukan.
Metodehnya adalah:
1. Method of agreement (metode mencocokkan)
1
2

Irving M. Copi, “Introduction to logic Sixth edition” (New York; Mac millan Publising,
1961), hal. 414

2

Sebab di sinpulkan dari adanya kecocokan sumber kejadian. Misalnya semua
anak yang sakit perut membeli es sirup yang di jual di depan sekolah, maka es sirup

itu yang menjadi sebab sakit perut mereka.
2. Method of difference (metode membedakan)
Sebab di simpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang terjadi.
Misalnya: seorang A yang sakit perut mengatakan telah makan sop buntut, nasi,
rendang, dan buah dari kaleng. Sedankan B yang tidak sakit perut mengatakan telah
makan sop buntut, nasi, dan rendang. Maka di simpulkan bahwa buah dari kaleng
yang menyebabkan sakit perut.
3. Joint Method Of Agreement And Difference (Metode mencocokkan dan
membedakan)

Metode ini mencocokkan dan membedakan. Metode ini gabungan dari
metode satu dan dua.

4. Method Of Concomitant Variations (Metode Perubahan Selang Seling Yang
Seiring)
Metode ini merupakan pembaruan dari ketiga metode diawal dan dalam
penggunaannya luas. Apabila ketiga metode diatas bersifat kualitatif, sedangkan
metode perubahan selang seling yang seiring dapat disebut sebagai metode
kuantitatif pertama dari penyimpulan induktif.
5. Method Of residues (Metode Menyisakan)

Metode ini dicirakan / dapat dikatakan deduktif karena bertumpu kuat pada
hukum-hukum kausal yang sudah terbukti sebelumnya. Namun demikian kendati
terdapat premis-premis yang berupa hukum-hukum kausal. Kesimpulannya metode
ini sifatnya probable dan tidak dapat di deduksikan secara sah dari premispremisnya.3

3

W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu” (Bandung;
Pustaka Grafika,1999), hal. 49.

3

Hendry Newman juga memberikan jasa pada pemikiran tentang logika dalam
karyanya Essay In Aid Of Grammar Of Assent (1870) dalam bukunya tersebut terdapat tiga
macam bentuk pemikiran:
1. Formal Inference (bentuk pemikiran ini kesimpulan diambil dari premis-premis
yang dirumuskan dengan tajam menurut peraturan logika)
2. Informal Inrference (bentuk pemikiran ini merupakan sarana untuk mengetahui
benda-benda individual konkret )
3. Natural Inference (bentuk ini adalah bentuk pemikiran kita sehari-hari).4

Aristoteles mengemukakan 3 (tiga) buah prinsip atau hukum dalam logika :
1. Hukum Identitas (Principium identity), yang berarti hukum kesamaan, adalah
kaedah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan “sesuatu
itu sendiri”. Misal : Jika semua itu P, maka P identik dengan P, atau P adalah P.
Dapat pula dikatakan bahwa “jika P maka P dan akan tetap P”.

2. Hukum Kontradiksi (Principium contradiction), yang berarti hukum
kontradiksi, adalah kaedah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin
sesuatu pada waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan sesuatu itu” yang
dimaksudkan adalah mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu yang bersamaan
saling bertentangan. Misal: P pada waktu yang sama adalah P dan bukan P, ini
tidak mungkin.

3. Hukum Penyisihan Jalan Tengah (Principium Exclusi tertii), Prinsip ini
menjelaskan bahwa pada suatu benda tak mungkinlah sekaligus dimiliki dua
buah sifat yang saling bertentangan/kontradiksi. Misal : Si Eulis lulus dan tidak
lulus dalam ujian SNMPTN tahun ini. 5

4
5


-

Jan Hendrik Rapar, “Pengantar Loika Asas-Asas Penalaran Sistematis” (Yogyakarta;
Kanisius, 1996), hal. 18.

4

Dari ketiga Prinsip atau hukum diatas, kemudian filsuf modern Wilhelm leibnitz
menambahkan sebuah hukum lagi terhadap ketiga hukum tersebut yakni :

1. Hukum cukup alasan (Principium rationis sufficientis)

Menurut principium ini, eksistensi sesuatu itu harus mempunyai alasan yang
cukup, demikian juga jika terjadi perubahan pada eksistensi sesuatu itu.
Misalnya, jika sesuatu benda itu atau apel jatuh kebawah dan tidak keatas, oleh
karena beberapa alasan yang cukup antara lain :




benda itu mempunyai bobot;



pengaruh daya tarik bumi;



tidak ada yang menahan benda itu.

Contoh yang paling jelas dari prinsip/hukum ini adalah dalam penalaran
deduktif yang disebut syllogisme. Misal :



Semua manusia pasti mati

(mayor)




Socrates adalah manusia

(minor)



Jadi Socrates pasti mati

(konklusi) 6

B. Pengertian Berfikir Ilmiah

6

5

Premis

Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris:

Dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. Menurut
Salam (1997:139), berfikir.7 Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh
pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan
induksi dan deduksi.8 Berpikir ilmiah yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan
pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.9. Eman Sulaeman
mendefinisikan berfikir ilmiah yang merupakan proses pengembangan pikiran yang
tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah
ada.10
C. Karakteristik Berfikir Ilmiah

7
8
9

Jujun S. Suriasumantri, “ Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” (Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan, 2003), hal. 40.
Menurut Kartono: 1996 dalam Khodijah, 2006. hal. 118

10


6

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

7