PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

(1)

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE EFFECT KIDNEY HISTOPATHOLOGY of MANGOSTEEN RIND (Garcinia mangostana L.) 40% ETHANOL

EXTRACT on RIFAMPICIN in MALE RAT.

By

Hilyati Ajrina Amalina

Rifampicin is one of the tuberculosis drug which induces kidney damage, such as acute renal impairment, acute tubular necrosis, acute tubulointerstitial nephritis, and chronic kidney disease. The skin of the mangosteen has pharmacological activities such as anti-inflammatory, antihistamine and for treatment of heart disease, antibacterial, and antifungal. Xanton compounds in mangosteen rind influence kidney damages due to the use of rifampicin. The purpose of this study to determine the effect of 40% ethanol extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) on the description of the white rat renal histopathology which induced rifampicin.

In this study, 25 male rats are divided randomly into 5 groups and treated for 14 days. K1 is given aquadest, K2 is given rifampicin 100 mg/100gBB ), K3 is given 20 mg/100gBB mangosteen rind extract and rifampicin 100 mg/100gBB, K4 is given 40 mg/100gBB mangosteen rind extract and rifampicin 100 mg/100gBB, and K5 is given 80 mg/100gBB mangosteen rind extract and rifampicin 100 mg/100gBB.

The results showed that the average number of necrotic cells in the renal tubules K1: 2.50±2.50; K2: 92.5±1.76; K3: 66.5±3.79; K4: 39±3.35, and K5: 8±2.09. In the one way ANOVA test has been found a significant difference (P=0.000). Improvement evident in group 5. The conclusion of this study is that the 40% ethanol extract of mangosteen rind doses of 20 mg/100gBB, 40 mg/100gBB, and 80 mg/100gBB effect on renal histopathologic picture of rifampin induced rat.

Key words: Kidney histopathology, rifampicin, garcinia mangostana L., dose- rise.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI

GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

Oleh

HILYATI AJRINA AMALINA

Rifampisin merupakan salah satu obat tuberkulosis yang menginduksi kerusakan ginjal, diantaranya adalah gangguan ginjal akut, nekrosis tubular akut, tubulointerstitial nefritis akut, dan penyakit ginjal kronis. Kulit manggis mempunyai aktifitas farmakologi seperti anti-inflamasi, antioksidan, antihistamin, pengobatan penyakit jantung, antibakteri, dan antijamur. Senyawa xanton dalam kulit manggis dianggap mampu mempengaruhi kerusakan ginjal akibat penggunaan rifampisin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin.

Pada penelitian ini, 25 tikus jantan dibagi dalam 5 kelompok secara acak dan diberi perlakuan selama 14 hari. K1 yang diberi aquadest, K2 yang diberi rifampisin 100 mg/100gBB), K3 yang diberi ekstrak kulit manggis 20 mg/100gBB dan rifampisin 100 g/100gBB, K4 yang diberi ekstrak kulit manggis 40 mg/100gBB dan rifampisin 100 g/100gBB, dan K5 yang diberi ekstrak kulit manggis 80 mg/100gBB dan rifampisin 100 g/100gBB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah sel nekrotik tubulus ginjal pada K1: 2,50±2,50; K2: 92,5±1,76; K3: 66,5±3,79; K4: 39±3,35; dan K5: 8±2,09. Pada uji one way anova didapatkan perbedaan yang bermakna (P=0,000). Perbaikan terlihat jelas pada kelompok 5. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ekstrak etanol 40% kulit manggis dosis 20 mg/100gBB, 40 mg/100gBB, dan 80 mg/100gBB berpengaruh terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus yang diinduksi rifampisin.

Kata kunci: Gambaran histopatologi ginjal, rifampisin, garcinia mangostana L., dosis bertingkat.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. iv

DAFTAR GAMBAR ………...v

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar belakang ……….1

1.2 Rumusan Masalah ………...4

1.3 Tujuan ………...4

1.4 Manfaat Penelitian ………..5

1.5 Kerangka Penelitian ………6

1.5.1 Kerangka Teori ………6

1.5.2 Kerangka Konsep ……… 8

1.6 Hipotesis ………... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 10

2.1 Ginjal ………...10

2.1.1 Anatomi Ginjal ………...10 2.1.2 Histologi Ginjal ………... 11 2.1.2.1 Tubulus Kontortus Proksimal ………...12 2.1.2.2 Tubulus Kontortus Distal ………..13

2.1.2.3 Tubulus Duktus Koligentes ……….. 13 2.1.3 Fisiologi Ginjal ………... 14

2.1.4 Patologi Ginjal ……….16


(7)

2.3 Rifampisin ………... 19

2.3.1 Aktivitas Antibakteri ………...20

2.3.2 Mekanisme Kerja ………....20

2.3.3 Farmakokinetik ………...21

2.3.4 Efek Samping ………..22

2.3.5 Efek Rifampisin ………... 22

2.4 Manggis ………...26

2.4.1. Taksonomi Manggis (Garcinia mangostana)...26

2.4.2. Kandungan Kulit Manggis...26

2.4.3. Antiinflamasi...28

2.4.4. Antioksidan...30

III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ………...31

3.2 Tempat dan Waktu ………31

3.3 Populasi dan Sampel ……….31

3.4 Alat –Alat dan Bahan ………...33

3.4.1 Bahan Penelitian ………...33

3.4.2 Bahan Kimia ………...33

3.4.3 Perangkat Penelitian ………...34

3.4.3.1 Alat Penelitian ………... 34

3.4.3.2 Alat Pembuat Preparat Histopatologi ………... 34

3.5 Prosedur Penelitian ………...… 34

3.5.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Kulit Manggis...……... ...34

3.5.1.1 Metode Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis...34

3.5.1.2 Prosedur Pemberian Dosis Kulit Manggis...…..35

3.5.2 Prosedur Pemberian Dosis Rifampisin ………...36

3.5.2.1 Prosedur Penelitian ………...37

3.6 Identifikasi Variabel dan Devinisi Operasional Variabel ……...….. 44

3.6.1 Identifikasi Variabel ………...…..44

3.6.2 Definisi Operasional Variabel ………...44

3.7 Analisis Data ………... 46


(8)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ……...49

4.1.1 Gambaran Kerusakan Ginjal Tikus ………..……...49

4.1.2 Analisis Gambaran Histopatologi Kerusakan Ginjal Tikus …...55

4.2 Pembahasan ………...60

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………...71

5.2 Saran ………...71

DAFTAR PUSTAKA ………...


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 7

2. Kerangka konsep ... 8

3. Histologi ginjal normal manusia ... 12

4. Penampang histologi normal ginjal ... 14

5. Potongan melintang ginjal tikus yang mengalami kerusakan .... ... 17

6. Edema glomerulus pada ginjal tikus yang dikelilingi oleh tubulus yang ... mengalami degenerasi hidropis ... 18

7. Mekanisme terjadinya acute tubular necrosis akibat penggunaan obat rifampisin ... 25

8. Diagram Alur Penelitian. ... 43

9. Histopatologi ginjal tikus kelompok kontrol normal...50

10. Histopatologi ginjal tikus kelompok kontrol patologis...51

11.Histopatologi ginjal tikus kelompok perlakuan kulit manggis kelompok III..52

12.Histopatologi ginjal tikus kelompok perlakuan kulit manggis kelompok IV..53

13.Histopatologi ginjal tikus kelompok perlakuan kulit manggis kelompok V...54

14.Grafik perbandingan persentasi sel nekrosis tubulus...57


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley……. 19

2. Definisi Operasional ………. 45

3. Rerata gambaran histopatologi ginjal pada kelompok uji...55

4. Hasil rerata gambaran histopatologi ginjal pada kelompok uji...56

5. Analisis Shapiro-Wilk gambaran mikroskopik histopatologi ginjal...58

6. Analisis Post Hoc LSD gambaran histopatologi ginjal tikus antara kelompok uji...59


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat merupakan zat kimia yang meracuni tubuh manusia bila pemberiannya tidak sesuai dosis. Obat yang menyebabkan gangguan ginjal cukup banyak termasuk antibiotik yang sebenarnya berguna bagi manusia, bila penggunaannya tidak sesuai dosis. Obat–obat antibiotik dapat menginduksi kerusakan ginjal melalui berbagai cara antara lain berkurangnya natrium dan air, perubahan pada aliran darah, kerusakan ginjal dan obstruksi terhadap ginjal (Chasani, 2007). Salah satu obat yang penggunaannya meningkat setiap tahunnya karena meningkatnya penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah Rifampisin.

Rifampisin adalah terapi lini pertama dari TBC, terutama dalam kombinasi dengan isoniazid, etambutol dan pirazinamid. Karena banyaknya kasus TB di dunia, maka penggunaan rifampisin juga sangat tinggi. Salah satu efek samping adalah nefrotoksisitas yaitu berupa nekrosis tubular akut dan nefritis interstitial juga telah dilaporkan. Dalam kasus nekrosis tubular akut, antibodi yang tergantung rifampisin menunjukkan hubungan antara rifampisin dan gagal ginjal (Meulen et al., 2009).


(12)

2

Toksisitas ginjal rifampisin telah dilaporkan secara sporadis dan histologi. Nefrotoksisitas dari rifampisin dikaitkan dengan penyakit inflamasi dan penyakit aku ginjal lainnya seperti nefritis akut tubulointerstitial (ATIN), tubular nekrosis, nekrosis papiler, nekrosis kortikal akut, dan penyakit perubahan minimal (Min et al., 2013).

Hingga saat ini belum ada obat yang secara spesifik mengatasi kerusakan ginjal yang disebabkan oleh obat, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan obat herbal yang dapat digunakan sebagai nefroprotektor. Salah satu obat herbal yang memiliki efek nefroprotektor atau efek menghambat kerusakan hepar adalah kulit buah manggis Garcinia mangostana L.). Bangsa Indonesia telah lama menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari generasi ke generasi (Sari, 2006).

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan pohon buah yang beasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Secara tradisional sering dipakai dalam pengobatan tradisional (diare, disentri, eksim dan penyakit kulit lainnya). Kulit buah manggis ternyata dilaporkan mengandung kaya senyawa golongan xanton (Nugroho, 2007).


(13)

Dari percobaan isolasi yang dipandu uji aktivitas diketahui senyawa paling aktif dari kulit manggis adalah alfa-mangostin, gamma-mangostin dan garsinon-E. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis dan senyawa aktifnya memiliki aktivitas farmakologi yaitu alergi, inflamasi, oksidan, kanker, mikroorganisme, anti-aterosklerosis. Pada uji toksisitas, ekstrak etanol buah manggis yang mengandung senyawa aktif xanton tidak menunjukkan toksisitas baik secara akut maupun sub-kronis (Nugroho, 2007).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi dan antioksidan. Senyawa tersebut diantaranya flavonoid, tanin dan xanton (Jung et al., 2006; Moongkarndi et al., 2004; Weecharangsan et al., 2006). Sebuah xanton berasal dari kulit manggis, memberikan sebuah efek renoprotective terhadap kerusakan ginjal tikus yang diinduksi ciplastin (Perez et al., 2010).

Untuk mengetahui efek renoprotektif ekstrak etanol 40% kulit manggis terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya kerusakan pada tubulus renal yang didapatkan dari gambaran histopatologi ginjal tikus.


(14)

4

1.2. Perumusan Masalah

A. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai efek proteksi terhadap kerusakan ginjal tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin?

B. Apakah ada pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai efek proteksi terhadap kerusakan ginjal tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin?

1.3. Tujuan Penelitian

A. Untuk melihat adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai efek proteksi terhadap kerusakan ginjal tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.

B. Untuk melihat adanya peningkatan dosis ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai efek proteksi terhadap kerusakan ginjal tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.


(15)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek kulit manggis terhadap ginjal.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek kulit manggis terhadap ginjal. Penelitian ini juga dapat mendukung upaya pemeliharaan tanaman serta konsumsi buah manggis sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat (apotek hidup).

4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat menunjang pencapaian visi FK Unila 2025 sebagai Fakultas Kedokteran Sepuluh Terbaik di Indonesia pada Tahun 2025 dengan Kekhususan agromedicine.

5. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa yang berkaitan dengan efek kulit manggis (Garcinia mangostana L.).


(16)

6

1.5. Kerangka Penelitian

1.5.1. Kerangka Teori

Rifampisin penggunaan terlalu banyak akan menyebabkan reaksi toksik dengan adanya akumulasi di tubulus renal dan menyebabkan perubahan pada tubulus dan pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dan mempengaruhi metabolisme oksidatif, menyebabkan cedera tubulus berupa nekrosis tubular akut.

Mekanisme terjadinya gangguan fungsi ginjal akibat penggunaan antibiotika seperi rifampisin antara lain dengan cara penurunan ekskresi natrium dan air, perubahan aliran darah (iskemik) menyebabkan stress oksidatif, obstruksi pada saluran air kemih serta karena perubahan umur seseorang menjadi tua (Chasani, 2008).

Mekanisme rifampisin menyebabkan nefritis interstitial akut (AIN) dan nekrosis tubular akut (ATN) dan gangguan renal lainnya dengan cara mengikat komponen normal membran basal tubulus (TBM) dan bertindak sebagai hapten, obat dapat meniru antigen biasanya hadir dalam TBM atau interstitium dan menginduksi respon imun. Obat dapat mengikat TBM atau tersimpan di dalam interstitium dan bertindak sebagai antigen, sehingga obat dapat menyebabkan pengeluaran antibodi dan disimpan di interstitium sebagai sirkulasi kompleks imun (Kompleks-toksik) (Lerma, 2008).


(17)

Gambar 1. Kerangka teori

Xantone

efek anti-inflamasi dan antioksidan

Keterangan :

: memacu : menghambat

Rifampisin

Ginjal Kulit Manggis

(Garcinia mangostana L.).

Terakumulasi

Stress oksidatif Dikenal sebagai

antigen

Kompleks antigen-antibodi ( Kompleks toksik)


(18)

8

1.5.2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

Di analisis Gambaran histopatologi ginjal Gambaran histopatologi ginjal Gambaran histopatologi ginjal Gambaran histopatologi ginjal Gambaran histopatologi ginjal Kelompok 1 Kontrol Normal

Kelompok 2 rifampisin 100 mg/100g

Kelompok 3

Kelompok 4

Kelompok 5

Kulit Manggis 20 mg/100gBB + Rifampisin 100 mg/100g

Kulit Manggis 40 mg/100gBB + Rifampisin 100 mg/100g

Ekstrak Kulit Manggis

Kulit Manggis 80 mg/100gBB + Rifampisin 100 mg/100g


(19)

1.6. Hipotesis

A. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai efek proteksi pada ginjal tikus (Rattus

norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.

B. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan dosis yang ditingkatkan sebagai efek proteksi pada ginjal tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

2.1.1. Anatomi

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua iga terakhir dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus llumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak diatas kutub masing-masing ginjal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis dekstra (Price & Wilson, 2006).

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub dari kedua ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting karena


(21)

sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur (Price & Wilson, 2006).

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2012).

2.1.2. Histologi

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut (Price & Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal dan duktus koligentes (Junquiera & Carneiro, 2007).


(22)

12

Gambar 3. Histologi ginjal normal manusia (Slomianka, 2009).

2.1.2.1. Tubulus Kontortus Proksimal

Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di lapisan parietal kapsula bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus proksimal yang berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus yang terbentuk di dalam korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang merupakan tempat dimulainya proses absorbsi dan ekskresi. Selain aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal menyekresikan kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam para aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrat (Junquiera & Carneiro, 2007).


(23)

2.I.2.2. Tubulus Kontortus Distal

Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak–kelok dan disebut tubulus kontortus distal. Sel–sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi membran basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan fungsi transpor ionnya (Junquiera & Carneiro, 2007).

2.1.2.3. Tubulus Duktus Kolingentes

Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsif terhadap vasopresin arginin atau hormon antidiuretik, yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrat glomerulus (Junquiera & Carneiro, 2007).


(24)

14

Gambar 4. Penampang histologi normal ginjal (Eroschenko, 2010).

2.1.3. Fisiologi

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price & Wilson, 2006).


(25)

Price & Wilson (2006) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal yaitu:

Fungsi Eksresi:

a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan mengubah-ubah ekresi air.

b) Mempertahankan volume ekstracellular fluid dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekresi natrium.

c) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang normal.

d) Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.

e) Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).

f) Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat. Fungsi non eksresi:

a) Menyintesis dan mengaktifkan hormon

1) Renin: penting dalam pengaturan tekanan darah

2) Eritropoietin: merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang

3) 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.

4) Prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator bekerja secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.


(26)

16

5) Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH dan hormon gastrointestinal. Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin.

Menurut Guyton & Hall (2008), ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea (dari sisa metabolisme asam amino), kreatin asam urat (dari asam nukleat), produk akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin).

2.1.4. Patologi

Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat dilalui oleh protein yang bermolekul besar, tetapi pada keadaan patologis protein tersebut dapat lolos (Junquiera & Carneiro, 2007). Sel tubulus selain berfungsi mereabsorpsi, juga menambahkan zat-zat kimiawi seperti yodium, amonia dan hippuric acid. Pada disfungsi glomerulus, bahan-bahan asing tiba di tubulus dalam kadar yang abnormal melalui ruang Bowman. Hal ini menyebabkan sel epitel tubulus mengalami degenerasi bahkan kematian jika terlalu banyak bahan-bahan yang harus diserap kembali (Suyanti, 2008).

Nefrosis merupakan istilah morfologik untuk kelainan ginjal degeneratif terutama yang mengenai tubulus. Kelainan tubulus dapat


(27)

menyebabkan albuminuria dan sedimen abnormal di urin. Secara mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus kontortus proksimal berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis dan kalsifikasi, pembengkakan atau edem, inflamasi (Suyanti, 2008).

Gambar 5. Histopatologi ginjal tikus kelompok kontrol patologis; Pewarnaan H-E; Ket: 1. tubulus proksimal; 2. lumen tubulus; 3. epitel tubulus; 4.tubulus distal; 5. sel radang; 6. fokus perdarahan (Astuti, 2012).

Gambar yang diambil setelah 10 hari ginjal diinduksi oleh rifampisin, dari gambar ini terlihat pembengkakan sel tubulus proksimal yang bermakna. Hal ini ditandai dengan adanya penyempitan lumen tubulus, peningkatan sel radang pada lumen tubulus serta ditemukan adanya beberapa fokus perdarahan pada lumen tubulus proksimal (Astuti W, 2012).

1

2

3

4

5


(28)

18

Gambar 6. Edema glomerulus pada ginjal tikus yang dikelilingi oleh tubulus yang mengalami degenerasi hidropis (Suyanti, 2008).

2.2. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 3 bulan. Tikus Sprague dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja, 2005).


(29)

Tabel 1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.

KLASIFIKASI KETERANGAN

Kingdom Animalia

Filum Chordata

Kelas Mamalia

Ordo Rodentai

Subordo Sciurognathi

Familia Muridae

Genus Rattus

Species Rattus norvegicus

Sumber : Setiorini, 2012

Tikus putih (Rattus norvegicus) juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar daripada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri: albino, kepala kecil dan ekor lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhan cepat, tempramen baik, kemampuan laktasinya tinggi dan tahan terhadap perlakuan. Keuntungan utama tikus putih Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya (Kesenja, 2005).

2.3. Rifampisin

Rifampisin merupakan turunan semisintetik rifamisin, suatu antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces meditteranei. Obat ini aktif secara in vitro terhadap kokus gram-positif dan gram-negatif, beberapa enterik, mikrobakterium, dan klamidia (Katzung, 2011).


(30)

20

2.3.1 Aktivitas Antibakteri

Rifampisin bersifat bakterisidal terhadap mikobakterium. Obat ini cepat mempenetrasi sebagian besar jaringan dan kedalam sel fagositik. Rifampisin dapan membunuh organisme yang sulit dijangkau oleh obat lainnya, seperti organisme intrasel (Katzung, 2011).

2.3.2. Mekanisme Kerja

Rifampisin berikatan dengan β–subunit RNA polymerase bakterial tergantung DNA, sehingga menghambat sintesis RNA. RNA polimerase manusia tidak mengikat rifampisin dan tidak dihambat olehnya (Katzung, 2011). Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2–4 jam dengan dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml. Asam para amino salisilat dapat memperlambat absorpsi rifampisin, sehingga kadar terapi rifampisin dalam plasma tidak tercapai. Bila rifampisin harus diberikan bersama asam para amino salisilat, maka pemberian kedua kedua sediaan harus berjarak 8–12 jam (Syarif dkk., 2009).

Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat di ekskresikan melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga walaupun


(31)

biovailabilitasnya tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian berulang (Tjay & Rahardja, 2007).

2.3.3. Farmakokinetik

Farmakokinetik obat rifampisin adalah sebagai berikut : 1. Absorpsi

Rifampisin secara oral diabsorpsi dengan baik. Reabsorpsi rifampisin di usus sangat tinggi.

2. Distribusi

Rifampisin sangat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak (bood-brain barrier) dengan baik. Difusi relatif dari darah ke dalam cairan serebrospinal adekuat dengan atau tanpa inflamasi.

3. Metabolisme

Rifampisin dimetabolisme melalui resirkulasi enterohepatik. Ikatan protein nya 80%. Rifampisin sendiri dapat menginduksi oksidase fungsi campuran dalam hati, menyebabkan suatu pemendekan waktu paruh. Waktu paruh (T½) eliminasi rifampisin adalah 34 jam, waktu tersebut akan memanjang pada keadaan gagal hepar dan gagal ginjal terminal menjadi 1,811 jam. Sedangkan waktu untuk mencapai kadar puncak, serum atau oral adalah 24 jam (Syarif dkk., 2009).

4. Ekskresi

Rifampisin dieksresi terutama melalui hati ke kantung empedu (60%65%) dan urin (30%) sebagai obat yang tidak berubah (Syarif dkk., 2009).


(32)

22

2.3.4. Efek Samping

Efek samping adalah suatu masalah dari rifampisin. Obat tersebut harus digunakan hati-hati pada penderita dengan kegagalan hati, sebab ikterus yang kronik dapat terjadi pada penderita penyakit hati kronik, peminum alkohol dan usia lanjut (Syarif dkk., 2009)

2.3.5 Efek Rifampisin Terhadap Ginjal

Mekanisme terjadinya gangguan fungsi ginjal akibat penggunaan antibiotika antara lain dengan cara penurunan ekskresi natrium dan air, perubahan aliran darah (iskemik), obstruksi pada saluran air kemih serta karena perubahan umur seseorang menjadi tua (Chasani, 2008).

Tubulus proksimal ginjal memiliki fungsi utama yaitu menyerap kembali natrium, albumin, glukosa dan air juga bermanfaat dalam penggunaan kembali bikarbonat. Epitelium tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling sering terserang iskemia atau rusak akibat toksin, karena kerusakan yang terjadi akibat laju metabolisme yang tinggi (Suyanti, 2008).

Dalam penelitian Singh et al., (2004) diketahui bahwa rifampisin adalah salah satu obat yang dapat menginduksi penyakit ginjal. Rifampisin adalah salah satu obat yang dapat menyebabkan acute tubular necrosis dan acute interstitial nephritis. Angka kejadian nefrotoksisitas akibat rifampisin sangatlah bervariasi dari 1,8% hingga


(33)

16% dari semua angka kejadian ganguan ginjal akut. Kebanyakan kasus dari rifampisin menyebabkan kegagalan ginjal terjadi setelah adanya keadaan haemolitik anemia karena obat tersebut.

Lamanya durasi penggunaan obat rifampisin akan sangat berpengaruh dalam menimbulkan efek nefrotoksik. Dilaporkan bahwa gangguan ginjal akut dapat muncul setelah 2 bulan penggunaan obat rifampisin namun reaksi awal dapat ditemukan setelah penggunaan rifampisin selama 13 hari (Singh et al., 2004).

Dalam kasus acute tubular necrosis, telah ditemukan rifampicin-dependent antibodies dan Imunoglobulin Gyang terdeposit pada lumen tubulus ginjal, hal tersebut menunjukan adanya hubungan penggunaan rifampisin dengan kejadian gagal ginjal (Meulen et al., 2009).

Akut tubular nekrotik adalah suatu lesi ginjal reversibel yang timbul pada berbagai situasi klinis, disertai dengan episode berkurangnya aliran darah ke organ perifer disebut Akut tubular nekrotik iskemik sedangkan akut tubular nekrotik nefrotoksik disebabkan karena pengaruh beragam zat toksik contohnya obat-obatan. Proses kritis akut tubular nekrotik iskemik dan nefrotoksik diperkirakan adalah cedera tubulus dan gangguan aliran darah yang menetap dan berat ( Robbins & Kumar et al., 2007).


(34)

24

Manifestasi klinis penyakit ginjal dapat dikelompokkan ke dalam sindrom–sindrom. Sebagian bersifat khas untuk penyakit glomerulus, yang lain terdapat pada penyakit yang mengenai salah satu komponen ginjal. Secara singkat sindrom penyakit klinis ginjal adalah :

1. Sindrom nefritik akut adalah suatu sindrom glomerulus yang didominasi oleh onset hematuria makroskopik (sel darah merah dalam urin), proteinuria ringan sampai sedang, azotemia, edema dan hipertensi hal ini merupakan presentasi klasik glumeronefritis pascastreptokokus akut.

2. Sindrom nefrotik ditandai dengan adanya proteinuria berat (ekskresi lebih dari 3,5 g protein/hari), hipoalbuminemia, edema berat, hiperlipidemia dan lipiduria (lipid dalam urin).

3. Hematuria atau proteinuria asimtomatik, atau kombinasi keduanya, biasanya merupakan manifestasi kelainan glomerulus yang ringan atau samar.

4. Glumeronefritis progresif cepat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dalam beberapa hari atau minggu dan bermanifestasi sebagai sedimen urin aktif (hematuria, sel darah merah dismorfik, silinder eritrosit).

5. Gangguan ginjal akut didominasi oleh oliguria atau anuria (tidak ada aliran urin), disertai azotemia akut. Kelainan ini dapat terjadi akibat cedera glomerulus (misalnya, glomerulonefritis sabit), cedera interstitium, atau nekrosis tubulus akut.


(35)

6. Penyakit ginjal kronis, ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang berkepanjangan, adalah hasil akhir semua penyakit ginjal kronis (Robbins & Kummar, 2007).

Gambar 7. Mekanisme terjadinya acute tubular necrosis akibat penggunaan obat rifampisin (Lerma, 2008).

Sindrom Hepato Renal (SHR) juga dapat ditemukan pada para pengguna obat rifampisin. SHR adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut maupun kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun dengan hanya perbaikan volume plasma saja ternyata tidak dapat memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini (Reksodiputro dkk., 2009). Studi lain menyatakan bahwa terjadinya penurunan sintesis nitrit oksida yang merupakan vasodilator kuat, pada pasien SHR.


(36)

26

2.4. Manggis

2.4.1. Taksonomi Manggis (Garcinia mangostana)

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Parietales Suku : Guttifera Marga : Garcinia

Jenis : Garcinia mangostana L.

Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal, seperti angoita (Aceh), manggista (Sumatera Utara), manggih (Sumatera Barat), manggu (Jawa Barat), mangghis (Madura), kirasa (Makassar) dan mangustang (Halmahera) (Trifena, 2012).

2.4.2. Kandungan Kulit Manggis

Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya anti-inflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung, antibakteri dan antijamur. Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggungjawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanton. Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah alfa mangostin dan


(37)

gamma-mangostin. Ekstrak etanol 40% buah manggis adalah paling poten dalam menghambat sintesa PGE2 dan pelepasan histamin (Nugroho, 2007). Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kulit manggis adalah:

A. Xanthone

Jung et al., (2006) berhasil mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak larut dalam diklorometana, yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan 12 xanton lainnya. Dua senyawa xanton yang terprenilasi teroksigenasi adalah 8-hidroksikudraksanton G dan mangostingon trihidroksiksanton. Sedangkan ke-12 xanton lainnya adalah: kudraksanton G, 8 deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D, garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, alfa-mangostin, gamma- mangostin, mangostinon, smeathxanthon A.

Yang paling utama terkandung dalam xantone ialah kandungan alfa-mangostin dan gamma-mangostin. Alfa-mangostin adalah senyawa yang sangat berkhasiat dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Selain alfa-mangostin, senyawa xanthone juga mengandung gamma-mangostin yang juga memiliki banyak manfaat dalam memberikan proteksi atau melakukan upaya pencegahan terhadap serangan penyakit (Haryadi, 2010).

Dari penelitian ini, ekstrak etanol 40% buah manggis adalah paling poten dalam menghambat sintesa PGE2 dan pelepasan histamin (Nugroho, 2007).


(38)

28

B. Tanin

Tanin, senyawa lain yang terkandung dalam kulit buah Manggis, memiliki aktifitas antioksidan yang mampu menghambat enzim seperti DNA topoisomerase, anti-diare, hemostatik, anti-hemoroid dan juga menghambat pertumbuhan tumor (Haryadi, 2010).

C. Antosianin

Antosianin juga memiliki kemampuan sebagai anti-oksidan yang baik dan memiliki peranan yang cukup penting dalam mencegah beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, kardiovaskuler dan neuronal. Antosianin merupakan kelompok pigmen yang terdapat dalam tanaman dan biasanya banyak ditemukan dalam bunga, sayuran maupun buah-buahan seperti manggis, stroberry, rasberry dan apel (Haryadi, 2010).

2.4.3. Anti-inflamasi

Penelitian mengenai aktivitas anti-inflamasi dari kulit buah manggis sampai saat ini baru dilakukan pada tahapan in vitro dan untuk tahap in vivo baru pada penelitian dengan metode tikus terinduksi karagenen. Dari hasil penelitian diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi adalah gamma-mangostin. Gamma-mangostin merupakan xanton bentuk diprenilasi tetraoksigenasi. Nakatni et al., (2004) melakukan penelitian aktivitas anti-inflamasi in vitro dari gamma mangostin terhadap sintesa PGE2 dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus C6. Kedua senyawa dan enzim tersebut merupakan mediator terpenting dalam


(39)

terjadinya reaksi inflamasi. Gamma-mangostin menghambat secara poten pelepasan PGE2 pada sel glioma tikus C6 yang diinduksi Ca2+ ionophore A23187. Gamma-mangostin menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE2 dalam mikrosomal, ini ada kemungkinan penghambatan pada jalur siklooksigenase.

Lebih lanjut, Nakatani et al., (2004) mengkaji pengaruh gamma-mangostin terhadap ekspresi gen COX-2 pada sel glioma tikus C6. Gamma mangostin menghambat ekspresi protein dan mRNA COX-2 yang diinduksi lipopolisakarida, namun tidak berefek terhadap ekspresi protein COX-1. Lipopolisakarida berfungsi untuk stimulasi fosforilasi inhibitor IkappaB yang diperantarai IkappaB kinase, yang kemudian terjadi degradasi dan lebih lanjut menginduksi translokasi nukleus NF-kappaB sehingga mengaktivasi transkripsi gen COX-2. Berkaitan dengan itu, gamma mangostin tersebut juga menghambat aktivitas IkappaB kinase dan menurunkan degradasi IkappaB dan fosforilasi yang diinduksi LPS. Pada luciferase reporter assay, senyawa tersebut menurunkan aktivasi NF-kappaB diinduksi LPS dan proses transkripsi gen COX-2 yang tergantung daerah promoter gen COX-2 manusia. Temuan tersebut didukung hasil penelitian in vivo, gamma mangostin mampu menghambat inflamasi udema yang diinduksi karagenen pada tikus. Dari penelitian ini dapat dibuat resume: gamma mangostin secara langsung menghambat aktivitas enzim Ikappa B kinase, untuk kemudian mencegah proses transkripsi gen


(40)

30

COX-2 (gen target NF-kappaB), menurunkan produksi PGE2 dalam proses inflamasi.

2.4.4. Antioksidan

Dalam Moongkarndi et al., (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya, Weecharangsan et al., (2006) menindak-lanjuti hasil penelitian tersebut dengan melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50 dan 95%, serta etil asetat. Metode yang digunakan adalah penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar. Berkaitan dengan aktivitas antioksidan tersebut, kedua ekstrak tersebut juga mampu menunjukkan aktivitas neuroprotektif pada sel NG108-15.

Seiring dengan hasil tersebut, Jung et al., (2006) melakukan penelitian aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan kulit buah manggis. Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawa-senyawa tersebut, yang menunjukkan aktivitas poten adalah 8-hidroksikudraxanton, gartanin, alfa-mangostin, gamma-mangostin dan smeathxanton A.


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode true experiment dengan pola post test–only control group design. Menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galur Sprague dawley berumur 1016 minggu yang dipilih secara random yang dibagi menjadi 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali, digunakan sebagai subjek penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteiner (BPPV) sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan berada di bulan SeptemberOktober 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10–16 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor.


(42)

32

Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali.Untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan:

(t-1) (r-1)>15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan r merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(5-1) (r-1)>15 4n-4>15

4n>19 n>4,75

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n>4,75) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada.

Kriteria inklusi:

1. Tikus sehat (penampakan rambut tidak kusam, tidak rontok atau botak dan aktivitas aktif, tidak keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus dan genital)


(43)

2. Memiliki berat badan antara 100150 gram 3. Jenis kelamin jantan

4. Berusia sekitar ±1016 minggu (dewasa).

Kriteria ekslusi:

1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium

2. Mati selama pemberian perlakuan.

3.4. Alat dan Bahan

3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu rifampisin dengan dosis 1g/kgBB dan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB.

3.4.2 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologis dengan metode paraffin meliputi formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 40%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna Hematoksilin dan Eosin dan entelan.


(44)

34

3.4.3 Perangkat Penelitian

3.4.3.1. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat tikus, spuit oral 1cc, 3cc dan 5cc, minor set untuk membedah perut tikus (laparotomi), kandang tikus, mikroskop cahaya, gelas ukur dan pengaduk, mortil dan alu, dan kamera digital.

3.4.3.2. Alat Pembuat Preparat Histopatologi

Alat pembuat preparat histopatologi yang digunakan adalah object glass, deck glass, tissue cassette, rotarymicrotome, oven, water bath, platening table, autochnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast dan parafin dispenser.

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Kulit Manggis


(45)

Proses pembuatan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Penelitian ini menggunakan pelarut etanol 40%.

Menurut Sulistianto dkk., (2004), ekstraksi dimulai dari penimbangan buah manggis (Garcinia mangostana L.). Selanjutnya dikeringkan dalam almari pengering, dibuat serbuk dengan menggunakan blender atau mesin penyerbuk. Etanol dengan kadar 40% ditambahkan untuk melakukan ekstraksi dari serbuk ini selama kurang lebih 2 (dua) jam kemudian dilanjutkan maserasi selama 24 jam. Setelah masuk ke tahap filtrasi, akan diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang didapatkan akan diteruskan ke tahap evaporasi dengan Rotary evaporator pada suhu 400C sehingga akhirnya diperoleh ekstrak.

3.5.1.2. Prosedur Pemberian Dosis Kulit Manggis

Dosis kulit manggis pada ekperimen ini adalah 200 mg/kgBB yang didapat dari dosis penelitian sebelumnya, dimana dosis tersebut mencegah kerusakan sel.

Dosis tikus(100g) = 200mg/kgBB /1000


(46)

36

Dosis untuk 100 g tikus adalah 20 mg/100gBB. Dalam penelitian ini kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.). Dosis pertama ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) diambil dari dosis normal tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis pertama atau 2x dari dosis kedua. Dimana dosis-dosis tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya (Wijaya dkk., 2011).

1) Dosis untuk tiap tikus kelompok III 20 mg/100gBB

2) Dosis untuk tiap tikus kelompok IV 2 x 20 mg/100gBB = 40 mg/100gBB 3) Dosis untuk tiap tikus kelompok V

4 x 20 mg/100gBB = 80 mg/100gBB

Volume ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 35 ml. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).


(47)

Dosis rifampisin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 mg/100 gBB (Brennan et al., 2008). Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa dosis tersebut dapat menyebabkan trombositopenia, anemia hemolitik, transient leucopenia dan peningkatan nucleated cell pada sumsum tulang belakang serta penurunan berat kelenjar timus secara signifikan pada tikus.

Hal ini berarti sebagai berikut :

Pada berat tikus rata-rata sekitar 100 mg atau 0,1 kg maka dosis perekor tikus sebesar :

885 mg/kgBB x 0,1 kg = 0,1 g = 88,5 mg/100gBB dibulatkan menjadi 100 mg/100gBB

Dimana dosis ini diberikan sesuai dengan penelitian sebelumnya (Astuti, 2012).

Jadi dosis toksik minimal adalah 100 mg/100gBB. Dosis rifampisin yang dipilih adalah rifampisin tablet sediaan 600 mg, hal ini dikarenakan pemberian peroral. Rifampisin tabet digerus dan dilarutkan dalam 6 ml aquadest. Jadi dalam 1 ml larutan rifampisin terdapat 100 mg/kgBB.

3.5.2.1. Prosedur Penelitian

a.Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol normal, hanya yang diberi aquadest. Kelompok II


(48)

38

sebagai kontrol patologis, diberikan rifampisin dengan dosis 100 mg/100gBB. Kelompok III, IV, V adalah kelompok perlakuan coba dengan pemberian rifampisin dosis 100 mg/100gBB, kemudian selang 24 jam dilakukan pemberian ekstrak kulit manggis dosis 20 mg/100gBB untuk kelompok III, kelompok IV dengan dosis kulit manggis sebanyak 40 mg/100gBB dan kelompok V dengan dosis kulit manggis sebanyak 80 mg/100gBB. Pemberian rifampisin dan Ekstrak manggis diberikan secara peroral selama 14 hari.

b.Selanjutnya tikus dilakukan anastesi kemudian didekapitasi dan dilakukan pembedahan.

c.Dilakukan laparotomi untuk mengambil organ ginjal, setelah itu bangkai tikus dimusnahkan dengan cara pembakaran ditempat khusus. d.Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan

Hematoksilin Eosin.

e.Sampel ginjal difiksasi dengan formalin 10%. f. Teknik pembuatan preparat :

1) Fixation

a)Memfiksasi spesimen berupa potongan organ ginjal yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%.

b)Mencuci dengan air mengalir. 2) Trimming


(49)

b)Memasukkan potongan organ ginjal tersebut ke dalam embedding cassette.

3)Dehidrasi

a)Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu.

b)Berturut-turut melakukan perendaman organ ginjal dalam alkohol bertingkat 70%, 96%, alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 1 jam.

c)Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

4) Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing-masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,10C.

5) Embedding

a)Menuangkan paraffin cair dalam pan.

b)Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan. c)Melepaskan paraffin yang berisi potongan ginjal dari pan dengan


(50)

40

d)Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan scalpel/pisau hangat.

e)Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing.

f) Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom. 6) Cutting

a)Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu.

b)Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 45 mikron.

c)Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

d)Memindahkan lembaran jaringan ke dalam water bath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

e)Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.

f) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.


(51)

g)Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut:

Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan Alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquadest selama 1 menit. Keempat, potongan organ di masukkan dalam zat warna Harris Hematoxylin selama 20 menit. Kemudian memasukkan potongan organ dalam Eosin selama 2 menit. Secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, Alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

7)Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.


(52)

42

Slide diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40X. Pengamatan dilakukan oleh peneliti sendiri atas bimbingan ahli. Gambaran kerusakan ginjal dilihat dari tubulus proksimal yang diambil pada korteks tubulus ginjal. Kerusakan tubulus proksimal ditandai dengan hilangnya inti pada sel tubulus atau disebut sel nekrotik. Skala kerusakan sel kemudian dihitung secara semikuantitatif dalam 10 lapang pandang berbeda. Kriteria kerusakan dihitung sebagai berikut:

0 = tidak ada sel yang nekrotik

1 = <10% sel yang mengalami nekrotik 2 = 1033% sel yang mengalami nekrotik 3 = 3466% sel yang mengalami nekrotik 4 = 67100% sel yang mengalami nekrotik


(53)

Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus di adaptasikan selama 7 hari Tikus diberi perlakuan selama 14 hari

Cekok Cekok Cekok

Rifampisin 100 mg/100gBB Rifampisin 100 mg/100gBB Rifampisin 100 mg/100gBB

Cekok I.P I.P. I.P. I.P. Aquadest Rifampisin 100 mg/100gBB

KM 20 mg/100gBB KM 40 mg/100gBB KM 80 mg/100gBB 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari

Tikus di anastesi dan didekapitasi

Lakukan laparotomi lalu ginjal tikus di ambil Sampel ginjal difiksasi dengan formalin 10%

Sample ginjal dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian. Setelah 2 jam


(54)

44

3.6. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1. Identifikasi Variabel

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

a. Variabel Independen

Dosis ekstrak etanol kulit manggis (Garcina Mangostana L.)

b. Variabel Dependen

Gambaran histopatologi ginjal tikus putih (sel tubulus nekrosis) yang diinduksi rifampisin.

3.6.2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut.


(55)

Tabel 2. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak kulit manggis

Dosis efektif tengah kulit manggis adalah 20 mg/100gBB. Kelompok I (kontrol negatif )= pemberian aquades (dosis manggis 0 mg/100gBB)

Kelompok II (kontrol positif)=pemberian rifampisin 1 g/kgBB (dosis manggis 0 mg/100gBB)

Kelompok III (perlakuan coba)= pemberian kulit manggis 20 mg/100gBB + rifampisin 100 mg/100gBB

Kelompok IV (perlakuan coba)= pemberian kulit manggis 40 mg/100gBB + rifampisin 100 mg/100gBB

Kelompok V (perlakuan coba)= pemberian kulit manggis 80 mg/ 100gBB + rifampisin 100 mg/100gBB

Numerik

Gambaran histopatologi ginjal tikus

Gambaran kerusakan tubulus ginjal tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x pada 10 lapang pandang berdasarkan kriteria yang telah disebutkan, kerusakan tubulus ditandai dengan hilangnya inti pada sel tubulus atau disebut sel nekrotik. Persentase sel yang rusak tiap lapangan pandang dijumlahkan dan dirata-ratakan.


(56)

46

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah mikroskop diuji analisis statistik menggunakan software statistik. Hasil penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Kemudian, dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama atau tidak. Jika varians data berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan metode uji parametrik one way ANOVA. Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, digunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Hipotesis dianggap bermakna bila p<0,050. Jika pada uji ANOVA atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p<0,050, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post-Hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.

3.6. Etika Penelitian

Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang pada penelitian ini mengikuti animal ethic. Ilmuwan penelitian kesehatan yang menggunakan


(57)

model hewan menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlakukan secara manusiawi. Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, penulis meneraipkan protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction dan refinement.

Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan pada penelitian ini dengan menggunakan tikus jantan galur Sparague dawley sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam hal ini peneliti memakai rumus frederer, dimana rumus ini untuk mencari jumlah minimum dari sample, yang dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (t-1) (r-1)>15, dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan r merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok.

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip


(58)

48

refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi, dimana peneliti melakukan beberapa perlakuan pada hewan coba. Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik dari jumlah dan komposisi nutrisi untuk kesehatannya. Kedua, hewan percobaan bebas dari ketidak-nyamanan, disajikan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologi hewan percobaan yang dipilih, dengan perhatian terhadap: siklus cahaya, suhu, kelembaban lingkungan dan fasilitas fisik seperti ukuran kandang untuk kebebasan bergerak, kebiasaan hewan untuk mengelompok atau menyendiri.


(59)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis terhadap gambaran kerusakan sel nekrosis tubulus pada ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin.

2. Ada pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol 40% kulit manggis terhadap gambaran kerusakan sel nekrosis tubulus pada ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin.

V.2. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada ekstrak kulit manggis.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam kulit manggis sebagai fitofarmaka.

3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut terkait dosis teurapeutik kulit manggis dengan meminimalkan efek samping yang mungkin timbul. 4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu

lebih lama terkait pemberian ekstrak kulit manggis terhadap gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi dengan rifampisin.

5. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek kulit manggis pada organ lain selain ginjal.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti W. 2012. Efek proteksi pemberian ekstrak buah mahkota dewa terhadap gambaran mikroskopis ginjal tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin. Skripsi. Bandar Lampung: FKUNILA.

Brennan PJ, Young DB. 2008. Tuberculosis. Science Journal Elsevier. 88(2):1514

Chasani S. 2008. Antibiotik Nefrotoksik: Penggunaan pada gangguan fungsi ginjal. Artikel kesehatan. Semarang: FKUNDIP. hlm. 2.

Cynthia A. Naughton. 2008. Drug-induced nephrotoxicity. Am Fam Physician. 78(6):74350.

Eroschenko VP. 2010. Atlas histologi difiore. Jakarta: EGC. hlm. 371.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 3246, 3312.

Haryadi, E. 2010. Kandungan Kulit Buah Manggis. Artikel kesehatan. Jakarta: FKUI. hlm. 158.

Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. 2006. Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). Journal from Agricultural and Food Chemistry. 54(6):207782.


(61)

Junqueira LC, Carneriro J. 2007. Histologi dasar teks dan atlas, edisi ke-10. Jakarta: EGC. hlm. 36975.

Katzung BG. 2011. Farmakologi dasar dan klinik, edisi 10. Jakarta: EGC. hlm. 798.

Kesenja R. 2005. Pemanfaatan tepung buah pare (Momordica charantia L.) untuk penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus. Skripsi. Bogor: IPB.

Khakim JL. 2007. Pengaruh Jus Buah Pepaya (Carica papaya) terhadap Kerusakan Histologis Lambung Mencit yang Diinduksi Aspirin. Skripsi. Surakarta: UNS.

Lerma EV. Berns J, Nissenson A.2008. Current diagnosis & treatment nephrology & hypertension. USA: Lange. pp. 314.

Meulen JVD, Jong GMTD, Westenend JP. 2009. Acute intertitial nephritis during rifampicin theraphy can be a paradoxical response. BMC Nephrology. 2(4):13.

Min HK, Kim EO, Lee SJ, Chang YK, Suh SY ,Yang CW, Kim SY, Hwang HS. 2013. Rifampin-associated tubulointersititial nephritis and Fanconi syndrome presenting as hypokalemic paralysis. BMC Nephrology. 13(14):15.

Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal Ethnopharmacol. 90(1):1616.

Munawar NM. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valerian Officinalis)

terhadap ginjal mencit Balb/C. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: UNDIP. hlm. 123.


(62)

74

Nakatani K, Yamakuni T, Kondo N, Arakawa T, Oosawa K, Shimura S, Inoue H, Ohizumi Y. 2004. Gamma-mangostin inhibits ikappaB kinase activity and decreases lipopolysaccharide-induced cyclooxygenase-2 gene expression in rat glioma cells. Molecular Pharmacology Fast Forward. 3(66):66774.

Ngatidjan PS. 2006. Metode laboratorium dan Toksikologi. Artikel kesehatan. Yogyakarta: FK UGM. hlm. 34.

Nugroho. 2007. Manggis (Garcinia mangostana L.) dari kulit buah yang terbuang hingga menjadi kandidat suatu obat. Majalah obat tradisional.Yogyakarta: FK UGM. hlm. 35.

Pérez SY, Bárcenas MR, Cuellar GCM, Marure LR, Oliver CM, Chaverri PJ, Chirino YI. 2010. The alpha-mangostin prevention on cisplatin-induced apoptotic death in LLC-PK1 cells is associated to an inhibition of ROS production and p53 induction. Chemico-Biological Interactions. 188(1):14450.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke- 6. Jakarta: EGC. hlm. 867– 75.

Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasar–dasar urologi. Jakarta: CV Infomedika. hlm. 89.

Rekha W, Santha T, Jawahar MS. 2005. Rifampicin-induced renal toxicity during retreatment of patients with pulmonary tuberculosi. Journal assoc physicians india. 53(1):8113.

Reksodiputro AH, Madjid, Rachman A, Tambunan S. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing. hlm. 126.


(63)

Ridho MR. 2010. Pengaruh pemberian deksametason dosis bertingkat per oral 30 hari terhadap kerusakan tubulus ginjal tikus wistar. Artikel karya tulis ilmiah. Semarang: FK UNDIP. hlm. 10.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). 63(3):216.

Robbins SL, Kumar V. 2007. Buku ajar patologi anatomi , edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 27, 113, 572, 5957

Sari, LOK. 2006. Pemafaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3(1):17.

Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia imunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik escherichia coli. Journal of scientific resporitory. 3(1):44–50.

Singh NP, Ganguli A, Prakash A. 2004. Drug induced kidney disease. Journal Assoc Physicians. 51(2):9709.

Slomianka L. 2009. Blue histologi urinary system. Australia: UWA. pp. 150.

Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. 2007. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa. Biodiversitas. 8(2):925.

Sulistianto DE, Harini M, Handajani NS. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarfa (Scheff) Boer) terhadap struktur histopatologis hepar tikus (Rattus norvegicus L.) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCl4) secara oral. Skripsi. Surakarta: FMIPA UNS.


(64)

76

Suyanti, L. 2008. Gambaran histopatologi ginjal tikus pada pemberian fraksi asam amino non protein lantara nera (Acacia villosa) pada uji toksisitas akut. Skripsi. Bogor: IPB.

Syarif A, Estuningtya A, Setiawati A, Arif. 2009. Farmakologi dan terapi, edisi ke-5. Jakarta : FKUI. hlm. 5760.

Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek Sampingnya, edisi ke-5. Jakarta: Gramedia. hlm. 73.

Trifena. 2012. Analisis uji in vitro dan in vivo ekstrak kombinasi kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan pegangan (Centella asiatica L.) sebagai krim antioksidan. Skripsi. Jakarta: UI.

Weecharangsan W, Opanasopit P, Sukma M, Ngawhirunpat T, Sotanaphun U, Siripong P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Medical Principles and Practice.15(4):281–7.

Wijaya A, Setyawati S, Santosaningsih D. 2011. Pengaruh ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan jumlah foam cell pada aorta tikus (Rattus novergicus) model aterogenik. Skripsi. Malang: UB.

Wijaya I, Miranti IP. 2005. Patologi ginjal dan saluran kemih, edisi ke-3. Semarang: FK UNDIP.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis terhadap gambaran kerusakan sel nekrosis tubulus pada ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin.

2. Ada pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol 40% kulit manggis terhadap gambaran kerusakan sel nekrosis tubulus pada ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin.

V.2. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada ekstrak kulit manggis.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam kulit manggis sebagai fitofarmaka.

3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut terkait dosis teurapeutik kulit manggis dengan meminimalkan efek samping yang mungkin timbul. 4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu

lebih lama terkait pemberian ekstrak kulit manggis terhadap gambaran histopatologi ginjal yang diinduksi dengan rifampisin.

5. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek kulit manggis pada organ lain selain ginjal.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti W. 2012. Efek proteksi pemberian ekstrak buah mahkota dewa terhadap gambaran mikroskopis ginjal tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin. Skripsi. Bandar Lampung: FKUNILA.

Brennan PJ, Young DB. 2008. Tuberculosis. Science Journal Elsevier. 88(2):1514

Chasani S. 2008. Antibiotik Nefrotoksik: Penggunaan pada gangguan fungsi ginjal. Artikel kesehatan. Semarang: FKUNDIP. hlm. 2.

Cynthia A. Naughton. 2008. Drug-induced nephrotoxicity. Am Fam Physician. 78(6):74350.

Eroschenko VP. 2010. Atlas histologi difiore. Jakarta: EGC. hlm. 371.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 3246, 3312.

Haryadi, E. 2010. Kandungan Kulit Buah Manggis. Artikel kesehatan. Jakarta: FKUI. hlm. 158.

Jung HA, Su BN, Keller WJ, Mehta RG, Kinghorn AD. 2006. Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). Journal from Agricultural and Food Chemistry. 54(6):207782.


(3)

73

Junqueira LC, Carneriro J. 2007. Histologi dasar teks dan atlas, edisi ke-10. Jakarta: EGC. hlm. 36975.

Katzung BG. 2011. Farmakologi dasar dan klinik, edisi 10. Jakarta: EGC. hlm. 798.

Kesenja R. 2005. Pemanfaatan tepung buah pare (Momordica charantia L.) untuk penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus. Skripsi. Bogor: IPB.

Khakim JL. 2007. Pengaruh Jus Buah Pepaya (Carica papaya) terhadap Kerusakan Histologis Lambung Mencit yang Diinduksi Aspirin. Skripsi. Surakarta: UNS.

Lerma EV. Berns J, Nissenson A.2008. Current diagnosis & treatment nephrology &

hypertension. USA: Lange. pp. 314.

Meulen JVD, Jong GMTD, Westenend JP. 2009. Acute intertitial nephritis during rifampicin theraphy can be a paradoxical response. BMC Nephrology. 2(4):13.

Min HK, Kim EO, Lee SJ, Chang YK, Suh SY ,Yang CW, Kim SY, Hwang HS. 2013. Rifampin-associated tubulointersititial nephritis and Fanconi syndrome presenting as hypokalemic paralysis. BMC Nephrology. 13(14):15.

Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal Ethnopharmacol. 90(1):1616.

Munawar NM. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valerian Officinalis)

terhadap ginjal mencit Balb/C. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: UNDIP. hlm. 123.


(4)

Nakatani K, Yamakuni T, Kondo N, Arakawa T, Oosawa K, Shimura S, Inoue H, Ohizumi Y. 2004. Gamma-mangostin inhibits ikappaB kinase activity and decreases lipopolysaccharide-induced cyclooxygenase-2 gene expression in rat glioma cells. Molecular Pharmacology Fast Forward. 3(66):66774.

Ngatidjan PS. 2006. Metode laboratorium dan Toksikologi. Artikel kesehatan. Yogyakarta: FK UGM. hlm. 34.

Nugroho. 2007. Manggis (Garcinia mangostana L.) dari kulit buah yang terbuang hingga menjadi kandidat suatu obat. Majalah obat tradisional.Yogyakarta: FK UGM. hlm. 35.

Pérez SY, Bárcenas MR, Cuellar GCM, Marure LR, Oliver CM, Chaverri PJ, Chirino YI. 2010. The alpha-mangostin prevention on cisplatin-induced apoptotic death in LLC-PK1 cells is associated to an inhibition of ROS production and p53 induction. Chemico-Biological Interactions. 188(1):14450.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke- 6. Jakarta: EGC. hlm. 867– 75.

Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasar–dasar urologi. Jakarta: CV Infomedika. hlm. 89.

Rekha W, Santha T, Jawahar MS. 2005. Rifampicin-induced renal toxicity during retreatment of patients with pulmonary tuberculosi. Journal assoc physicians india. 53(1):8113.

Reksodiputro AH, Madjid, Rachman A, Tambunan S. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing. hlm. 126.


(5)

75

Ridho MR. 2010. Pengaruh pemberian deksametason dosis bertingkat per oral 30 hari terhadap kerusakan tubulus ginjal tikus wistar. Artikel karya tulis ilmiah. Semarang: FK UNDIP. hlm. 10.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). 63(3):216.

Robbins SL, Kumar V. 2007. Buku ajar patologi anatomi , edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 27, 113, 572, 5957

Sari, LOK. 2006. Pemafaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3(1):17.

Setiorini Y. 2012. Deteksi secara imunohistokimia imunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus yang diberi bakteri asam laktat (BAL) dan enteropatogenik escherichia coli. Journal of scientific resporitory. 3(1):4450.

Singh NP, Ganguli A, Prakash A. 2004. Drug induced kidney disease. Journal Assoc Physicians. 51(2):9709.

Slomianka L. 2009. Blue histologi urinary system. Australia: UWA. pp. 150.

Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. 2007. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa. Biodiversitas. 8(2):925.

Sulistianto DE, Harini M, Handajani NS. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarfa (Scheff) Boer) terhadap struktur histopatologis hepar tikus (Rattus norvegicus L.) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCl4) secara oral. Skripsi. Surakarta: FMIPA UNS.


(6)

Suyanti, L. 2008. Gambaran histopatologi ginjal tikus pada pemberian fraksi asam amino non protein lantara nera (Acacia villosa) pada uji toksisitas akut. Skripsi. Bogor: IPB.

Syarif A, Estuningtya A, Setiawati A, Arif. 2009. Farmakologi dan terapi, edisi ke-5. Jakarta : FKUI. hlm. 5760.

Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek Sampingnya, edisi ke-5. Jakarta: Gramedia. hlm. 73.

Trifena. 2012. Analisis uji in vitro dan in vivo ekstrak kombinasi kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan pegangan (Centella asiatica L.) sebagai krim antioksidan. Skripsi. Jakarta: UI.

Weecharangsan W, Opanasopit P, Sukma M, Ngawhirunpat T, Sotanaphun U, Siripong P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Medical Principles and Practice.15(4):2817.

Wijaya A, Setyawati S, Santosaningsih D. 2011. Pengaruh ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan jumlah foam cell pada aorta tikus (Rattus novergicus) model aterogenik. Skripsi. Malang: UB.

Wijaya I, Miranti IP. 2005. Patologi ginjal dan saluran kemih, edisi ke-3. Semarang: FK UNDIP.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Mencegah Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Gentamisin.

0 1 5