Analisis Preferensi Konsumen dan Positioning Produk Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta

(1)

Oleh

HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Kosmetika telah menjadi kebutuhan wanita pada umumnya untuk mengatasi masalah kecantikan, maka saat ini banyak industri kosmetika bermunculan, khususnya di Indonesia yang salah satunya adalah PT. Pusaka Tradisi Ibu yang menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki label halal untuk produk yang diproduksinya, yaitu Wardah. Memilih kosmetika merupakan hak setiap konsumen, maka dari itu penting bagi PT. Pusaka Tradisi Ibu untuk menanamkan citra suatu produk ke dalam benak konsumen dalam menghadapi persaingan merebut pangsa pasar produk kosmetika.

Penelitian ini bertujuan menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk Wardah, mengetahui atribut yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian dan preferensi konsumen, serta menganalisis posisi produk Wardah dibandingkan dengan pesaing bila dilihat dari atribut kosmetika pada umumnya. Pemilihan responden sebanyak 100 orang dilakukan secara judgement sampling dengan populasi pada penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-35 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari data perusahaan dan studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS versi 12.0.

Dari hasil penelitian dengan Importance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil berupa penilaian tingkat kepentingan konsumen (4,57) untuk atribut kecocokan dan tingkat pelaksanaan perusahaan (4,58) untuk atribut kehalalan, yang kemudian dipetakan dalam diagram Kartesius. Untuk atribut yang menjadikan produk unggul di mata pelanggan terdapat di kuadran II, diantaranya atribut kehalalan, kecocokan dengan kulit, komposisi produk (kandungan bahan) yang aman bagi kulit, mutu bahan yang bagus, serta variasi warna dan jenis. Penganalisaan preferensi konsumen dengan menggunakan analisis IPA ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan atau keinginan konsumen yang menjadi preferensi bagi konsumen pengguna produk kosmetika Wardah. Dari analisis perilaku pembelian didapatkan hasil perilaku konsumen dalam keputusan pembelian melalui beberapa tahapan dan dari analisis Biplot didapatkan hasil berupa posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang diperagakan melalui grafik Biplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa posisi relatif merek Wardah lebih dekat dengan atribut kehalalan, merek Mustika Ratu lebih dekat posisinya dengan atribut merek terkenal dan merek Sariayu memiliki lebih dekat dengan atribut desain kemasan yang menarik.


(3)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAHDI PASAR KOSMETIKA JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh HANA FITRI

H24102133

Menyetujui, September 2006

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing.,DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc. Ketua Departemen Manajemen


(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juli 1984, dari pasangan Mohammad Saproji dan Kurniasih, dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parakan Muncang II pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu, penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Leuwiliang, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 39.

Selama melakukan studi di IPB, penulis pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Profesi Departemen Manajemen, Centre of Management (Com@) periode 2003-2004, sebagai Sekretaris Direktorat Operasi. Pada periode yang sama, penulis juga pernah terlibat dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas/Departemen bagi mahasiswa baru angkatan 41 serta kepanitiaan Seminar Event Organizer and Work Management (TEAM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Operasi.


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Setiap perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, salah satunya dengan mengoptimalkan pendistribusian produk ke setiap wilayah pemasaran agar biaya yang ditimbulkan minimal. Skripsi ini berjudul ”Optimalisasi Distribusi Sarimi Pada PT Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan Depok”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M. Ec selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, saran, masukan, pengarahan, dan motivasi yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M. Pd dan Bapak Mukhamad Najib, S. TP, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji.

3. Bapak Ir. Koesmadi, SP selaku Branch Manager PT Sari Indo Prakarsa, Bogor atas segala bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan penelitian.

4. Ibu Rita dan semua staff PT Sari Indo Prakarsa yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalankan penelitian.

5. Seluruh dosen pengajar dan staff pendukung di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

6. Mas Deddy Cahyadi Sutarman, S. TP atas masukan dan saran selama pengolahan data.


(7)

v

7. Keluarga saya tercinta, Ibu, Bapak, dan Adik-adik (Wahyu, Widi, Ade, dan Cici) atas segala dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada putus-putusnya. Nenek, Kakek, Bi Chami, dan saudara-saudara yang lain atas bantuan dan doanya.

8. Sahabat-sahabat saya, Mala, Sri. S, Sri. N, Dini, Hana, Ajeng, dan Okti yang telah menemani dalam suka dan duka, dan yang selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat, doa, serta kasih sayangnya.

9. Teh Sri atas tausiyah-tausiyahnya yang selalu mencerahkan, teman-teman liqo atas kebersamaannya selama ini serta kelucuan-kelucuan yang kalian hadirkan yang menjadi penghibur di saat-saat sulit selama menjalankan penelitian. 10.Teman-teman seperjuangan satu bimbingan, Okka, Rihza, Fezzi, Azis, Arya,

AP, Nanien, dan Anggi yang selalu memberikan semangat, bantuan dan masukan dalam menjalankan penelitian.

11.Lili, Lia, Ida, Gupit, Dian, Ani, Leny, Andin, Mumut, Via, Inne, Reni Aulia, atas semua bantuan dan doanya.

12.Teman-teman Manajemen ’39 dan Ekbang ’39 yang telah menjadi bagian dalam hidup saya.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua saran dan kritik akan sangat berguna bagi penulis untuk perbaikan-perbaikan di masa datang. Kebenaran itu mutlak dari Allah SWT, sedangkan kesalahan berasal dari diri penulis sendiri. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2006


(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Mi Instan ... 8

2.2. Pemasaran ... 10

2.2.1. Definisi Pemasaran... 10

2.2.2. Bauran Pemasaran... 11

2.2.3. Saluran Pemasaran ... 12

2.3. Distribusi ... 18

2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) ... 18

2.3.2. Saluran Distribusi... 20

2.4. Program Linier ... 25

2.5. Model Transportasi ... 28

2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang ... 29

2.7. Optimalisasi ... 31

2.8. Penelitian Terdahulu ... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1. Kerangka Pemikiran ... 35

3.2. Metode Penelitian ... 37

3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan ... 43

4.2. Bidang Usaha Perusahaan... 43

4.3. Struktur Organisasi ... 46

4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP ... 46

4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor ... 52


(9)

vii

4.5.2. Analisis Dual ... 55

4.5.3. Analisia Sensitivitas ... 57

4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal ... 61

4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

1. Kesimpulan... 65

2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(10)

viii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan industri mi instan di Indonesia ... 2

2 Trend permintaan mi instan ... 3

3 Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 ... 4

4 Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota... 5

5 Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok ... 48

6 Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan ... 53

7 Analisis primal terhadap biaya distribusi ... 54

8 Analisis dual terhadap penjualan Sarimi ... 56

9 Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan ... 59

10 Analisis sensitivitas terhadap kendala permintaan dan penjualan ... 60

11 Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) ... 62


(11)

Oleh

HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Kosmetika telah menjadi kebutuhan wanita pada umumnya untuk mengatasi masalah kecantikan, maka saat ini banyak industri kosmetika bermunculan, khususnya di Indonesia yang salah satunya adalah PT. Pusaka Tradisi Ibu yang menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki label halal untuk produk yang diproduksinya, yaitu Wardah. Memilih kosmetika merupakan hak setiap konsumen, maka dari itu penting bagi PT. Pusaka Tradisi Ibu untuk menanamkan citra suatu produk ke dalam benak konsumen dalam menghadapi persaingan merebut pangsa pasar produk kosmetika.

Penelitian ini bertujuan menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk Wardah, mengetahui atribut yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian dan preferensi konsumen, serta menganalisis posisi produk Wardah dibandingkan dengan pesaing bila dilihat dari atribut kosmetika pada umumnya. Pemilihan responden sebanyak 100 orang dilakukan secara judgement sampling dengan populasi pada penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-35 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari data perusahaan dan studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS versi 12.0.

Dari hasil penelitian dengan Importance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil berupa penilaian tingkat kepentingan konsumen (4,57) untuk atribut kecocokan dan tingkat pelaksanaan perusahaan (4,58) untuk atribut kehalalan, yang kemudian dipetakan dalam diagram Kartesius. Untuk atribut yang menjadikan produk unggul di mata pelanggan terdapat di kuadran II, diantaranya atribut kehalalan, kecocokan dengan kulit, komposisi produk (kandungan bahan) yang aman bagi kulit, mutu bahan yang bagus, serta variasi warna dan jenis. Penganalisaan preferensi konsumen dengan menggunakan analisis IPA ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan atau keinginan konsumen yang menjadi preferensi bagi konsumen pengguna produk kosmetika Wardah. Dari analisis perilaku pembelian didapatkan hasil perilaku konsumen dalam keputusan pembelian melalui beberapa tahapan dan dari analisis Biplot didapatkan hasil berupa posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang diperagakan melalui grafik Biplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa posisi relatif merek Wardah lebih dekat dengan atribut kehalalan, merek Mustika Ratu lebih dekat posisinya dengan atribut merek terkenal dan merek Sariayu memiliki lebih dekat dengan atribut desain kemasan yang menarik.


(13)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAHDI PASAR KOSMETIKA JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh HANA FITRI

H24102133

Menyetujui, September 2006

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing.,DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc. Ketua Departemen Manajemen


(15)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juli 1984, dari pasangan Mohammad Saproji dan Kurniasih, dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parakan Muncang II pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu, penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Leuwiliang, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 39.

Selama melakukan studi di IPB, penulis pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Profesi Departemen Manajemen, Centre of Management (Com@) periode 2003-2004, sebagai Sekretaris Direktorat Operasi. Pada periode yang sama, penulis juga pernah terlibat dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas/Departemen bagi mahasiswa baru angkatan 41 serta kepanitiaan Seminar Event Organizer and Work Management (TEAM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Operasi.


(16)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Setiap perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, salah satunya dengan mengoptimalkan pendistribusian produk ke setiap wilayah pemasaran agar biaya yang ditimbulkan minimal. Skripsi ini berjudul ”Optimalisasi Distribusi Sarimi Pada PT Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan Depok”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M. Ec selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, saran, masukan, pengarahan, dan motivasi yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M. Pd dan Bapak Mukhamad Najib, S. TP, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji.

3. Bapak Ir. Koesmadi, SP selaku Branch Manager PT Sari Indo Prakarsa, Bogor atas segala bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan penelitian.

4. Ibu Rita dan semua staff PT Sari Indo Prakarsa yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalankan penelitian.

5. Seluruh dosen pengajar dan staff pendukung di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

6. Mas Deddy Cahyadi Sutarman, S. TP atas masukan dan saran selama pengolahan data.


(17)

v

7. Keluarga saya tercinta, Ibu, Bapak, dan Adik-adik (Wahyu, Widi, Ade, dan Cici) atas segala dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada putus-putusnya. Nenek, Kakek, Bi Chami, dan saudara-saudara yang lain atas bantuan dan doanya.

8. Sahabat-sahabat saya, Mala, Sri. S, Sri. N, Dini, Hana, Ajeng, dan Okti yang telah menemani dalam suka dan duka, dan yang selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat, doa, serta kasih sayangnya.

9. Teh Sri atas tausiyah-tausiyahnya yang selalu mencerahkan, teman-teman liqo atas kebersamaannya selama ini serta kelucuan-kelucuan yang kalian hadirkan yang menjadi penghibur di saat-saat sulit selama menjalankan penelitian. 10.Teman-teman seperjuangan satu bimbingan, Okka, Rihza, Fezzi, Azis, Arya,

AP, Nanien, dan Anggi yang selalu memberikan semangat, bantuan dan masukan dalam menjalankan penelitian.

11.Lili, Lia, Ida, Gupit, Dian, Ani, Leny, Andin, Mumut, Via, Inne, Reni Aulia, atas semua bantuan dan doanya.

12.Teman-teman Manajemen ’39 dan Ekbang ’39 yang telah menjadi bagian dalam hidup saya.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua saran dan kritik akan sangat berguna bagi penulis untuk perbaikan-perbaikan di masa datang. Kebenaran itu mutlak dari Allah SWT, sedangkan kesalahan berasal dari diri penulis sendiri. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2006


(18)

vi DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Mi Instan ... 8

2.2. Pemasaran ... 10

2.2.1. Definisi Pemasaran... 10

2.2.2. Bauran Pemasaran... 11

2.2.3. Saluran Pemasaran ... 12

2.3. Distribusi ... 18

2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) ... 18

2.3.2. Saluran Distribusi... 20

2.4. Program Linier ... 25

2.5. Model Transportasi ... 28

2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang ... 29

2.7. Optimalisasi ... 31

2.8. Penelitian Terdahulu ... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1. Kerangka Pemikiran ... 35

3.2. Metode Penelitian ... 37

3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan ... 43

4.2. Bidang Usaha Perusahaan... 43

4.3. Struktur Organisasi ... 46

4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP ... 46

4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor ... 52


(19)

vii

4.5.2. Analisis Dual ... 55

4.5.3. Analisia Sensitivitas ... 57

4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal ... 61

4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

1. Kesimpulan... 65

2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(20)

viii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan industri mi instan di Indonesia ... 2

2 Trend permintaan mi instan ... 3

3 Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 ... 4

4 Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota... 5

5 Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok ... 48

6 Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan ... 53

7 Analisis primal terhadap biaya distribusi ... 54

8 Analisis dual terhadap penjualan Sarimi ... 56

9 Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan ... 59

10 Analisis sensitivitas terhadap kendala permintaan dan penjualan ... 60

11 Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) ... 62


(21)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer ... 16

2 Saluran distribusi barang konsumen ... 21

3 Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi ... 23

4 Kerangka pemikiran penelitian... 36

5 Pola saluran distribusi Sarimi ... 51


(22)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Daftar pertanyaan wawancara... 70 2 Struktur organisasi PT SIP... 71 3 Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005 ... 72 4 Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005 ... 73 5 Biaya distribusi aktual ... 74 6 Nama kecamatan di wilayah Bogor dan Depok serta variabel yang

mewakilinya... 75 7 Hasil pengalokasian optimal produk Sarimi... 76 8 Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan... 77 9 Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming) ... 78 10 Input data (model linear programming)... 79 11 Hasil output optimal ... 80


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi telah menyebabkan perubahan dalam pola hidup masyarakat yang ditandai dengan gaya hidup yang serba cepat dan praktis. Perubahan ini terjadi juga dalam pola konsumsi makanan. Masyarakat lebih suka memilih makanan yang praktis dan cepat disajikan seperti mi instan. Mi instan seringkali menjadi makanan pilihan di saat lapar di antara waktu makan utama. Selain karena praktis dalam penyajiannya, mi instan disukai karena harganya yang relatif murah dan rasanya pun beragam.

Mi instan sudah merupakan salah satu makanan terfavorit warga Indonesia. Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan atau mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tak jarang orang membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan “makanan lokal” jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera.

Pasar mi instan di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap mi cepat saji ini cukup besar. Tidak heran jika dari waktu ke waktu banyak perusahaan baru melirik pasar mi instan. Berdasarkan data, jumlah produsen mi instan di Indonesia tahun 2005 mencapai 84 perusahaan, dengan produksi sekitar 1,272 juta ton sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM) yang memproduksi Indomie, Supermi, dan Sarimi. Indomie adalah merek mi instan yang paling terkenal di Indonesia, begitu terkenalnya hingga orang Indonesia memanggil mi instan dengan sebutan “indomie” walaupun yang dikonsumsi tidak bermerek Indomie. Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain Supermi, Sarimi, Mi Sedaap1.

1 Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[23


(24)

Tabel 1. Perkembangan industri mi instan di Indonesia

No. Uraian Satuan 2001 2002 2003 2004 2005

1. Jumlah Perusahaan

Unit Usaha

57 59 65 70 84

2. Kapasitas Ribu Ton

914 915 933 980 1.175

3. Produksi Ribu Ton

862 906 958 975 1.272

4. Utilisasi % 94,31 99,01 102,67 99,48 108,21 5. Ekspor Ribu

Ton

8,5 5,5 2,4 1,6 0,5

US$ 4.389.000 2.452.000 1.858.000 1.087.000 354.000 6. Impor Ribu

Ton

0,8 0,9 0,8 0,8 0,7

US$ 589.000 783.000 791.000 687.000 586.000 7. Nilai

Investasi

Rp Juta 1.225 1.225 1.311 1.536 1.843 8. Jumlah

Tenaga Kerja

Orang 16.000 16.320 12.847 15.474 18.569

Sumber: Investor (2006)2

Laporan International Ramen Manufacturers Association (IRMA, 2004) menyatakan bahwa produsen mi instan terbesar di dunia saat ini dikuasai oleh Nissin Food asal Jepang, sementara Indofood di posisi kedua. Di Jepang, Nissin Food menguasai sekitar 40% pasar mi instan dan 10% pasar mi instan di dunia. Sampai September 2005, Indofood menguasai 73% pasar mi instan di Indonesia3. Seperti diketahui, pangsa pasar mi instan Indofood terus terkikis setelah masuknya produk dari Group Wings Food yaitu Mie Sedaap pada tahun 2003. Selama tempo dua tahun, produk yang relatif baru itu diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi instan sebesar 15%-20%. Padahal, Indofood sang pemimpin pasar adalah penguasa yang sangat dominan dan bertahan selama puluhan tahun di posisi ini. Bahkan, pada tahun 2002 pangsa pasar Indofood di bisnis mi instan mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp 8 trilyun4.

Cina dengan penduduknya yang besar tentu saja menjadi konsumen mi instan terbesar di dunia. Menurut IRMA per akhir 2004, permintaan mi instan terbesar dunia datang dari Cina dan Hongkong yang mencapai 39

2

Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Menggerogoti Pasar Si Raja Mi. Hlm. 14-19.

3 Kompas. 16 Desember 2005. Indofood Angkat Pangsa Pasar.

(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/16/ekonomi/2293147.htm, [28 Maret 2006])

4 Swamajalah. 26 Januari 2006. Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap?


(25)

miliar bungkus. Ini berarti, hampir separuh dari permintaan mi instan seluruh dunia yang mencapai 79,6 miliar bungkus.

Indonesia berada pada posisi kedua dengan total permintaan 12 miliar bungkus pada tahun yang sama. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Trend permintaan mi instan (miliar bungkus)

No. Negara/Area 2001 2002 2003 2004

1. China, Hongkong 21,2 23,1 32,0 39,0

2. Indonesia 9,9 10,9 11,2 12,01

3. Jepang 5,35 5,27 5,4 5,54

4. Amerika Serikat 3,0 3,3 3,78 3,8

5. Korea Selatan 3,64 3,65 3,6 3,65

6. Philipina 1,8 2,0 2,2 2,5

7. Vietnam 1,14 1,7 2,3 2,48

8. Thailand 1,65 1,7 1,72 1,78

9. Russia 0,6 1,5 1,5 1,52

10. Brazil 1,04 1,19 1,11 1,15

Total 53,08 58,5 69,35 79,57

Sumber: IRMA dalam Investor (2006)5

Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan Badan Pusat Statistik, mi instan digolongkan ke dalam makanan untuk konsumsi lainnya (miscellaneous food item). Mi instan menduduki peringkat ke dua setelah mi basah untuk makanan konsumsi lainnya yang dikonsumsi penduduk Indonesia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Kinerja mi instan di PT ISM pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 2003 tetap konsisten. Penjualan bersih mencapai Rp 6 trilyun, sementara volume penjualan mengalami sedikit peningkatan menjadi 9,9 miliar bungkus dari 9,8 miliar bungkus di tahun sebelumnya (PT ISM, 2004).

Pasar mi instan di seluruh Indonesia berkembang sangat pesat. Para pesaing menggunakan strategi periklanan dan promosi yang agresif, sehingga terjadi peningkatan jenis produk dan pilihan harga yang ditawarkan

5

Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Kisah Mi Instan Menaklukkan Dunia. Hlm. 30-31.


(26)

kepada para konsumen. Situasi pasar yang kompetitif membuat para pelaku pasar berusaha meningkatkan pangsa pasar dengan mengorbankan tingkat perolehan laba. Hal ini menekan tingkat marjin laba dari para pelaku lama yang sudah mapan seperti Indofood. Marjin laba usaha (Earn Before Interest and Tax/EBIT) menurun hingga 10,4% dari 15,2% sebagai konsekuensi dari langkah Perseroan menerapkan program promosi dan harga yang komprehensif untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Berdasarkan data industri, di penghujung tahun 2004 mi instan Indofood berhasil menguasai sekitar 78% dari seluruh pangsa pasar mi instan di Indonesia (PT ISM, 2004).

Tabel 3. Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004

Perkotaan Pedesaan Perkotaan+Pedesaan

No. Jenis Satuan

Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai

1. Mi Basah Kg 0.004 14 0.002 7 0.003 10 2. Mi Instan 80 gr 0.680 607 0.429 369 0.538 472

3. Bihun Ons 0.012 9 0.009 6 0.010 7

4. Makaroni Ons 0.010 7 0.011 9 0.011 8 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004

Sarimi sebagai salah satu merek mi instan yang diproduksi oleh PT ISM memiliki potensi yang cukup baik di masa datang. Tabel 4 memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di enam kota besar di Indonesia, Sarimi menduduki posisi keempat sebagai merek mi instan yang paling dikenal oleh konsumen.

Pemasaran yang dilakukan umumnya tidak lepas dari kegiatan pemasaran dasar yang meliputi strategi produk, promosi, harga, dan tempat atau distribusi yang disebut juga bauran pemasaran (marketing mix). Namun, seringkali pihak perusahaan tidak melancarkan strategi masing-masing komponen secara proporsional. Suatu produk meskipun memiliki kualitas terbaik, harga yang kompetitif dan dipromosikan secara gencar, belum tentu produk tersebut mampu bersaing di dalam perebutan pasar apabila perusahaan tidak mendistribusikan produk tersebut secara benar. Berdasarkan asumsi bahwa produk bermutu, harga kompetitif, dan produk dipromosikan, maka strategi distribusi akan jauh lebih berperan dalam


(27)

melengkapi ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, kegiatan distribusi barang merupakan salah satu poin penting yang memerlukan strategi yang tepat.

Tabel 4. Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota

Kota Penelitian Total

No. Merek Jakarta % Bandung % Semarang % Surabaya % Medan % Makassar % %

1. Indomie 76.4 40.8 58.5 49.1 56.4 73.5 61.0

2. Mie Sedaap

12.6 16.7 25.0 46.3 2.4 9.2 19.6

3. Supermi 6.3 15.1 6.0 1.8 10.0 4.1 6.9

4. Sarimi 3.4 20.1 4.5 1.5 5.6 8.2 6.4

5. Mie 100 0.2 2.3 2.0 0.0 7.6 0.0 1.6

6. Alhami 0.0 0.0 0.0 0.0 10.4 0.5 1.4

7. Mie Gaga

0.5 0.3 1.0 0.3 5.6 0.0 1.1

8. Mie ABC

0.0 3.0 0.5 0.0 1.6 1.5 0.9

9. Salam Mie

0.2 1.0 0.5 0.3 0.0 0.5 0.4

10. Selera Rakyat

0.0 0.0 1.0 0.5 0.0 0.0 0.2

11. Lainnya 0.5 0.7 1.0 0.3 0.4 2.6 0.7

Sumber: Surveyone(http://www.marketing.co.id/img/Survey-mie-instant.gif, [25 Februari 2006])

Sistem distribusi merupakan suatu proses yang terintegrasi yang memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen setelah produk tersebut selesai diproduksi. Kegiatan ini sangat penting karena setelah perusahaan menghasilkan produk dan memperkenalkannya kepada calon konsumen, semuanya tidak akan berarti apabila calon konsumen tidak dapat menemukannya pada tempat di mana mereka biasa membeli produk atau barang. Kompetisi di pasar menjadi sangat ketat dan pemasaran menjadi lebih kompleks. Hal ini semakin menuntut adanya sistem distribusi yang terintegrasi.

Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Sebuah perusahaan mungkin mendistribusikan barangnya langsung kepada konsumennya meskipun jumlah barang cukup besar, sedangkan perusahaan lain mendistribusikan barangnya melalui jasa perantara. Kombinasi saluran distribusi dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai segmen pasar yang berbeda.

Sebagian besar produsen tidak langsung menjual barang mereka kepada pemakai akhir. Terdapat saluran pemasaran di antara produsen dan


(28)

pemakai, yaitu sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi dan menyandang berbagai nama. Beberapa perantara seperti pedagang besar dan pengecer akan membeli, mengambil alih hak dan menjual kembali barang dagangan itu, mereka disebut pedagang (merchant).

Beberapa daerah terpencil sangat tergantung pada pasar sebagai suatu tempat untuk menyalurkan barang-barang kebutuhan masyarakat. Kebutuhan pasar-pasar tersebut tentu saja dipasok oleh para pedagang besar/distributor yang merupakan penghubung antara produsen dengan konsumen. Para pedagang besar/distributor ini menyalurkan barang-barang melalui toko-toko grosir dan pengecer yang ada di pasar-pasar atau daerah-daerah tertentu.

PT Sari Indo Prakarsa (PT SIP) sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang distribusi barang-barang konsumsi (consumers goods) memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. PT SIP melakukan penyaluran barang-barang konsumsi yang berasal dari beberapa produsen kepada toko-toko grosir yang ada di wilayah Jabodetabek. Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. PT ISM menunjuk dua perusahaan distributor yaitu PT SIP dan PT Indomarco Adi Prima (PT IAP) untuk mendistribusikan Sarimi ke seluruh wilayah Indonesia. PT SIP merupakan distributor yang dipercaya oleh PT ISM untuk memasarkan dan mendistribusikan Sarimi di wilayah Bogor dan Depok, sedangkan pendistribusian Sarimi di luar wilayah Bogor dan Depok dipegang oleh PT IAP. PT SIP memasarkan Sarimi yang berasal dari PT ISM langsung kepada toko-toko grosir yang ada di 33 kecamatan di seluruh wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Para pedagang besar tersebut, kemudian disalurkan lagi kepada para pengecer hingga akhirnya sampai di tangan konsumen akhir.

1.2. Perumusan Masalah

PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, tidak terlepas dari kondisi persaingan pemasaran dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis. Konsumen perlu diyakinkan bahwa produk tersebut tersedia setiap saat


(29)

ketika dibutuhkan. PT SIP perlu melakukan strategi yang tepat agar penyaluran barang kepada konsumen berjalan seoptimal mungkin. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan pertimbangan kepada perusahaan dalam meminimalisasi biaya distribusi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP?

2) Bagaimana alokasi distribusi Sarimi yang dilakukan PT SIP ke kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok?

3) Apakah distribusi aktual yang dilakukan sudah optimal? 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP. 2) Menganalisis alokasi distribusi Sarimi dari PT SIP ke

kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok.

3) Menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi optimal.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan sebagai salah satu bahan acuan atau informasi juga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam mengambil keputusan yanng diperlukan. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mi Instan

Mi instan adalah mi yang sudah dimasak terlebih dahulu dan dicampur dengan minyak, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu. Mi instan diciptakan oleh Momofuku Ando pada 1958, yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin dan memproduksi produk mi instan pertama di dunia Chikin Ramen (ramen adalah sejenis mi Jepang rasa ayam). Peristiwa penting lainnya terjadi pada 1971 di mana Nissin memperkenalkan Cup Noodle (bahasa Indonesia: mi gelas), produk mi instan dalam wadah styrofoam tahan air yang bisa digunakan untuk memasak mi tersebut. Inovasi berikutnya termasuk menambahkan sayuran kering ke gelas, melengkapi hidangan mi tersebut. Menurut sebuah survei Jepang pada tahun 2000, mi instan adalah ciptaan terbaik Jepang abad ke-20, (karaoke di urutan kedua dan CD hanya di urutan ketiga)6.

PT Capricorn Indonesia Consult Inc (2002) menyatakan bahwa mi atau noodle secara umum adalah sejenis produk makanan berbentuk pasta yang bahan baku utamanya berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan lainnya yang diolah dengan merebus dalam air panas untuk kemudian disajikan sesuai selera. Seiring perkembangannya, mi dapat dibedakan lagi menjadi mi kering, mi basah, dan mi kering berbumbu atau mi instan.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000, yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (SNI), mi instan atau instant noodle dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Definisi tersebut meliputi mi (dari terigu), bihun (dari beras dan sagu), sohun (dari pati kacang hijau dan atau sagu), dan kwetiaw (dari beras dan atau terigu). Mi instan sendiri dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi.


(31)

Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu: tepung terigu, minyak sayur, dan bumbu penyedap (seasoning). Secara sederhana proses pembuatan mi instan diawali dengan menyediakan bahan baku yang akan digunakan, kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku utama, dan bahan baku tambahan yang bertujuan untuk membentuk teksur (mixing).

Setelah pencampuran, selanjutnya tahap pressing, yaitu proses yang menghasilkan lembaran-lembaran untaian mi dan siap untuk pengukusan (steaming). Tahap steaming, selain berguna untuk membunuh bakteri pengukusan juga merupakan proses yang menentukan dalam tekstur mi. Setelah pengukusan kemudian dilakukan proses pemotongan (cutting) dan siap untuk proses penggorengan (frying).

Proses penggorengan (frying) dilakukan agar diperoleh manfaat antara lain:

a. Mi menjadi lebih awet (karena kadar air rendah).

Digoreng dengan palm oil yang mengandung tokoferol sebagai antioksidan dan karoten sebagai zat warna alami.

b. Palm oil tidak menyebabkan penimbunan kolesterol.

Proses selanjutnya adalah pendinginan (cooling). Terakhir adalah proses pengemasan (packing), yang fungsinya untuk melindungi produk dari pengaruh luar.

Industri mi instan di Indonesia diawali dengan berdirinya PT Lima Satu Sankyu pada April 1668. Perusahaan ini merupakan patungan antara pengusaha domestik dengan Sankyu Shakushin Kabushiki dari Jepang. Pada 1977, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Lima Satu Sankyu Indonesia, dan kemudian berubah lagi menjadi PT Supermie Indonesia, sesuai dengan merek mi instan andalannya, yaitu Supermi. Bahkan Supermi sempat menjadi brand generik untuk instan noodle sampai akhir dekade 1980-an.

Tahun 1970, pasar mi instan diramaikan lagi dengan berdirinya PT Sanmaru Food Manufacturing, sebagai salah satu anak perusahaan baru dari Jangkar Jati Group yang memproduksi mi instan dengan merek Indomie.


(32)

Disusul kemudian dengan berdirinya PT Sarimi Asli Jaya (Salira Group) pada 1982 dengan lokasi pabrik di Tangerang, Jawa Barat. Perusahaan ini memproduksi mi instan dengan merek Sarimi.

Industri ini makin meriah dengan mulai beroperasinya PT Sampurna Pangan Indonesia (Sidoarjo) pada 1972, PT Khong Guan Biscuit Factory Ind. Ltd. (Jakarta) pada 1976, PT Radiance Food Indonesia Corp. (Jakarta) dan PT Pandu Sari (Purbalingga) pada 1977, PT Asia Megah Food Manufacturing (Padang) pada 1980, PT Supmi Sakti (Tangerang) dan produsen-produsen lainnya. Sejak saat itu, pasar mi instan mulai ditandai dengan persaingan yang sangat ketat. Terutama setelah Indofood (Salim Group) bergabung dengan Jangkar Jati Group pada 1984, dengan membuat PT Indofood Interna Corporation. Perusahaan inilah yang merupakan cikal bakal Indofood Group yang bernaung dibawah bendera PT ISM Tbk. Langkah berikutnya terjadi lagi pengkristalan dalam industri mi instan ketika pada 1986, PT Indofood Interna Corporation melalui anak perusahaan PT Lambang Insan Makmur mengambil alih PT Supermie Indonesia.

Usaha penguasaan pasar mi instan oleh Indofood atau Salim Group tidak berhenti sampai disitu. Tahun 1992, group ini mengambil alih seluruh saham Jangkar Jati Group di PT Indofood Interna Corporation. Puncaknya adalah ketika Indofood mencabut produknya dari jaringan distributor PT Wicaksana Overseas dan dialihkan ke PT IAP. Sejak saat itu dominasi Indofood dengan mi instan dengan merek Indomie, Supermie dan Sarimi semakin menguasai pasar mi instan di pasar domestik.

2.2. Pemasaran

2.2.1. Definisi Pemasaran

Pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas benda-benda dan jasa-jasa dan yang menimbulkan distribusi fisik (Winardi, 1980). Oleh karenanya, proses pemasaran meliputi baik aspek mental maupun aspek fisik. Mental dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan para pembeli, dan pembeli harus pula mengetahui apa yang dijual dan fisik dalam arti bahwa benda-benda harus


(33)

dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu mereka dibutuhkan. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler, 2002).

Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton dalam Swastha, 2002),. Definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya pemasaran terjadi atau dimulai jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran harus dibuat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya dan promosinya. Kegiatan berakhir pada saat penjualan dilakukan. 2.2.2. Bauran Pemasaran

Assauri (2004) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau marketing mix merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Jadi, marketing mix terdiri dari himpunan variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin dalam melakukan tugas/kegiatan pemasarannya. Swastha (2002) juga menyebutkan bahwa bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni, produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi.

Kotler (2002) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran yang digunakan secara terus-menerus


(34)

untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran atau marketing mix ini terdiri dari empat aspek atau variabel yang disebut juga sebagai 4P, yaitu:

1. Product (produk), faktor-faktor yang termasuk seperti keragaman produk, kualitas, desain, ciri, nama merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi dan imbalan.

2. Price (harga), seperti daftar harga diskon, potongan harga khusus, periode pembayaran dan syarat kredit.

3. Promotion (promosi), seperti promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation dan pemasaran langsung.

4. Place (tempat), seperti saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi, persediaan dan transportasi.

2.2.3. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Revzan dalam Swastha (1999) menyatakan, saluran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai.

The American Marketing Association dalam Swastha (1999) juga menjelaskan bahwa saluran merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, sebuah komoditi produk, atau jasa dipasarkan melalui saluran-saluran tersebut. Walters dalam Swastha (1999) mengemukakan, saluran adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan mana dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu.

Sebuah saluran pemasaran melaksanakan fungsi memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu dapat mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang


(35)

memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya.

Tujuan saluran berbeda-beda sesuai dengan karakteristik produk. Produk yang mudah rusak lebih memerlukan pemasaran langsung. Produk berukuran besar, seperti bahan bangunan, memerlukan saluran yang meminimumkan jarak pengiriman dan jumlah penanganan dalam perpindahan produk dari produsen ke konsumen.

Secara luas, terdapat dua golongan besar lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran distribusi (Swastha, 1999). Mereka ini disebut:

1. Perantara pedagang. 2. Perantara agen.

Istilah ”pedagang” digunakan di sini untuk memberikan gambaran bahwa usahanya mempunyai hubungan yanng erat dalam pemilikan barang. Mereka berhak memiliki barang-barang yang dipasarkan, meskipun pemilikannya tidak secara fisik. Pedagang dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke pasar.

2. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain. 3. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir.

Perantara agen atau sering disebut sebagai agen saja dibedakan dari lembaga saluran di muka. Menurut Walters dalam Swastha (1999) agen ini dapat didefinisikan sebagai lembaga yang melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang yang diperdagangkan.

The American Marketing Association dalam Swastha (1999) menyatakan agen adalah lembaga yang membeli atau menjual barang-barang kepada pihak lain. Agen mempunyai kegiatan


(36)

setingkat dengan pedagang besar. Kenyataannya, agen dapat beroperasi pada semua tingkat dalam suatu saluran pemasaran. Sering agen menjual barang kepada pedagang besar dan pengecer. Jika daerah operasinya luas, agen dapat menggunakan pedagang besar dalam saluran distribusinya. Jika daerah operasinya tidak begitu luas, maka penjualan barang dapat langsung ke para pengecer.

Secara garis besar, agen dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu :

1. Agen Penunjang (Facilitating Agent)

Merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam beberapa aspek pemindahan barang dan jasa. Mereka dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:

a) Agen pengangkutan borongan (bulk transportation agent). b) Agen penyimpanan (storage agent).

c) Agen pengangkutan khusus (speciality shipper).

d) Agen pembelian dan penjualan (purchase and sales agent). Kegiatan agen penunjang adalah membantu memindahkan barang-barang sedemikian rupa sehingga berhubungan langsung dengan pembeli dan penjual. Jadi, agen penunjang ini melayani kebutuhan-kebutuhan dari setiap kelompok secara serempak. 2. Agen Pelengkap (Supplemental Agent)

Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan dalam penyaluran barang dengan tujuan memperbaiki adanya kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga lain tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran barang, maka agen pelengkap dapat menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukannya antara lain:

a) Jasa pembimbingan/konsultasi. b) Jasa finansial.

c) Jasa informasi. d) Jasa khusus lainnya.


(37)

The American Marketing Association dalam Swastha (1999), mendefinisikan pengecer sebagai seorang pedagang yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Definisi ini didasarkan kepada siapa mereka menjual. Jadi, perdagangan eceran meliputi semua kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk menjual kepada konsumen akhir. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pengecer antara lain: 1. Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu.

2. Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut.

3. Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi konsumen.

4. Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang yang diperdagangkan.

5. Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

6. Melakukan tindakan-tindakan dalam persaingan.

Beberapa faktor yang menjadi dasar penggolongan untuk mengetahui pengecer yaitu :

1. Luasnya Product Line

Berdasarkan luasnya product line, pengecer dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu specialty store, toko serba ada dan single line store.

2. Bentuk Pemilikan

Menurut bentuk pemilikannya pengecer dapat digolongkan ke dalam : independent store dan corporate chain store.

3. Penggunaan Fasilitas

Pengecer dapat digolongkan menurut penggunaan fasilitas yang mereka lakukan dalam mengadakan hubungan dengan konsumen. Terdapat dua kelompok pengecer, yaitu toko pengecer dan pengecer tanpa toko.


(38)

4. Ukuran Toko

Ukuran toko dapat diketahui dengan melihat volume penjualannya sehingga masing-masing pengecer mempunyai ukuran yang berbeda-beda dengan masalah-masalah manajemen yang berbeda pula. Kegiatan-kegiatan promosi keuangan, pembelian dan sebagainya dipengaruhi oleh besarnya volume penjualan toko tersebut. Berdasarkan ukuran tokonya, pengecer dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pengecer kecil (small scale retailer) dan pengecer besar (large scale retailer).

The American Marketing Association dalam Swastha (1999) juga mendefinisikan pedagang besar sebagai sebuah unit usaha yang membeli barang-barang dagangan dan menjualnya lagi kepada para pengecer serta pedagang lain dan/atau kepada lembaga-lembaga industri serta pemakai komersial. Pedagang besar dalam pasar industri dikenal sebagai distributor industri. Pedagang besar menempati posisi antara produsen dan pengecer pada saluran distribusi, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer (Swastha, 1999)

Pedagang besar dapat digolongkan berdasarkan beberapa faktor, yaitu :

1. Fungsi yang dilakukan

Pedagang besar dibagi ke dalam dua golongan menurut fungsi yang dilakukan, yaitu:

a. Pedagang besar dengan fungsi penuh (full function wholesaler)

Merupakan jenis pedagang besar yang paling tua atau paling awal digunakan. Fungsi-fungsi pemasaran yang Produsen

Pedagang


(39)

dilakukan antara lain: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, fungsi keuangan, fungsi pengambilan resiko dan sebagainya.

b. Pedagang besar dengan fungsi terbatas (limited function wholesaler)

Pedagang besar dengan fungsi terbatas hanya menjalankan fungsi atau jasa yang terbatas. Pedagang besar dengan fungsi terbatas ini diawali dengan perubahan bentuk daripada pedagang besar jenis yang pertama (pedagang besar dengan fungsi penuh). Peningkatan efisiensi yang mereka lakukan sekarang hanya terbatas pada beberapa fungsi pemasaran secara terbatas. Fungsi-fungsi yang mereka tinggalkan, sekarang dilakukan oleh produsen dan/atau pengecer, sehingga biaya operasi yang harus ditanggungnya menjadi berkurang.

2. Daerah yang dilayani

Pedagang besar dapat digolongkan menurut daerah yang dilayaninya menjadi :

a. Pedagang besar nasional yang melayani daerah operasi seluruh Indonesia.

b. Pedagang besar regional yang mempunyai daerah operasi meliputi satu propinsi.

c. Pedagang besar lokal yang hanya melayani langganan-langganannya di satu kota atau satu daerah kabupaten. 3. Integrasi

Tidak semua perdagangan besar selalu dilakukan sepenuhnya oleh lembaga-lembaga yang disebut pedagang besar. Kadang-kadang perdagangan besar dikombinasikan dengan kegiatan pengolahan atau perdagangan eceran. Kombinasi semacam ini disebut perdagangan besar yang terintegrasi (integrated wholesaling), karena menyangkut pemilikan lebih dari satu macam perantara saluran.


(40)

Perdagangan besar yang dikombinasikan dengan produsen merupakan satu jenis integrasi yang terjadi apabila fungsi perdagangan besar dikombinasikan dengan fungsi-fungsi produsen.

Tiga jenis saluran pemasaran menurut Kotler (2002), yang digunakan pemasar untuk mencapai sasarannya adalah :

1. Saluran Komunikasi

Digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi ini meliputi surat kabar, majalah, radio, televisi, pos, telepon, papan iklan, poster, pamflet, CD, audiotape dan internet.

2. Saluran Distribusi

Digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna. Kita mengenal ada saluran distribusi fisik dan saluran distribusi jasa, yang termasuk didalamnya adalah pergudangan, sarana transportasi dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan pengecer.

3. Saluran Penjualan

Digunakan untuk mempengaruhi transaksi dengan pembeli potensial. Saluran penjualan mencakup tidak hanya distributor dan pengecer melainkan juga bank-bank dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi.

2.3. Distribusi

2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik)

Distribusi fisik adalah seperangkat kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan atau barang jadi dari tempat asal menuju tempat pemakai atau konsumen untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan distribusi fisik adalah mengantarkan produk pada waktu yang tepat dengan tingkat biaya yang serendah mungkin (Kotler, 2002).


(41)

Menurut Chandradhy (1978), tujuan utama dari distribusi secara fisik adalah untuk menyalurkan barang-barang yang tersedia, sedangkan hanya sedikit perhatian yang dicurahkan pada keinginan serta kebutuhan para konsumen, atau pada cara-cara memberikan pelayanan yang lebih baik kepada mereka. Banyak produsen tidak menaruh perhatian pada pemasaran. Hal ini telah menimbulkan suatu kekosongan dalam rantai distribusi yang kemudian diisi oleh pedagang menengah (intermediaries).

Pedagang besar atau grosir (disebut juga distributor) berbeda dengan pegecer dalam beberapa hal. Pertama, pedagang-pedagang besar kurang memperhatikan promosi, suasana dan lokasi karena mereka bertransaksi dengan pelanggan bisnis dan bukan konsumen akhir. Kedua, transaksi perdagangan besar biasanya lebih besar daripada transaksi eceran dan pelanggan besar biasanya meliputi daerah perdagangan yang lebih luas daripada pengecer. Ketiga, pemerintah berhubungan dengan pedagang besar dan pengecer dengan cara yang berbeda dalam hal hukum dan pajak (Kotler (2002).

Istilah distribusi fisik dipakai untuk menggambarkan luasnya kegiatan pemindahan suatu barang ke tempat tertentu pada saat tertentu. Penyaluran suatu barang ke tempat tertentu pada saat yang tepat dapat dilakukan untuk memaksimumkan kesempatan pada volume penjualan yang menguntungkan. Produsen kegiatan distribusi fisik ini, tidak hanya meliputi pemindahan barang jadi dari akhir proses produksi sampai ke konsumen akhir, tetapi juga menyangkut arus bahan baku dari suatu sumber sampai pada akhir proses produksi. Terdapat dua masalah penting yang terdapat dalam kegiatan distribusi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan.

Berhasil tidaknya usaha pemasaran/penjualan sangat tergantung pada cara penyaluran yang digunakan dan kelancarannya. Hal ini menunjukkan terdapat pengertian penyaluran yang diartikan sebagai proses penyampaian atau mengalirnya suatu produk dari


(42)

sumber yaitu produsen, sampai ke tempat tujuan atau ke tangan konsumen. Pengertian ini kadang-kadang dihubungkan atau dikaitkan dengan pengertian logistik, yaitu kegiatan pengadaan dan penyaluran fisik suatu produk (barang-barang) yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan. Logistik berkaitan dengan penyampaian produk sampai ke tempat tujuan yaitu konsumen yang membutuhkan produk tersebut dan keberhasilannya sangat ditentukan oleh pengadaan atau penyediaannya. Aspek logistik ini mencakup semua kegiatan mulai mendapatkan atau mengadakan barang, menyimpan barang tersebut, menyediakan dan menyampaikannya, sehingga meliputi logistik usaha (business logistic) dan logistik pemasaran (marketing logistic). 2.3.2. Saluran Distribusi

Distribusi barang dari produsen ke konsumen adalah suatu mata rantai untuk meluaskan pasar, dimulai dari yang terdekat dengan produsen, yaitu distributor, agen sampai pengecer. Semakin dekat ke produsen, harga yang diperoleh makin rendah, tetapi dengan jumlah pembelian yang besar. Semakin jauh dari produsen, harga yang diperoleh makin mahal.

Kotler (2005) mengemukakan bahwa saluran distribusi dapat dibedakan berdasarkan jumlah tingkatannya. Setiap perantara yang melakukan usaha menyalurkan barang kepada pembeli akhir membentuk suatu tingkat akhir saluran. Secara umum saluran distribusi barang konsumen disajikan dalam Gambar 2.

Saluran tingkat nol adalah proses penjualan produk secara langsung dari produsen kepada konsumen. Penjualan langsung ini dapat dilakukan dengan cara dari rumah ke rumah oleh wakil produsen, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko produsen. Saluran tingkat satu mempunyai satu perantara, misalnya pengecer. Saluran tingkat dua mempunyai dua perantara misalnya pedagang besar dan pengecer. Saluran tingkat tiga dibagi menjadi tiga, yaitu pedagang besar, pemborong dan pengecer.


(43)

Baik tidaknya saluran distribusi yang digunakan oleh sebuah perusahaan itu dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri maupun pasarnya. Beberapa masalah yang dapat ditinjau dalam memilih saluran distribusi (Swastha, 1999) adalah :

1. Panjangnya saluran distribusi.

Alternatif saluran yang digunakan sering dikaitkan dengan golongan barang yang ada. Terdapat dua macam saluran, yaitu: saluran distribusi untuk barang konsumsi dan saluran distribusi untuk barang industri. Pada prinsipnya, kedua macam saluran ini sama.

Gambar 2. Saluran distribusi barang konsumen(Kotler, 2002)

Secara luas terdapat lima macam saluran dalam pemasaran barang-barang konsumsi. Produsen mempunyai alternatif untuk menggunakan kantor dan cabang penjualan pada masing-masing saluran. Selain itu juga terdapat kemungkinan penggunaan agen pedagang besar dan pengecer. Kelima macam saluran tersebut adalah:

a. Produsen-Konsumen akhir

Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang P

R O D U S E N

Pedagang Besar

Pedagang Besar

Pemborong

Pengecer

Pengecer

Pengecer K O N S U M E N


(44)

besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah).

b. Produsen-Pengecer-Konsumen akhir

Beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya, tetapi kondisi saluran semacam ini tidak umum dipakai.

c. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir

Saluran ini disebut juga saluran tradisional dan banyak digunakan oleh produsen. Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar.

d. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen akhir

Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara agen lainnya untuk mencapai pengecer, terutama pengecer besar. e. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir

Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil untuk mencapai pengecer kecil.

Kelima macam saluran dalam distribusi barang konsumsi dapat dilihat pada Gambar 3.

2. Banyaknya perantara atau penyalur yang dibutuhkan.

Produsen mempunyai tiga alternatif pilihan dalam menentukan jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar atau pengecer, yaitu:

a. Distribusi Intensif

Umumnya dilakukan oleh produsen yang menjual barang convenience dan memiliki saluran distribusi yang panjang. Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama


(45)

pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan mencapai konsumen. Semua ini dimaksudkan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen.

b. Distribusi Selektif

Biasa dipakai untuk memasarkan produk baru, barang shopping atau barang spesial, dan barang industri jenis accessory equipment. Umumnya memiliki saluran distribusi yang sedang. Penggunaan saluran ini dimaksudkan untuk meniadakan penyalur yang tidak menguntungkan dan meningkatkan volume penjualan dengan jumlah transaksi lebih terbatas.

Gambar 3. Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi(Swastha, 1999)

c. Distribusi Eksklusif

Umumnya dipakai untuk menjual barang-barang spesial, dengan panjang saluran yang lebih pendek. Distribusi eksklusif dilakukan oleh perusahaan dengan hanya

Produsen Produsen Produsen Produsen Produsen

Agen Agen

Pedagang Besar

Pedagang Besar

Pengecer Pengecer Pengecer Pengecer

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir Konsumen

Akhir

Konsumen Akhir


(46)

menggunakan satu pedagang besar atau pengecer dalam daerah pasar tertentu. Hanya dengan satu penyalur, maka produsen akan lebih mudah mengadakan pengawasan, terutama pengawasan dalam tingkat harga eceran maupun usaha kerjasama dengan penyalur dalam periklanan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran.

Pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi dalam pemilihan saluran oleh manajemen. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah produk, perantara dan perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang mengadakan pemilihan saluran distribusi harus menganut tiga kriteria, yaitu : pengawasan saluran, pencakupan pasar dan ongkos.

4. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda.

Beberapa saluran (disebut juga saluran distribusi ganda) dapat digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang berbeda. Ini dilakukan apabila produsen menjual:

a. Produk yang sama untuk konsumen dan pasar industri. b. Produk yang tidak ada hubungannya.

Saluran distribusi ganda ini sering juga digunakan untuk mencapai pasar yang sama meskipun ada perbedaan sedikit dalam jumlah pembeli atau kepadatan pada bagian pasarnya. Produsen yang menjual produk yang sama kepada konsumen dan pemakai industri biasanya menggunakan struktur saluran yang terpisah.

Penggunaan saluran ganda ini dapat menimbulkan pertentangan dalam saluran karena produk yang bermerek sama, lama kelamaan memasuki pasar yang sama. Hal ini dapat berakibat pada harga eceran yang berbeda, di mana satu macam barang disalurkan melalui rantai saluran yang berbeda.


(47)

5. Pemilihan saluran distribusi untuk produk baru atau perusahaan baru.

Masalah-masalah khusus dalam penyaluran produk akan dijumpai oleh produsen yang menjual produk baru atau perusahaan baru dengan produk baru atau produk yang telah ada. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan berikut :

a. Produk tersebut dan banyaknya keinginan konsumen yang dapat direalisir.

b. Beberapa produk baru atau perusahaan baru, promosi adalah sangat penting.

c. Produsen dapat menjumpai kesulitan dalam penentuan saluran yang dibutuhkan hanya karena perantara tidak bersemangat dalam menjual produk-produknya. Hal ini menunjukkan bahwa produsen perlu menggunakan beberapa saluran.

2.4. Program Linier

Subagyo, dkk (2000) mendefinisikan Linear Programming (LP) sebagai suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan jumlahnya terbatas. LP mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu hasil yang optimal, yaitu suatu hasil yang mencerminkan tercapainya sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) di antara alternatif-alternatif yang mungkin, dengan menggunakan fungsi linear.

Model LP adalah bentuk matematis dari perumusan masalah umum pengalokasian sumber daya untuk berbagai kegiatan. Model LP ini menyajikan bentuk dan susunan dari masalah-masalah yang akan dipecahkan dengan teknik LP. Fungsi dalam model LP dikenal dua macam


(48)

fungsi yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi kendala (constraint function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan LP yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z, sedangkan fungsi kendala merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.

Asumsi dasar yang melandasi model matematik dari program linear (Subagyo, dkk, 2000) adalah :

1. Proportionality

Naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan tingkat kegiatan.

2. Additivity

Nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain

3. Divisibility

Keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.

4. Deterministic (Certainty)

Semua parameter yang terdapat dalam model LP (aij,bij,Cij) dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.

Untuk mengemukakan permasalahan LP, disusun suatu model matematis sebagai berikut:

Fungsi tujuan :


(49)

Fungsi kendala : a11X1+a12X2+a13X3+...+a1jXjb1 . . . i j ij i i

i X a X a X a X b

a1 1+ 2 2+ 3 3+...+ ≤ 0 . ,... 0 , 0 2

1≥ XXj

X ...(2) Di mana:

Z : Nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum). j

C : Parameter yang dijadikan kriteria optimasi. j

X : Peubah pengambilan keputusan yang ingin dicari, tidak diketahui. ij

a : Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan dalam kendala ke-i. i

b : Sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan yang bersangkutan. Fungsi tujuan dalam LP mencerminkan atau menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan suatu masalah LP. Pemograman linear terlalu bervariasi untuk digambarkan secara lengkap.Pengertian mengenai mengalokasi sumber-sumber daya terbatas di antara kegiatan-kegiatan yang bersaing mungkin kurang sesuai sekarang, tetapi terlepas dari pengertiannya atau konteksnya, yang diperlukan adalah bahwa pernyataan matematis di dalam masalah sesuai dengan bentuk yang diizinkan.

Pemecahan masalah dalam penelitian ini, perlu membahas beberapa masalah pemograman linear yang khusus jenisnya. Jenis-jenis khusus ini mempunyai beberapa sifat-sifat penting. Pertama, jenis khusus ini sering manual dalam berbagai konteks. Kecenderungannya adalah bahwa dibutuhkan banyak kendala dan variabel, sehingga menerapkan secara langsung metode simpleks dengan komputer akan memakan usaha komputasi banyak sekali. Beruntung bahwa ciri yang lain adalah bahwa kebanyakan koefisien aij dalam kendala-kendala nol, dan koefisien tidak nol yang relatif sedikit muncul menurut pola yang jelas. Akibatnya adalah dikembangkannya versi-versi metode simpleks yang khusus disederhanakan yang dapat menghemat usaha komputasi dengan memanfaatkan struktur khusus masalah yang bersangkutan.


(50)

Barangkali jenis khusus yang paling penting dalam masalah pemograman linear adalah masalah transportasi. Prosedur penyelesaian khususnya akan dibahas, khususnya untuk memperlihatkan jenis penyederhanaan metode simpleks yang diperoleh dengan memanfaatkan struktur khusus dari masalah yang bersangkutan.

2.5. Model Transportasi

Mulyono (2004) menyatakan bahwa masalah transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dan beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan tertentu, pada biaya transpor minimum. Suatu tempat tujuan dapat memenuhi permintaannya dari satu atau lebih sumber karena hanya ada satu dua macam barang.

Subagyo, dkk (2000) mengemukakan bahwa metode transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur sedemikian rupa, karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi dari satu sumber ke tempat-tempat tujuan berbeda dan dari beberapa sumber ke suatu tempat tujuan juga berbeda.

Taha (1996) mengemukakan bahwa model transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup:

1. Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap tujuan.

2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan. Sebuah tujuan dapat menerima permintaannya dari suatu sumber atau lebih karena hanya terdapat satu barang. Tujuan dari model ini adalah menentukan jumlah yang harus dikirim dari setiap sumber ke setiap tujuan sedemikian rupa sehingga biaya transportasi total diminimumkan.

Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa biaya transportasi di sebuah rute tertentu adalah proporsional secara langsung dengan jumlah unit


(51)

yang dikirimkan. Definisi ”unit transportasi” akan bervariasi tergantung pada jenis ”barang” yang dikirimkan.

Dimyanti dan Dimyanti dalam Aditya (2002) menyatakan bahwa ciri-ciri khusus persoalan transportasi adalah:

1. Terdapat sejumlah sumber dan tujuan tertentu.

2. Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan tertentu.

3. Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber. 4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya

tertentu.

Bentuk umum model transportasi dengan tujuan meminimumkan biaya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Fungsi tujuan : Min ij m i n j ijX C Z

∑∑

= = = 1 1 ...(3)

Fungsi Kendala : i m i ij a X

=1

; i = 1, 2, 3, ..., m

j n j ij b X

=1

; j = 1, 2, 3, ..., n

Xij ≥0 untuk semua i dan j ...(4) Keterangan notasi:

ij

C = Biaya transportasi per unit produk Xijdari sumber i ke tujuan j ij

X = Jumlah satuan yang dikirimkan dari sumber i ke tujuan j i

a = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber i j

b = Jumlah permintaan di daerah permintaan tujuan j m = Jumlah daerah sumber

n = Jumlah daerah tujuan

2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang

Suatu model transportasi dinyatakan seimbang (balanced transportation model) ketika penawaran total sama dengan permintaaan total (

= =

n=

j j m

i 1ai 1b ). Penawaran tidak selalu dapat dipastikan sama dengan


(52)

jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran. Jika hal itu terjadi maka model persoalannya disebut sebagai model transportasi tak seimbang (unbalanced transportation model), dan dalam penyelesaiannya metode solusi transportasi membutuhkan sedikit modifikasi.

Pertidaksamaan (≤ ) kendala permintaan menunjukkan bahwa semua unit yang tersedia akan dikirimkan. Namun, satu atau lebih kendala permintaan tak akan terpenuhi. Keadaan ini dicerminkan dengan menambahkan suatu baris dummy.

Pengaruhnya, suatu sumber khayalan telah ditambahkan hingga menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Sesungguhnya kotak dummy ini adalah analog dengan variabel slack, yang nilai kontribusinya dalam fungsi tujuan sama dengan nol.

Jika jumlah permintaan melebihi penawaran, maka dibuat suatu sumber dummy yang akan menambah jumlah penawaran, yaitu sebanyak

bjai. Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar daripada jumlah permintaan. Maka dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap kelebihan tersebut, yaitu sebanyak

ai

bj.

Ongkos transportasi per unit (Cij) dari sumber dummy ke seluruh tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari sumber dummy tidak terjadi pengiriman. Begitu pula dengan ongkos transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol.

Sumber ditulis dalam baris-baris dan tujuan dalam kolom-kolom. Tabel tersebut mempunyai kotak bernilai m x n. Biaya transport per unit (Cij) dicatat pada kotak kecil di bagian atas setiap kotak. Permintaan dari setiap tujuan terdapat pada baris paling bawah, sementara penawaran setiap sumber dicatat pada kolom paling kanan. Kotak pojok kanan bawah menunjukkan bahwa penawaran sama dengan permintaan (S=D). Variabel

ij

X pada setiap kotak menunjukkan jumlah barang yang diangkut dari sumber i ke tujuan j (yang akan dicari) (Mulyono, 2004).


(53)

2.7. Optimalisasi

Optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi tertentu. Optimalisasi dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada tujuan maksimalisasi atau minimalisasi melalui fungsi tujuan dengan pendekatan normatif (Nasendi dan Anwar dalam Aditya, 2002).

Nilai atau keuntungan maksimum yang dihasilkan dari proses produksi untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada di luar jangkauan pelaku kegiatan, merupakan tujuan dilakukannya optimalisasi. Oleh karena itu, dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut. Kegiatan produksi berusaha untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas di antara berbagai yang bersaing (Buffa dan Sarin dalam Yuni, 2000).

Riset operasi berusaha menentukan arah tindakan terbaik (optimum) dari sebuah masalah pengambilan keputusan di bawah pembatasan sumber daya yang terbatas. Dengan demikian riset operasi merupakan sebuah teknik pemecahan masalah yang membantu proses optimalisasi.

2.8. Penelitian Terdahulu

Analisis tentang optimalisasi telah banyak dilakukan, di antaranya pada beberapa kasus khusus seperti masalah transportasi dan distribusi. Sukhawati (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Distribusi Lada Putih dan Hitam Indonesia untuk Pasar Ekspor serta Daya Saingnya di Pasar Internasional, berusaha mempelajari dan menganalisis distribusi optimal lada putih dan hitam Indonesia untuk pasar ekspor dengan biaya transportasi minimum, serta daya saingnya di pasar internasional. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah optimal distribusi lada dalam model transportasi pada program linier dan daya saing ekspor lada Indonesia melalui elastisitas substitusi ekspor dan regresi sederhana, serta secara kualitatif atau deskripif untuk mengetahui perkembangan luas areal, produksi, konsumsi, volume dan nilai ekspor lada Indonesia.


(1)

Lampiran 9. Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming)

No. Kecamatan Jumlah (Rp)

1. Beji 0

2. Bogor Barat 775700

3. Bogor Selatan 6360836

4. Bogor Tengah 54945198

5. Bogor Timur 1422150

6. Bogor Utara 43658830

7. Bojong Gede 1012968

8. Caringin 0

9. Cariu 0

10. Ciampea 1233252

11. Ciawi 1033296

12. Cibinong 0

13. Cigudeg 0

14. Cijeruk 0

15. Cileungsi 0

16. Cimanggis 0

17. Ciomas 0

18. Cisarua 0

19. Citeureup 8748966

20. Dramaga 0

21. Gunung Putri 0

.22. Jasinga 5506340

23. Jonggol 0

24. Kemang 4021486

25. Leuwiliang 7772867

26. Mega Mendung 0

27. Pancoran Mas 1519964

28. Parung 1281660

29. Sawangan 1237608

30. Sukaraja 474375

31. Sukmajaya 0

32. Tanah Sareal 0


(2)

Lampiran 10. Input data (model LP)

713X11+100X12+131X13+154X14+150X15+115X16+99X17+450X18+650X19+38X110+88X1 11+160X112+182X113+368X114+177X115+1204X116+756X117+338X118+131X119+236X12 0+285X121+148X122+170X123+122X124+83X125+580X126+86X127+82X128+72X129+11X 130+341X131+659X132

st

X11+X12+X13+X14+X15+X16+X17+X18+X19+X110+X111+X112+X113+X114+X115+X116 +X117+X118+X119+X120+X121+X122+X123+X124+X125+X126+X127+X128+X129+X130+ X131+X132=1180872

X11<=698 X12<=7757 X13<=48556 X14<=364789 X15<=9481 X16<=379642 X17<=10232 X18<=3551 X19<=5786 X110<=32454 X111<=11742 X112<=38690 X113<=17178 X114<=3810 X115<=62347 X116<=722 X117<=1255 X118<=4633 X119<=66786 X120<=4263 X121<=9577 X122<=37205 X123<=39666 X124<=32963 X125<=93649 X126<=1408 X127<=17674 X128<=15630 X129<=17189 X130<=43125 X131<=2191 X132<=671 end


(3)

Lampiran 11. Hasil output optimal

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 15 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 0.1410055E+09

VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 559.000000 X12 7757.000000 0.000000 X13 48556.000000 0.000000 X14 356787.000000 0.000000 X15 9481.000000 0.000000 X16 379642.000000 0.000000 X17 10232.000000 0.000000 X18 0.000000 296.000000 X19 0.000000 496.000000 X110 32454.000000 0.000000 X111 11742.000000 0.000000 X112 0.000000 6.000000 X113 0.000000 28.000000 X114 0.000000 214.000000 X115 0.000000 23.000000 X116 0.000000 1050.000000 X117 0.000000 602.000000 X118 0.000000 184.000000 X119 66786.000000 0.000000 X120 0.000000 82.000000 X121 0.000000 131.000000 X122 37205.000000 0.000000 X123 0.000000 16.000000 X124 32963.000000 0.000000 X125 93649.000000 0.000000 X126 0.000000 426.000000 X127 7674.000000 0.000000 X128 15630.000000 0.000000 X129 17189.000000 0.000000 X130 43125.000000 0.000000 X131 0.000000 187.000000 X132 0.000000 505.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 -154.000000 3) 698.000000 0.000000 4) 0.000000 54.000000 5) 0.000000 23.000000 6) 8002.000000 0.000000 7) 0.000000 4.000000 8) 0.000000 39.000000 9) 0.000000 55.000000 10) 3551.000000 0.000000 11) 5786.000000 0.000000 12) 0.000000 116.000000 13) 0.000000 66.000000


(4)

Lanjutan lampiran 11

14) 38690.000000 0.000000 15) 17178.000000 0.000000 16) 3810.000000 0.000000 17) 62347.000000 0.000000 18) 722.000000 0.000000 19) 1255.000000 0.000000 20) 4633.000000 0.000000 21) 0.000000 23.000000 22) 4263.000000 0.000000 23) 9577.000000 0.000000 24) 0.000000 6.000000 25) 39666.000000 0.000000 26) 0.000000 32.000000 27) 0.000000 71.000000 28) 1408.000000 0.000000 29) 0.000000 68.000000 30) 0.000000 72.000000 31) 0.000000 82.000000 32) 0.000000 143.000000 33) 2191.000000 0.000000 34) 671.000000 0.000000 NO. ITERATIONS= 15

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 713.000000 INFINITY 559.000000 X12 100.000000 54.000000 INFINITY X13 131.000000 23.000000 INFINITY X14 154.000000 6.000000 4.000000 X15 150.000000 4.000000 INFINITY X16 115.000000 39.000000 INFINITY X17 99.000000 55.000000 INFINITY X18 450.000000 INFINITY 296.000000 X19 650.000000 INFINITY 496.000000 X110 38.000000 116.000000 INFINITY X111 88.000000 66.000000 INFINITY X112 160.000000 INFINITY 6.000000 X113 182.000000 INFINITY 28.000000 X114 368.000000 INFINITY 214.000000 X115 177.000000 INFINITY 23.000000 X116 1204.000000 INFINITY 1050.000000 X117 756.000000 INFINITY 602.000000 X118 338.000000 INFINITY 184.000000 X119 131.000000 23.000000 INFINITY X120 236.000000 INFINITY 82.000000 X121 285.000000 INFINITY 131.000000 X122 148.000000 6.000000 INFINITY X123 170.000000 INFINITY 16.000000 X124 122.000000 32.000000 INFINITY X125 83.000000 71.000000 INFINITY


(5)

Lanjutan lampiran 11

X126 580.000000 INFINITY 426.000000 X127 86.000000 68.000000 INFINITY X128 82.000000 72.000000 INFINITY X129 72.000000 82.000000 INFINITY X130 11.000000 143.000000 INFINITY X131 341.000000 INFINITY 187.000000 X132 659.000000 INFINITY 505.000000

RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1180872.000000 8002.000000 356787.000000 3 698.000000 INFINITY 698.000000 4 7757.000000 356787.000000 7757.000000 5 48556.000000 356787.000000 8002.000000 6 364789.000000 INFINITY 8002.000000 7 9481.000000 356787.000000 8002.000000 8 379642.000000 356787.000000 8002.000000 9 10232.000000 356787.000000 8002.000000 10 3551.000000 INFINITY 3551.000000 11 5786.000000 INFINITY 5786.000000 12 32454.000000 356787.000000 8002.000000 13 11742.000000 356787.000000 8002.000000 14 38690.000000 INFINITY 38690.000000 15 17178.000000 INFINITY 17178.000000 16 3810.000000 INFINITY 3810.000000 17 62347.000000 INFINITY 62347.000000 18 722.000000 INFINITY 722.000000 19 1255.000000 INFINITY 1255.000000 20 4633.000000 INFINITY 4633.000000 21 66786.000000 356787.000000 8002.000000 22 4263.000000 INFINITY 4263.000000 23 9577.000000 INFINITY 9577.000000 24 37205.000000 356787.000000 8002.000000 25 39666.000000 INFINITY 39666.000000 26 32963.000000 356787.000000 8002.000000 27 93649.000000 356787.000000 8002.000000 28 1408.000000 INFINITY 1408.000000 29 17674.000000 356787.000000 8002.000000 30 15630.000000 356787.000000 8002.000000 31 17189.000000 356787.000000 8002.000000 32 43125.000000 356787.000000 8002.000000 33 2191.000000 INFINITY 2191.000000 34 671.000000 INFINITY 671.000000


(6)

BRANCH MANAGER

SALES MANAGER

ADMINISTRATION

DEPARTEMENT HEAD LOGISTIK PERSONALIA

SALES SUPERVISOR

SALESMAN TRADITIONAL

MARKET

SALESMAN MODERN MARKET

BILLING

KASIR

FAKTURISASI

CLAIM

ELECTRONIC DATA PROCESSING

OFFICE GIRL

DELIVERY

DRIVER AND HELPER DRIVER

ADM. GUDANG

KA. GUDANG

HELPER GUDANG