MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KEJAYA

Makalah Sejarah Pendidikan Islam

MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN,
KEJAYAAN DAN KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Sejarah perkembangan pendidikan sebenarnya mengikuti sejarah Islam itu

sendiri. Oleh sebab itu, periodesasi sejarah pendidikan Islam dapat dikatakan berada
dalam periodesasi sejarah Islam itu sendiri. Harun Nasution membagi periodesasi ini
ke dalam periode klasik, pertengahan dan modern. 1 Secara garis besar dari ketiga
periodesasi tersebut dapat diperinci kembali menjadi lima masa yaitu; .masa hidupnya
Nabi Muhammad SAW, masa khulafaurrasyidin, masa dinasti Ummawi, masa dinasti
Abbasiyah dan masa dari runtuhnya Baghdad sampai sekarang.
Kelima periodesasi tersebut lebih kental pada periodesasi penulisan sejarah
Islam. Peneliti Sejarah Pendidikan islam yang lain membagi secara lebih kompleks
periodesasi dalam penulisan Sejarah Pendidikan Islam yaitu ; pertama, Periode

pembinaan pendidikan Islam yang berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW
selama lebih kurang 23 tahun sejak beliau menerima wahyu hingga wafatnya. Dalam
periode ini Rasulullah adalah guru dan para sahabat adalah murid-muridnya. Kedua,
periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak wafatnya Rasulullah
sampai dengan akhir kekuasaan dinasti Umawi. Pada masa ini yang memegang peran
sentral adalah para sahabat Nabi dan generasi tabi’in. Ketiga, periode kejayaan
pendidikan islam berlangsung dari awal munculnya kekuasaan Abbasiyah higga
runtuhnya kota Baghdad akibat serangan tentara Mongol. Pada periode ini yang
memegang peranan penting bukan hanya ulama, tapi juga ilmuwan-ilmuwan dari
berbagai disiplin ilmu dan banyak pula mereka yang tidak memeluk agama Islam.
Periode keempat adalah tahap kemunduran yang berlangsung sejak jatuhnya Baghdad
hingga penaklukan Napoleon atas Mesir pada abad ke 18. Hal ini ditandai dengan
1 Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: Rosda, 2014) hal 1
1

berpindahnya pusat kebudayaan dunia dari timur ke dunia barat. Kelima, tahap
pembaruan pendidikan islam yaitu ditandai dengan masuknya Napoleon ke Mesir
sampai saat ini. Pemegang peranan penting dalam tahap ini adalah para pembaharu
Islam yang tampil ke dalam lintasan sejarah. Periode ini ditandai dengan penyerapan
unsur-unsur pendidikan barat ke dalam pendidikan Islam.2

Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam amat penting, terutama bagi pelajarpelajar agama Islam dan pemimpin-pemimpin Islam. Dengan mempelajari Sejarah
Pendidikan Islam kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran Islam baik
dari cara didikannya maupun cara ajarannya. Khusunya pendidikan Islam pada zaman
Nabi Muhammad SAW.
Sebagai umat Islam, hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna
menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah
tersebut. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat dua
periode. Yaitu periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitik beratkan pembinaan
moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah
dan pada peroide di Madinah Nabi Muhammad SAW melakukan pembinaan di bidang
sosial politik. Disinilah pendidikan Islam berkembang pesat.
B.

Rumusan Masalah

1. Kapan dan bagaimana terjadinya masa pertumbuhan, perkembangan dan
kejayaan pendidikan Islam ?
2. Kapan dan mengapa terjadi masa kemunduran pendidikan Islam?
C.


Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Kapan dan bagaimana terjadinya masa pertumbuhan,
perkembangan dan kejayaan pendidikan Islam .
2. Untuk mengetahui kapan dan mengapa terjadi masa kemunduran pendidikan
Islam.

2 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia : Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan , (jakarta : Rajagrafindo Persadda, 1999) hal 5-6

2

BAB II
MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN, KEJAYAAN DAN
KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
I. MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM (MASA
RASULULLAH)
1. Pendidikan Islam Periode Makkah
Pembinaan pendidikan di masa Rasulullah dapat dibagi menjadi dua, yaitu

saat Rasulullah berada di Makkah dan setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah.
Sebelum diutus menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW telah dididik oleh Allah
melalui pengalaman, pengenalan dan peran sertanya dalam kehidupan masyarakat.
Allah menjaganya dari kebiasaan-kebiasaan kaum kafir Quraisy yang buruk seperti
mabuk-mabukan, berzina ataupun menyembah berhala. Rasulullah pun diberikan
tanggung jawab sebagai penggembala kambing, dimana para Nabi semuanya adalah
penggembala.3
Setelah memasuki usia ke 40 tahun, Allah mengutusnya untuk menyebarkan
ajaran Islam kepada umat. Tahap pertama dalam penyampaian dakwah ini disebarkan
dalam kalangan terbatas seperti pada keluarga terdekat dan teman dekatnya. Orang
pertama yang masuk ke dalam agama ini adalah Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib
seorang sepupunya, Zaid bin Haritsah anak angkatnya dan Abu Bakar seorang teman
dekatnya. Melalui Abu Bakar banyak pula orang-orang yang masuk Islam seperti
Zubair bin Awwam, Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqash
dan Abdurrahman bin ‘Auf.4 Setelah dakwah secara tertutup barulah masuk ke dalam
fase berdakwah secara terbuka.
Rumah Arqom bin Abil Arqom adalah madrasah Nabi yang pertama dalam
mendidik dan mengajarkan Al-Qur’an. Banyak kaum Quraisy yang masuk Islam
dengan menghadap Nabi di rumah Arqom ini. Diantaranya adalah Mushab bin Umair
3 Hadist Shahih Riwayat Imam Bukhari, Ijara : 2

4 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta
: Gema Insani Press, 2005) hal. 27

3

dan Umar bin Khatab. Kisah Umar bin Khatab pertama kali masuk Islam sangat
menarik jika kita cermati.
Suatu hari Umar keluar rumah menenteng pedang terhunus hendak melibas
leher Nabi Muhammad. Beberapa sahabat sedang berkumpul dalam sebuah rumah di
bukit Safa. Jumlah mereka sekitar empat puluhan termasuk kaum wanita. Di
antaranya adalah paman Nabi Muhammad, Hamzah, Abu Bakar, Ali dan juga sahabat
yang lain yang tidak ikut hijrah ke Etiopia. Nua’im secara tidak sengaja berpapasan
dan bertanya hendak kemana Umar pergi. “ Saya hendak menghabisi Muhammad,
manusia yang telah membuat orang Quraisy khianat terhadap agama nenek moyang
dan mereka tercabik-cabik serta ia (Muhammad) mencaci maki tata cara kehidupan,
agama, dan tuhan-tuhan kami. Sekarang akan aku libas dia. “Engkau hanya akan
menipu diri sendiri, Umar” Kata Nua’im “ Jika engkau menganggap bahwa Bani
Abdul Manaf mengizinkanmu menapak di bumi ini hendak memutus nyawa
Muhammad, lebih baik pulang temui keluarga anda dan selesaikan permasalahan
mereka” Umar pulang sambil bertanya-tanya apa yang menbimpa keluarganya.

Nu’aim menjawab “ Saudara ipar, keponakan yang bernama Said serta adik
perempuanmu telah mengikuti agama baru yang dibawa Nabi Muhammad. Oleh
karena itu, akan lebih baik jika anda menghubungi mereka”. Umar cepat-cepat
memburu iparnya di rumah, tempat Khabab sedang membaca surat Taha dari
sepotong tulisan Al-Qur’an. Saat mereka dengar suara Umar, Khabab lari masuk ke
kamar kecil, sedang Fatimah mengambil kertas kulit yang bertuliskan Al-Qur’an dan
diletakkan di bawah pahanya”.5
Dari keterangan kisah di atas dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an
telah ditulis pada periode awal Islam. Ketika ayat Al-Qur’an turun Rasulullah
memanggil para sahabatnya untuk menghapalkan ayat Al-Qur’an yang turun tersebut
dan beberapa orang menuliskannya. Penekanan pendidikan pada masa hidup Nabi
Muhammad baik di Mekkah maupun di Madinah adalah pembacaan dan penghafalan
Al-Qur’an. Perlu digaris bawahi di sini Al-Qur’an bukan berasal dari teks tertulis
yang kemudian dihafalkan, namun berasal dari hafalan yang kemudian dituliskan.6
Dalam periode Mekkah ini terdapat beberapa sahabat yang menjadi guru
dalam mengajarkan Al-qur’an. Mereka adalah :
1.

Ibnu Mas’ud adalah orang pertama yang mengajarkan Al-qur’an di Mekkah
5 Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam (Jakarta : darul Falah, 2008).


6 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta
: Gema Insani Press, 2005.

4

2.

Khabbab mengajarkan Al-qur’an pada Fatimah (saudara perempuan Umar
bin Khatab) dan suaminya Sa’id bin Zaid

3.

Mushab bin Umair dikirim oleh Nabi Muhammad SAW ke Madinah sebagai
guru mengaji Al-qur’an.7
Hasil pendidikan Al-qur’an dalam periode Mekkah ini cukup memuaskan

walaupun harus berhadapan dengan siksaan dari kaum musyrikin kota Mekkah. Para
sahabat dengan semangat mengajarkan Al-qur’an di kabilah-kabilahnya dan orang –
orang yang ditemui olehg meraka. Adapun hasil pendidikan Al-qur’an di Mekkah ini

antara lain bisa dilihat dari :
1.

Saat Nabi Muhammad tiba di Madinah, beliau diperkenalkan oleh seorang
anak muda bernama Zaid bin Tsabit, anak lelaki berusia sebelas tahun yang
telah menghafal enam belas surah Al-qur’an

2.

Barra menjelaskan bahwa ia sudah mengenal seluruh surah Al-Muffasal
(terdiri dari surat Al-Qaf hingga akhir Al-qur’an) sebelum Nabi Muhammad
tiba di Madinah.8
Dalam periode Mekkah ini titik tekan materi pembelajaran adalah masalah

tauhid yang mendalam untuk mengikis habis kesyirikan-kesyirikan yang mungkin
masih melekat di hati para sahabat dan membuat pertentangan tegas dengan
kepercayaan masyarakat Quraisy. Intisari ajaran tauhid tersebut adalah sebagaimana
yang tercermin dalam surat Al-Fatihah. Pokok-pokoknya adalah :
1. Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Dialah satusatunya yang menguasai dan mengatur alam ini sedemikian rupa, sehingga
merupakan tempat yang sesuai dengan kehidupan manusia. Dia pulalah yang

telah mengatur kehidupan manusia, mendidik dan membimbingnya, sehingga
mendapatkan kehidupan sebagaimana yang mereka alami. Oelh karenanya,
hanya Dialah yang memiliki segalanya, yang berhak mendapatkan pujian.
Manusia harus memuji-Nya karena semua makhluk pun memuji-Nya juga.
Memuji Allah harus dilasanakan langsung kepada-Nya, bukan seperti kebiasaan
masyarakat yang memuji Tuhan dengan perantaraan berhala-berhala mereka.
Berhala-berhala tersebut sebenarnya tidak berarti apa-apa, tidak memberikan
mudarat ataupun manfaat dalam kehidupan mereka, sedangkan yang memberi

7 Ibid, hal 65
8 Ibid

5

nikmat dan segala kebutuhan hidup pada hakikatnya adalah Allah. Itulah
sebabnya Dialah yang berhak mendapatkan pujian tersebut
2. Bahwa Allah telah memberikan nikmat, memberikan segala keperluan bagi
semua makhluk-Nya dan khusus kepada manusia ditambah dengan petunjuk dan
bimbingan agar mendapatkan kebahagiaan hidup yang sebenar-benarnya. Allah
telah memberikan keperluan hidup, membimbing dan mendidik manusia dengan

penuh kasih sayang, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Pengertian bahwa Allah bersifat
Rahman dan Rahim tersebut, memberikan dorongan untuk menjabarkan sifat
kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama manusia, yang
berbeda dengan sikap permusuhan antarsuku yang membudaya di kalangan
bangsa Arab pada masanya. Berbeda pula dengan perlakuan mereka yang
sewenang-wenang terhadap kaum yang lemah dan tak berdaya.
3. Bahwa Allah adalah raja hari kemudian, telah memberikan pengertian bahwa
segala amal perbuatan manusia selama di dunia akan diperhitungkan di sana.
Segala perbuatan yang baik dan perbuatan jahat walau sebesar biji sawi akan
dibalas oleh-Nya secara setimpal. Pengertian tersebut bertentangan dengan
kepercayaan oirang Arab selama ini , bahwa hari pembalasan itu tidak ada atau
tidak ada hidup setelah mati.
4. Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan satu-satunya. Hanya
kepada Allah segala bentuk pengabdian ditujukan. Penyembahan kepada selain
Allah, tidaklah benar dan harus dihapuskan. Segala bentuk penyembahan dan
pengabdian kepada Allah harus sesuai dan menurut apa yang dikehendaki oleh
Nya, bukan menurut selera manusia sendiri. Pengertian tersebut mendorong
untuk melaksanakan pengabdian kepada Allah secara bertanggung jawab.
Segala perbuatan dan pengabdian manusia harus dikerjakan karena Allah
semata, bukan karena berhala-berhala.

5. Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya dan oleh karenanya hanya
kepada Nyalah manusia harus meminta pertolongan. Pengertian ini sekaligus
membatalkan permintaan pertolongan kepada selain Allah
6. Bahwa Allah yang sebenarnya membimbing dan memberi petunjuk kepada
manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh dengan rintangan,
tantangan dan godaan. Allah yang memberikan petunjuk ke arah jalan yang
lurus, jalan yang ditempuh oleh orang-orang shaleh terdahulu, jalan hidup
warisan Ibrahim yang sebenarnya. Pengertian tersebut memberikan kesadaran
6

bahwa jalan yang ditempuh selama ini bukanlah jalan Allah. Demikian pula
jalan hidup orang-orang Yahudi dan Nasrani yang dikenal selama ini, buikanlah
jalan hidup yang dibenarkan Allah.9
Namun dakwah Rasulullah mendapatkan tantangan yang luar biasa dari kaum
kafir Quraisy. Rasulullah mencoba kembali dakwahnya ke Tha’if namun gagal pula.
Kemudian, setiap msuim haji Rasulullah mengunjungi kemah-kemah jama’ah untuk
menyampaikan ajaran tauhid tersebut. Namun hanya satu jam’ah dari Yatsrib yang
menerima ajakannya.
Dari sinilah usaha untuk memperkenalkan Islam kepada seluruh masyarakat
Yatsrib (Madinah) dimulai. Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair untuk
mendakwahkan Islam ke sana. Mush’ab tidaklah mengecewakan Rasulullah. Pada
awalnya penduduk Islam di Madinah hanya 12 orang saja. Namun haji pada musim
selanjutnya, 70 orang Islam tiba di Mekkah. Mush’ab dengan cerdik mendekati para
pemuka-pemuka Kabilah yang ada di Madinah seperti Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin
Muadz dan Sa’ad bin Ubadah. Dengan masuknya Islam mereka, maka berbondongbondonglah penduduk Yatsrib masuk ke dalam Islam.10 Dengan kesuksesan Mush’ab
bin Umair ini dimulailah periodesasi dakwah dan penyebaran pendidikan Islam di
Madinah dengan peristiwa Hijrah sebagai pintu gerbangnya.
Mahmud Yunus menerangkan beberapa hal berkaitan dengan pendidikan Islam pada
masa Mekkah ini bahwa pembinaan pada periode ini meliputi :
1. Pendidikan keagamaan yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah sematamata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu Maha
Besar dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauhjauhnya.
2. Pendidikan akliyah dan ilmiyah yaitu mempelajari kejadian manusia dari
segumpal darah dan kejadian alam semesta. Allah akan mengajarkan demikian
itu kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membahasnya, sedangkan
mereka dulu belum belum mengetahuinya. Untuk mempelajari hal tersebut
haruslah dengan banyak membaca dan menyelidiki serta memakai pena untuk
mencatat.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, Nabi Muhammad SAW mengajarkan
sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
9 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal23-25
10 Khalid Muhammad Khalid, 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW (Jakarta : Al-I’tishom : 2007)
hlm. 6-8

7

4. Pendidikan jasamani (kesehatan) yaitu mementingkan kebersihan pakaian,
badan, dan tempat kediaman.11
2. Pendidikan Islam Periode Madinah
Jika pada periode Makkah ciri pendidikan Islam lebih dititik tekankan pada
pendalaman tauhid, maka pada periode Madinah ini lebih ditekankan pada aspek
sosial dan politik dengan cakupan yang lebih luas dengan tetap disandarkan pada
penjiwaan terhadap tauhid itu sendiri.12
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi ketika tiba di Madinah adalah
mendirikan Masjid sebagai pusat ibadah dan pusat Pendidikan Islam kaum muslimin.
Dalam hal ini Rasulullah membuatkan sebuah Suffah di dalam masjid yang berfungsi
sebagai tempat belajar pemberantasan buta huruf, dengan menyediakan makanan dan
tempat tinggal.13
Qatadah menyebutkan terdapat sembilan ratus orang yang menjadi ahli suffah
tersebut walaupun ulama lainnya menyatakan hanya empat ratus orang. Saat Nabi
mengajarkan Al-Qur’an maka sahabatseperti Abdullah bin Said al-Ash, Ubadah bin
Shamit dan Ubay bin Ka’ab mengajarkan

dasar-dasar penting membaca dan

menulis.14 Selain itu Rasulullah juga membacakan Al-Qur’an kepada para tokoh
terkemuka yang bukan ahlu-suffah seperti Abdullah bin Salam 9seorang Yahudi yang
masuk Islam), Ubay bin Ka’ab, Hisyam bin Hakim, Umar bin Khatab dan Ibnu
Mas’ud. Selain itu banyak pula utusan yang tiba ke Madinah, masuk Islam dan
diajarkan Al-Qur’an oleh Rasulullah dengan diberi makanan dan tempat penginapan.15
Perang badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin membuat banyak para
tawanan perang. Untuk menebus diri mereka, mereka diminta untuk membayar seribu
hingga empat ribu dirham. Jika tawanan perang tersebut adalah orang tak mampu
banyak yang dibebaskan tanpa tebusan oleh Rasulullah.16 Banyak pula dari mereka
yang dapat membaca dan menulis, menebus diri mereka dengan mengajarkan sahabatsahabat Rasulullah membaca dan menulis.17 Dengan cara ini Rasulullah secara cerdas
mencoba memberantas buta huruf di kalangan para sahabatnya.
11 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 27
12 Ibid, hal 33
13 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
( Jakarta : Gema Insani Press, 2005) hal 66
14 Ibid. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Sunan, vi : 125-16
15 Ibid
16 Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 1 (Jakarta : Darul Falah, 2005) hal 635
17 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos, 1999) hal 15

8

Banyak pula murid-murid Rasulullah menjadi guru untuk kaum muslimin
yang lain ataupun diutus untuk mengajarkan Al-Qur’an pada orang lain. Tokoh-tokoh
sahabat itu antara lain : Ubadah bin Shamit mengajarkan Al-Qur’an pada masa
kehidupan Rasululah SAW, Ubay bin Ka’ab mengajarkan Al-Qur’an pada masa
kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Ia juga mengajarkan seorang buta di
rumahnya, Abu said Al-Khudri, Sahl bin Said Al-Anshari, Uqbah bin Amir, Jabir bin
Abdullah, Anas bin malik, Muadz bin Jabal dikirim ke Yaman, Abu Ubaid dikirim ke
Najran, wabra’ bin Yuhannas mengajar Al-Qur’an di San’a (yaman)kepada Ummu
Said binti Buzrug semmasa kehidupan Nabi Muhammad SAW.18
Hasil dari pendidikan ini adalah munculnya para Huffaz di kalangan para
sahabat. Banyak para sahabat yang kemudian di bunuh pada peristiwa bir Ma’unah. 19
Nama-nama mereka yang masih hidup dan mengajarkan Al-qur’an di Madinah dan
daerah-daerah kekuasaan Islam lainnya adalah ; Ibnu Mas’ud, Abu Ayyub, Abu Bakar
As-shidiq, Abu Darda’, Abu Zaid, Abu Musa Al-Ashari, Abu Hurairah, Ubay bin
Ka’ab, Ummu Salamah, Tamim Ad-Dari, Sa’ad bin Mundhir, Hafsah, Zaid bin Tsabit,
Salim Maula Abu Hudzaifah, Sa’ad bin Ubadah, Sa’ad bin Ubaid Al-Qari, Sa’ad bin
Mundhir, Shihab al-Qurashi, Talhah, Aisyah, Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Sa’ib,
Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Utsman bin Affan, Atta bin
Markayud (orang persia yang tinggal di Yaman), Uqbah bin Amir, Ali bin Abi Thalib,
Umar bin Khatab, Amr bin Al-Ash, Fudhail bin Ubaid, Qays bin abi Sa’sa’a,
Mujamma bin Jariya, Maslama bin Makhlad, Muadz bin Jabal, Muadz Abu Halima,
Ummu Warqah, dan Abdul Wahid.20
Selain menghafal Al-Qur’an, tradisi akademik yang dikembangkan oleh
Rasulullah adalah penulisan Al-Qur’an.21 Kebiasaan Nabi yang memanggil para
sahabat yang bisa menulis setelah wahyu turun untuk menghapalkan ayat tersebut dan
menuliskannya, telah memunculkan banyak sahabat yang menjadi penulis Al-Qur’an.
Mereka adalah; Abban bin Said, Abu Umama, Abu Ayub Al-Anshari, Abu Bakar AsShidiq, Abu Hudzaifa, Abu Sufyan, Abu Salama, Abu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab, AlArqam, Usaid bin Hudair, Aus, Buraida, Bashir, Tsabit bin Qais, Ja’far bin Abi Thalib,
18 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
( Jakarta : Gema Insani Press, 2005), hal 68.
19 Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 1 (Jakarta : Darul Falah, 2005) hal 151154
20 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
( Jakarta : Gema Insani Press, 2005) hal 69-70
21 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam : Potret Timur Tengah
Era Awal dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) hal 5-12.

9

Jahm bin Sa’ad, Suhaim, Hatib, Hudzaifa, husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin
Sa’id, Khalid bin Walid, Zubair bin Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Tsabit, Sa’ad
bin Abi Rabi’, Sa’ad bin Ubadah, Sa’id bin Sa’id, Shurahbil bin Hasna, Thalhah, Amir
bin Fuhaira, ‘Abbas, Abdullah bin Arqom, Abdullah bin Abi Bakar, Abdullah bin
Rawahah, Abdullah bin Zaid, Abdullah bin Sa’ad, Abdullah bin Abdullah, Abdullah
bin Amr, Utsman bin Affan, Uqba, Al-‘ala bin Uqbah, Ali bi abi Thalib, Umar bin
Khatab, Amr bin al-ash, Muhammad bin Maslama, Mu’adz bin jabal, Mu’awiyah,
Ma’n bin adi, Mu’aqib bin Mughirah, Mundhir, Muhajir dan Yazid bin abi Sufyan.22
Zuhairini dkk menerangkan bahwa pendidikan pada periode Mekkah ini
adalah Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan. Materi pokok pendidikan ini
adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam piagam Madinah, yang dalam
prakteknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun
selama periode Madinah. Tujuan pendidikan ini adalah agar pokok pikiran yang
terkandung dalam konstitusi Madinah ini diakui tidak hanya di Madinah saja tapi juga
untuk seluruh jazirah Arabia. Pelaksanaan praktek ini dijabarkan dalam bentuk a)
Pendidikan Ukhuwah (persaudaraan) dimana Rasulullah mempersuadarakan kaum
Anshar dengan kaum Muhajirin untuk mengokohkan umat Islam, b) Pendidikan
Kesejahteraan Sosial, c) pendidikan anak yang terdiri dari pendidikan tauhid,
pendidikan Salat dan pendidikan

adab dan sopan santun dalam keluarga dan

masyarakat, pendidikan kepribadian, d) Pendidikan pertahanan dan keamanan.23
II. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM (PASCA
RASULULLAH)
a.

Periode Khulafaurrasyidin
Sistem pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin dilakukan secara

mandiri tidak dikelola oleh pemerintah kecuali pada masa Khalifah Umar bin Khatab
yang turut campur dalam materi lembaga pendidikan Kutab. Sahabat-sahabat
Rasulullah telah mendirikan majelis-majelis ilmu mereka masing-masing.
Seiring dengan perkembangan wilayah Islam, maka pusat pendidikan Islam
tidak hanya ditemukan di Madinah saja. Tapi telah menyebar ke daerah lainnya seperti
Basrah dan Kufah (Iraq), Palestina dan Damsyiq (Syam) dan kota Fustat (Mesir). 24
22 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
( Jakarta : Gema Insani Press, 2005al 72-73
23 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 43-60

10

Tenaga pengajar dan ahli pendidikan di masing-masing daerah adalah tokoh-tokoh
sahabat yang mendirikan Majelis dan madrasah masing-masing. Mereka adalah:
1. Madrasah dan Majelis Ilmu Di Makkah
Sahabat yang mengajar di Makkah adalah Muadz bin Jabal. Beliau memiliki
spesifikasi dalam bidang Al-qur’an dan hukum-hukum halal dan haram dalam Islam.
Nantinya Madrasah ini dilanjutkan oleh Ibnu Abbas yang datang ke Mekkah pada
masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ibnu Abbas mengajarkan Fiqh, tafsir, hadist
dan sastra. Ibnu Abbaslah yang membuat Madrasah Mekkah ini berkembang dan
terkenal.
Tercatat beberapa murid-murid madrasah Mekkah ini yang akan memainkan
peran penting dalam Islam. Diantaranya adalah; Mujahid bin Jabbar ahli tafsir Qur’an,
Atta’ bin Abi Rabbah seorang yang ahli dalam ilmu Fiqh, serta Tawus bin Kaisan
seorang Fuqaha dan Mufti yang ada di Mekkah. Generasi selanjutnya dari Madrasah
ini adalah; Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid Al-zanji. Imam asy-Syafi’i
sebelum berangkat ke Madinah belajar dengan dua ulama tersebut.25
2. Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih terkenal dibandungkan dengan madrasahh-madrasah
lainnya di masa itu. Hal ini terkait dengan banyaknya para sahabat Nabi yang menetap
di Madinah seperti Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Selain itu para Khulafaur
rasyidin tinggal di daerah ini. Madrasah Madinah inilah yang yang nantinya
melahirkan ulama-ulama terkemuka seperti; Said Al-Musayab, Urwah bin Zubair, dan
generasi setelahnya yaitu Ibnu SyihabAl-Zuhri.26
3. Madrasah Basrah
Para sahabat di Basrah yang mengajarkan ilmunya di sana adalah Abu Musa
Al-Asy’ari dan Anas bin Malik yang terkenal dengan keahliannya di bidang Fiqh,
hadist dan Al-Qur’an. Generasi penerus madrasah Basrah yaitu Hasan Al-Bashri dan
Ibnu Sirin.27
4. Madrasah Kufah
Guru utama Madrasah Kufah dari kalangan sahabat adalah Ali bin Abi Thalib
dan Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi Khalifah Umar bin
24 Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya,
2014) hal 16.
25 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 72.
26 Ibid, hal 73.
27 ibid

11

Khatab untuk mengajarkan agama kepada masyarakat Kufah. Madrasah Kufah inilah
yang nantinya akan melahirkan banyak ulama kelas satu di antaranya : Alqamah, AlAswad, Masruq, Al-harits bin Qais dan amr bin Syurahbil. Angkatan selanjutnya
madrasah ini melahirkan ulama seperti Abu Hanifah.28
5. Madrasah Damsyik
Di Damsyik para guru dari sahabat Nabi adalah Muadz bin Jabal, Ubadah dan
Abu Darda. Ketiga sahabat tersebut diutus pada masa Khalifah Umar bin Khatab.
Madrasah ini kemudian diteruskan oleh para murid-murid meraka di antaranya adalah
Abu Idris Al-Khailany, Makhul Al-Dimasyqi, Umar nin Abdul Aziz dan Raja’ bin
Haiwah. Akhirnya muncullah seorang ulama mazhab yang terkenal Imam Al-Auza’i.29
6. Madrasah Fustat (Mesir)
Sahabat yang mendirikan Madrsah dan menjadi guru di sana adalah Amr bin
Ash yang merupakan ahli hadist dan penulis hadist. Penggantinya adalah Yazid bin
Abu Habib Al-Nuby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Murid Yazid yang
paling terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah.30
Pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq, Al-Qur’an mulai dikumpulkan untuk
dibukukan. Hal ini mengingat banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur di
medan perang. Untuk tugas besar ini, ditunjuklah Zaid bin Tsabit. Metode Zaid dalam
menyusun Al-Qur’an adalah dengan menyeleksi ragam tulisan yang telah ada
sebelumnya yang dimiliki masyarakat. Syaratnya adalah orang itu hafal ayat tersebut
dan ia menuliskannya dengan didukung oleh dua
orang saksi.31
Perhatian para khalifah terhadap Al-Qur’an tidak pernah terputus. Pekerjaan
besar dalam menyatukan ragam bacaan Al-Qur’an yang dikhawatirkan akan
menimbulkan gesekan kuat dalam tubuh kaum muslimin terjadi pada masa Utsman
bin Affan menjadi khalifah.32 Maka Utsman menunjuk dua belas orang yang ahli AlQur’an untuk memecahkan masalah ini yang dikomandoi oleh Zaid bin Tsabit dan
Ubay bin Ka’ab. Dua belas orang tersebut antara lain;Said bin Al-Ash, Nafi’ bin
Zubair bin Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Az-Zubair,

28 Ibid, hal 74
29 ibid
30 Ibid, hal 75
31 M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
( Jakarta : Gema Insani Press, 2005.
32 Ibid, hal. 97

12

Abdurrahman bin Hisham, Kathir bin Aflah, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas,
Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Amr bin Ash.33
Terdapat metode pendidikan khas kaum muslimin yang telah dikembangkan
sejak jaman Rasulullah hingga sekarang. Metode ini adalah sistem sanad yang
digunakan untuk menguji otensitas sebuah riwayat. Sistem ini bermula dari zaman
Rasulullah dan berkembang menjadi ilmu tersendiri pada akhir abad pertama hijriyah.
Landasannya adalah pada kebiasaan sahabat untuk menghadiri majelis Rasulullah
secara bergiliran. Sahabat yang tidak hadir mendapatkan pelajaran dari yang hadir apa
yang telah dilihat dan didengar oleh mereka. Ketika menyampaikan pengajaran
tersebut, mereka menyebutkan “ Rasulullah melakukan hal ini dan ini”. Dermikian
juga ketika informasi itu sampai ke tangan ketiga, ia akan menyebutkan secara
lengkap berita tersebut.
Pada awalnya sistem Isnad ini tidak terlalu dipentingkan. Namun berhubungan
dengan fitnah besar yang melanda kaum muslimin, maka sistem isnad ini diwajibkan
untuk menghindari informasi-informasi palsu yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Pada masa selanjutnya semangat mencari ilmu yang otentik, mendorong para sarjana
untuk melakukan Rihlah yaitu pengembaraan dalam mencari hadits.34 Hal inilah yang
membuat ditemukannya banyak hadits dengan ungkapan-ungkapan yang sama namun
berasal dari belahan dunia yang berbeda yang masing-masing melacak kembali asalusulnya yang bermuara pada sumber yang sama yaitu Rasulullah SAW, sahabat dan
Thabi’in.
Syarat-syarat diterimanya suatu riwayat pun menggunakan standar yang ketat.
Standar penerimaan ulama terhadap suatu riwayat dengan melihat pada beberapa hal
yaitu;
1.

Pribadi para periwayat. Para rawi dalam sistem isnad benar-benar orang
yang selamat aqidahnya, bagus akhlaknya, amanah, selalu shalat
berjamaah, tidak pernah berdusta walaupun sekali semenjak dewasa dan
bebas dari cacat mental. Selain itu kemampuan dan akurasinya dalam
bidang hadist dan ilmu sudah mumpuni. Baik akhlak maupun kemampuan
akademik harus mendapatkan pengakuan dari para Imam / Sarjana Muslim
yang telah memenuhi kualitas seperti yang dititurkan di atas

33 Ibid, hal 99-100
34 Rihlah bisa dikatakan pula salah satu cara dalam pendidukan kaum Muslimin.

13

2.

Sanad Riwayat itu sendiri. Seperti klarifikasi hubungan guru dan murid
yang harus memiliki saksi dari para sarjana yang lainnya, jaringan riwayat
yang tidak terputus serta pemeriksaan silang menyeluruh terhadap isnadisnad lainnya.35

3.

Matan / isi Riwayat tersebut. Apakah matannya bertentangan dengan hadist
yang lebih shahih atau tidak, apakah matannya Gharib (aneh), ataukah
matannya bertentangan dengan Al-Qur’an ataukah tidak.36

b. Periode Dinasti Umayyah
Pada

masa

dinasti

Umayyah,

perkembangan

Islam

semakin

pesat

dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Jika masa sebelumnya pendidikan
Islam dilaksanakan di Kuttab, Shuffah ataupun di rumah-rumah para ulama dan
Masjid, maka pada masa ini pendidikan Islam juga dilakukan di dalam Istana untuk
mengajar dan mendidik keluarga-keluarga kerajaan. Selain itu para penguasa dinasti
Umayyah seringkali mengadakan majelis-majelis keilmuwan. Mu’awiyah sendiri
serimg menyelenggarakan majelis-majelis tersebut dengan mengundang ulama,
sastrawan, dan ahli sejarah untuk memberikan penjelasan pada Mu’awiyah sejarah
bangsa Arab melalui syair-syair arab, cerita-cerita persia dan sistem pemerintahan
serta administrasi kerajaan Persia.37
Pada masa ini mulai terjadi pembidangan dalam ilmu tafsir, hadist, fikih dan
ilmu kalam. Dalam bidang hadist muncul sosok seperti Hasan Al-Bashri, dalam
bidang fiqih terdapat ulama terkemuka bernama Ibnu Shihab Al-Zuhri, dalam bidang
ilmu kalam muncullah nama Washil bin Atha’ yang merupakan peletak dasar
Mu’tazilah. Selain itu berkembang pula Bahasa Arab. Kecenderungan untuk
mempelajari bahasa Al-Qur’an dan pemerintahan, kebutuhan orang-orang non arab
yang telah ditaklukkan dengan bahasa Arab dan banyaknya orang-orang non arab
yang menggunakan bahasa Arab namun dialeknya dianggap merusak bahasa Arab
menyebabkan besarnya tuntutan akan pendalaman bahasa Arab sehingga lahirlah ilmu
bahasa Arab. Tokoh-tokohnya natara lain Abu Al-aswad ad-Duali (murid Ali bin Abi
Thalib) dan Sibawaih.38

35 (Lukas 1 : 1-3)
36 Al-A’zami, Hadist Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994)
37 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan islam (jakarta:Logos, 1999) hal 22
38 Ibid, hal 23

14

Selain itu muncullah sekolah Al-Badiyah. Sekolah Al-Badiyah adalah sekolah
bagi para Pangeran dinasti Umayah. Badiyah adalah nama gurrun pasir di Suriah
dimana suku-suku Badui tinggal dengan mempertahankan kemurnian adat dan bahasa
mereka. Pelajaran yang diberikan adalah berburu, menunggang kuda / unta, memeras
anggur dan menggubah syair. Para pangeran berusaha untuk menyerap bahasa Arab
murni yang tidak tercemar denggan bahasa Aramaik. Tempat ini pula tempat
pengungsian keluarga kerajaan dari wabah penyakit yang menjangkiti kota.39
Kondisi Mekkah dan Madinah yang cukup tenang dari hiruk pikuk politik
membuat banyak calon ulama datang dan belajar di kedua kota suci ini pada masa
Dinasti Umayyah. Madinah terkenal dengan banyaknya ahli hadist. Dua orang ahli
hadist yang tinggal di Madinah adalah Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar.
Mekkah terkenal dengan kemampuan ulamanya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan
ilmu fikih. Ulama yang terkenal adalah Ibnu Abbas, sepupu Rasulullah SAW.40
Kekuasaan Islam yang membentang luas ternyata membuat bangsa Arab
mengadopsi ilmu pengetahuan daerah yang ditaklukkannya. Lama kelamaan peran
Mekkah dan Madinah sebagai pusat intrelektual kaum muslimin tersaingi dengan
hadirnya dua kota besar di Irak, yaitu Basrah dan Kufah. Tokoh terpandang di Kufah
yang merupakan ahli hadist dan qiro’ah adalah ibnu Mas’ud dan Al-Sya’bi yang
dikirim oleh khalifah Abdul Malik dalam sebuah delegasi penting untuk raja
Bizantium di Konstantinopel.41
Selain ilmu hadist, Qur’an dan bahasa Arab, penulisan sejarah mendapatkan
prioritas terbesar. Keinginan para pembesar istana yang ingin mengetahui kisah hidup
para Nabi dan orang-orang besar terdahulu yang menjadi landasan penulisan bukubuku tentang penaklukan (Maghazi) dan Sirah. Siroh yang paling tertua mungkin
adalah siroh Ibnu Ishak yang kemudian menjadi rujukan bagi Ibnu Hisyam untuk
menulis sirohnya pula. Atas undangan Mu’awiyah hadir pula tokoh seperti Abid bin
Syaryah untuk memberitahu khalifah tentang raja-raja Arab masa lalu dan suku
mereka. Abid menulis sebuah buku berjudul Kitab Al-Muluk wa Akhbar Al-madin
(Buku tentang para raja dan sejarah bangsa-bangsa terdahulu). Selain itu muncul pula
tokoh ahli asal-usul Wahb bin Munnabih dan Ka’ab Al-Ahbar.42

39 Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 242
40 Ibid, hal 292
41 Ibid, hal 304
42 Ibid, hal 305

15

Kebudayaan literer juga berkembang pada masa dinasti Umayyah.
Kegandrungan pada puisi dan pidato, membuat bidang ini mendapatkan perhatian
khusus. Tokoh-tokoh cendekiawan dalam bidang ini antara lain; Abdul Hamid AlKatib, ‘Ali Al-ahnaf, Ibnu Qays, Akhtam ibn Shayfi, Umar bin Abi Rabi’ah, Jamil
dari Bani ‘Udzrah yang sukses dengfan karyanya yang legendaris Layla Majnun,
Miskin Al-darimi, Hammad Al-Rawiyah dan lain sebagainya.43
Sekolah puisi pun dibangun pada masa dinasti Umayyah yang dikepalai oleh
Farazdaq (640-728) dan Jarir (W.729). sekolah puisi di ibukota kerajaan dikepalai
oleh Al-Akhtal (640-710). Mereka adalah penggubah puisi satir dan puisi pujian.
Sedangkan sekolah secara formal, Philip K Hitti berpendapat belum ada pada masa
dinasti Umayyah ini. Selain ke Badiyah, pada masa Abdul Malik, seorang guru
dipanggil ke Istana untuk mendidik putra Khalifah. Masyarakat luas yang ingin
mendapatkan pendidikan akan menggunakan masjid untuk mempelajari Al-Qur’an
dan Hadist. Karena itu guru-guru pertama dalam Islam adalah para pembaca Qur’an
(Qarra’). Umar bin Abdul Aziz mengirimkan Yazid bin Habib ke Mesir sebagai hakim
agung di sana. Di Kuffah terdapat tokoh al-Dhahak ibnu Muzahim yang mendirikan
semacam sekolah dasar (Kuttab) dan tidak memungut bayaran dari siswa. Pada abad
kedua hijriyah seorang badui yang tidak diketahui namanya mendirikan sekolah di
Basrah dengan memungut bayaran.44
Sedangkan dalam ilmu pengobatan dan kedokteran, kedokteran arab lebih
terpengaruh pada pengobatan yunani dan Persia. Dokter-dokter Arab pada masa ini
adalah Harits bin Kaladah dari Taif yang menuntut ilmu di Persia. Ia adalah orang
arab pertama yang belajar ke Persia dan mendapatkan gelar kehormatan sebagai
“dokter Arab”. Karirnya sebagai dokter dilanjutkan dengan anaknya Al-Nadzr. Selain
itu tterdapat tabib istana yang menonjol seperti Ibnu Utsal, dan Tayazhuq. Seorang
dokter di Basrah bernama Masarjawayh pada masa Marwan bin hakam mencoba
mbenerjemahkan sebuah naskah ke dalam bahasa arab tentang pengobatan Suriah
yang awalnya ditulis dalam bahasa Yunani.
Ilmu lainnya adalah ilmu kimia. Khalid putra Khalifah Umayah kedua dan
seorang filsuf merupakan orang Islam pertama yang menerjemahkan buku-buku
dalam bahasa Yunani dan Koptik tentang Kimia ke dalam bahasa Arab. Selain itu
Ja’far Ah-Shadiq seorang keturunan Ali bin Abi Thalib dan salah satu dari 12 Imam
43 Ibid, hal 312 - 315
44 Ibid, hal 317-318

16

Syi’ah disebut- sebut menulis naskah tentang astrologi dan kimia. Namun hal ini telah
ditentang poleh sarjana-sarjana modern. Dalam sejarah kita bisa melacak judul karya
pada masa dinasti Umayah. Namun mengutip ungkapan Philip K Hitti bahwa;
“Kenyataan paling tidak menyenangkan seputar kehidupan intelektual pada masa
Umayyah adal;ah bahwa ia tidak mewariskan kepada kita sumber-sumber berbentuk
dokumen yang bisa dijadikan bahan kajian”.45
III. MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
Seperti dijelaskan di atas, masa kejayaan pendidikan Islam adalah saat Bani
Abbasiyah berkuasa hingga jatuhnya Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam
karena serbuan bangsa Mongol. Keilmuwan Islam pada masa ini sebenarnya adalah
perpaduan antara berbagai macam warisan peradaban yang berada di bawah naungan
Islam dengan melalui proses absorpsi kelebihan budaya lain lalu memodifikasi
dengan berbagai ide baru sehingga menjadi jembatan penghubung antara tradisi
keilmuwan masa lalu dan masa depan.46
Proses transmisi literatur Hellenestik tidak bisa terlepas dari peran para sarjana
yang ahli dalam bidang pemikiran Helenestik. Migrasi sarjana-sarjana athena,
Alexandria dan Byzantium ke dalam wilayah-wilayah perlindungan Islam membawa
warisan ilmu ke dalam dunia Islam.47 Penerjemahan karya pun marak dilakukan
dengan didirikannya Baitul Hikmah. Dalam sejarahnya Khalifah al-Ma’mun pun
memberikan kompensasi yang besar bagi ilmuwan yang mampu menerjemahkan
buku-buku berbahasa Yunani ke bahasa Arab.
Pengaruh Filsafat Hellenestik ini akhirnya memberi pengaruh pada bidang
agama. Banyaknya muncul aliran kalam yang beragam adalah salah satu akibat dari
pengaruh filsafat Hellenestik ini. Seperti Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah dan lain
sebagainya. Hal ini berlangsung hingga Imam Al-Ghazali memewnangkan
penggunaan dialektika dan logika yang terbatas, karena khawatir jika digunakan
secara serampangan akan berakibat pada hilangnya keimanan dalam hati.48
Selain dalam bidang agama, filsafat helenestik ini mempengaruhi pula bidang
ilmu lainnya seperti kedokteran, aljabar, kimia, Astronomi dan lain sebagainya. Hal
45 Ibid, hal 320
46 Ehsan Masood, Ilmuwan-ilmuwan Muslim Pelopor hebat di bidang Sains Modern.
Diterjemahkan oleh Fahmy Yamani (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009).
47 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta: Logos, 1999) hal 27
48 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan islam pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2010) hal 165-166

17

ini dibuktikan dengan munculnya banyak ilmuwan yang ahli dalam bidang-bidang
tersebut.
Setidaknya terdapat tujuh lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah.
Diantaranya adalah;
1.

Lembaga pendidikan dasar (Kuttab)

2.

Lembaga pendidikan Masjid (Al-Masjid)

3.

Kedai Pedagang Kitab (al-Bawanit al-Waraqin)

4.

Tempat tinggal para ulama (Manazil Al-Ulama)

5.

Sanggar seni dan sastra

6.

Perpustakaan (Daar Al-Kutb Wa Daar Al-Ilm)

7.

Lembaga pendidikan sekolah (al-Madrasah).49
Masing-masing lembaga pendidikan ini memiliki karakteristiknya masing-

masing. Namun secara umum seluruh lembaga pendidikan tersebut dapat dibedakan
menjadi empat tingkat yaitu; pertama, tingkat rendah yang terdiri dari Kuttab, rumah,
toko, pasar dan istana, kedua, tingkat sekolah menengah yang mencangkup Masjid,
sanggar seni, dan ilmu pengetahuan sebagai lanjutan pelajaran di Kuttab. Ketiga
tingkat perguruan tinggi yang meliputi madrasah dan perpustakaan seperti Bait AlHikmah dan Daar al-ulum di Kairo.
Pada tingkat pendidikan rendah, kurikulum yang diajarkan anatara lain;
membaca dan menghafal Al-qur’an, pokok-pokok agama seperti Wudhu’, shalat dan
puasa, menulis, kisah orang-orang besar, membaca dan menghafal syair-syair,
menghitung dan pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya.50 Namun bukan berarti
kemudian kurikulum ini berlaku untuk semua wilayah. Di Maghribi (Maroko) hanya
diajarkan Al-qur’an, menulis dan syair sedangkan di andalusia selain ketiga pelajaran
tersebut ditambah dengan khath (tulisan indah) dan pokok-pokok nahwu sharaf. Di
Tunisia lebih ditekankan pada hafalan qur’an selain Hadist dan ilmu-ilmu pokok
agama.
Waktu belajar di Kuttab dilakukan pada pada pagi hari hingga waktu shalat
ashar. Sekolah di mulai dari hari sabtu hingga hari kamis sedangkan pada hari Jum’at
sekolah diliburkan. Selain itu pada saat 1 syawal dan idul adha serta hari tasyrik
sekolah diliburkan. Jam pelajaran di bagi menjadi tiga yaitu pelajaran al-Qur’an di
pagi hari hingga waktu duha, menulis dimulai dari waktu dhuha hingga waktu Dzuhur
49 Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya,
2014) hal 23
50 Ibid hal, 24
18

dan pelajaran ilmu lainnya seperti Nahwu, bahasa Arab, syair dan berhitung dimulai
setelah dzuhur hingga ashar.51
Pada tingkat dasar ini, pendidikan tidak menggunakan sistem klasikal, tanpa
bangku, meja dan papan tulis. Guru mengajar anak secara satu persatu. Metode yang
digunakan adalah metode pengulangan dan hafalan. Artinya guru mengulang-ulang
bacaan Al-Qur’an di depan murid dan murid mengikutinya kemudian murid wajib
menghafalkan apa yang disebutnya tadi. Hafalan tersebut tidak hanya sebatas pada
hafalan Al-Qur’an dan hadist. Namun juga merembet pada ilmu-ilmu lainnya seperti
syair, lagu (wazn) sehingga murid mampu menghafalnya dengan mudah.
Pada jenjang pendidikan menengah, pelajaran yang diajarkan antara lain; AlQur’an, bahasa Arab dan kesusasteraan, Fiqih, Tafsir, hadits, Nahwu /
Sharaf/balaghah, ilmu-ilmu eksak, mantiq, falak, tarikh, ilmu-ilmu kealaman,
kedokteran dan musik.52
Sedangkan metodologi pengajaran pada masa ini menurut Hasan ‘Abd ‘Al
secara garis besar dibagi menjadi dua. Pertama, metode pengajaran bidang keagamaan
yang diterapkan pada materi materi seputar Fiqh, tata bahasa, teologi / ilmu kalam,
menulis, lagu dan sejarah. Kedua, metode pengajaran bidang intelektual yang meliputi
olahraga, ilmu-ilmu eksakta, filsafat, kedokteran dan musik yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab serta ilmu-ilmu kebahasaan.53
Dalam jenjang pendidikan tinggi, secara umum pendidikan tinggi memiliki
dua fakultas. Pertama fakultas Ilmu-ilmu agama serta bahasa dan sastra Arab yang
mengkaji ilmu-ilmu berupa, Tafsir, Hadist, fiqih dan ushul fiqih, Nahwu / sharaf,
Balaghah, bahasa dan sastra arab. Kedua, fakultas ilmu-ilmu hikmah/ Filsafat yang
mendalami mantiq (logika), ilmu-ilmu alam dan kimia, musik, ilmu eksakta, ilmu
ukur, ilmu falak, ilmu-ilmu teologi, ilmu tentang hewan, ilmu-ilmu tentang tumbuhan,
ilmu kedokteran. Pelajaran ini se,muanya diajarkan dan belum memiliki spesifikasi
tersendiri. Spesialisasi tersebut ditentukan setelah tamat dari perguruan tinggi
berdasarakan bakat dan kecenderungan masing-masing siswa.
Metode yang digunakan dalam pendidikan tinggi adalah halaqah. Guru duduk
di atas alas duduk sedangkan siswa melingkari sang guru. Guru memberikan materi
kepada semua siswa yang hadir. Sebelum mengajar sang guru menyusun sebuah
Ta’liqah atau semacam silabus yang ditulis oleh masing-masing tenaga pengajar
51 Ibid, hal 24-25
52 ibid
53 Ibid, hal 25-26

19

berdasarkan catatan perkuliahannya ketika menjadi mahasiswa, hasil bacaan dan
pendapatnya tentang materi yang bersangkutan.
Sedangkan metode-metodde pengajaran dilakukan dengan beberapa metode
yaitu :
1.

Metode ceramah (Al-Muhadlaroh). Dalam metode ini guru menyampaikan
materi kepada mahasiswa dengan diulang-ulang sehingga mereka hafal
terhadap yang dikatakannya. Metode ini terbagi menjadi dua cara yaitu:
metode dikte (Al-Imla) dan metode pengajuan terhadap guru (Al-Qira’at ‘ala
al-syaikh aw al-ardl)

2.

Metode diskusi (Al-Muhadzarah). Metode ini digunakan untuk menguji
argumentasi-argumentasi yang diajukan sehingga dapat teruji.

3.

Metode koresponden jarak jauh (al-ta’lim bi al-murasilah). Metode yang
digunakan para mahasiswa untuk bertanya pada guru yang jauh secara tertulis
pula.

4.

Metode rihlah ilmiah. Metode ini dilakukan oleh para siswa baik secara
pribadi maupun secara kelompok untuk datang berkunjung ke rumah ulama
untuk berdiskusi, bertukar pikiran dan bertanya tentang suatu permasalahan.
Biasanya jarak yang ditempuh cukup jauh.54
Selain Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiyah (Syiah) pun tidak ketinggalan

dalam memajukan bidang pendidikan. Panglima Jauhar as-Sakili mendirikan masjid
Al-Azhar pada tahun 359 H/ 970 M dan selesai pembangunannya pada tahun 671 M.
Di samping sebagai masjid tempat dilaksanakannya sholat jum’at, dalam
perkembangannya masjid al-Azhar berkembang menjadi lembaga pendidikan yang
cukup besar. Bermula dari fuqaha terkenal dan pejabat-pejabat pemerintahan Bani
fatimiyah yang b erkumpul di Al-azhar untuk mendengarkan kuliah mum yang
disampaikan oleh Hakim agung Abu Hanifah Nu’man bin Muhammad al-Qirawani
dengan menggunakan prinsip-prinsip syi’ah.
Al-Azhar pun berkembang dengan luar biasa. Tidak hanya ilmu-ilmu
keagamaan saja yang diajarkan namun juga ilmu-ilmu umum seperti Kedokteran,
musik, Filsafat, matematika dan lain sebagainya diajarkan pula. Namun sejak
Shalahudin Al-Ayubi berhasil mematahkan dinasti fatimiyah, Al-Azhar ditutup selama
98 tahun dan baru dibuka saat Sultan Al-zahir Baibars berkuasa.

54 Ibid, hal 27-28.

20

Bentuk selanjutnya dari lembaga pendidikan Islam adalah Madrasah. Namun
hadirnya madrasah tidak mereduksi pendidikan yang telah ada pada kuttab maupun
masjid. Perbedaan madrasah dan lembaga pendidikan lainnya terletak pada
komplerksitas kurikulum yang diajarkan, tidak terletak pada sistem dan metode
pembelajaran.55
Madrasah-madrasah yang berkembang pada masa ini antara lain;
1. Madrasah Nizhamiyah. Madrasah ini didirikan oleh pembesar zaman Seljuk dan
didirikan oleh Nizhamudin Al-Mulk. Madrasah ini terdapat Baghdad, Balk,
Naisyabur, Harat, Isfahan, Basrah, Marw, Mausul dan lain-lain. Namun
madrasah Nizhamiyah Baghdadlah yang paling besar. Para guru madarasah ini
antara lain Syiraz, Al-ghazali, Ibnu Shabagh, Al-ghazali, Ibnu Al-Anbar dan
lain-lain. Kurikulumnya lebih menitikberatkan pada pendalaman fiqh dan tidak
diajarkan ilmu filsafat. Selain fiqh diajarkanm pula ilmu nahwu dan ilmu kalam.
Metode pembelajaran yang dikembangkan adalah ceramah dimana guru
menjelaskan pembelajaran dan diiringi dengan tanya jawab oleh murid kepada
sang guru
2. Madrasah Nurudin az-Zanki. Madrasah ini didirfikan oleh Nurudin az-Zanki di
Damaskus. Fasilitasnya sudah cukup lengkap dengan luas dan kelengkapan
kelas serta WC yang tersedia. Kurikulum madrasah ini khusus mengajarkan fiqh
mazhab Hanafi dan bahasa Arab. Guru-gurunya yang terkenal adalah
Burhanudin Mas’ud dan Imaduddin bin al-Thursusi.
3. Madrasah Al-Mustanshiriyah. Madrasah ini terletak di Baghdad dan didirikan
oleh khalifah al-Mustanshir billah. Fasilitas madrasah ini cukup mewah pada
zamannya. Diantaranta terdapat tempat belajar, tenmpat tidur, tempat makan,
perpustakaan, rumah sakit, rumah obat, gudang, tempat mandi, dapur, kebun
dan masjid. Kurikulumnya adalah mengajarkan Fiqh mazhab empat, hadist,
ilmu qur’an, bahasa Arab, kedokteran dan ilmu pasti
4. Sekolah Kedokteran. Di Damaskus terdapat dua sekolah kedokteran yaitu Aldahuriyah yang didirikan oleh Muhazzibudin Dakhur dan Madrasah AlDanishiriyah yangg didirikan Imanudin Al-Danisary. Pengermbangan ilmu
kedokteran pun sangat bergantung pada rumah sakit.56
55 Arief Subhan, lembaga pendidikan Islam Indonesia abad ke 20 : Pergulatan antara
Modernitas dan identitas (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2009) hal 33
56 Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya,
2014) hal 50-53

21

Di Spanyol pun tidak ketinggalan dalam kegiatan intelektual yang sama.
Pusat-pusat kegiatan intelektual berada di Sevilla, Kordova, granada, Murcia, Toledo
dan kota-kota lain. Bayak sekolah-sekolah dan perpustakaan yang didirikan dimana
mereka memberikan pelajaran bebas mengenai ilmu dan sastra. Salah satu kota yang
memiliki kegiatan intelektual paling dinamis adalah Cordova. Ilmu-ilmu seperti
Geografi, Astronomi, Kimia, Sejarah dan kesusteraan mewarnai peradaban eropa di
abad-abad yang mendatang.57 Observatorium pun dibangun pada menara Sevila. Ini
merupakan observatorium pertama di eropa
Ibnu Khaldun sendiri dalam bukunya Muqaddimah secara panjang lebar
menjelaskan tentang ilmu-ilmu yang diajarkan kepada siswa saat ia hidup. Daftar
pelajaran tersebut adalah :
1.

Ilmu tafsir dan ilmu qiraat

2.

Ilmu-ilmu hadits

3.

Ilmu fiqih termasuk di dalamnya ilmu tentang hukum waris fiqih

4.

Ilmu faraidl

5.

Ilmu ushul Fiqh dan cabang-cabangnya, dialektika dan soal-soal
kontroversial

6.

Ilmu Kalam

7.

Ilmu Tasawuf

8.

Ilmu ta’bir mimpi

9.

Ilmu filsafat

10. AlJabar
11. Aritmetika bisnis
12. Ilmu mekanika
13. Ilmu pengukuran tanah
14. Ilmu optika
15. Astronomi
16. Ilmu mantiq
17. Ilmu kedokteran
18. Fisika
19. Ilmu pertanian
20. Metafisika
21. Ilmu sihir dan Azimat
57 Syed Ameer Ali, Api Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hal 569

22

22. Ilmu rahasia surat
23. Ilmu Kimia58
1. Peradaban Dan Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Golden Age
A. Perkembangan Intelektual.
Secara garis besar Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari
adanya gerakan penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga
dengan gerakan penerjemahan buku tersebut, lahirlah para tokoh Islam sesuai dengan
keahliannya.
1. Ilmu Umum
A. Ilmu Filsafat


Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.



Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.



Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)



Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)



Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain:
Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain.



Al Ghazali (1085-1101 M).