Tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya.

(1)

TINDAKAN KOMUNIKATIF KONSUMEN PRODUK WARDAH DI SURABAYA

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)

Oleh:

Angi Putri Angrainingsih NIM. B76213057

UNIVERSIRAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Angi Putri Angrainingsih, B76213057, 2017. Tindakan Komunikatif Konsumen Produk Wardah di Surabaya.

Kata Kunci: Tindakan Komunikatif, Konsumen, Wardah

Penampilan masih menjadi suatu hal yang sensitif bagi perempuan muslimah, terutama mengenai kecantikan. Berbagai macam cara dilakukan untuk menambah nilai kecantikannya, salah satunya adalah dengan mengonsumsi produk kosmetik. Wardah sebagai produk kosmetik yang memiliki brand image halal menjadi kosmetik pilhan perempuan muslimah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan interaksi simbolik untuk melihat bagaimana pemahaman dan rasionalisasi yang dibangun dan dimiliki oleh konsumen Wardah. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif untuk menjelaskan data penelitian. Teori yang digunakan adalah teori tindakan komunikatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah (1) bahwa Produk Wardah dipilih perempuan muslim karena adanya klaim halal dan aman dengan bukti sertifikat halal dari MUI dan ijin edar resmi dari BPOM sehingga memungkinkan muslimah dapat mengkuti tren dengan gaya busana ala hijabers; (2) Konsumen Wardah dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikasi saat melakukan aktivitas konsumsi produk Wardah karena memenuhi kriteria keempat validitas klaim; dan (3) konsumen Wardah mampu memberikan kesepemahaman dan kesepakatan rasional bahwa produk Wardah dapat menambah kecantikan dan kepercayaan diri.

Dari penelitian ini, penulis memberikan rekomendasi kepada konsumen produk kecantikan berupa (a) kesadaran diri sebeleum mengonsumsi suatu produk; (b) memperhatikan daya guna produk; (c) selektif dalam memilih produk yang akan dikonsumsi; dan (d) pastikan produk yang dikonsumsi cocok. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya, penulis memberikan rekomendasi berupa (a) mengkaji tindakan komunikatif konsumen dari aspek psikologi; (b) mengkaji hubungan antara tindakan komunikatif konsumen dengan media; dan (c) menggunakan pendekatan budaya atau etnografi untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih mendalam.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I :PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

F. Definisi Konsep ... 12

1. Tindakan Komunikatif ... 12

2. Rasionalisasi Perilaku Konsumen Wardah ... 13

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 15

H. Metode Penelitian ... 17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 17

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian...18

3. Jenis dan Sumber Data ... 20

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 20

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 23

I. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II : PEREMPUAN, KONSUMSI, DAN TINDAKAN KOMUNIKATIF A. Kajian Pustaka ... 52

1. Perempuan dan Produk Kecantikan ... 52

a. Konstruksi Kecantikan dalam Masyarakat……….27

b. Munculnya Produk Kecantikan………..31

c. Produk Kecantikan dan Kehidupan Sosial………..35

2. Budaya Konsumsi Masyarakat ... 37

a. Perilaku Konsumen dalam Kehidupan Sosial……….38

b. Konsumsi dan Komunikasi……….41

c. Rasionalisasi Konsumsi dan Tindakan Komunikasi…………...43


(8)

BAB III : TINDAKAN KOMUNIKATIF KONSUMEN WARDAH

A. Profil Data ... 52

1. Subyek Penelitian ... 52

2. Obyek Penelitian ... 59

3. Lokasi Penelitian ... 60

B. Deskripsi Hasil ... 61

1. Dasar Rasionalisasi Konsumen Wardah ... 62

a. Kebutuhan Tampil Cantik………...62

b. Keunggulan Produk Wardah………..68

c. Halal………71

d. Mengikuti Trend……….72

2. Tindakan Komunikasi Konsumen Wardah di Surabaya ... 75

a. Menjadi Kolektor Produk Wardah………..75

b. Selalu Up Date Produk Tebaru Wardah……….77

c. Merasa Aman dan Nyaman……….78

d. Selalu Merasa Cocok dengan Produk Wardah………...80

e. Gaya Hidup Islami………..83

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ... 85

1. Keyakinan terhadap produk Wardah sebagai instrumen kecantikan ... 86

2. Keinginan untuk tampil trendi namun tetap islami ... 89

3. Selalu up date produk Wardah ... 90

4. Bertindak konsumtif ... 92

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 95

BAB V: PENUTUP A.Simpulan ... 103

B.Rekomendasi ... 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

Kebutuhan primer manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan prioritas yang harus ditamakan. Semakin berkembangnya teknologi di berbagai bidang menjadikan banyak kebutuhan sekunder dan tersier yang beralih status menjadi kebutuhan primer. Salah satu kebutuhan tersier yang beralih prioritasnya adalah kebutuhan akan penampilan.

Kebutuhan akan penampilan ada masa kini bukan hanya soal pakaian saja. Segala hal yang menunjang penampilan menjadi kebutuhan yang tak dapat ditinggalkan terutama untuk sebagian besar masyarakat, salah satunya adalah masalah kecantikan. Kecantikan dipandang sebagai anugerah terindah bagi seorang perempuan. Tak ada yang lebih diimpikan oleh perempuan selain tampil cantik dan memesona dihadapan lawan jenisnya. Karena itu, kecantikan begitu dipuja, sehingga rasanya apa saja

akan dipertaruhkan demi menebus “tampil cantik”1

.

Berbagai macam cara dilakukan oleh wanita agar selalu tampil cantik dan menarik, salah satu cara yang dilakukan oleh sekian banyak wanita adalah menggunakan produk kosmetik. Penggunaan produk kecantikan dipilih karena dianggap sebagai cara termudah dan simpel sehingga memungkinkan untuk dilakukan sendiri. Selain itu, penggunaan

1

Annastasia Melliana, Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2006), hlm. ix.


(10)

2

produk kosmetik terbilang sebagai cara yang tidak terlalu menguras biaya dan aman.

Kecantikan adalah sebuah kategori yang terstandarisasi. Ketika sebuah produk diluncurkan, sebuah strategi bisnis yang merupakan bagian dari kapitalisasi akan membentuk suatu konstruksi pemahaman makna yang disebut sebagai cantik. Perkembangan teknologi di segala bidang membuat semakin banyak merek dan produk kosmetik bermunculan dengan berbagai variasi dan keunggulan yang menarik. Semakin banyak merek dapat menyulitkan dan memudahkan konsumen untuk memilih produk mana yang akan digunakan.

Segala yang berhubungan dengan penampilan dapat dikatakan sebagai salah satu topik yang sensitif, terutama penggunaan produk kosmetik dan produk perawatan kulit. Dikatakan sensitif karena efek dari penggunaan produk kecantikan merupakan efek berjangka panjang, dan tentunya efek yang memberikan keuntungan yang diinginkan, bukan efek yang merugikan seperti timbulnya jerawat atau efek iritasi kulit lainnya.

Berwajah cantik dan bertubuh ramping bukanlah estetika yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan untuk mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat2. Dengan adanya

konstruksi kecantikan dalam kehidupan masyarakat menjadikan

perempuan menempatkan aspek penampilan diatas aspek yang lainnya. Bukan hanya dalam kehidupan sosial, kecantikan atau penampilan yang menarik menjadi sebuah senjata bagi wanita dalam dunia pekerjaan. Pada

2


(11)

3

jaman sekarang, penampilan dapat disebut sebagai kekuatan. Dengan

penampilan yang memukau dapat menjadi jaminan seseorang

mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Mencari informasi mengenai produk kecantikan kini bukanlah hal yang sulit, calon konsumen dapat mencari informasi melalui berbagai media massa. Baik itu media cetak, elektronik, maupun media internet. Produsen kosmetik menggunakan media massa tersebut untuk memberikan informasi mengenai produk yang dipasarkan, informasi yang diberikan oleh produsen melalui media disebut dengan iklan.

Iklan ditayangkan dengan metode repetisi, yakni pengulangan secara terus-menerus sehingga audiens iklan akan memiliki memori yang mendalam mengenai iklan tersebut. Dalam iklan produk kecantikan, audiens disuguhkan dengan rekaya visual yang menunjukkan seakan-akan dengan menggunakan produk yang diiklankan akan timbul rasa kepercayaan diri serta kebahagiaan akan kesempuranaan fisik. Selain iklan, perusahaan dapat membangun hubungan komunikasi dengan konsumen melalui media massa.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi menjadikan masyarakat semakin kritis terhadap segala hal, salah satunya dengan iklan. Jika dahulu masyarakat percaya bahwa informasi yang diberikan oleh iklan adalah benar, namun kini iklan hanya dianggap sebagai media informasi yang mengandung informasi tentang suatu produk yang dibesar-besarkan.


(12)

4

Salah satu brand kecantikan lokal Indonesia yang memiliki Beauty

Advisor (BA) dan Beauty Agent adalah Wardah. BA Wardah merupakan

karyawan yang memiliki tugas menjelaskan bagaimana penggunaan produk yang benar, sedangkan Beauty Agent Wardah adalah brand

ambassador produk Wardah yang memiliki tugas serupa dengan Beauty

Advisor sehingga konsumen dapat menghindari resiko iritasi atas

penggunaan produk.

Tidak hanya melalui iklan, Wardah memiliki kegiatan beauty class

dengan berbagai media partner untuk lebih memperkenalkan produk ke

calon konsumen. Disinilah para konsumen dan calon konsumen berkumpul dan mempelajari teknik menggunkan make up hingga berdiskusi dengan

sesama konsumen ataupun BA Wardah sehingga hasil yang mengecewakan akan penggunaan produk dapat dihindari. Semakin

minimnya kekecewaan akan pembelian produk akan semakin

meningkatkan brand trust yang tentunya akan menjadikan produk semakin

unggul dan bertahan. Brand image yang dibangun Wardah sebagai

kosmetik halal merupakan daya tarik yang membuat calon konsumen penasaran dan menumbuhkan minat untuk mengonsumsi produk Wardah.

Beberapa hal diatas adalah termasuk bagaimana proses perilaku konsumen Wardah. Perilaku konsumen adalah sebuah kegiatan yang berhubungan dengan pembelian dan penggunaan sebuah produk atau jasa. Konsumen merupakan bagian terpenting dalam suatu kegiatan produksi, karena proses produksi tidak akan berlangsung jika produk tersebut tidak memiliki konsumen. Perilaku konsumen merupakan bagian dari


(13)

5

rasionalisasi konsumsi, dimana setiap tindakan memiliki asas rasionalitas sehingga perilaku yang dihasilkan dapat diterima.

Dengan alasan tersebut, sebuah brand akan melakukan berbagai

macam hal untuk mempertahkan konsumen mereka. Begitu pula dengan Wardah, adanya BA di setiap counter serta adanya kegiatan yang

menyediakan tempat bagi konsumen untuk mempelajari produk menunjukkan bahwa Wardah berusaha mempertahankan dan menambah konsumen dengan meningkatkan komunikasi antara BA dengan konsumen maupun antar sesama konsumen.

Selain „kota Pahlawan’ Surabaya juga pernah mendapatkan julukan

kota „Budi Pamarinda’ yang memiliki kepanjangan: Budaya (bu),

Pendidikan (di), Pariwisata (pa), Maritim (ma), Industri (in), dan Perdagangan (da)3. Dilihat dari perngertian tersebut, dapat dikatakan dengan banyaknya lembaga pendidikan, sektor perdagangan dan industri serta didukung dengan fakta bahwa kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia membuat kota Surabaya menjadi tujuan banyak pendatang untuk menuntut ilmu dan mencari pekerjaan.

Salah satunya adalah kelurahan Jemur Wonosari yang termasuk dalam kecamatan Wonocolo. Lokasi yang strategis yakni dengan tiga kampus yakni UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas NU Surabaya dan Universitas Sunan Giri serta dekat dengan sektor industry SIER menjadikan banyak pendatang yang memutuskan untuk bertempat tinggal di Jemur Wonosari.

3

Yousri Raja Agam, Surabaya Kota Multijuluk: Surabaya Memiliki Banyak Julukan,

https://rajaagam.wordpress.com/2009/07/08/surabaya-kota-multijuluk/, diakses pada 19 April 2017.


(14)

6

Banyaknya mahasiswi universitas Islam dan pekerja muslim yang bertempat tinggal di Jemur Wonosari menjadi salah satu alasan banyaknya

reseller dan retailer kosmetik Wardah. Hal tersebut dikarenakan

kecenderungan perempuan muda senantiasa ingin tampil cantik dalam penampilan sehari-harinya, salah satunya adalah dengan menggunakan kosmetik.

Konsumsi menjadikan manusia seperti sarang laba-laba, yang membeli produk, gaya, gaya hidup, apapun sesuai dengan irama pergantiannya yang tinggi, tanpa dapat mengartikan semuanya dengan tujuan hidup yang hakiki4. Konsumsi kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penciptaan “gaya hidup”, yaitu gaya atau pola dalam konsumsi dan penggunaan waktu, ruang, uang, dan barang, yang dimuati dengan makna simbol tertentu. Dewasa ini, lebih sering ditemui seseorang membeli sebuah produk bukan karena tingkat kebutuhan akan produk tersebut, justru lebih ke nilai pemenuhan hasrat dan kepuasan yang didapat setelah ia menggunakan produk tersebut.

Kebutuhan konsumsi yang melibatkan makna-makna simbolik tertentu memunculkan sebuah budaya baru, yakni budaya konsumerisme. Budaya konsumerisme adalah budaya konsumsi yang ditopang oleh proses penciptaan diferensi secara terus-menerus lewat penggunaan citra, tanda, dan makna simbolik dalam proses konsumsi. Ia juga budaya belanja yang

4

Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Berlari; Mencari Tuhan-Tuhan Digital (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 107.


(15)

7

proses perubahan dan perkembang biakannya di dorong oleh logika hasrat dan keinginan (want), ketimbang logika kebutuhan (need)5.

Calon konsumen akan lebih memilih percaya pada orang terdekatnya atau seseorang yang ahli dalam suatu hal (yang bukan termasuk orang dari perusahaan yang bersangkutan) untuk memutuskan sebuah tindakan konsumsi karena adanya pengalaman yang nyata. Dalam hal ini pengalaman penggunaan produk oleh orang terdekat dan orang yang telah lama menggunakan produk serta adanya desakan untuk tampil cantik menjadi sebuah proses penilaian untuk pengambilan tindakan konsumsi.

Pondok Mahasiswa merupakan salah satu tempat dimana munculnya tren atau keinginan untuk memiliki dan menggunakan sesuatu yang sama merupakan hal yang biasa, salah satunya adalah kesamaan produk kosmetik yang digunakan. Di beberapa pondok mahasiswa yang berada di Jemur Wonosari, sekitar 85% santri memiliki setidaknya dua produk Wardah. Banyaknya reseller dan retailer produk Wardah menunjukkan

bahwa perempuan yang berada di Jemur Wonosari memiliki kebiasaan menggunakan dan memiliki ketertarikan terhadap produk Wardah. Adanya kebiasaan menggunakan dan ketertarikan ini dapat dikatakan dibangun oleh suatu pemahaman dan rasionalisasi yang akan memunculkan suatu tindakan komunikasi yang berupa aktivitas membeli, menggunakan, dan mengonsumsi.

Penampilan menarik bagi perempuan merupakan sebuah kebutuhan, banyak cara yang dilakukan perempuan untuk mencapai predikat cantik

5


(16)

8

tersebut. Para perempuan juga memiliki pemaknaan tersendiri mengenai kecantikan. Dari fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Tindakan Komunikatif Konsumen Produk Wardah di

Surabaya” untuk mengetahui bagaimana terbentuknya suatu pemahaman

dan rasionalitas yang dibangun oleh konsumen Wardah dalam suatu tindakan komunikasi.

B. Fokus Penelitan

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah: Bagaimana tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis: Pada dasarnya penelitian ini adalah penelitian yang mengangkat tema kajian tindakan komunikatif dan perilaku konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi Ilmu Komunikasi dengan tema kajian serupa.

2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca dan masyarakat mengenai bagaimana tindakan komunikatif konsumen Wardah.


(17)

9

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencari referensi terhadap beberapa penelitian yang memiliki kesamaan baik pada teori yang digunakan maupun obyek yang akan diteliti.

Dalam penelitian Intan Zainal Bauw yang berjudul Konstruksi Kecantikan Perempuan Melalui Iklan, merupakan penelitian yang membahas tentang konstruksi kecantikan. Fokus penelitian yang digunakan adalah konstruksi kecantikan perempuan dalam iklan. Berbicara tentang bagaimana rasionalitas dalam masyarakat telah berubah, dewasa ini masyarakat membeli barang bukan lagi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan, melainkan lebih sebagai pemenuhan hasrat6. Serta melihat bagaimana masyarakat memberikan persepsi yang berbeda terhadap iklan yang ditayangkan oleh Pond’s White Beauty, serta bagaimana iklan menstimulasi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang sama dengan apa yang disampaikan oleh iklan. Namun akhirnya, tetap masyarakat lah yang memiliki hak untuk memilih dan mengutarakan persepsinya masing-masing.

Kedua, hasil penelitian analisis perilaku konsumen terhadap kepuasan memilih produk kosmetik Oriflame yang dilakukan oleh Sari Rosalina Putri menunjukkan bahwa 79,6% kepuasan konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial, pribadi, kebudayaan dan psikologis7. Dari

6

Intan Zainab Bauw, Konstruksi Kecantikan Perempuan Melalui Iklan, Jurnal Komunikasi Analisis Semiotika, 2012.

7

Sari Rosalina Putri, Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Kepuasan Memilih Produk Kosmetik Oriflame pada PT. Orindo Alam Ayu Cabang Pekanbaru, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2011.


(18)

10

hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa keputusan konsumen untuk menggunakan atau mengkonsumsi sebuah produk kecantikan dipengaruhi oleh faktor sosial, dimana faktor sosial ini dapat dikatakan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk pengakuan di masyarakat.

Ketiga, menurut Arif Hidayat dalam Jurnal Dakwah dan Komunikasinya yang berjudul Bahasa Tubuh: Tanda Dalam Sistem Komunikasi yang melakukan riset dengan tema bahasa tubuh sebagai tanda dalam sistem komunikasi, menggunakan tindakan komunikatif sebagai bahan acuan paradigma dalam riset jurnal ini. Kesimpulan yang di dapat dari jurnal ini adalah bahwa bahasa tubuh juga memunculkan

bentuk-bentuk pragmatis karena menjadi komunikasi untuk

menyampaikan pesan. Adapun yang membedakannya hanya pada cara bentuk menyampaikan pesan tersebut, yaitu melalui ekspresi tubuh. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa tindakan komunikatif dapat dilihat melalui bagaimana masyarakat dalam sebuah lingkup sosial memahami bahasa tubuh dengan makna dan persepsi yang sama8.

Keempat, Heri Suwignyo menggunakan teori tindakan komunikatif sebagai alat perang bagi Minke (tokoh dalam narasi Pulau Biru) untuk menciptakan rasionalisme pada masyarakat dengan menggunakan tulisan dan kata-kata sehingga dapat menemukan pencapaian pemahaman rasional tanpa kekerasan. Heri Suwignyo juga menyimpulkan bahwa tuturan tindakan komunikatif tidak mengembangankan keterampilan melainkan kepribadian yang secara rasional dapat diterima secara subyektif, normatif,

8

Arif Hidayat, Bahasa Tubuh:Tanda Dalam Sistem Komunikasi, Jurnal Dakwah dan Komunikasi, STAIN Purwokerto, 2010.


(19)

11

dan obyektif. Orientasi tuturan tindakan komunikatif bukanlah keberhasilan melainkan pemahaman dan kesepakatan rasional9. Dalam

riset Suwignyo ini, tindakan komunikatif lebih dilihat sebagai sarana pembentukan nilai rasional dengan pemahaman dan kesepakatan rasional melalui kata-kata dan bahasa yang digunakan untuk menciptakan opinin publik.

Terakhir adalah Frida Kusumastuti yang menggunakan teori

tindakan komunikatif untuk menganalisis data dengan cara

menginterpretasi pembicaraan para anggota Online Parent Support Group

LDR Teenager & Adult, komunitas yang beranggotakan orang tua bagi

penyandang autisme. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti menunjukkan bahwa orang tua belajar dari sesama anggota group sampai kemudian menemukan cara untuk melakukan negosiasi dengan pihak sekolah agar sang anak tetap mendapatkan pendidikan yang baik10. Hasil

penelitian Kusumastuti memberikan fakta bahwa teori tindakan komunikatif dapat memberikan suatu kesepakatan pemahaman yang terjalin karena adanya kesaman pengalaman.

Dari berbagai kajian hasil penelitian terdahulu yang telah disebutkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pemahaman baru mengenai iklan produk kecantikan dan tindakan komunikatif.

9

Heri Suwignyo, Tuturan Tindakan Komunikatif Subyek Diri dalam Wacana Narasi, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2012.

10

Frida Kusumastuti, Tindakan Komunikatif Orang Tua Tentang Pendidikan Anak Autis Melalui Online Parent Support Group, Seminar Nasional dan Gelar Produk, 2016.


(20)

12

F. Definisi Konsep

Definisi konsep dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menghindari kesalahpahaman dalam memmahami

pembatasan-pembatasan yang diuraikan dalam penelitian ini sehingga kalimat yang digunakan mudah dipahami. Adapun definisi konsep tersebut adalah:

1. Tindakan Komunikatif

Tindakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Sedangkan komunikatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti dalam keadaan saling dapat berhubungan (mudah dihubungi); mudah dipahami (dimengerti). Secara terminologi, tindakan komunikatif memiliki artian suatu kegiatan yang dilakukan dalam keadaan saling dapat dipahami.

Menurut Jurgen Habermas tindakan komunikatif adalah

tindakan yang menunjuk komunikasi interpersonal yang

diorientasikan pada pemahaman bersama dimana masing-masing partisipan menjadi dirinya sendiri dan bukan sebagai obyek manipulatif11. Tindakan komunikatif yang dimaksud adalah tindakan komunikasi seseorang yang didasarkan pada pemahaman dan rasionalisasi.

Menurut teori ini, ketika seseorang berhubungan dengan kehidupan, maka dia mengalami salah satu dari 3 relasi pragmatis.

11

Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial (Dari Klasik Hingga Postmodern) (Jogjakarta: Ar RuzzMedia, 2012), hlm. 254.


(21)

13

Pertama, dengan sesuatu di dunia obyektif (sebagai totalitas entitas yang memungkinkan adanya penyataan yang benar). Kedua, dengan sesuatu di dunia sosial (sebagai totalitas hubungan antar pribadi yang diatur secara sah). Ketiga, dengan sesuatu di dunia subyektif (sebagai totalitas pengalaman yang akses ke dalamnya hanya dimiliki si pembicara dan yang dapat ia ungkapkan di hadapan orang banyak).

Tindakan komunikatif dalam penelitian ini adalah pemahaman dan dasar rasionalitas yang dibangun dan dimiliki oleh konsumen Wardah ketika melakukan tindakan komunikasi yang berupa memiliki, membeli dan mengonsumsi produk Wardah. Jadi, teori tindakan komunikatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan rasional seorang konsumen ketika melakukan tindakan komunikasi.

2. Rasionalisasi Perilaku Konsumen Wardah

Menurut KBBI, perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkunga12. Konsumen dalam KBBI adalah pemakai pengguna atau pemakai barang hasil produksi; penerima pesan iklan dan pemakai jasa13. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen memiliki artian reaksi atau kegiatan seseorang dalam menggunakan barang hasil produksi.

Menurut Suwarman, perilaku konsumen adalah perilaku yang melibatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

12

Kbbi.web.id/perilaku, diakses pada 8 Desember 2016.

13


(22)

14

mengevaluasi serta menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka14.

Sedangkan Mangkunegara mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut15.

Dalam penelitian ini perilaku konsumen yang dimaksud adalah segala tindakan yang berhubungan dengan pembelian dan pemakaian sebuah produk tertentu baik untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi sebuah perusahaan untuk menunjukkan dan mempertahankan eksistensi sebuah produk di pasar. Adanya konsumen bahkan membantu peningkatan penjualan sebuah produk, hal ini dikarenakan banyak konsumen yang memberikan promosi gratis yang berupa penyampaian pengalaman penggunaan produk kepada orang lain.

Wardah adalah salah satu brand kosmetik yang di produksi di oleh PT Pustaka Tradisi Ibu pada tahun 1995 hingga saat ini. Wardah adalah produk kosmetik Indoensia yang memiliki ciri khas kosmetik halal dan bahan-bahan alami yang aman bagi kulit konsumen. Dengan adanya klaim halal dari MUI, menjadikan Wardah identik dengan kehalalannya dan mayoritas pengguna produk Wardah adalah wanita

14

Ujang Suwarman, Perilaku Konsumen; Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 25

15


(23)

15

muslim yang peduli dengan penampilan. Namun perlu diketahui bahwa Wardah bukan hanya ditujukan oleh konsumen muslim saja.

Dari pengertan diatas, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan konsumen Wardah adalah orang-orang yang menggunakan brand produk Wardah baik bagi diri sendiri maupun keluarganya untuk menunjang penampilan. Konsumen Wardah yang diteliti dalam penelitian ini adalah perempuan yang memiliki aktifitas dikelurahan Jemur Wonosari, Wonocolo.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Bagan 1.1 (Kerangka Pikir Penelitian) Sumber: hasil olahan data

Bagan diatas menggambarkan bagaimana perempuan

mengartikulasikan kecantikan dengan menggunakan produk kosmetik.

Fenomena kecantikan di

masyarakat Produk

Wardah

Rasionalisasi

(Motif konsumsi)

Budget

Konsumen Wardah

(Tindakan Komunikatif)

Artikulasi kecantikan


(24)

16

Artikulasi kecantikan pada perempuan disebabkan oleh femoneman kecantikan yang tumbuh di masyarakat, dimana fenomena tersebut dimanfaatkan sebagai peluang oleh produsen kecantikan Wardah. Penelitian ini akan melihat bagaimana rasionalisasi konsumsi oleh perempuan yang menggunakan produk Wardah, serta bagaimana perempuan mengartikulasikan kecantikannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori tindakan komunikatif. Tindakan komunikatif merupakan teori komunikasi yang termasuk dalam komunikasi interpersonal yang diorientasikan pada pemahaman bersama dimana masing-masing partisipan menjadi dirinya sendiri dan bukan sebagai obyek manipulatif16.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas ini, mengemukakan bahwa setiap komunikasi yang sehat adalah komunikasi dimana setiap partisipan komunikasi bebas untuk menerima atau menolak sebuah pernyataan tanpa adanya ketakutan akan intimidasi, yang mana tiap partisipan komunikasi memiliki kesempatan yang sama untuk bicara, membuat keputusan-keputusan, self-presentations, klaim normatif, dan

menentang pendapat partisipan lain.

Teori tindakan komunikatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas menjadi teori utama yang digunakan dalam mengkaji rasionalisasi konsumen yang dibentuk oleh kegiatan komunikasi yang dilakukan konsumen Wardah di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Secara kontekstual, teori tindakan komunikatif

16


(25)

17

digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan dasar rasionalitas seseorang ketika melakukan tindakan komunikasi.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan interaksionalisme simbolik, menurut Moleong pendekatan ini berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Obyek, orang, situasi, dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan untuk mereka. Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya adalah esensial serta menentukan dan bukan bersifat kebetulan atau bersifat kurang penting terhadap pengalaman itu17.

Pendekatan interaksionalisme simbolik digunakan untuk melihat bagaimana terbentuknya pemahaman dan rasionalisasi yang dibangun dan dimiliki oleh konsumen Wardah yang menghasilkan perilaku atau tindakan komunikasi.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena penelitian ini merupakan penelitian yang memaparkan dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

17

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 2009, hlm. 21.


(26)

18

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian ini adalah konsumen Wardah yang telah menggunakan setidaknya tiga varian produk Wardah selama lebih dari tiga bulan. Dalam penelitian ini ada 9 orang perempuan yang menjadi subyek, disebutkan dalam table berikut ini.

No. Nama Usia

(Tahun)

Lama Pemakaian produk

Jumlah Produk yang Digunakan

Aktivitas

1. Nur Fitrianti 21 1,5 tahun 3 produk Mahasiswi

2. Ana

Khazana 22 2 tahun 4 produk

Mahasiswi, Entrepreneur

3. Mella Ismail 22 3,5 tahun >10

produk MC

4. Ma’ul

Fauziyah 23 3,5 tahun >7 produk Mahasiswi

5. Ulin Ni’mah 21 3 tahun 7 produk Konselor

Siswa

6. Nisa Mahin 22 4 tahun > 10

produk Karyawan

7. Atika Vania 22 3,5 tahun 5 produk Karyawan

8. Ajeng Ayu 20 2 tahun 6 produk Mahasiswi

9. Nafa

Sahariyah 22 1,5 tahun 4 produk Mahasiswi

Tabel 1.1 Daftar Informan Sumber: Hasil Olahan Data Peneliti

Obyek penelitian ini adalah rasionalisasi konsumen dalam penggunaan produk Wardah. Dimana rasionalitas ini digunakan


(27)

19

sebagai alasan melakukan tindakan konsumsi produk Wardah, rasionalitas yang dimaksud tidak sama dengan motif konsumsi. Melainkan bagaiama tindakan tersebut dapat terjadi berdasarkan pemahaman seseorang tentang suatu hal.

Penelitian ini berlokasi di kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Lokasi tersebut diambil karena beberapa alasan, diantaranya adalah:

a. Dikelurahan Jemur Wonosari terdapat 3 toko kosmetik yang mejual produk Wardah sebagai produk utama, yakni sekitar 10-15%. Angka tersebut lebih banyak jika dibandingkan produk lainnya yang memiliki jumlah kurang dari 10% dari skala jumlah produk lainnya.

b. Peminat produk Wardah lebih banyak dari pada produk lainnya. c. Banyak reseller online kosmetik yang menjual produk Wardah

dengan konsumen warga Jemur Wonosari.

d. Mayoritas perempuan berhijab di kelurahan Jemur Wonosari yang sesuai dengan brand image Wardah yakni kosmetik halal yang diperuntukkan bagi para Muslimah.

e. Banyak penduduk sementara yang tinggal di lokasi dengan mengontrak atau kos merupakan perempuan yang beraktifitas sebagai mahasiswa dan pekerja yang aktif menggunakan kosmetik.


(28)

20

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan18. Data sekunder adalah data

yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber tangan kedua atau ketiga dapat juga dikatakan sebagai sumber data pelengkap dan pelengkap data utama.

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain19. Dalam penelitian ini data utama adalah

kata-kata informan selama wawancara dan tindakan informan yang didapatkan saat observasi.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1) Tahap Pra Lapangan

Dalam penelitian ini, tahap pra lapangan yang dilakukan adalah mencari topik dan menyusun rancangan penelitian serta menentukan lokasi penelitian. Setelah didapatkan topik dan lokasi, penulis memilih informan atau narasumber yang sesuai dengan criteria informan yang diperlukan, dalam hal ini adalah infroman

18

Rosady Ruslan, Metode Penelitian dan Komunikasi (Jakarta: PT Raja Frafindo Persada, 2006), hlm. 26-28.

19

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2009), hlm. 157


(29)

21

yang merupakan konsumen produk kosmetik Wardah. Aktivitas terakhir dalam tahap pra lapangan adalah mempersiapkan alat yang diperlukan untuk penelitian seperti alat-alat tulis, voice recorder

dan kamera guna membuat sumber data yang berupa dokumentasi.

2) Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini, penulis fokus pada pengumpulan data dari lapangan, dimana prosesnya adalah dengan memahami latar penelitian dan mempersiapkan diri untuk turun secara langsung menuju lokasi penelitian dan mendekati subyek penelitian. Dalam tahap ini aktivitas yang dilakukan oleh penulis adalah memahami fenomena secara mendalam serta mencari data secara akurat.

3) Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

Tahap ketiga merupakan pengumpulan dan analisis data, pada tahap ini penulis melakukan proses pengumpulan data dengan metode pengumpulan data yang dipilih, yaitu dengan melakukan pencarian refensi, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Sedangkan pada tahap analisis data, penulis melakukan pengecekan dan memeriksa keabsahan data dengan fenomena maupun dokumentasi untuk membuktikan keabsahan data yang telah diumpulkan. Dengan terkumpulnya data secara valid selanjutnya dilakukan analisis untuk menemukan hasil penelitian.


(30)

22

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang masalah yang akan diteliti, maka penulis menggunakan beberapa metode antara lain:

1) Observasi

Observasi yang dilakukan adalah dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis serta lengkap. Observasi yang dilakukan tidak hanya dengan pengamatan saja, namun juga memusatkan perhatian pada satu subyek penelitian secara mendalam.

2) Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara dengan pertanyaan terbuka dan tertutup, serta dilakukan dalam situasi yang santai dan akrab dengan informan sehingga diharapkan data yang didapat adalah valid dan relevan.

3) Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pencatatan data yang didapatkan di lapangan seperti surat keterangan, buku pribadi, rekaman hasil wawancara, serta hasil pengambilan gambar selama penelitian dilakukan di lapangan.


(31)

23

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan tiga tahapan analisis , yaitu: 1. Pengumpulan data, dimulai dari berbagai sumber yaitu dari

beberapa informan, dan pengamatan langsung yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, transkip wawancara, dan dokumentasi. Setelah dibaca dan dipelajari serta ditelaah maka langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi yang akan membuat rangkuman inti.

2. Kategorisasi data atau penyaringan data, yang selanjutnya menyusun dalam satu-satuan yang kemudian diintegrasikan pada langkah berikutnya, dengan membuat koding. Koding merupakan simbol dan singkatan yang ditetapkan pada sekelompok kata-kata yang bisa serupa kalimat atau paragraf dari catatan di lapangan20.

3. Penyajian data, dalam tahapan ini yang dilakukan adalah menyajikan data yang telah didapat dan mengaitkan data yang telah ada dengan rumusan masalah yang diteliti.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Di dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan hasil yang valid, diperlukan pemeriksaan keabsahan data setelah data terkumpul.

20

Miles Mattew B dan Micahael Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta: UI Press, 1992), hlm. 87.


(32)

24

Untuk memperoleh keabsahan temuan peneliti perlu meneliti kreadibilitas data dengan menggunakan teknik ketekunan pengamatan. Teknik ketekunan pengamatan ini dilakukan dengan mengadakan observasi secara terus menerus terhadap obyek penelitian guna memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktifitas yang sedang berlangsung di lokasi penelitian. Dalam hal ini berkaitan dengan tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Kelurahan Wonocolo Jemur Wonosari Kecamatan Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh gambaran permulaan terhadap hasil penelitian ini, maka perlu dikemukakan sistematika penelitian sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian terdahulu, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

2) BAB II KAJIAN TEORETIS

Bab ini merupakan landasan teori yang digunakan dalam penyusunan penelitian yang bekaitan dengan definisi rasionalisasi konsumsi dan tindakan komunikatif konsumen produk kosmetik Wardah di Surabaya.


(33)

25

Bab ini menguraikan tentang subyek dan lokasi penelitian, dan deskripsi data hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni mengenai tindakan komunikatif konsumen Wardah di Surabaya.

4) BAB IV ANALISIS DATA

Bab ini berisi hasil temuan penelitian yang telah dilakukan, dan konfirmasi temuan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yakni teori tindakan komunikatif.

5) BAB V PENUTUP

Penutup menguraikan tentang kesimpulan akhir dari penelitian, keterbatasan penelitian yang dilakukan serta rekomendasi dari peneliti.


(34)

BAB II

PEREMPUAN, KONSUMSI, DAN TINDAKAN KOMUNIKATIF A. Kajian Pustaka

1. Perempuan dan Produk Kecantikan

Perempuan dan kecantikan sejak jaman dahulu merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Kecantikan yang selalu di sandingkan dengan perempuan memiliki banyak arti. Kecantikan perempuan yang sering disebutkan dalam kehidupan bersosial adalah mengenai penampilan, walaupun sebernarnya kecantikan tidak hanya mengenai penampilan semata. Tutur kata, tindakan dan sikap juga merupakan elemen perempuan yang masih dapat diungkapakan dengan kecantikan.

Dalam sebuah bait teks anonim pupuh Asmaradana menyebutkan “Hendaklah perempuan pandai menghias diri baik lahir

maupun batin, agar terjaga nama baik pribadinya”1

. Bait tersebut dapat diartikan bahwa perempuan yang pandai berhias (bersolek, merawat diri) dengan sikap dan tutur kata yang baik, nama baiknya akan terjaga.

Makna kecantikan yang tumbuh dalam masyarakat menjadikan perempuan mau tak mau harus mendapatkan predikat “cantik” untuk dapat diakui dalam kehidupan sosial. Beruntung bagi mereka yang

1


(35)

27

memang terlahir cantik, namun tidak semua perempuan memiliki keberuntungan tersebut.

Dengan adanya konstruksi kecantikan yang telah lama tumbuh dalam masyarakat ditambah dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, produk kecantikan hadir untuk mengubah penampilan hingga kehidupan perempuan. Produk kecantikan bagi sebagian perempuan dapat menjadi penolong yang sangat berarti, hal ini dikarenakan kebutuhuan seseorang untuk diakui oleh orang lain dalam kehidupan sosial.

a. Konstruksi Kecantikan dalam Masyarakat

Kecantikan pada dasarnya tidak hanya mengenai penampilan fisik saja, namun tindak tutur dan perilaku juga dapat dikatakan sebagai bentuk dari kecantikan bagi seorang perempuan. Dalam masyarakat jaman dahulu, keelokan wajah dan tubuh bukanlah satu-satunya penentu seorang perempuan berhak mendapatkan predikat “cantik”, pembawaan diri dan tutur kata merupakan hal yang lebih penting. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat modern menilai perempuan berhak mendapat predikat cantik hanya semata dilihat dari keelokan paras dan tubuhnya saja.

Jika melihat tayangan iklan di media massa, banyak produk menggunakan perempuan meskipun produk tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan perempuan, hal ini dikarenakan


(36)

28

perempuan merupakan selling point bagi produk tersebut. Sosok

perempuan yang dihadirkan oleh media seakan memiliki standar yang sama, bertubuh langsing dan proporsional, berkulit putih, hidung mancung serta bibit yang indah.

Seringnya media menyuguhkan standar kecantikan

perempuan, maka konstruksi akan kecantikan perempuan yang tumbuh dalam masyarakat tidak dapat dihindari. Iklan dalam media ditayangkan dengan metode repitisi dengan maksud khalayak dapat menerima dan mengingat informasi dari iklan tersebut, namun dengan banyaknya penggunaan perempuan sebagai

selling point menumbuhkan sebuah konstruksi dalam masyarakat

itu sendiri. Menurut Levels of Processing Craik & Lockhart

menjelaskan bahwa informasi adalah factor utama yang mempengaruhi seberapa dalam individu mengingat informasi tersebut2.

Dengan semakin banyaknya iklan yang mengeksploitasi “kecantikan” wanita, masyarakat memiliki sebuah kontruksi sosial mengenai kecantikan yang disetujui oleh hampir seluruh kalangan masyarakat. Pendapat mengenai kecantikan perempuan yang dibentuk oleh media dan berlaku dimasyarakat adalah sebagai berikut3:

1. Gemuk itu tidak indah dan menyebabkan penurunan rasa percaya diri dalam penampilan fisik.

2

Annastasia Melliana, Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2006), hlm. 2.

3


(37)

29

2. Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat.

3. Bentuk tubuh yang ideal adalah langsing (langsing=cantik),

tidak kelebihan lemak pada bagian-bagian tubuh

(proporsional), perut datar, payudara kencang, pinggang

berlekuk liku, pantat sintal.

4. Perempuan memang selayaknya bertubuh indah, karena bentuk fisik merupakan kebanggan perempuan dalam bermasyarakat dan berkeluarga.

5. Perempuan wajib merawat tubuh dan penampilan fisiknya secara keseluruhan agar tetap menarik di hadapan pasangan. Dengan kata lain body image perempuan sangat dipengaruhi

oleh penilaian atau persepsi dari pasangan. Jadi, perempuan dikondisikan untuk menghargai tubuhnya dengan tidak terlepas dari pandangan atau penilaian pasangan.

Banyak studi melaporkan, pada umunya orang berasusmsi bahwa perempuan yang menarik fisiknya tidak hanya digemari dan disukai sebagai pasangan kencan atau teman, namun juga diasosiasikan dengan hal-hal baik4. Melihat realitas yang dibangun oleh masyarakat tersebut membuat sebagian besar perempuan selalu memastikan penampilan mereka adalah yang terbaik. Akibat pandangan mengenai kecantikan yang telah universal dalam masyarakat, seorang perempuan dapat diakatakan memilki

4


(38)

30

kehidupan sejahtera adalah mereka yang berwajah cantik, berkulit putih, dan bertubuh langsing.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perempuan dapat menjadi selling point, tidak hanya di iklan saja melainkan

juga di penjualan secara langsung. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana sebuah perusahaan memilih kandidat SPG (Sales

Promotion Girl) untuk meningkatkan citra dan nilai penjualan

mereka.

Oleh masyarakat, mereka yang dianggap tidak menarik diperlakukan seakan-akan kekuranganv enarikan tersebut mewakili kepribadian mereka secara keseluruhan. Sering terjadi di masyarakat, perempuan lebih banyak dinilai dan dipuji dari penampilan fisiknya daripada kualitas pribadi lainnya. Saat stereotip ini semakin ekstrim, muncul kemarahan, kebencian, dan kejengkelan pada perempuan yang tidak dilahirkan cantik tetapi ikut terperangkap dalam mitos kecantikan5.

Megutip pendapat Dewi Candraningrum (seorang aktivis feminis dan seniman) tentang fenomena kecantikan: “Pada abad modern, pandangan masyarakat atas tubuh dan seksualitas telah bergeser. Dari yang suci dan sakral menjadi murahan. Perempuan dijajar di mal dan supermarket. Kecantikan mereka didikte oleh produk kosmetik dan fashion, bukan diukur dari integritas dan karya.”

5


(39)

31

Pada faktanya, masyarakat modern lebih memandang kecantikan melalui penampilan. Tak jarang banyak perempuan yang mengalami pengalaman tak mengenakkan karena penampilan. Salah satu contohnya adalah dalam sebuah antrian yang tak terarah, perempuan yang memiliki penampilan lebih menarik dan cantik akan lebih dulu dilayani daripada perempuan lain yang telah mengantri lama.

Kenyataan tersebut pada akhirnya menimbulkan pemikiran dalam diri perempuan untuk selalu tampil menarik dan cantik bagaimanapun caranya agar tidak mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan.

b. Munculnya Produk Kecantikan

Fenomena kecantikan sebagai bagian dari gaya hidup perempuan, keberadaannya telah dirasakan sejak berabad-abad yang lalu. Secara tradisional teknik perawatan tubuh sudah dikenal sebagai bagian dari unsur kebudayaan masyarakat. Setiap negara pada setiap masa memiliki ciri khasnya sendiri tentang bagaimana para perempuan melakukan perawatan untuk wajah dan tubuh mereka.

Di jaman Mesir Kuno, Cleopatra merupakan seorang ratu yang namanya melegenda dan bahkan dijadikan ikon kecantikan pada jaman dahulu. Cleopatra memang dikenal sangat cantik sehingga dengan mudah menaklukan hati laki-laki yang melihatnya.


(40)

32

Sosok Cleopatra selalu divisualisasikan sebagai perempuan cantik nan elegan yang menggunakan riasan penuh di wajahnya. Bedak, blush on, eye liner, eye shadow dan lipstick telah digunakan

oleh Cleopatra sebelum adanya teknologi seperti sekarang. Bedanya dengan kosmetik jaman sekarang, adalah bahan yang digunakan jauh dari unsur kimia. Misalnya untuk lipstick warna merah, Cleopatra menggunakan ekstrak kumbang carmine dan semut6.

Jika Cleopatra menjadi ikon kecantikan Mesir Kuno, maka di Indonesia tepatnya di pulau Jawa Ken Dedes adalah simbol dari kecantikan Jawa pada jaman kerajaan Singosari. Menurut sejarah, kecantikan Ken Dedes mampu menyebabkan pertumpahan darah di tanah Jawa hanya untuk memperebutkan Ken Dedes yang memiliki keindahan fisik menyerupai bidadari.

Berbeda dengan Cleopatra, kecantikan Ken Dedes bukan terletak pada riasan wajahnya. Ken Dedes merupakan seorang putri yang panda merawat keindahan kulit dan tubuhnya. Selain keindahan tubuh, keharuman atau aroma merupakan daya tarik utama dari Ken Dedes. Bahan yang digunakan Ken Dedes untuk mendapatkan wewangian tersebut adalah bahan alami yang memiliki aroma harum, baik bunga maupun bahan-bahan lainnya.

Di Mesir Kuno saat masa pemerintahan Dinasti Fir’aun, ditemukan tulisan-tulisan sejarah yang berhubungan dengan

6

Kabar Masa Silam, Perjalanan Sejarah Lipstik, kabarmasasilam.blogspot.com, diunggah pada 14 Maret 2013


(41)

33

kecantikan dan cara-cara perawatannya berikut obat-obat dan bahan-bahan yang sudah dikenal baik7. Temuan-temuan tersebut menjadi bukti bahwa eksistensi kecantikan merupakan kebutuhan setiap wanita disepanjang masa.

Berwajah cantik dan bertubuh ramping bukanlah estetika yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan untuk mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat8. Namun tidak semua perempuan dilahirkan dengan fisik yang dituntut oleh masyrakat tersebut. Melihat bagaimana kebutuhan akan kecantikan, dengan adanya teknologi serta penemuan mengenai fakta kecantikan yang telah ada membuat banyak produsen kosmetik mengembangkan produk kecantikan sebagai alternative untuk perempuan agar dapat tampil lebih cantik.

Kosmetik yang diproduksi oleh para produsen memiliki beragam jenis. Begitu banyak varian kegunaan sesuai dengan keluhan kulit para perempuan. Produk kosmetik yang paling banyak diproduksi karena diminati oleh perempuan adalah jenis produk yang dapat memutihkan kulit, terutama kulit wajah.

Jika melihat iklan yang muncul beberapa tahun terakhir, wacana kulit putih sangat mendominasi. Pemutih muncul tidak saja dalam bentuk krim, tetapi juga krim pembersih, sabun, body lotion,dan bedak9. Memiliki kulit putih merupakan impian semua

7

Dikutip dari unggahan facebook CamillaCosmetic tanggal 26 Desember 2012.

8

Annastasia Melliana, Menjelajah Tubuh… hlm. 5.

9

Aquarini Priyatna Prambasmoro, Kajian Budaya Feminis; Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop


(42)

34

wanita, hal ini terjadi karena kulit putih dianggap sebagai superior dalam masyarakat. Untuk mendapatkan kesan “superior” tersebut berbagai cara dilakukan oleh perempuan. Dari penggunaan krim pemutih, bedak, hingga suntik putih dan operasi plastik.

Masyarakat yang terlanjur menilai kesuksesan perempuan dilihat dari penampilan fisiknya membuat perempuan sukses harus selalu tampil indah dan cantik. Untuk tuntutan tersebut, perempuan sangat bergantung pada merek-merek fashion dan produk kecantikan, terutama make up. Jika dahulu, riasan wajah hanya

membutuhkan bedak dan lipstick sebagai riasan sehari-hari, maka kini mascara, eye liner, concealer, alas bedak, dan alis merupakan

riasan sehari-hari yang wajib digunakan oleh perempuan. Bahkan jaman sekarang, akan sangat jarang ditemui perempuan di tempat umum tanpa menggunakan riasan alis.

Fenomena tersebut seolah menunjukkan betapa pentingnya kosmetik bagi perempuan. Brand kosmetik pun semakin berlomba

menunjukkan inovasi pada berbagai produk, seakan tidak ingin kehilangan consumer karena masalah ketidak cocokan brand-brand tersebut akan membuat alternatif produk yang sejenis sehingga konsumen dapat memilih kosmetik sesuai dengan kebutuhannya.

Kosmetik memang memiliki peminat yang tak sedikit, hampir semua perempuan. Namun produk yang menjadi unggulan masih produk pemutih. Putih direpresentasikan sebagai yang disukai/diinginkan dan juga sebagai ideal. Putih dan ke-putih-an


(43)

35

lebih jauh dimaknai sebagai kecantikan yang diidealkan dan dinaturalisasi, yang pada saat yang sama juga menaturalisasi feminitas putih sebagai global dan universal.

Dalam budaya nonputih seperti di Indonesia, citra yang global dan diidealkan menciptakan celah antara mereka yang memandang iklan sabun dengan wacana putih yang dibangun di dalam dan di sekitar iklan sabun itu sendiri. Visibilitas kulit dan tubuh serta ke-putih-an mereka menjadi suatu fantasi, sesuatu yang harus dicapai, suatu konsep yang mendefinisikan kecantikan dan feminitas berdasarkan sesuatu yang dianggap bukan milik atau bagian dari si pemandang10.

c. Produk Kecantikan dan Kehidupan Sosial

Kesibukan perempuan sekarang masih sama dengan kesibukan wanita prasejarah. Perempuan masih menumpahkan seluruh waktu dan perhatian mereka untuk berhias mempercantik penampilan dan menjaga kerapian diri semaksimal mungkin dengan berbagai cara11.

Abbas Mahud Al-Aqqad, seorang sastrawan Mesir

mendeskripsikan perempuan sebagai berikut12:

“Wanita memiliki beberapa sifat kekanak-kanakan berupa

kecemburuan yang menggelikan, temperamental (cepat marah), tenggelam dalam kekinian yang dihadapinya, berpadangan pendek dalam menerima fenomena dan

10

Ibid,. Hlm. 330.

11

Ramadhan Hafizh, The Colour of Women; Mengungkap Misteri Wanita (Jakarta: Amza, 2007), hlm. 14.

12


(44)

36

kemasan luar, senang dan benci dengan hal-hal yang diperhatikan, suka meniru-niru apa yang dilihat, kebiasaan menyandarkan permasalahan yang tidak pada tempatnya, suka berubah-ubah emosinya, berbohong jika takut, riya’ jika tamak, egois dengan apa yang disenangi dan disukainya, senang menyelidik dan mengorek-ngorek informasi untuk mengetahui rahasia-rahasia, bangga dan senang sekali jika dipuji dan disanjung-sanjung”.

Pernyataan Al-Aqqad tentang perempuan diatas jika dilihat dengan kenyataan pada masa sekarang, dapat dikatakan tepat. Perempuan selalu memiliki kecemburuan kepada perempuan lain,

jika ada perempuan lain dipuji akan kecantikan dan

penampilannya, ia akan cemburu. Melihat iklan ditelevisi, ia ingin meniru apa yang ditayangkan oleh iklan tersebut. Mengorek-ngorek informasi rahasia apapun, untuk menjadi bahan gossip. Akan merasa diatas segalanya ketika dipuji dan disanjung oleh orang lain.

Menurut pandangan masyarakat, menjadi perempuan berarti menjadi cantik, dan sebaliknya tidak cantik sangatlah tidak perempuan. Cantik adalah kata yang sebagian besar mengacu pada sifat fisikal13. Namun sayangnya tidak semua perempuan dilahirkan dengan fisik yang cantik. Bagi perempuan yang dilahirkan “tidak cantik” tersebut, penggunaan produk kosmetik akan sangat membantu mempercantik penampilan mereka serta perlakuan yang lebih baik dalam kehidupan sosial.

Freedman mengatakan banyak studi melaporkan, pada umumnya orang berasumsi bahwa perempuan yang menarik

13


(45)

37

fisiknya tidak hanya disukai dan digemari pasangan kencan atau teman, namun juga diasosiasikan dengan hal-hal baik14. Hal-hal baik yang disebutkan misalnya adalah lebih percaya diri dan pengakuan yang lebih baik dalam masyarakat. Jika melihat kenyataan lebih banyak pelamar yang memiliki penampilan menarik berkemungkinan lebih besar diterima daripada pelamar yang dianggap kurang menarik, meski dalam potensi pelamar yang dianggap “kurang menarik” lebih memiliki potensi profesi.

Dari sebab tersebut, kosmetik bagi perempuan merupakan it

item atau barang yang harus selalu ada di dalam tas mereka.

Kosmetik dianggap sebagai alat pembantu penunjang penampilan bagi perempuan. Masyarakat lebih sering menilai kesuksesan perempuan dari penampilannya, baik dilihat dari gaya berpakaian serta penggunaan kosmetik yang rapi dan cantik.

2. Budaya Konsumsi Masyarakat

Konsumsi menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat. Selain untuk pemenuhan kebutuhan, kegiatan konsumsi juga dapat menjadi sarana bersosialisasi dengan sesama masyarakat. Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya, sehingga akan memunculkan kemakmuran.

Pihak yang melakukan kegiatan konsumsi disebut sebagai konsumen. Pada masyarakat tradisional, konsumsi yang dilakukan

14


(46)

38

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan primer saja. Sedangkan pada masyarakat modern, konsumsi yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja melainkan untuk meningkatkan kesenangan dan pengakuan sosial.

Konsumsi menjadikan manusia seperti sarang laba-laba, yang membeli produk, gaya, gaya hidup, apapun sesuai dengan irama pergantiannya yang tinggi, tanpa dapat mengartikan semuanya dengan tujuan hidup yang hakiki15. Dalam kehidupan masyarakat modern, kegiatan konsumsi dapat menjadi penilai kelas sosial masyarakat. Hal tersebut bukan tanpa sebab, sebagian besar masyarakata modern menilai tingkat sosial mereka dengan merek-merek yang mereka konsumsi, bahkan tak jarang mereka memiliki komunitas tersendiri dengan anggota sesama konsumen suatu merek tertentu.

a. Perilaku Konsumen dalam Kehidupan Sosial

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.16 Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam hal studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa

15

Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Berlari; Mencari Tuhan-Tuhan Digital (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 107.

16


(47)

39

generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, dan individu tertentu17.

Perilaku seorang konsumen tidak dapat dipungkiri

terpengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Salah satu faktor sosial yang mempengaruhi perilaku seorang konsumen adalah kelompok referensi. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa diantaranya kelompok primer, yang dengan adanya interaksi yang cukup berkesinambungan, seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat18. Seorang konsumen umunya dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka dengan beberapa cara, salah satunya adalah kelompok referensi memperlihatka pada seseorang perilaku dan gaya hidup baru.

Konsep diri juga menjadi faktor yang memperngaruhi perilaku pembelian dan penggunaan produk. Salah satunya adalah penggunaan produk perawatan diri dan kecantikan sangat dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap dirinya atau dengan kata lain, terikat dengan konsep diri.

“Seorang konsumen mungkin merasa tidak nyaman dengan wajahnya yang memiliki beberapa jerawat, jerawat mungkin akan menyebabkan penampilan dirinya kurang memuaskan. Ketidakpuasan penampilan diri yang kurang sempurna karena jerawat akan mendorong konsumen untuk mengubah penampilannya agar lebih sempurna, dia akan membeli produk

kecantikan atau konsultasi ke dokter kulit untuk

17

Ibid., hlm. 3.

18


(48)

40

menyembuhkan atau menyembunyikan jerawat yang

dimilikinya”19

.

Kegiatan konsumsi dan kehidupan sosial memiliki relasi yang erat, karena dalam melakukan kegiatan konsumsi seorang konsumen harus berinteraksi dengan penjual barang atau produk yang akan dibelinya. Keterkaitan hubungan sosial dengan kegiatan komunikasi tidak hanya terjadi antar penjual dan pembeli saja, sesama konsumen biasanya melakukan interaksi dengan cara mendiskusikan dan saling member saran produk yang dibeli.

Konsumsi sering dipengaruhi oleh gaya hidup yang ditunjukkan orang lain kepada seorang konsumen. Saat seeorang tertarik dengan gaya hidup tertentu, ia aka melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan melakukan interkasi sosial dengan individu atau kelompok yang bersangkutan.

Konsumsi yang berlebihan yang mengarah pada perilaku konsumsi akan menimbulkan deferensiasi sosial. Diferensi sosial yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang melakukan konsumsi untuk menciptakan atau mengukuhkan status sosialnya20. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan konsumsi bukan lagi sebagai aktifitas yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan akan suatu produk. Konsumsi bagi masayarakat modern telah memiliki pergeseran makna dimana konsumsi seharusnya

19

Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen; Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran

(Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 61.

20

Ahmad Rudy Fardiyan, Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan Komunikasi, Jurnal Sosiologi Vol 14, hlm. 64.


(49)

41

menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan menjadi kegiatan untuk pemenuhan kepuasan dan pengakuan tingkat sosial serta perstis.

b. Konsumsi dan Komunikasi

Dalam memperoleh informasi mengenai suatu produk, seorang konsumen dapat sedang berada dalam suatu situasi komunikasi. Situasi komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana konsumen mendapatkan informasi atau melakukan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan bisa bersifat pribadi atau nonprobadi.

Konsumen mungkin memperoleh informasi pribadi melalui komunikasi lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual atau wiraniaga. Iklan televise, radio, internet, bahan elektronik lainnya (VCD dan VHS), iklan media cetak (koran, majalah), iklan media luar ruangan (poster, billboard dan spanduk), brosur, leaflet, dan

sebagainya merupakan media komunikasi yang bersifat nonpribadi yang sering diakses oleh konsumen secara sengaja maupun tidak sengaja. Informasi mungkin juga diperoleh langsung dari toko melalui promosi penjualan, pengumuman di rak, dan di depan toko21.

Peran lain dari komunikasi adalah untuk membedakan

(differentiating) produk yang ditawarkan suatu peruahaan dengan

perusahaan lainnya. Upaya membedakan produk ini dilakukan

21


(50)

42

dengan mengomunikasikan pada konsumen bahwa produk yang ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis22.

Dari banyaknya jenis komunikasi, yang berhubungan langsung dengan kegiatan konsumsi adalah komunikasi persuasif. Persuasi sendiri memiliki arti menggunakan informasi tentang situasi psikologis dan sosiologis serta kebudayaan dari komunikan, untuk mempengaruhinya dan mencapai perwujudan dari apa yang diinginkan message. Tanpa pengetahuan informasi demikian, maka

mesaage dan kegiatan komunikasi akan berhasil sedikit ataupun

sama sekali akan gagal23.

Komunikasi persuatif dilakukan oleh perusahaan suatu produk dengan berbagai macam teknik. Salah satunya adalah dengan menyediakan Sales Promotion Gilr/Boy untuk memberikan

informasi tentang produk terkait dengan konsumen secara pribadi. Pemasangan iklan dalam berbagai jenis media juga dilakukan untuk memberikan informasi kepada konsumen secara nonpribadi.

Kegiatan konsumsi pada dasarnya tidak terpisahkan dengan komunikasi. Setiap konsumen akan selalu melakukan komunikasi setiap melakukan pembelian, baik secara pribadi maupun nonpribadi. Yang paling sering terjadi adalah walaupun konsumen sama sekali tidak melihat iklan ataupun berinteraksi dengan kelompok referensi, yaitu dengan membaca informasi produk pada kemasan yang memang disediakan oleh perusahaan.

22

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen… hlm. 164.

23


(51)

43

Dalam contoh kegiatan diatas, banyak orang

mempresentasikan bahwa tidak ada kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Namun dengan membaca informasi produk pada kemasan juga merupakan kegiatan

komunikasi yang dilakukan seorang konsumen dengan

memanfaatkan media kemasan yang disediakan oleh perusahaan. Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi konsumen mengenai keberdaan produk, yang pada masa lalu pernah dilakukan transaksi pertukaran pada produk tersebut. Peran yang penting dari komunikasi juga berkaitan dengan membujuk konsumen potensial untuk melakukan pembelian. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi bersifat persuasif, yaitu bagaimana membujuk konsumen agar mau melakukan tindakan pembelian24.

c. Rasionalisasi Konsumsi dan Tindakan Komunikasi

Pada dasarnya, perilaku konsumen secara umum dibagi menjadi dua yaitu perilaku konsumen yang bersifat rasional dan perilaku konsumen yang bersifat irasional. Perilaku rasional konsumen adalah tindakan konsumen yang melakukan aktivitas konsumsi dengan mengedepankan aspek-aspek konsumen secara umum, yaitu pada tingkat kebutuhan, daya guna, dan kepentingan. Perilaku irasional adalah tindakan konsumen yang terbujuk oleh iming-iming diskon atau marketing suatu produk.

24


(52)

44

Kegitan konsumsi selalu dihubungkan dalam hal ekonomi, hal ini dikarenakan dalam kegiatan konsumsi, konsumen melakukan sebuah pertimbangan untuk membeli suatu produk. Rasional adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Tindakan seseorang menjadi rasional adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran yang sehat, patut, dan layak25. Rasionalitas adalah hal yang penting bagi kehidupan manusia. Adam Smith menyatakan tentang rasionalitas konsusmi dalam perspektif ekonomi:

“Masyarakat yang kapitalistik dan rasional pada umumnya baru membeli dan mengkonsumsi sesuatu ketika mereka membutuhkan, dan itu dengan dasar pertimbangan yang serba rasionalitas; mengkalkulasi untung rugi dan dibayangkan masyarakat senantiasa mencari komoditas dengan harga

terendah karena disitulah sifat rasional masyarakat bekerja”26

. Dalam kehidupannya, manusia hidup dalam suatu bentuk relasi subyek-subyek yang baru yakni relasi konsumerisme. Dalalm relasi tersebut masyarakat mempelajari dan menginternalisasi kode-kode sosial dari obyek-obyek konsumsi, baik melalui media massa maupun dari lingkungan sosial. Perkembangan budaya konsumsi yang berjalan seiring perkembagan media massa menghasilkan dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia, terutama berkaitan dengan relasi sosial berdasarkan rasionalitas konsumsi. Jean Baudrillard mengatakan bahwa hal tersebut bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman tentang makna kebahagiaan dan

25

Ibid., hlm. 35.

26


(53)

45

kesejahteraan dalam realitas masyarakat dan bagaimana obyek konsumsi menjadi penanda sosial dalam masyarakat.

Jean Baudrillard mengatakan bahwa saat ini tatanan masyarakat telah didasari oleh rasionalitas hedonism yang bertumpu pada pemuasan kebutuhan dam kesenangan melalui konsumsi. Konsumsi tidak lagi menjadi kegiatan yang dilakukan untuk pemenuhan sebuah kebutuhan dan nilai guna produk, kini telah bergeser menjadi sebuah tindakan untuk meneguhkan tingkatan sosial dan gaya hidup semata. Konsumsi menjadikan manusia seperti sarang laba-laba, yang membeli produk, gaya, gaya hidup, apapun sesuai dengan irama pergantiannya yang tinggi, tanpa dapat mengartikan semuanya dengan tujuan hidup yang hakiki27.

Dalam rangka mengatasi kompleksitas pada masyarakat modern yang memiliki kemajemukan gaya hidup dan orientasi nilai, habermas mempunyai keyakinan bahwa melalui tindakan komunikatif masyarakat modern dengan segala kompleksitasnya dapat diintegrasikan. Tindakan komunikatif adalah tindakan yang mengarahkan diri pada konsensus. Artinya setiap tindakan menjadi tindakan rasional yang berorientasi kepada kesepemahaman, persetujuan dan rasa saling mengerti. Konsensus semacan itu bagi habermas, hanya dapat dicapai melalui diskursus praktis yang tidak lain adalah prosedur komunikasi.

27


(54)

46

Diskursus adalah suatu prosedur (cara) masyarakat untuk saling berkomunikasi secara rasional dengan pemahaman intersubyektif. Dalam tipe diskursus ini anggota masyarakat mempersoalkan klaim ketepatan dari norma-norma yang mengatur tindakan mereka.

Rasionalitas konsumsi juga dipengaruhi oleh penerimaan pesan konsumen dari orang lain terutama kelompok referensi. Hal ini ditemtukan dari bagaimana konsumen memproses dan mengolah pesan yang diterima, apakah ia akan melakukan tindakan konsumsi atau tidak berdasarkan pesan dari kelompok referensi atau konsumen lainnya.

Selain dari kelompok referensi, iklan menjadi media komunikasi yang dapat mendasari perilaku rasionalitas konsumen. Hal ini dikarenakan dalam menentukan isi pesan terbaik, manajemen suatu produk mencari daya tarik, tema, ide, atau usulan penjualan yang unik. Iklan memiliki tiga jenis daya tarik, salah satunya adalah daya tarik rasional. Daya tarik rasional dapat membangkitkan minat seseorang terhadap produk dalam konteks rasional. Daya tarik rasional pada iklan dapat menunjukkan bahwa produk tersebut akan menghasilkan manfaat nilai guna produk.

B. Kajian Teori Tindakan Komunikatif

Kegiatan komunikasi dan kehidupan sosial tidak dapat dipisahkan. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi penting untuk


(55)

47

membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan28. Selain untuk membentuk konsep diri, komunikasi juga memungkinkan seseorang untuk mendapat pengalaman yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai panduan untuk memprediksi situasi yang akan dihadapinya.

Komunikasi sosial dapat membentuk sebuah motivasi tindakan yang berupa fakta deskriptif, normatif, dan evaluatif29. Ketiga fakta tersebut tidak bisa dipungkiri akan selalu ada bersama masyarakat. Pertama, fakta deskriptif muncul karena adanya persepsi akan suatu proses komunikasi yang pada akhirnya kembali pada dirinya sendiri. Kedua, fakta normatif muncul karena adanya keinginan untuk mempertahankan hak dan kewajiban serta taat pada aturan yang berlaku. Terakhir, fakta evaluatif hadir karena adanya keputusan dan pendapat individu tentang obyek-obyek komunikasi yang secara tipikal melibatkan standar nilai, kriteria informasi, dan perasaan serta kebutuhan.

Habermas memanfaatkan teori speech act dari Austin dan Searle

untuk menganalisis sifat khusus dari praksis komunikatif atau tindakan komunikatif. Setiap speech act terdiri atas dua bagian; bagian

proposisional (konstantive utterance) yang menunjuk kepada fakta

atau kenyataan tertentu dan bagian performatif (performative

28

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 6.

29

Anwar Nuris, Tindakan Komunikatif: Sekilas tentang Pemikiran Jurgen Habermas, e-journal.iain-surakarta.ac.id/index.php/al-balaqh, hlm. 49.


(56)

48

utterance), dimana si komunikator menjelaskan bagaimana kenyataan

harus dipahami oleh komunikan, atau dalam kata lain kekuatan komunikan untuk membentuk interpersonal yang dimaksud oleh komunikator.

Menurut Habermas terdapat tiga konsep dalam dunia kehidupan yaitu budaya, pribadi dan masyarakat yang tercipta dari apa yang disebutnya sebagai tindakan komunikatif30.

Dengan asumsi bahwa masyarakat pada hakekatnya bersifat komunikatif, dan yang menentukan perubahan sosial bukanlah semata-mata perkembangan kekuatan produksi atau teknologi, melainkan proses belajar dalam dimensi praktis-etis. Habermas kemudian mengganti paradigm produksi dari materialisme sejarah itu dengan paradigma komunikasi. Jadi sebagai ganti peranan cara-cara produksi, ia mengutamakan peranan struktur-sturktur komunikasi sosial dalam perubahan masyarakat31.

Habermas berpendapat bahwa kritik hanya akan maju dengan landasan „rasio komunikatif’ yang dimengerti sebagai praksis komunikasi atau tindakan komunikatif. Dalam rasio komunikatif, rasio yang berpusat pada subyek, termasuk pencampuradukan pengetahuan dan kekuasaan, dapat dihancurkan dengan intersubyektivitas rasio komunikatif32.

30

Eni Maryani, Media dan Perubahan Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 48.

31

F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif (Yogyakarta: Kanisius, 1993), Hal. 34

32


(57)

49

Rasionalitas merupakan sebuah bentuk “tindakan komunikatif” yang diorientasikan untuk mencapai kesepakatan atau konsensus dengan orang lain. Habermas menjelaskan rasionalitas merupakan inti dari manusia komunikatif yang mana rasionalitas menciptakan

interaksi dalam berpikir dan bertindak sekaligus mampu

mengembangkan diskursus menuju masyarakat komunikatif.

Rasionalitas ini juga kemudian melahirkan tiga bidang otonom yaitu dunia obyektif (kenyataan), dunia sosial (masyarakat) dan dunia subyektif (diri manusia). Habermas kemudian menjadikan ketiga bidang ini sebagai salah satu acuan pemikirannya. Selanjutnya setiap tindakan manusia diasumsikan Habermas terkait dengan ketiga dunia tersebut dan berdasarkan keterkaitannya dengan tiap dunia tersebut tindakan manusia menurut Habermas dapat dibedakan menjadi empat tipe tindakan yaitu33:

1. Teleological Action (terkait dengan dunia objectif);

2. Normatif Action (terkait dengan dunia subyektif);

3. Dramaturgical Action (terkait dengan dunia subyektif dan obyektif

-external world-);

4. Communicative Action, menurut Habermas adalah tindakan yang

lebih berpotensi lebih rasional dibandingkan dengan tindakan-tindakan lainnya karena dia terkait dengan ketiga dunia tersebut dan tindakan tersebut menghasilkan apa yang disebutnya speech

acts.

33


(58)

50

Konsep tindakan komunikatif mengarah pada hubungan dengan paling sedikit dua obyek yang mampu berbicara dan bertindak yang membentuk hubungan interpersonal (baik dalam arti verbal maupun nonverbal). Pelaku komunikasi mencoba mencapai sebuah pemahaman tentang situasi tindakan dan rencana tindakan mereka agar supaya menyelaraskan tindakan mereka dengan cara yang telah disetujui.34

Kedua bentuk tindakan komunikatif –yakni yang konsensual maupun yang berorientasi pada pemahaman- harus dijelaskan dalam kaitannya dengan validitas klaim yang dilakukan secara implisit. Dalam tindakan komunikatif konsensual interaksi terjadi kalau definisi umum tentang suatu situasi tersebut telah tercapai, interaksi ini mengandaikan adanya suatu konsensus tentang latar belakang yang meliputi suatu “pengakuan bersama” tentang validitas klaim yang dimunculkan oleh pihak-pihak yang terlibat; ada pengandaian bahwa validitas klaim itu telah ditampilkan dengan tepat atau dapat dihapus35.

Sementara dalam tindakan komunikatif yang berorientasi pada pemahaman, definisi bersama tentang suatu situasi sedang dalam proses diterapkan; disini interaksi bertujuan mencapai suatu kesepakatan yang didasarkan atas pengakuan bersama tentang validitas klaim; disini pengandaiannya adalah bahwa semua ini dapat dilakukan dalam suatu konteks interaksi dan tanpa adanya keterputusasaan komunikasi36.

34

Anwar Nuris, Tindakan Komunikatif… hlm. 54-55.

35

Thomas McCharthy, Teori Kritis Jurgen Habermas (Yogyakarta: Kreasi wacana, 2006), hlm. 376.

36 Ibid.


(59)

51

Dalam model tindakan komunikatif bahasa digunakan sebagai media komunikasi yang tidak dibatasi oleh pembicara dan pendengar, diluar konteks pra-pengertian tentang kehidupan dunia mereka, mengarah secara serempak kepada sesuatu dalam dunia obyektif, dunia sosial dan dunia subyektif agar mempertundingkan definisi situasi secara umum.37

Dalam bukunya The Theory Of Communicative Action,

Habermas menyebut empat macam klaim. Jika ada kesepakatan tentang dunia alamiah dan obyektif, berarti mencapai klaim kebenaran. Jika ada kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial berarti mencapai klaim ketepatan. Jika ada kesepakatan tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai klaim kejujuran. Akhirnya jika mencapai kesepakatan atas klaim-klaim di atas secara keseluruhan, berarti mencapai klaim komprehensibilitas. Setiap komunikasi yang efektif harus mencapai klaim keempat ini dan mereka yang mampu melakukannya disebut memiliki kompetensi komunikatif38.

Secara kontekstual, dalam penelitian ini teori tindakan komunikatif digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan rasional konsumen Wardah ketika melakukan tindakan komunikasi.

37

Anwar Nuris, Tindakan Komunikatif… hlm. hlm. 55.

38


(60)

BAB III

TINDAKAN KOMUNIKATIF KONSUMEN WARDAH A. Profil Data

1. Subyek Penelitian

a. Nur Fitrianti

Perempuan yang lahir di Bangkalan pada 4 Mei 1996 ini adalah seorang mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya jurusan Ilmu Komunikasi konsentrasi Public Relations semester 8.

Perempuan yang pernah bekerja di warnet ini tinggal di kos Pelangi, Gang Zubair-Wonocolo. Sebagai seorang perempuan, Nur memiliki pandangan tersendiri mengenai peran kosmetik bagi kehidupan sosialnya. Nur mengaku mulai menggunakan kosmetik pada semester lima, penggunaan kosmetiknya yang pertama didasari oleh keharusan menggunakan kosmetik pada mata kuliah

table manner yang diambilnya.

Bagi Nur, menggunakan produk kecantikan sebernarnya bukan untuk menunjukkan bahwa ia dapat tampil cantik dengan produk-produk tersebut, tujuan Nur menggunakan produk kecantikan adalah agar ia tampak segar dan bersemangat. Bagi Nur, kecantikan seorang perempuan yang sesungguhnya adalah bukan hanya dinilai dari penampilan luarnya semata, melainkan kecantikan dari dalam atau yang biasa disebut inner beauty.


(1)

102

Tabel diatas merupakan penggambaran sederhana bagaimana tindakan komunikatif dapat berlangsung dengan adanya rasionalisasi yang dapat dipahami oleh orang lain. Sebagaimana tujuan dari tindakan komunikatif, yakni menyelaraskan pemahaman dan kesepakatan rasional antar aktor komunikasi.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tindakan komunikatif konsumen Wardah di Surabaya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Wardah dipilih perempuan muslim karena memiliki beberapa aspek yang membuat mereka yakin akan produk-produknya. Beberapa aspek tersebut adalah infromasi bahan alami yang tertera dalam kemasan, sertifikat halal dari MUI, dan ijin edar resmi dari BPOM. Perempuan muslim sepakat dengan adanya kosmetik halal Wardah menjadikan mereka masih dapat mengikuti tren tanpa meninggalkan nilai keislamannya dengan menggunakan gaya busana ala hijabers.

2. Aktivitas konsumtif yang dilakukan oleh konsumen Wardah memenuhi keempat klaim validitas, yakni klaim ketepatan, klaim kejujuran, klaim kebenaran, dan klaim komprehensibilitas. Dengan adanya kriteria klaim tersebut saat melangsungkan tindakan komunikatif, konsumen Wardah dapat dikatakan memiliki potensi komunikasi.

3. Konsumen Wardah berhasil mencapai tujuan dari tindakan

komunikasi, yakni adanya pemahaman dan kesepakatan yang sama bahwa produk Wardah merupakan kosmetik halal yang dapat membantu tampil lebih cantik dan percaya diri.


(3)

104

B. Rekomendasi

Setelah menyelesaikan proses penelitian ini, terdapat beberapa rekomendasi dari peneliti sebagai masukan yang mungkun bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi beberapa pihak, seperti:

1. Konsumen Wardah

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa rekomendasi kepada konsumen produk kecantikan untuk menghindari kekecewaan dan ketidak puasan konsumsi:

a. Kesadaran diri akan kebutuhan produk yang akan dikonsumsi; b. Koreksi diri sebelum membeli;

c. Lebih memperhatikan daya guna produk;

d. Selektif dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.

e. Pastikan bahwa produk yang akan digunakan cocok dengan jenis kulit dan permasalahan kulit yang dialami.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti memiliki beberapa rekomendasi yang dapat digunaka

untuk penelitian mengenai tindakan komunikatif konsumen

selanjutnya, yakni:

a. Mengkaji tindakan komunikatif konsumen dari aspek psikologi,; b. Mengkaji hubungan antara tindakan komunikatif konsumen dengan

media;

c. Menggunakan pendekatan budaya atau etnografi agar hasil yang didapatkan lebih mendalam dan luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Hafizh, Ramadhan. 2007. The Colour of Women; Mengungkap Misteri Wanita. Jakarta: Amza.

Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif . Yogyakarta: Kanisius.

Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial (Dari Klasik Hingga Postmodern). Jogjakarta: Ar RuzzMedia.

Mangkunegara, Anwar P. 2002. Perilaku Konsumen. Bandung: Refika Aditama. Maryani, Eni. 2011. Media dan Perubahan Sosial: Suara Perlawanan Melalui

Radio Komunitas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

McCharthy, Thomas. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kreasi wacana.

Melliana, Annastasia. 2006. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

Miles Matthew B dan Micahael Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakaya.

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang Berlari; Mencari Tuhan-Tuhan Digital. Jakarta: Grasindo.


(5)

Ritzer & Smart. 2012. Handbook of Teori Sosial. Bandung: Nusamedia.

Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Setiadi, Nugroho J. 2013. Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen. Jakarta: Kencana.

Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen; Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di era Masyarakat Post-Modern. Jakarta: Kencana.

Tilaar, Martha. 1999. Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: Indonesia Tera. Wolf, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan, Terjemahan oleh Alia Swastika.

Yogyakarta: Niagara.

Sumber Lainnya:

Bauw, Intan Zainab. 2012. Konstruksi Kecantikan Perempuan Melalui Iklan. Jurnal Komunikasi Analisis Semiotika.

Fardiyan, Ahmad Rudy. Rekayasa Konsumsi, Diferensiasi Sosial, dan Komunikasi, Jurnal Sosiologi Vol 14.

Hidayat, Arif. Bahasa Tubuh:Tanda Dalam Sistem Komunikasi. Jurnal Dakwah dan Komunikasi STAIN Purwokerto.

Kabar Masa Silam, Perjalanan Sejarah Lipstik, kabarmasasilam.blogspot.com, diunggah pada 14 Maret 2013


(6)

Kusumastuti, Frida. 2016. Tindakan Komunikatif Orang Tua Tentang Pendidikan Anak Autis Melalui Online Parent Support Group. Seminar Nasional dan Gelar Produk.

Nuris, Anwar. Tindakan Komunikatif: Sekilas tentang Pemikiran Jurgen Habermas, e-journal.iain-surakarta.ac.id/index.php/al-balaqh.

Putri, Sari Rosalina. Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Kepuasan Memilih Produk Kosmetik Oriflame pada PT. Orindo Alam Ayu Cabang Pekanbaru. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Suwignyo, Heri. Tuturan Tindakan Komunikatif Subyek Diri dalam Wacana Narasi. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.