KEBEBASAN PERS DAN EVOLUSI KESADARAN

KEBEBASAN PERS DAN EVOLUSI KESADARAN
Yosal Iriantara
Dosen Fikom Uninus Bandung
Tatkala kita diberi kebebasan, maka sesungguhnya kebebasan tersebut dimaksudkan
untuk mendorong peningkatan taraf hidup kita. Bukan saja meningkat secara ekonomi atau
sosiologis melainkan juga secara etis. Kebebasan itu akan terkait dengan nilai-nilai. Nilainilai itu bisa berupa nilai manfaat/nilai guna, nilai etis, nilai estetis, nilai teologis, nilai logis.
Dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai itu, maka kebebasan tadi seyogyanya
mendorong evolusi kesadaran dalam dinamika spiral kehidupan. Kita makin hari menjadi
makin baik secara individual maupun sosial. Kita terdorong dan terilhami untuk naik dari
sekedar manusia yang bertindak berdasarkan instink menjadi bertindak rasional, atau dari
manusia imitatif menjadi manusia yang kreatif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
sesamanya.
Kebebasan pers tentunya dimaksudkan agar masyarakat kita bertumbuh dan berkembang
dalam nilai-nilai itu. Tindakan-tindakan instiktif, yang sering kali didorong oleh keinginan
dan kemauan pasar, kerap menyusup ke dalam industri media. Begitu pula dengan tindakantindakan imitatif, yang mendorong orang hanya ikut-ikutan saja kerap dilakukan media
dengan berlindung di balik kemerdekaan pers itu.
Akibatnya, kita sering merasa jauh lebih maju dibandingkan sebelumnya namun pada
dasarnya kita masih berjalan di tempat lantaran hanya melingkar-lingkar pada satu titik saja.
Segenap sumberdaya sudah dikerahkan, namun hanya dalam perasaan kita menjadi lebih baik
tapi dalam substansi sebenarnya tidak menjadi lebih baik bahkan bisa saja justru sebaliknya.
Sumberdaya kita kerahkan hanya untuk bertindak instinktif atau imitatif dalam suasana yang

baru atau dalam latar sosial yang baru saja. Akibatnya tidak banyak kemaslahatan sosial yang
terbangun atau tercipta.
Evolusi Kesadaran
Kita bisa melihat bagaimana kemasalahatan sosial terbangun dalam kasus Prita.
Kemerdekaan pers dipergunakan untuk mendorong kesadaran masyarakat berevolusi.
Tindakan yang produktif dan kreatif dilakukan masyarakat setelah memperoleh informasi
dari media yang bebas. Kebaikan ditegakkan. Sumberdaya yang dikerahkan pun bermanfaat
bagi kebajikan sosial. Kemasalahatan sosial pun akhirnya terkembangkan.
Bila informasi yang tersaji hanyalah informasi yang sangat privat dan hanya
mengeksploitasi ketenaran seorang pesohor, tentunya yang didorong terjadi hanyalah
tindakan instinktif yakni memuaskan hasrat ingin tahu untuk sesuatu yang sebenarnya tidak
tahu juga apa manfaatnya dan hendak diapakan pengetahuannya itu. Padahal selama
mengkonsumsi infotainment itu ada sumberdaya yang dipergunakan, seperti waktu, namun
tidak melahirkan sesuatu yang produktif, kreatif atau mendorong kemaslahatan sosial.
Evolusi kesadaran yang digemakan kaum neo-Darwinisme melihat fakta empirik sebagai
sarana untuk mendorong kesadaran manusia menuju jenjang yang lebih tinggi. Dengan
melihat fakta bahwa evolusi fisikal manusia sudah selesai, neo-Darwinisme melihat evolusi
kesadaran masih terjadi. Evolusi kesadaran ini mendorong manusia untuk beranjak dari
jenjang yang rendah yakni jenjang instinktif-imitatif itu menuju jenjang yang lebih tinggi
yakni jenjang holistik dengan membingkainya dalam kerangka nilai-nilai yang disebut tadi.

Namun proses evolusi itu bukan proses linear dan statis tetapi berlangsung dalam
kerangka dinamika spiral. Pada setiap jenjang, bisa saja kita merasa sudah bekerja keras dan
bertindak sebaik-baiknya namun sesungguhnya kita tidak beranjak kecuali bergerak

melingkar belaka alias jalan di tempat. Kita bertindak dalam kesia-siaan secara substantif,
meski secara formalistik kita sudah bekerja, berbuat atau bertindak.
Dalam beberapa hal, kemerdekaan pers yang sering dinilai kebablasan itu bisa
ditempatkan dalam konteks evolusi kesadaran ini. Karena kebebasan pers itu terlepas dari
nilai-nilai dasar yang semestinya melekat pada kemerdekaan itu, dan secara substantif tidak
mendorong proses evolusi kesadaran yang membuat bangsa ini secara individual, komunitas
maupun sosial beranjak dari satu jenjang ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih baik. Artinya
ada dua hal pokok yang membuat masyarakat kita kemudian membuat kriteria mana yang
kebablasan dan mana yang tidak, yaitu nilai-nilai dan evolusi kesadaran itu.
Kriteria-kriteria itu bisa saja merupakan kriteria yang dibangun secara subjektif dengan
menggunakan sistem nilai subjektif pula. Namun kita tidak bisa memungkiri bahwa kriteria
tersebut sebenarnya ada secara sosial meski belum dilakukan ekspilisitasi. Dalam beberapa
hal, kriteria itu sudah jelas seperti yang dieksplisitasi oleh PB NU soal haramnya bergosip
dengan bersandarkan pada nilai teologis.
Akan halnya infotainment yang disiarkan hampir semua statisun televisi, yang isinya
tidak sepenuhnya bersifat gosip atau membicarakan aib orang, namun citra yang melekat

pada produk industri pertelevisian yang satu ini adalah gosipnya. Apalagi pada bagian
pengantar acara infotainment di televisi kata gosip selalu dipergunakan untuk meninggikan
hasrat mengikuti acara tersebut.
Nilai-nilai
Kesadaran yang berbalut-balut nilai-nilai, idealnya dibangun, dipelihara dan dikembangkan
melalui kemerdekaan pers itu. Makna kemerdekaan pers justru terletak pada kemampuannya
memberi kontribusi pada pengembangan individu dan masyarakat yang produktif dan kreatif
dengan mendorong untuk berkembang menjadi masyarakat yang rasional, qalbiyah dan
holistik. Bukan malah menjerat masyarakat untuk tetap berada pada jenjang masyarakat yang
instinktif dan imitatif, yang menghabiskan segenap sumberdayanya hanya untuk memuaskan
sesuatu yanhg bersifat naluriah dan meniru-niru belaka.
Tugas mulia media dengan kebebasan yang dimilikinya adalah turut mendorong evolusi
kesadaran tadi. Mendorong masyarakiat untuk bertindak berdasarkan pengetahuannya dengan
memuliakan kemampuan nalar dan kemampuan utuh (holistik) yang dimilikinya. Bukan
mengembangkan hidup manusia yang didorong hawa nafsunya karena tindakan instinktifimitatifnya. Tugas mulia itu sesungguhnya tidak hanya dilakukan dan melulu milik eksklusif
media, melainkan segenap manusia. Namun pers dan media memiliki peran penting dalam
dunia sosial kita karena media dan pers merupakan institusi sosial yang strategis dalam setiap
sistem sosial.
Tugas mulia inilah yang membuat kebebasan pers diperjuangkan di mana pun. Karena
manusia merasakan bukan hanya manfaat instrumental dari kebebasan pers itu seperti

membaiknya kehidupan secara ekonomis. Melainkan juga membaiknya tatanan sosial
keseluruhan karena dunia sosial itu diisi manusia-manusia yang bahu-membahu melakukan
proses ko-kreasi.
Karena itu kebebasan pers yang dinikmati sekarang ini, merupakan kebebasan yang
tidak mengingkari nilai-nilai namun justriu menjaga nilai-nilai tadi. Karena kebebasan pers
merupakan bagian dari upaya kita menjaga kemaslahatan sosial. Kemaslahatan sosial itu
diwujudkan dengan membangun evolusi kesadaran yang mendorong orang bertindak
berdasarkan pengetahuannya, antara lain dengan pengetahuan yang diperoleh dari pers. Bila
ada pihak yang mencoba menghalangi perolehan pengetahuan yang mendorong evolusi
kesadaran itu maka sudah jelas termasuk pihak yang hanya akan mendorong orang bertindak
berdasarkan hawa nafsunya belaka.