BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIDIABETES KOMBINASI EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L) DAN EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodya pendens) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes mellitus Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

  dengan hiperglikemia yang dikaitkan dengan masalah metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan dapat menimbulkan komplikasi kronik seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Dipiro, 2007)

  Berdasarkan etiologinya DM dapat dibedakan menjadi: DM tipe 1 yaitu ditandai dengan adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe 1 ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) karena pasien mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2, diakibatkan adanya resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Tipe 2 ini juga sering di sebut non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM), karena pada tipe ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang cukup dengan diet dan antidiabetes oral saja. Selain kedua tipe ini, DM jenis lain misalnya gestasional diabetes mellitus, DM pada kehamilan; DM akibat penyakit endokrin atau pankreas atau akibat penggunaan obat (Gunawan, 2007).

  Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan komplikasi penyakit antara lain, komplikasi mikrovaskular yang meliputi retinopathy, neuropathy dan . Komplikasi makrovaskular meliputi jantung coroner, stroke dan

  nefropathy penyakit vascular peripheral.

  Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua target sebagai berikut :

  1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

  2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes Terdapat dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan

  4 obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (DEPKES RI, 2005).

B. Pengelolaan diabetes

  Menurut Soegondo (2005), pilar utama pengelolaan diabetes mellitus antara lain perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan penyuluhan. Pengelolaan diabetes melitus jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala, dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Tujuan pengelolaan jangka panjang untuk mencegah komplikasi sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

  1. Perencanaan makan Perencanaan makan sangat penting pada pasien diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Tujuan dari perencanaan makan yaitu untuk menjaga konsentrasi glukosa dalam rentang normal atau mendekati normal. Standar yang dianjurkan adalah makanan yang seimbang dalam hal karbohidrat, lemak, dan protein sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60 - 70 %, protein 10 - 15 %, dan lemak 20-25 % (Soegondo, 2005).

  2. Latihan Jasmani Menurut Waspadji (2005), latihan jasmani dianjurkan 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE

  (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Penderita diabetes harus didukung untuk latihan jasmani berdasarkan usia dan kemampuan fisik penderita. Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin, dan fungsi kardiovaskuler (Sweetman, 2005).

  3. Obat Berkhasiat Hipoglikemik

  a. Insulin Secara kimawi, insulin terdiri dari dua rantai peptida (A dan

  P) dengan masing-masing 21 dan 30 asam amino, yang saling dihubungkan oleh 2 jembatan disulfida. Berat molekulnya 5700. Pada tahun 1974, sintesis totalnya ditemukan, tetapi meliputi sekitar 200 reaksi kimiawi dan sangat mahal (Tjay & Rahardja, 2002).

  Insulin dapat meningkatkan simpanan lemak maupun glukosa (sumber energi) dalam sel sasaran khusus, serta mempengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi metabolisme berbagai jenis jaringan.

  Klasifikasi akhir diabetes mellitus mengidentifikasi terdapatnya suatu kelompok pasien yang hampir tidak mempunyai sekresi insulin dan kelangsungan hidupnya tergantung pemberian insulin eksogen (diabetes tipe 1). Sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak memerlukan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya, tetapi banyak memerlukan suplemen eksogen dari sekresi endogen untuk mencapai kesehatan yang optimum (Katzung, 2002).

  Secara keseluruhan sebanyak 20 - 25 % pasien diabetes melitus tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkin diberikan adalah insulin (Soegondo, 2005). Pemberian insulin akan menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus. Namun demikian agar pengobatan dengan insulin dapat optimal maka pemberiannya perlu dilakukan dengan meniru semirip mungkin sekresi insulin yang fisiologis, yang sulit dikerjakan pada pemberian secara subkutan bahkan juga dengan pemberian insulin melalui infus intravena (Woodley dan Whelant, 1995). b. Obat Hipoglikemik Oral 1) Pemicu sekresi insulin

  a) Sulfonilurea Kerja utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan pengeluaran produksi insulin dari pankreas. Mekanisme obat golongan sulfonilurea adalah menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat dari rangsangan glukosa (Soegondo, 2005).

  Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi sel- sel beta pankreas dari pulau langerhans pankreas yang kemampuan sekresi insulinnya menurun sehingga bisa ditingkatkan dengan obat ini. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes yang tidak tergantung insulin yang begitu berat, sel-sel betanya masih cukup baik bekerja. Ada indikasi bahwa obat golongan ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati (Tjay&Rahardja, 2002).

  Obat golongan sulfonilurea mempunyai efek samping, yang paling umum adalah rasa tidak nyaman di perut dan diare. Beberapa orang mungkin mengalami ruam pada kulit. Sulfonilurea biasanya direkomendasikan 30 menit sebelum makan untuk mendapatkan hasil yang terbaik (Ramaiah, 2006).

  b) Glinid Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, yaitu meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu repaglinid (derivat asam benzoat), dan nateglinid (derivat Fenilalanin). Obat ini diabsorbsi cepat setelah pemberian oral, dan diekskresi secara cepat melalui hati (Waspadji, 2005). Efek samping nateglinid antara lain hipoglikemia, rash, urtikaria. Sedangkan repaglinid jarang menyebabkan hipoglikemia, nyeri abdominal, gangguan gastrointestinal dan gangguan penglihatan (Anonim,2006)

  2) Penambah sensitivitas Insulin

  a) Biguanid Golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Penjelasan lengkap tentang mekanisme kerja biguanid masih belum jelas. Mekanisme yang diusulkan baru-baru ini meliputi stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dalam darah, penurunan glukoneogenesis hati, melambatkan absorbsi glukosa dalam saluran cerna, dan penurunan kadar glukagon plasma (Katzung, 2002).

  Biguanida umumnya menghasilkan rasa yang tidak enak, pahit, atau seperti logam pada lidah, menghilangkan selera makan, menimbulkan rasa mual, dan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu juga menyebabkan rasa tidak bersemangat, rasa lemah pada otot dan penurunan berat badan yang berlebihan pada sebagian orang (Ramaiah, 2006).

  Pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%. Kombinasi sulfonilurea dengan metformin tampak merupakan kombinasi yang rasional karena cara kerja yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada penggunaan tunggal masing-masing (Waspadji, 2005).

  b) Tiazolidindion Tiazolidindion merupakan golongan obat antidiabetes oral yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Kerja utama obat golongan tiazolidindion yaitu untuk mengurangi resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose (Katzung, 2002).

  Golongan tiazolidindion dapat digunakan bersama sulfonilurea atau insulin atau metformin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Contoh produk ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone (Tjay & Rahardja, 2002). Efek samping yang ditimbulkan antara lain gangguan gastrointestinal, pertambahan berat badan, hipoglikemi, anemia, dan udem (Anonim, 2006). 3) Penghambat glukosidase alfa

  Golongan penghambat glukosidase alfa tersedia untuk penggunaan klinik yaitu acarbose dan miglitol. Perbedaan pokok antara keduanya yaitu pada proses absorbsinya (Masharani dkk., 2004). Acarbose merupakan contoh penghambat glukosidase alfa yang sering digunakan. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa dari dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial (Soegondo, 2005).

  Glukosa akan dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah bisa dihindari. Hal tersebut karena cara kerja obat golongan ini berdasar persaingan penghambatan enzim alfa glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian diturunkan atau polisakarida menjadi monosakarida dihambat (Tjay & Rahardja 2002).

  Acarbose tersedia dalam tablet 50 mg dan 10 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu 50 mg dua kali sehari, secara bertahap ditingkatkan 100 mg tiga kali sehari. Untuk efek maksimal, acarbose diberikan bersama suapan pertama. Pada pasien diabetes acarbose dapat mengurangi hiperglikemi postprandial 30-50 %, dan menurunkan HbA1C 0,5-1 % (Masharani dkk., 2004).

  Pemakaian acarbose dosis tinggi bisa menyebabkan malabsorpsi (penyerapan yang tidak memadai). Sedangkan untuk efek samping, acarbose dapat meningkatkan gas di dalam perut, rasa masuk angin dan diare (Ramaiah, 2006). Dosis tunggal acarbose tidak mengakibatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Namun, kombinasi acarbose dengan insulin atau sulfonilurea dapat mengakibatkan hipoglikemia (Masharani dkk., 2004).

C. Uraian tanaman

1. Buah Manggis

  a. Sistmatika tanaman (Tjiptosoepomo, 1994)

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Guttiferae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L.

  b. Deskripsi tanaman

  Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). Sebagian besar bagian tumbuhan ini digunakan sebagai obat, namun banyak yang tidak mengetahui bahwa kulit manggis mmpunyai khasiat tertentu yang dapat digunakan sebagai obat (Pasaribu et al., 2012).

  c. Kandungan kimia

  Berdasarkan skrining fitokimia yang telah dilakukan pada simplisia kulit buah manggis dan ekstrak etanol kulit buah manggis mengandung senyawa kimia golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid (Pasaribu et al., 2012). Sejumlah peneliti menjelaskan, kulit manggis matang mengandung polyhydroxyxanton, yang merupakan derivat mangostin dan ß-mangostin, yang berfungsi sebagai antioksoidan, antibakteri, antitumor, dan antikanker. Sifat antioksidan xanton melebihi vitamin E dan vitamin C, yang selama ini terkenal sebagai antioksidan tingkat tinggi (Yatman, 2012).

  d. Khasiat

  Berbagai penelitian menunjukkan, senyawa xanthon yang terdapat didalam kulit buah manggis memiliki sifat sebagai antidiabetes, antikanker, antiperadangan, meningkatkan kekebalan tubuh, antibakteri, antifungi, pewarna alami dll. Xanthon dapat menetralkan radikal bebas dan mencegah kerusakan sel β pankreas akibat radikal bebas (Mardiana, 2011). Kulit manggis yang sudah diteliti mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin yang mempunyai aktivitas farmakologi seperti antihistamin, antiinflamasi dan antibakteri. Sebuah penelitian membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit manggis menunjukkan aktivitas hipoglikemik dengan dosis 100 mg/kg BB pada mencit (Pasaribu et al., 2012).

2. Sarang semut

  a. Sistematika tanaman (Subroto, 2006)

  Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Lamiidae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Myrmecodia Jack Spesies : Myrmecodia pendens Merr.&Perry

  b. Deskripsi tanaman

  Tanaman sarang semut merupakan tumbuhan epifit yang menempel di pohon-pohon besar, dimana batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan untuk sarang semut jenis tertentu. Sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2400 m. Sarang semut jarang terdapat di hutan tropis dataran rendah, tetapi lebih banyak terdapat di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m, sebaliknya sarang semut banyak di temukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi jarang pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti eucalyptus. Selain ditemukan di daerah pertanian, sarang semut juga tumbuh pada dataran tanpa pohon dengan nutrisi rendah. Di habitat liarnya sarang semut dihuni oleh beragam jenis semut dan seringkali oleh tiga spesies dari genus Iridomyrmex. Identifikasi terhadap sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perr) menunjukkan bahwa tumbuhan ini dihuni oleh koloni semut dari jenis Ochetellus sp (Subroto dan Saputro, 2006).

  c. Kandungan Kimia

  Kandungan kimia dari sarang semut yang telah dilaporkan antara lain flavonoid, tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi dimana senyawa-senyawa tersebut digunakan tanaman untuk sistem pertahanan dan digunakan manusia sebagai bahan aktif untuk obat (Subroto dan Saputro, 2006). Selin itu senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan sarang semut seperti kuersetin, luteolin, rutin, apigenin, kaempferol, α-tokoferol, tannin dan stigmasterol (Taebe et al., 2012).

d. Khasiat

  Sarang semut berkhasiat dapat mengobati beberapa penyakit, sehingga banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Sarang semut mengandung senyawa Flavonoid yang merupakan golongan bahan alam dari senyawa fenolik yang merupakan pigmen tumbuhan. Kebanyakan fungsi flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Subroto dan Saputro, 2006).

  Sarang semut juga mengandung senyawa tanin dan tokoferol serta beberapa mineral lainnya. Tanin merupakan astringen dan polifenol tanaman berasa pahit yang dapat mengikat dan mengendapkan protein. Tumbuhan sarang semut juga kaya akan antioksidan tokoferol (Vitamin E) dan beberapa mineral penting untuk tubuh seperti kalsium, natrium, kalium, seng, besi, fosfor dan magnesium. Dimana kalsium berfungsi dalam kerja jantung, impuls saraf dan pembekuan darah. Besi berfungsi dalam pembentukan hemoglobin, transfer oksigen, dan aktivator enzim. Fosfor berfungsi dalam memproduksi energi. Natrium memiliki peranan dalam kesetimbangan elektrolit, volume cairan tubuh dan impuls saraf. Kalium berfungsi dalam ritme jantung, impuls saraf, dan keseimbangan asam-basa. Seng memiliki fungsi dalam sintesis protein, fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme karbohidrat dan penyembuhan luka. Magnesium memiliki peranan dalam fungsi tulang, hati, otot, transfer air intraseluler, keseimbangan basa dan aktivitas neuromuskuler (Subroto dan Saputro, 2006).

D. Metode uji antidiabetes

  Uji antidiabetes bisa dilakukan dengan dua macam metode yaitu uji antidiabetes dengan metode toleransi glukosa dan uji antidiabetes dengan induksi aloksan.

  1. Uji antidiabetes dengan metode toleransi glukosa Hewan percobaan yang telah dikelompokkan secara acak diambil cuplikan darahnya (T = 0) untuk penentuan kadar glukosa awal, kelompok uji diberi sediaan uji secara oral, kelompok kontrol diberi air suling dan kelompok pembanding diberi glibenklamid. Setelah 30 menit kemudian, semua hewan percobaan diberi larutan glukosa secara oral. Setiap 30 menit cuplikan darah diambil dari masing-masing hewan percobaan. Setelah darah dalam tabung sampel mikro disentrifuga, kadar glukosa dalam serumnya ditentukan secara uji kolorimetri dengan metode enzimatik GOD-PAP (Adnyana et al, 2004).

  2. Uji antidiabetes dengan induksi aloksan Hewan percobaan setelah diinjeksi dengan aloksan secara

  intravena dipelihara selama 1 minggu untuk melihat kembali keadaan

  glukosa serum normal. Hewan percobaan yang telah dikelompokan secara acak cuplikan darahnya diambil (T = 0). Hewan uji diinduksi dengan aloksan secara intraperitoneal. Kelompok uji diberi sediaan uji, kelompok pembanding diberi glibenklamid, sedangkan kelompok kontrol diberi air suling selama tujuh hari berturut-turut. Semua hewan uji diberi makan dan minum ad-libitum. Darah diambil dan di ukur kadar gula darahnya setiap hari selama tujuh hari setelah kadar gula darah naik cukup tinggi karena induksi aloksan. Pengambilan darah dan pengukuran kadar gula darah juga dilakukan setelah pemberian aloksan yang belum diberi sediaan uji (Wulandari, 2010).

  Kadar glukosa darah tikus diukur menggunakan alat glukometer. Tes strip pada glukometer mengandung bahan kimia glukosa oksidase ≥ 0,8 IU; garam naftalen asam sulfat 42 μ g; dan 3-metil-2-benzothiazolin hidrazon. Prinsip kerja glokumoter yaitu oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalis proses oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Dalam reaksi yang kedua, enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidasi kromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hydrogen peroksidase membentuk suatu produk kromogen teroksidasi berwarna biru yang diukur dengan glukometer (Vasihst, et al, 2011).

E. Hipotesis

  Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Kombinasi ekstrak etanol kulit manggis dan ekstrak etanol sarang semut mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus putih galur wistar yang sudah diinduksi aloksan.

  2. Kombinasi ekstrak etanol kulit manggis dan ekstrak etanol sarang semut mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah yang lebih besar dibandingkan ekstrak etanol tunggal kulit manggis dan ekstrak etanol tunggal sarang semut terhadap tikus putih galur wistar yang sudah diinduksi aloksan.

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn) SEBAGAI ANTI INFLAMASI PADA TIKUS MODEL ATEROSKLEROTIK

0 9 29

EFEK ANTI EDEMA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn) PADA SUBPLANTAR PEDIS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus Strain Wistar) YANG DIINDUKSI KARAGENAN

2 42 23

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 30 64

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 5 60

UJI AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL SEMUT JEPANG (Tenebrio Sp.) PADA TIKUS PUTIH GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI KOLA (Cola acuminata) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ALOKSAN - repository perpustakaan

0 0 8

KOMBINASI EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DENGAN EKSTRAK SARANG SEMUT (Mymercodia pendens) SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA PADA TIKUS PUTIH JANTAN SKRIPSI

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tanaman buah manggis - FORMULASI LIPSTIK EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia Mangostana L ) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH - repository perpustakaan

0 0 9

AKTIVITAS ANTIDIABETES KOMBINASI EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L) DAN EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodya pendens) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 0 14