[PTK Matematika Kls 2] BAB II
13
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Matematika SD
Yang dimaksud dengan matematika SD adalah matematika yang
diajarkan dan dikembangkan di sekolah dasar. Matematika sekolah dasar tersebut
terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih dan dirancang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa agar berkembang secara optimal, serta
memperhatikan pula perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang.
2.1.1. Fungsi Mata Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika berfungsi sebagai :
a.
Alat untuk mamahami dan menyampaikan suatu informasi.
b.
Pembentuk pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian.
c.
Ilmu atau pengetahuan (MKPMB,Tim,2001)
2.1.2. Tujuan Umum Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan umum pendidikan matematika di jenjang sekolah dasar ditekankan
pada siswa untuk memiliki kemampuan yang berkaitan dengan matematika
sebagai:
a.
Alat yang dapat digunakan dalam pemecahan matematika, masalah pelajaran
lain,ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
14
b.
Alat komunikasi, yaitu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
c.
Cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti
berfikir kritis, logis dan sistematis, serta bersifat objektif, jujur dan disiplin
dalam memandang dan memyelesaikan suatu masalah.
d.
Kemampuan-kemampuan diatas berguna untuk pendidikan lebih tinggi dan
berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia kerja.
(Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001)
2.2
Konsep Perkalian
Secara rinci definisi dari perkalian asli adalah ‘ jika a dan bilangan asli,
A dan B adalah himpunan yang terhingga sedemikian sehingga n (A) = a dan
n ( B) = b maka a x b = n (A x B) a x b dapat ditulis dengan cara lain a. atau
(a) (b) atau a (b) atau a (b)”.
Selanjutnya definisi perkalian kedua bilangan “ Jika a dan bilangan asli
maka a = b + b + b … + atau b adalah penjumlahan berulang yang
mempunyai a suku dan tiap-tiap suku adalah b “. Jadi sebuah bentuk kalimat
matematika perkalian seperti 2 x 3 = 6 dapat dinyatakan dengan 3 + 3 = 6
bukan 2 + 2 + 2 = 6 . Seperti dijelaskan oleh Copeland (1984) bahwa “ The
expression 3 x 2 is 6 is 3 sts of 2 “. Di dalam operasi perkalian bilangan asli
berlaku sifat-sifat tertentu, komutatif,asosiatif, dan identitas.
15
1.
Sifat tertutup. Untuk dua bilangan asli a dan b sembarang maka ada sebuah
bilangan asli yang merupakan hasil kali a dan b
2.
Sifat komutatif . Untuk semua bilangan asli a dan b berlaku a – b = b . a
3.
Sifat asosiatif. Untuk setiap bilangan a,b,c. berlaku (ab) c = a (bc)
4.
Elemen identitas. Bilangan 1 adalah elemen identitas perkalian sehingga
untuk setiap bilangan asli a berlaku 1 . a = a dan a . 1 = a
Perkalian adalah penjumlahan berulang .
2.3. Benda-benda manipulatif
Benda manipulatif merupakan alat peraga pembelajaran yang dapat
dimanipulasi atau diotak-atik dan dikelompokkan. Dengan menggunakan
benda manipulatif diharapkan murid akan lebih mudah untuk memahami
konsep matematika yang sedang dipelajarinya, serta dapat meningkatkan
keterampilan murid dalam berhitung. Di dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan benda manipulatif adalah benda-benda yang digunakan dalam
pembelajaran contoh daun, kelereng, dan stik.
2.4. Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan prilaku
yang telah
ditetapkan sebelumnya yang harus nampak pada diri siswa sebagai akibat dari
perbuatan belajar yang telah dilakukan. Tujuan pembelajaran tersebut yaitu tujuan
16
yang
bersifat
kognitif
(pengetahuan),
afektif
(sikap)
dan
psikomotor
(keterampilan)
Di dalam pembelajaran terdapat strategi yang merupakan salah satu
komponen di dalam sistem pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari
komponen
lain
di
dalam
sistem
tersebut
(MKDK,Tim,2002).
Strategi
pembelajaran adalah kiat atau siasat yang sengaja direncanakan oleh guru,
berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran
berjalan dengan lancar dan tujuan yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara
optimal. Jadi strategi pembelajaran itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktorfaktor yang mempengaruhi strategi pembelajaran itu ialah : (1) tujuan, (2) materi,
(3) siswa, (4) fasilitas, (5) waktu, dan (6) guru. Tujuan merupakan faktor yang
paling penting, sebab semua yang ada dalam situasi pembelajaran diarahkan dan
diupayakan untuk mencapai tujuan. Ilmu atau materi pembelajaran memiliki
karakteristik yang berbeda-beda yang membawa implikasi terhadap penggunaan
cara dan teknik di dalam proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran
terdapat siswa sebagai peserta didik yang merupakan subjek utama dalam
kegiatan belajar mengajar. Faktor fasilitas turut menentukan proses dan hasil
belajar. Faktor waktu juga akan mempengaruhi terhadap proses belajar mengajar
yang dilakukan. Sedangkan guru merupakan faktor penentu yang ada pada
akhirnya mempengaruhi terhadap pelaksanaan proses pembelajaran.
Ada beberapa prinsip pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru
agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik, yaitu diantaranya prinsip
17
perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung berpengalaman,
pengulangan, balikan dan penguatan, seta prinsif perbedaan individual.
Dalam melaksanakan suatu pembelajaran, seorang guru seharusnya
memilih dahulu pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga diperoleh hasil
yang optimal, berhasil guna dan tepat guna. Pendekatan pembelajaran
(matematika) adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran
agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Ada dua jenis
pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat
metodologi dan pendekatan yang bersifat materi. Pendekatan metodologi yaitu
berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam
struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut.
Sedangkan pendekatan materi yaitu pendekatan pembelajaran matematika di mana
di dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep lain yang telah dimiliki
siswa. Misalnya untuk menyajikan penjumlahan bilangan menggunakan
pendekatan garis bilangan atau himpunan.
Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang besifat umum.
Terdapat bermacam-macam metode mengajar yang bisa digunakan oleh guru,
yaitu diantaranya metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, latihan, penemuan,
dan pemberiaan tugas. Kemampuan metode mengajar seorang guru harus disertai
dengan kemampuan teknik-teknik mengajar bidang studinya.
Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam
kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran
18
matematika itu antara lain model pembelajaran klasikal, individual, diagnostik,
remidial, dan modul.
2.5. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik
Yang dimaksud dengan matematika dalam Kurikulum Pendididkan Dasar
dan Pendidikan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah yaitu
matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendididkan
Menengah (SMU dan SMK). Tim MKPMB: 2001 . Matematika di jenjang
pendidikan dasar dan menengah diberikan dengan tujuan :
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup mengahadapi perubahan keadaan
dalam kehidupan di dunia yang selalu berkembang melauli latihan tindakan
atas dadar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan polapikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan (Tim MKPBM :2001).
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru
dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi
dengan siswa. Salah satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan
dalam pembelajaran matematika adalah dengan menggunakan pendekatan
realistik. Realistic Mathematic Education (RME) yang berasal dari negeri Belanda
sangat menarik untuk disampaikan di Indonesia, khususnya di sekolah dasar.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ini
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa memahami
matematika. Dengan menggunakan pendekatan realistik, seperti yang dilaporkan
dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Turmudi (dalam MKPBM,Tim,
2001) bahwa pembelajaran matematika berdasarkan realistik telah mengubah
19
sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika, dan siswa pada umumnya
menyenangi matematika karena cara belajarnya berbeda dari biasanya,
pertanyaan-pertanyaan menantang, adanya
pertanyaan-pertanyan
tambahan
sehingga menambah wawasan dan lebih mudah mempelajarinya karena
persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan hasil
laporan beberapa penelitian matematika yang mengunakan pendekatan realistik,
telah
menghasilkan
adanya
perubahan
yang
positif
setelah
dilakukan
pembelajaran matematika dengan pendekatan ini. Diantaranya yaitu dengan
suasana belajar yang interaktif siswa dapat aktif dalam belajar matematika di
kelas, siswa dapat mengetahui bermacam-macam cara dalam menyelesaikan soal
dan siswa lebih termotivasi serta bersemangat dalam belajar matematika. Oleh
karena itu pendekatan realistik merupakan salah satu pendekatan yang cocok
untuk disampaikan pada siswa sekolah dasar.
2.6. Klasifikasi Pendidikan Matematika
Treffers (1991, dalam Zulkardi,2001) mengklasifikasikan pendidikan
matematika berdasarkam matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi
horizontal adalah proses matematika pada tahapan mengubah persoalan seharihari (situasi nyata) menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan ke
dalam simbol-simbol dan model matematika. Sedangkan matematisasi vertikal
adalah proses matematika pada penggunaan simbol matematika / proses
pengorganisasian yang terjadi dalam sistem matematika itu sendiri. Dengan
demikian matematisasi horizontal merupakan suatu proses yang diawali dari dunia
20
nyata menuju dunia simbol dan matematisasi vertikal merupakan suatu
perpindahan yang terjadi di dalam dunia simbol itu sendiri.
Selanjutnya Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika tersebut
ke dalam empat klasifikasi yaitu
a.
Mechanistic, atau “pendekatan tradisional“ yang didasarkan pada drill
practice dan pola atau pattern yang menganggap orang seperti mesin. Pada
pendekatan ini, baik matematisasi horizontal maupun vertikal tidak
digunakan.
b.
Empiristic. Pendekatan ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa dunia
adalah realitas, siswa dihadapkan pada situasi nyata bahwa mereka harus
menggunakan aktivitas horizontal matematisasi. Pendekatan ini secara
umum jarang digunakan dalam matematika.
c.
Structuralistic. Pendekatan ini dikenal sebagai matematika moderen,
didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikatagorikan ke dalam
RME matematisasi vertikal. Tetapi ditetapkan dari dunia yang dibuat secara
ad hoc, maksudnya didefinisikan sesuai dengan kebutuhan yang tidak ada
kesamaan dengan dunia siswa.
d.
Realistic. Pendekatan ini menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu
konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa
melakukan matematisasi horizontal. Maksudnya siswa mengorganisasikan
masalah dan mengidentifikasi
aspek masalah yang ada pada masalah
tersebut dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa tiba pada tahap
pembentukkan konsep.
21
2.7. Karaktersristik RME
Realistic Mathematic Education (RME) adalah teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan
oleh Freudenthal Institute di negeri Belanda sekitar 30 tahun yang lalu. Teori ini
telah diadopsi dan diadaptasi oleh banyak negara di dunia (Zulkardi,2001)
RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang
bertitik tolak dari hal-hal yang nyata (real) atau pernah dialami siswa,
menekankan
keterampilan
process
of
doing
mathematisc,
berdiskusi,
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri
(studend inventing sebagai kebalikan dari teacher telling)
dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah
baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator,
mederator
dan
evaluator
semantara
siswa
berfikir,
mengkomunikasikan
penalarannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Hal penting yang harus kita ketahui mengenai RME adalah filosofinya.
Menurut Freudenhal filosofi tersebut, Marhematisc must be conneted to reality
and mathematisc as human activity. Pertama matematika harus dekat dengan
siswa dan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari. Kedua matematika adalah
sebagai aktifitas manusia. Siswa harus diberi kesempatan untuk belajar semua
topik matematika yang didasarkan kepada lima karakteristik pembelajaran
matematika,
sebagaimana
yang
dikemukakan
oleh
Zulkardi,1999) yaitu sebagai berikut :
a.
Phenomenological exploration or to use contexts
de
Lange
(dalam
22
Mengunakan masalah kontektual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak
dalam pembelajaran matematika.
b.
The use of models or bridging by vertical instuments
Penggunaan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram atau simbol
yang di hasilkan pada saat pembelajaran digunakan untuk menemukan
konsep matematika secara vertikal.
c.
The use of students own produstions and constructions or students
contribution
Hasil yang didapat dan dikontruksi sendiri oleh siswa pada suatu
pembelajaran harus dapat dikontribusikan pada masalah lain.
d.
The interactive charater of the teaching process or interactive
Proses pembelajaran dengan pendekatan realistik dilaksanakan secara
interaktif yaitu adanya interaksi antara siswa dan guru, antara guru dan
siswa, antara siswa dan siswa
e.
The intertwining of various learning strands
Pembelajaran matematika realistik membutuhkan adanya keterkaitan dengan
unik atau topik lain di dalam matematika itu sendiri maupun di luar
matematika
2.8. Prinsip-prinsip RME
Dalam filosofi realistik siswa diberi tugas-tugas yang mendekati
kenyataan, yaitu yang dari dalam siswa dalam memperluas dunia kehidupan.
Kemajuan individu maupun kelompok dalam proses belajar mengajar seberapa
jauh dan seberapa cepat akan menentukan spektrum perbedaan dan hasil belajar
23
dan posisi individu tersebut. Freudenthal 1991 (dalam Tim MKPBM,2001)
menyatakan bahwa “ matematics is human activity “ kerena pembelajaran
matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia.
Menurut Freudenthal (dalam Zulkardi,2001) prinsip RME meliputi tiga
hal yaitu :
a.
Guided reinvention and didactical phenomenology
Belajar dengan perdekatan RME membimbing siswa dalam belajar untuk
menemukan sendiri strategi / cara penyelesaian masalah sesuai dengan
tingkat kognitifnya.Dalam hal ini pembelajaran mengambil permasalahan
(konteks) yang terdapat pada fenomena-fenomena nyata dan berhubungan
dengan konsep matematika.
b.
Progressive mathematization
Dari permasalan matematika yang ada kehidupan nyata maka selanjutnya
dilakukan perumusan ke dalam bahasa matematika dalam bentuk konsep
abstrak melalui pemodelan matematika. Masalah matematika ini dapat
diselesaikan secara informal tergantung kemampuan yang dimiliki siswa,
yang kemudian hasilnya diterjemahkan kembali ke dalam bahasa dunia
nyata semula.
c.
Self develop models
Model-model yang digunakan, dibuat oleh guru atau siswa yang dapat
membimbing siswa menyelesaikan permasalahan (konteks) yang nyata.
Model-model ini menjadi jembatan dari jawaban informal siswa bentuk
formal. Urutan model dalam matematika yang pertama adalah model
24
situasioal (yaitu benda nyata bagi siswa), kemudian meningkat menjadi
model-of (sudah berupa gambar-gambar atau pemodelan tanpa bendanya).
Kemudian bergeser menjadi model-for (berupa simbol-simbol matematika),
dan yang paling tinggi tingkatannya adalah model dalam formal matematika.
2.9. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik
di Kelas II SD
Pembelajaran matematika dengan menggunakan realistik di kelas II SD,
haruslah didesain berdasarkan filosofi dan prinsip-prinsip RME serta harus
mengacu pada karakteristik RME. Proses matematisasi yang terdapat pada
pendekatan realistik (horozontal dan vertikal) merupakan satu kesatuan yang
memiliki nilai sama pentingnya dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu,
di dalam mengawali suatu pembelajaran haruslah dipersiapkan terlebih dahulu
soal-soal kotekstual yang akan diberikan kepada siswa.
Dalam pembelajaran matematika di kelas, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif selama pembelajaran berlangsung. Menurut
Ruseffendi (1989) agar pembelajaran itu aktif, terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi diantaranya yaitu harus menarik bagi siswa, dapat diikuti siswa,
dan siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi (mengemukakan pendapat,
bertanya,mengomentari pendapat, dan lain-lain). Oleh karena itu, pembelajaran
dengan menggunakan realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
idenya dalam mencari strategi pemecahan masalah, berdiskusi dengan teman,
serta menggunakan soal-soal kontekstual yang menarik minat siswa. Disini guru
25
berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan kembali
matematika.
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru
adalah dengan belajar
kelompok (cooperative learning). Seperti yang dikemukakan dalam Ministry of
Education (1988) bahwa dengan menggunakan pembelajaran secara kerja
kelompok dalam menyelesaikan tugas matematika di sekolah dapat menyebabkan
siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas dan saling belajar satu
sama lainnya.
-
Setiap anggota kelompok memegang tanggung jawab yang sama untuk
memberikan kontribusinya demi tercapainya prestasi yang menjadi tujuan
kelompok.
-
Setiap siswa saling memperoleh manfaat dari bekerja bersama.
-
Setiap anggota kelompok saling berbagi pendapat untuk mandapatkan
strategi penyelesaian soal.
2.10. Desain Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Realistik
Menurut Zulkardi (2001) dalam mendesain suatu model pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
realistik,
model
tersebut
harus
mempresentasikan lima karakteristik RME, yaitu menggunakan masalah
kontekstual, menggunakan
model atau instrumen vertikal, menggunakan
kontribusi siswa, interaktivitas, dan terintregrasi dengan topik pembelajaran baik
pada tujuan, materi, metode, maupun evaluasi.
26
a.
Tujuan.
Tujuan haruslah mencakup tiga tahapan. Tujuan dalam realistic mathematics
education yaitu : lower level, middle level, and high level. Pada lower level
(level awal) lebih difokuskan pada ranah kognitif, sedangkan pada middle
level and high level lebih ditekankan pada ranah afektif dan psikomotorik
seperti ke mampuan berargumentasi, berkomunikasi dan pembentukan sikap
kritis siswa.
b.
Materi
Desain suatu open material atau materi terbuka yang disituasikan ke dalam
hal-hal yang nyata, berangkat dari konteks yang berarti seperti keterkaitan
antara unit atau topik lain yang real secara original, seperti pecahan dan
persentase dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi
atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran.
c.
Aktivitas
Aktifitas siswa diatur sehingga mereka dapat berinteraksi dengan
sesamanya, diskusi, negosiasi dan berkolaborasi. Pada situasi ini mereka
mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang
matematika. Disini guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing.
e.
Evaluasi
Materi evaluasi dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing
siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan berbagai ragam
strategi atau beragam jawaban atau free production.
27
2.11. Desain Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Realistik
Model Tindakan Kelas di Kelas II SD
Pembelajaran pengerjaan operasi perkalian diberikan di kelas II SD
semerter II. Adapun waktu yang diberikan adalah 6 kali pertemuan yang meliputi:
4 kali pertemuan untuk pengajaran materi dan 2 kali pertemuan untuk
melaksanakan tes pada akhir kompetensi dasar.
Tahapan pembelajaran yang akan dilakukan terdiri dari dua siklus. Setiap
siklus mengalami tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Setiap
akhir siklus dilakukan refleksi untuk memperbaiki pembelajaran dan cara
menyusun soal-soal yang diberikan supaya benar nyata dan relevan dengan
kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran yang dilakukan secara garis besarnya mengikuti
prosedur sebagai berikut: apersepsi, pengelompokan, diskusi kelompok. Di awal
pelajaran guru memberikan penjelasan dan pengenalan pelajaran matematika
realistik dan penyajian soal-soal yang bernuansa kontekstual sebagai titik tolak
pembalajaran. Soal kontektual seperti dikemukakan oleh Gravemeijer dan
Doorman (dalam Sundari,2004) dapat didefinisikan sebagai soal-soal yang
menghadirkan lingkungan yang real bagi siswa. Masalah kontektual yang
diungkapkan tidak selamanya berasal dari aktivitas sehari-hari, tetapi bisa juga
dari konteks masalah nyata dalam pikiran siswa. Kemudian siswa secara
berkelompok mengerjakan tugas-tugas matematika. Sementara guru berkeliling
melakukan pengamatan atas apa yang terjadi pada masing-masing kelompok.
28
Guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu
yang dapat mengarahkan siswa pada proses berfikir yang diinginkan.
Setelah itu dilakukan kegiatan diskusi kelas yang dipimpin guru. Pada
akhir proses diskusi siswa bersama guru menyimpulkan materi yang sesuai materi
yang dibahas. Kemudian guru mengevaluasi siswa dengan memberikan soal-soal
yang terkait dengan topik lainnya sesuai dengan materi yang dibahas.
2.12. Hubungan Pendekatan Realistik dengan Pemahaman Konsep
a.
Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata understanding (Sumarmo,1987). Pemahaman
merupakan dasar untuk mengerjakan suatu hukum atau konsep secara
bermakna. Pemahaman terdapat konsep dalam setiap pembelajaran perlu
diupayakan secara optimal sebagai salah satu kemampuan yang harus
dimiliki oleh siswa setelah mempelajari matematika.
Pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami
siswa
sehingga siswa mengerti apa yang dimaksudkan mampu menemukan cara
untuk
mengungkap
konsepsi
tersebut,
serta
dapat
mengeksplorasi
kemungkinan yang terkait ( dalam Sitohang 2005 ).
Pemahaman terhadap konsep dalam setiap pembelajaran diupayakan secara
optimal sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah
mempelajari matematika. Dalam pembelajaran matematika, setiap konsep
diharapkan dapat dipahami oleh siswa karena tanpa pemahaman konsep,
belajar matematika menjadi tidak bermakna.
29
Menurut NCTM ( National Council Of Teacher Of Mathematics) dalam
(Rahmat, 2004 ) kemampuan dan pemahaman terhadap konsep matematika
dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam :
1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
2. Mengidentifikasi, membuat contoh dan bukakn contoh
3. Menggunakan model, diagram dan symbol untuk mempresentasikan
suatu konsep
4. Mengubah suatu bentuk represertasi ke bentuk lain
5. Mengenal berbagai makna dan interprestasi konsep
6. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dengan mengenal syarat-syarat
yang menentukan suatu konsep
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep
Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
indikator
menurut NCTM yaitu kemampuan menyajikan konsep dalam
berbagai macam bentuk dan mengkaitkannya dengan materi yang sudah
dipelajari sebelumnya. Sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa
Sekolah Dasar Kelas II. Sebagai contoh ketika siswa mempelajari konsep
perkalian, siswa diharapkan dapat mengkaitkan dengan konsep yang sudah
dipelajari sebelumnya yaitu konsep penjumlahan, umumnya sesuai yang
sudah mamahami konsep tersebut tidak mempunyai kesulitan dalam
menghadapi konsep perkalian.
Ruseffendi
mengemukakan
ada
tiga
macam
pemahaman
yaitu
mengubah(traslation), pemberian arti (interprelation), dan pembuatan
30
ekstrapolasi
(extrapolation).
Dalam
matematika
proses
pengubahan
(translation) dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk mengubah soal
cerita ke dalam bentuk bahasa matematika yang berupa notasi / simbol, dan
sebaliknya atau secara umum mengubah suatu bentuk ke bentuk lainnya.
Umtuk proses pemberian arti (interpretation), dapat dilihat dari kemampuan
siswa dalam mengartikan suatu konsep. Misalnya dalam konsep turunan
siswa mampu memberikan interprestasi turunan secara geomertis ataupun
fisik. Proses ekstrapolasi (extrapolation) dapat dilihat dari kemampuan
siswa untuk memperkirakan suatu kecenderungan dan diagram membuat
perkiraan langkah-langkah penyelesaian terdapat suatu masalah ataupun
perhitungannya. Berbeda dengan dikemukakan oleh Polya dan
Skemp
(dalam Sumarmo:2002) mengemukakan pemahaman terdiri dari dua jenis
yaitu :
1).
Pemahaman Instrumental
Pemahaman ini siswa hanya hafal sesuatu secara terpisah atau dapat
menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin dan sederhana.
2).
Pemahaman Rasioanl
Pemakahan ini siswa dapar mengkaitkan sesuatu dengan hal-hal yang
lain secara bebas benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Pemahaman matematika yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan
pada pemahaman konsep perkaliann untuk menyelesaikan masalah pada
materi perkalian.
31
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Matematika SD
Yang dimaksud dengan matematika SD adalah matematika yang
diajarkan dan dikembangkan di sekolah dasar. Matematika sekolah dasar tersebut
terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih dan dirancang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa agar berkembang secara optimal, serta
memperhatikan pula perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang.
2.1.1. Fungsi Mata Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika berfungsi sebagai :
a.
Alat untuk mamahami dan menyampaikan suatu informasi.
b.
Pembentuk pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian.
c.
Ilmu atau pengetahuan (MKPMB,Tim,2001)
2.1.2. Tujuan Umum Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan umum pendidikan matematika di jenjang sekolah dasar ditekankan
pada siswa untuk memiliki kemampuan yang berkaitan dengan matematika
sebagai:
a.
Alat yang dapat digunakan dalam pemecahan matematika, masalah pelajaran
lain,ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
14
b.
Alat komunikasi, yaitu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
c.
Cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti
berfikir kritis, logis dan sistematis, serta bersifat objektif, jujur dan disiplin
dalam memandang dan memyelesaikan suatu masalah.
d.
Kemampuan-kemampuan diatas berguna untuk pendidikan lebih tinggi dan
berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia kerja.
(Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001)
2.2
Konsep Perkalian
Secara rinci definisi dari perkalian asli adalah ‘ jika a dan bilangan asli,
A dan B adalah himpunan yang terhingga sedemikian sehingga n (A) = a dan
n ( B) = b maka a x b = n (A x B) a x b dapat ditulis dengan cara lain a. atau
(a) (b) atau a (b) atau a (b)”.
Selanjutnya definisi perkalian kedua bilangan “ Jika a dan bilangan asli
maka a = b + b + b … + atau b adalah penjumlahan berulang yang
mempunyai a suku dan tiap-tiap suku adalah b “. Jadi sebuah bentuk kalimat
matematika perkalian seperti 2 x 3 = 6 dapat dinyatakan dengan 3 + 3 = 6
bukan 2 + 2 + 2 = 6 . Seperti dijelaskan oleh Copeland (1984) bahwa “ The
expression 3 x 2 is 6 is 3 sts of 2 “. Di dalam operasi perkalian bilangan asli
berlaku sifat-sifat tertentu, komutatif,asosiatif, dan identitas.
15
1.
Sifat tertutup. Untuk dua bilangan asli a dan b sembarang maka ada sebuah
bilangan asli yang merupakan hasil kali a dan b
2.
Sifat komutatif . Untuk semua bilangan asli a dan b berlaku a – b = b . a
3.
Sifat asosiatif. Untuk setiap bilangan a,b,c. berlaku (ab) c = a (bc)
4.
Elemen identitas. Bilangan 1 adalah elemen identitas perkalian sehingga
untuk setiap bilangan asli a berlaku 1 . a = a dan a . 1 = a
Perkalian adalah penjumlahan berulang .
2.3. Benda-benda manipulatif
Benda manipulatif merupakan alat peraga pembelajaran yang dapat
dimanipulasi atau diotak-atik dan dikelompokkan. Dengan menggunakan
benda manipulatif diharapkan murid akan lebih mudah untuk memahami
konsep matematika yang sedang dipelajarinya, serta dapat meningkatkan
keterampilan murid dalam berhitung. Di dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan benda manipulatif adalah benda-benda yang digunakan dalam
pembelajaran contoh daun, kelereng, dan stik.
2.4. Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan prilaku
yang telah
ditetapkan sebelumnya yang harus nampak pada diri siswa sebagai akibat dari
perbuatan belajar yang telah dilakukan. Tujuan pembelajaran tersebut yaitu tujuan
16
yang
bersifat
kognitif
(pengetahuan),
afektif
(sikap)
dan
psikomotor
(keterampilan)
Di dalam pembelajaran terdapat strategi yang merupakan salah satu
komponen di dalam sistem pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari
komponen
lain
di
dalam
sistem
tersebut
(MKDK,Tim,2002).
Strategi
pembelajaran adalah kiat atau siasat yang sengaja direncanakan oleh guru,
berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran
berjalan dengan lancar dan tujuan yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara
optimal. Jadi strategi pembelajaran itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktorfaktor yang mempengaruhi strategi pembelajaran itu ialah : (1) tujuan, (2) materi,
(3) siswa, (4) fasilitas, (5) waktu, dan (6) guru. Tujuan merupakan faktor yang
paling penting, sebab semua yang ada dalam situasi pembelajaran diarahkan dan
diupayakan untuk mencapai tujuan. Ilmu atau materi pembelajaran memiliki
karakteristik yang berbeda-beda yang membawa implikasi terhadap penggunaan
cara dan teknik di dalam proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran
terdapat siswa sebagai peserta didik yang merupakan subjek utama dalam
kegiatan belajar mengajar. Faktor fasilitas turut menentukan proses dan hasil
belajar. Faktor waktu juga akan mempengaruhi terhadap proses belajar mengajar
yang dilakukan. Sedangkan guru merupakan faktor penentu yang ada pada
akhirnya mempengaruhi terhadap pelaksanaan proses pembelajaran.
Ada beberapa prinsip pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru
agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik, yaitu diantaranya prinsip
17
perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung berpengalaman,
pengulangan, balikan dan penguatan, seta prinsif perbedaan individual.
Dalam melaksanakan suatu pembelajaran, seorang guru seharusnya
memilih dahulu pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga diperoleh hasil
yang optimal, berhasil guna dan tepat guna. Pendekatan pembelajaran
(matematika) adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran
agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Ada dua jenis
pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat
metodologi dan pendekatan yang bersifat materi. Pendekatan metodologi yaitu
berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam
struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut.
Sedangkan pendekatan materi yaitu pendekatan pembelajaran matematika di mana
di dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep lain yang telah dimiliki
siswa. Misalnya untuk menyajikan penjumlahan bilangan menggunakan
pendekatan garis bilangan atau himpunan.
Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang besifat umum.
Terdapat bermacam-macam metode mengajar yang bisa digunakan oleh guru,
yaitu diantaranya metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, latihan, penemuan,
dan pemberiaan tugas. Kemampuan metode mengajar seorang guru harus disertai
dengan kemampuan teknik-teknik mengajar bidang studinya.
Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam
kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran
18
matematika itu antara lain model pembelajaran klasikal, individual, diagnostik,
remidial, dan modul.
2.5. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik
Yang dimaksud dengan matematika dalam Kurikulum Pendididkan Dasar
dan Pendidikan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah yaitu
matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendididkan
Menengah (SMU dan SMK). Tim MKPMB: 2001 . Matematika di jenjang
pendidikan dasar dan menengah diberikan dengan tujuan :
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup mengahadapi perubahan keadaan
dalam kehidupan di dunia yang selalu berkembang melauli latihan tindakan
atas dadar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan polapikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan (Tim MKPBM :2001).
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru
dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi
dengan siswa. Salah satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan
dalam pembelajaran matematika adalah dengan menggunakan pendekatan
realistik. Realistic Mathematic Education (RME) yang berasal dari negeri Belanda
sangat menarik untuk disampaikan di Indonesia, khususnya di sekolah dasar.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ini
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa memahami
matematika. Dengan menggunakan pendekatan realistik, seperti yang dilaporkan
dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Turmudi (dalam MKPBM,Tim,
2001) bahwa pembelajaran matematika berdasarkan realistik telah mengubah
19
sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika, dan siswa pada umumnya
menyenangi matematika karena cara belajarnya berbeda dari biasanya,
pertanyaan-pertanyaan menantang, adanya
pertanyaan-pertanyan
tambahan
sehingga menambah wawasan dan lebih mudah mempelajarinya karena
persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan hasil
laporan beberapa penelitian matematika yang mengunakan pendekatan realistik,
telah
menghasilkan
adanya
perubahan
yang
positif
setelah
dilakukan
pembelajaran matematika dengan pendekatan ini. Diantaranya yaitu dengan
suasana belajar yang interaktif siswa dapat aktif dalam belajar matematika di
kelas, siswa dapat mengetahui bermacam-macam cara dalam menyelesaikan soal
dan siswa lebih termotivasi serta bersemangat dalam belajar matematika. Oleh
karena itu pendekatan realistik merupakan salah satu pendekatan yang cocok
untuk disampaikan pada siswa sekolah dasar.
2.6. Klasifikasi Pendidikan Matematika
Treffers (1991, dalam Zulkardi,2001) mengklasifikasikan pendidikan
matematika berdasarkam matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi
horizontal adalah proses matematika pada tahapan mengubah persoalan seharihari (situasi nyata) menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan ke
dalam simbol-simbol dan model matematika. Sedangkan matematisasi vertikal
adalah proses matematika pada penggunaan simbol matematika / proses
pengorganisasian yang terjadi dalam sistem matematika itu sendiri. Dengan
demikian matematisasi horizontal merupakan suatu proses yang diawali dari dunia
20
nyata menuju dunia simbol dan matematisasi vertikal merupakan suatu
perpindahan yang terjadi di dalam dunia simbol itu sendiri.
Selanjutnya Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika tersebut
ke dalam empat klasifikasi yaitu
a.
Mechanistic, atau “pendekatan tradisional“ yang didasarkan pada drill
practice dan pola atau pattern yang menganggap orang seperti mesin. Pada
pendekatan ini, baik matematisasi horizontal maupun vertikal tidak
digunakan.
b.
Empiristic. Pendekatan ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa dunia
adalah realitas, siswa dihadapkan pada situasi nyata bahwa mereka harus
menggunakan aktivitas horizontal matematisasi. Pendekatan ini secara
umum jarang digunakan dalam matematika.
c.
Structuralistic. Pendekatan ini dikenal sebagai matematika moderen,
didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikatagorikan ke dalam
RME matematisasi vertikal. Tetapi ditetapkan dari dunia yang dibuat secara
ad hoc, maksudnya didefinisikan sesuai dengan kebutuhan yang tidak ada
kesamaan dengan dunia siswa.
d.
Realistic. Pendekatan ini menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu
konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa
melakukan matematisasi horizontal. Maksudnya siswa mengorganisasikan
masalah dan mengidentifikasi
aspek masalah yang ada pada masalah
tersebut dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa tiba pada tahap
pembentukkan konsep.
21
2.7. Karaktersristik RME
Realistic Mathematic Education (RME) adalah teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan
oleh Freudenthal Institute di negeri Belanda sekitar 30 tahun yang lalu. Teori ini
telah diadopsi dan diadaptasi oleh banyak negara di dunia (Zulkardi,2001)
RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang
bertitik tolak dari hal-hal yang nyata (real) atau pernah dialami siswa,
menekankan
keterampilan
process
of
doing
mathematisc,
berdiskusi,
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri
(studend inventing sebagai kebalikan dari teacher telling)
dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah
baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator,
mederator
dan
evaluator
semantara
siswa
berfikir,
mengkomunikasikan
penalarannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Hal penting yang harus kita ketahui mengenai RME adalah filosofinya.
Menurut Freudenhal filosofi tersebut, Marhematisc must be conneted to reality
and mathematisc as human activity. Pertama matematika harus dekat dengan
siswa dan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari. Kedua matematika adalah
sebagai aktifitas manusia. Siswa harus diberi kesempatan untuk belajar semua
topik matematika yang didasarkan kepada lima karakteristik pembelajaran
matematika,
sebagaimana
yang
dikemukakan
oleh
Zulkardi,1999) yaitu sebagai berikut :
a.
Phenomenological exploration or to use contexts
de
Lange
(dalam
22
Mengunakan masalah kontektual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak
dalam pembelajaran matematika.
b.
The use of models or bridging by vertical instuments
Penggunaan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram atau simbol
yang di hasilkan pada saat pembelajaran digunakan untuk menemukan
konsep matematika secara vertikal.
c.
The use of students own produstions and constructions or students
contribution
Hasil yang didapat dan dikontruksi sendiri oleh siswa pada suatu
pembelajaran harus dapat dikontribusikan pada masalah lain.
d.
The interactive charater of the teaching process or interactive
Proses pembelajaran dengan pendekatan realistik dilaksanakan secara
interaktif yaitu adanya interaksi antara siswa dan guru, antara guru dan
siswa, antara siswa dan siswa
e.
The intertwining of various learning strands
Pembelajaran matematika realistik membutuhkan adanya keterkaitan dengan
unik atau topik lain di dalam matematika itu sendiri maupun di luar
matematika
2.8. Prinsip-prinsip RME
Dalam filosofi realistik siswa diberi tugas-tugas yang mendekati
kenyataan, yaitu yang dari dalam siswa dalam memperluas dunia kehidupan.
Kemajuan individu maupun kelompok dalam proses belajar mengajar seberapa
jauh dan seberapa cepat akan menentukan spektrum perbedaan dan hasil belajar
23
dan posisi individu tersebut. Freudenthal 1991 (dalam Tim MKPBM,2001)
menyatakan bahwa “ matematics is human activity “ kerena pembelajaran
matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia.
Menurut Freudenthal (dalam Zulkardi,2001) prinsip RME meliputi tiga
hal yaitu :
a.
Guided reinvention and didactical phenomenology
Belajar dengan perdekatan RME membimbing siswa dalam belajar untuk
menemukan sendiri strategi / cara penyelesaian masalah sesuai dengan
tingkat kognitifnya.Dalam hal ini pembelajaran mengambil permasalahan
(konteks) yang terdapat pada fenomena-fenomena nyata dan berhubungan
dengan konsep matematika.
b.
Progressive mathematization
Dari permasalan matematika yang ada kehidupan nyata maka selanjutnya
dilakukan perumusan ke dalam bahasa matematika dalam bentuk konsep
abstrak melalui pemodelan matematika. Masalah matematika ini dapat
diselesaikan secara informal tergantung kemampuan yang dimiliki siswa,
yang kemudian hasilnya diterjemahkan kembali ke dalam bahasa dunia
nyata semula.
c.
Self develop models
Model-model yang digunakan, dibuat oleh guru atau siswa yang dapat
membimbing siswa menyelesaikan permasalahan (konteks) yang nyata.
Model-model ini menjadi jembatan dari jawaban informal siswa bentuk
formal. Urutan model dalam matematika yang pertama adalah model
24
situasioal (yaitu benda nyata bagi siswa), kemudian meningkat menjadi
model-of (sudah berupa gambar-gambar atau pemodelan tanpa bendanya).
Kemudian bergeser menjadi model-for (berupa simbol-simbol matematika),
dan yang paling tinggi tingkatannya adalah model dalam formal matematika.
2.9. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik
di Kelas II SD
Pembelajaran matematika dengan menggunakan realistik di kelas II SD,
haruslah didesain berdasarkan filosofi dan prinsip-prinsip RME serta harus
mengacu pada karakteristik RME. Proses matematisasi yang terdapat pada
pendekatan realistik (horozontal dan vertikal) merupakan satu kesatuan yang
memiliki nilai sama pentingnya dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu,
di dalam mengawali suatu pembelajaran haruslah dipersiapkan terlebih dahulu
soal-soal kotekstual yang akan diberikan kepada siswa.
Dalam pembelajaran matematika di kelas, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif selama pembelajaran berlangsung. Menurut
Ruseffendi (1989) agar pembelajaran itu aktif, terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi diantaranya yaitu harus menarik bagi siswa, dapat diikuti siswa,
dan siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi (mengemukakan pendapat,
bertanya,mengomentari pendapat, dan lain-lain). Oleh karena itu, pembelajaran
dengan menggunakan realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
idenya dalam mencari strategi pemecahan masalah, berdiskusi dengan teman,
serta menggunakan soal-soal kontekstual yang menarik minat siswa. Disini guru
25
berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan kembali
matematika.
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru
adalah dengan belajar
kelompok (cooperative learning). Seperti yang dikemukakan dalam Ministry of
Education (1988) bahwa dengan menggunakan pembelajaran secara kerja
kelompok dalam menyelesaikan tugas matematika di sekolah dapat menyebabkan
siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas dan saling belajar satu
sama lainnya.
-
Setiap anggota kelompok memegang tanggung jawab yang sama untuk
memberikan kontribusinya demi tercapainya prestasi yang menjadi tujuan
kelompok.
-
Setiap siswa saling memperoleh manfaat dari bekerja bersama.
-
Setiap anggota kelompok saling berbagi pendapat untuk mandapatkan
strategi penyelesaian soal.
2.10. Desain Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Realistik
Menurut Zulkardi (2001) dalam mendesain suatu model pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
realistik,
model
tersebut
harus
mempresentasikan lima karakteristik RME, yaitu menggunakan masalah
kontekstual, menggunakan
model atau instrumen vertikal, menggunakan
kontribusi siswa, interaktivitas, dan terintregrasi dengan topik pembelajaran baik
pada tujuan, materi, metode, maupun evaluasi.
26
a.
Tujuan.
Tujuan haruslah mencakup tiga tahapan. Tujuan dalam realistic mathematics
education yaitu : lower level, middle level, and high level. Pada lower level
(level awal) lebih difokuskan pada ranah kognitif, sedangkan pada middle
level and high level lebih ditekankan pada ranah afektif dan psikomotorik
seperti ke mampuan berargumentasi, berkomunikasi dan pembentukan sikap
kritis siswa.
b.
Materi
Desain suatu open material atau materi terbuka yang disituasikan ke dalam
hal-hal yang nyata, berangkat dari konteks yang berarti seperti keterkaitan
antara unit atau topik lain yang real secara original, seperti pecahan dan
persentase dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi
atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran.
c.
Aktivitas
Aktifitas siswa diatur sehingga mereka dapat berinteraksi dengan
sesamanya, diskusi, negosiasi dan berkolaborasi. Pada situasi ini mereka
mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang
matematika. Disini guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing.
e.
Evaluasi
Materi evaluasi dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing
siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan berbagai ragam
strategi atau beragam jawaban atau free production.
27
2.11. Desain Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Realistik
Model Tindakan Kelas di Kelas II SD
Pembelajaran pengerjaan operasi perkalian diberikan di kelas II SD
semerter II. Adapun waktu yang diberikan adalah 6 kali pertemuan yang meliputi:
4 kali pertemuan untuk pengajaran materi dan 2 kali pertemuan untuk
melaksanakan tes pada akhir kompetensi dasar.
Tahapan pembelajaran yang akan dilakukan terdiri dari dua siklus. Setiap
siklus mengalami tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Setiap
akhir siklus dilakukan refleksi untuk memperbaiki pembelajaran dan cara
menyusun soal-soal yang diberikan supaya benar nyata dan relevan dengan
kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran yang dilakukan secara garis besarnya mengikuti
prosedur sebagai berikut: apersepsi, pengelompokan, diskusi kelompok. Di awal
pelajaran guru memberikan penjelasan dan pengenalan pelajaran matematika
realistik dan penyajian soal-soal yang bernuansa kontekstual sebagai titik tolak
pembalajaran. Soal kontektual seperti dikemukakan oleh Gravemeijer dan
Doorman (dalam Sundari,2004) dapat didefinisikan sebagai soal-soal yang
menghadirkan lingkungan yang real bagi siswa. Masalah kontektual yang
diungkapkan tidak selamanya berasal dari aktivitas sehari-hari, tetapi bisa juga
dari konteks masalah nyata dalam pikiran siswa. Kemudian siswa secara
berkelompok mengerjakan tugas-tugas matematika. Sementara guru berkeliling
melakukan pengamatan atas apa yang terjadi pada masing-masing kelompok.
28
Guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu
yang dapat mengarahkan siswa pada proses berfikir yang diinginkan.
Setelah itu dilakukan kegiatan diskusi kelas yang dipimpin guru. Pada
akhir proses diskusi siswa bersama guru menyimpulkan materi yang sesuai materi
yang dibahas. Kemudian guru mengevaluasi siswa dengan memberikan soal-soal
yang terkait dengan topik lainnya sesuai dengan materi yang dibahas.
2.12. Hubungan Pendekatan Realistik dengan Pemahaman Konsep
a.
Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata understanding (Sumarmo,1987). Pemahaman
merupakan dasar untuk mengerjakan suatu hukum atau konsep secara
bermakna. Pemahaman terdapat konsep dalam setiap pembelajaran perlu
diupayakan secara optimal sebagai salah satu kemampuan yang harus
dimiliki oleh siswa setelah mempelajari matematika.
Pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami
siswa
sehingga siswa mengerti apa yang dimaksudkan mampu menemukan cara
untuk
mengungkap
konsepsi
tersebut,
serta
dapat
mengeksplorasi
kemungkinan yang terkait ( dalam Sitohang 2005 ).
Pemahaman terhadap konsep dalam setiap pembelajaran diupayakan secara
optimal sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah
mempelajari matematika. Dalam pembelajaran matematika, setiap konsep
diharapkan dapat dipahami oleh siswa karena tanpa pemahaman konsep,
belajar matematika menjadi tidak bermakna.
29
Menurut NCTM ( National Council Of Teacher Of Mathematics) dalam
(Rahmat, 2004 ) kemampuan dan pemahaman terhadap konsep matematika
dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam :
1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
2. Mengidentifikasi, membuat contoh dan bukakn contoh
3. Menggunakan model, diagram dan symbol untuk mempresentasikan
suatu konsep
4. Mengubah suatu bentuk represertasi ke bentuk lain
5. Mengenal berbagai makna dan interprestasi konsep
6. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dengan mengenal syarat-syarat
yang menentukan suatu konsep
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep
Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
indikator
menurut NCTM yaitu kemampuan menyajikan konsep dalam
berbagai macam bentuk dan mengkaitkannya dengan materi yang sudah
dipelajari sebelumnya. Sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa
Sekolah Dasar Kelas II. Sebagai contoh ketika siswa mempelajari konsep
perkalian, siswa diharapkan dapat mengkaitkan dengan konsep yang sudah
dipelajari sebelumnya yaitu konsep penjumlahan, umumnya sesuai yang
sudah mamahami konsep tersebut tidak mempunyai kesulitan dalam
menghadapi konsep perkalian.
Ruseffendi
mengemukakan
ada
tiga
macam
pemahaman
yaitu
mengubah(traslation), pemberian arti (interprelation), dan pembuatan
30
ekstrapolasi
(extrapolation).
Dalam
matematika
proses
pengubahan
(translation) dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk mengubah soal
cerita ke dalam bentuk bahasa matematika yang berupa notasi / simbol, dan
sebaliknya atau secara umum mengubah suatu bentuk ke bentuk lainnya.
Umtuk proses pemberian arti (interpretation), dapat dilihat dari kemampuan
siswa dalam mengartikan suatu konsep. Misalnya dalam konsep turunan
siswa mampu memberikan interprestasi turunan secara geomertis ataupun
fisik. Proses ekstrapolasi (extrapolation) dapat dilihat dari kemampuan
siswa untuk memperkirakan suatu kecenderungan dan diagram membuat
perkiraan langkah-langkah penyelesaian terdapat suatu masalah ataupun
perhitungannya. Berbeda dengan dikemukakan oleh Polya dan
Skemp
(dalam Sumarmo:2002) mengemukakan pemahaman terdiri dari dua jenis
yaitu :
1).
Pemahaman Instrumental
Pemahaman ini siswa hanya hafal sesuatu secara terpisah atau dapat
menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin dan sederhana.
2).
Pemahaman Rasioanl
Pemakahan ini siswa dapar mengkaitkan sesuatu dengan hal-hal yang
lain secara bebas benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Pemahaman matematika yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan
pada pemahaman konsep perkaliann untuk menyelesaikan masalah pada
materi perkalian.
31