Kemampuan penalaran kovariasional siswa dalam mengkonstruk grafik fungsi dibedakan dari gaya belajar 4mat system.

(1)

KEMAMPUAN PENALARAN KOVARIASIONAL SISWA

DALAM MENGKONSTRUK GRAFIK FUNGSI

DIBEDAKAN DARI GAYA BELAJAR 4MAT SYSTEM

SKRIPSI

Oleh : SITI ANIS FITRIA

NIM. D74213090

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

NIM

Jurusan/Prodi Fakultas Judul Skripsi

SitiAnis

Fitria

D74213090

PMIPA/ Pendidikan Matematika

Tarbiyah dan Keguruan

KEMAMPUAN PENALARAN KOVARIASIONAL

SISWA

DALAM

MENGKONSTRTIK

GRAFIK FLNGSI

DIBEDAKAN

DARI

GAYA

BELAJAR {MAT SYSTEM

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa

skripsi yang saya

tulis

ini

benar-benar

merupakan

hasil

karya saya sendiri dan

di

dalamnya

tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis

dengan

jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar rujukan.

Apabila

dikemudian

hari terbukti atau dapat

dibuktikan

bahwa

skripsi

ini

hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun

Surabaya,3l Juli 2017

Yang membuat pernyataan

SITI

ANIS FITRIA


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBINC SKRIPSI

Skripsi oleh :

Nama

:

SITT ANi$ ITTRIA

MM

:

D74213090

Judul

:

KEMAMPUAN FENALARAN KOVAR.IASIONAL SISWA DATAM A/IENGKONSTRIIK GRAFIK FLNGSI DIBEDAKAN

DARI GAYA BE]-AJAR 4,{,r'Ir S}5rEN,J

ini telah diperiksa dan disetujui untrrk <lir{ikan.

l)er.nbirnbilg 1,

Suraba1a,31 JuLi 2017 Pembimbing 2,

dL

\J.-11

Lisa/

Jeda. s.sl.


(4)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

Skiipsi oleh SITI ANIS FITRIA ini telah dipertahankan di depan Tira penguji Skripsi

r\-lP. I 9730d10510{)701 20J8 Surahay,a. 31 Juli ?01?

nr. rirs*fi. u. pa.

]tudXrfiraait, br3,r.

Ahm{{ LubrrH, M.Si. NXF. 1981i t 182b09121fi)J

d;iit Koguruan Ampel Slraba-va


(5)

KEMENTERIAN

AGAMA

T'NIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

ST]NAN

AMPEL ST]RABAYA

PERPUSTAKAAII

Jl. Jend. A. Yaili 117 Surabaya 60237 Telp.03l-8431972E*..t31-8413300 E-Mail : [email protected]

I,E,MBAR PERNIYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

I(A.RYA

ILML{H

UNTUK KEPENTINGAN

A]'{DEMIS

Sebagai sivitas akademika

UIN

Sunan Ampel Surabaya, yang bertand^ tangan di bawah ini, saya:

Nama

NIN{

: SITI

ANIS

FITRL.\

:

D74213090

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan Matemadk" PN{:f) E-maii

address ,

'i;;;;;.fi,;;@s,#.;;;

Demi

pengembangan

ilmu

pengetahuan, menvetujui

untuk memberikan kepada

Perpustakaan

UIN

Sunan Ampel Surabaya,

Hak

Bebas Royalu

Non-Eksklusif

atas kar,,a ilmiah :

[l Skripsi

fl Tesis

l--.l

Desertasi t]

Lain-larn

(

..

)

yang berjudul :

kernampuan penalaran kovariasional

siswa

dalam

mengkonstruk

grafik

fungsi

drbedakan dai, gaya belaiar

1lL4T

S_ysten

beserta perangkat yang diperlukan

(bila ada).

Dengan

Hak

Bebas Royalti Non-Ekslusif

ini

Perpustakaan

UIN

Sunan Ampel Surabava berhak menvimpan, mengalih-media/format-kan,

mengelolanya

dalam

bentuk

pangkalan

data

(database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Intemet atau media lain secara fulltextuntuk kepentingan akademis tanpa pedu meminta

ijin

dari saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia

untuk

menanggung secara pnbadi, tanpa melibatkan

pihak Perpustakaan

UIN

Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tunrutan hukum yang tirnbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya im.

Demikian pefftyataan ini vang sa)ra buat dengan sebenamya.

Surabaya, 6 Agustus 2017 Penulis

i


(6)

KEMAMPUAN PENALARAN KOVARIASIONAL SISWA

DALAM MENGKONSTRUK GRAFIK FUNGSI

DIBEDAKAN DARI GAYA BELAJAR 4MAT SYSTEM

Oleh :

SITI ANIS FITRIA

ABSTRAK

Ada lima level dalam penalaran kovariasional yaitu level 1 (koordinasi), dengan indikator hubungan antar variabel. Level 2 (arah), dengan indikator arah perubahan variabel. Level 3 (koordinasi kuantitatif), dengan indikator besarnya perubahan variabel. Level 4 (laju rata-rata), dengan indikator perbandingan besarnya perubahan. Level 4 (laju sesaat), dengan indikator perbandingan besarnya perubahan ketika interval yang semakin mengecil. Rendahnya level penalaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya gaya belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran kovariasional siswa dalam mengkonstruk grafik fungsi dibedakan dari gaya belajar 4MAT System.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 4 siswa kelas XI-IPA di MAN Babat Lamongan yang bergaya belajar 4MAT System yang dipilih berdasarkan tes gaya belajar 4MAT System. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan wawancara. Hasil tes tertulis siswa dianalisis berdasarkan kerangkan kerja Carlson dkk dan diperkuat dengan hasil wawancara siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kemampuan penalaran kovariasional siswa bergaya belajar innovative learner dalam mengkonstruk grafik fungsi sampai pada level 2 yaitu level arah. 2) kemampuan kovariasional siswa dengan gaya belajar analytic learner

dalam mengkonstruk grafik fungsi sampai pada level 3 yaitu koordinasi kuantitatif. 3) kemampuan penalaran kovariasional siswa dengan gaya belajar common sense learner dalam mengkonstruk grafik fungsi sampai pada level 2 yaitu level arah. 4) kemampuan penalaran kovariasional siswa dengan gaya belajar dynamic learner dalam mengkonstruk grafik fungsi sampai pada level 2 yaitu level arah.

Kata Kunci: Kemampuan Penalaran Kovariasional, Grafik Fungsi, Gaya


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah ………...…. 6

C. Tujuan Penelitian ………. 6

D. Manfaat Penelitian……… 7

E. Definisi Operasional………..… 7

F. Batasan Masalah……… 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 9

A. Penalaran Kovariasional……….…. 9

B. Mengkonstruk Grafik Fungsi………. 19

C. Penalaran Kovariaional dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi……….. 21

D. Gaya Belajar………... 25

E. Gaya Belajar 4MAT System………... 28

F. Hubungan Antara Penalaran Kovariasi dan Gaya Belajar 4MAT System………....……….….33

BAB III METODE PENELITIAN ……… 37

A. Jenis Penelitian……….… 37

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 37

C. Subjek Penelitian………..…… 38

D. Teknik Pengumpulan Data………...… 39

E. Instrumen Penelitian……… 39


(8)

G. Teknik Analisis Data………...… 41

H. Prosedur Penelitian………43

BAB IV HASIL PENELITIAN ……… 45

A. Deskripsi Data……….……… 45

B. Analisis Data Penelitian………48

BAB V PEMBAHASAN ……….. 67

A. Pembahasan………..…… 67

B. Diskusi Hasil Penelitian………...…… 75

BAB VI PENUTUP ………77

A. Kesimpulan ………...……… 77

B. Saran………...…… 77

DAFTAR PUSTAKA……… 79


(9)

DAFTAR TABEL

2.1 Aksi Mental Kerangka Kerja Kovariasi ………...14

2.2 Level Penalaran Kovariasional……….…17

2.3 Penalaran Kovariasional Dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi Masalah Botol ………... 23

2.4 Persamaan Karakteristik Masalah Penalaran Kovariasi Dan Gaya Belajar………... 35

3.1 Jadwal Penelitian………37

3.2 Daftar Validator Tes Lembar Tugas Kovariasi Dan Pedoman Wawancara………. 40

5.1 Level Penalaran Kovariasional Subjek S1 ………. 68

5.2 Level Penalaran Kovariasional Subjek S2……….. 70

5.3 Level Penalaran Kovariasional Subjek S3 ………. 72


(10)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Contoh Kovariasi Confrey: Perubahan Nilai Pada Satu Variabel Dikoordinasikan Dengan Perubahan Pada Variabel Lain

………. 12

2.2 Grafik Fungsi Laju Perubahan ……….………….. 21

2.3 Masalah Botol.………...………..……….. 22

2.4 Siklus Pembelajaran.………...………. 30

2.5 Kuadran Gaya Belajar 4MAT System………..………31

3.1 Alur Penentuan Subjek Peneleitian…………...………. 38

4.1 Jawaban Tertulis Subjek S1………..…………. 46

4.2 Jawaban Tertulis Subjek S2 ………..………. 50

4.3 Jawaban Tertulis Subjek S3………... 56


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1. Soal Lembar Tugas Kovariasi ... 85

2. Alternatif Penyelesaian Lembar Tugas Kovariasi ... 86

3. Lembar Validasi Soal Kovariasi ... 88

4. Pedoman Wawancara... 92

5. Lembar Validasi Pedoman Wawancara……….. 94

6. Angket Gaya belajar... 98

Lampiran B (Hasil Penelitian) 1. Jawaban Tertulis Subjek S1…...102

2. Jawaban Tertulis Subjek S2………. 103

3. Jawaban Tertulis Subjek S3……….… 104

4. Jawaban Tertulis Subjek S4……….. 105

5. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S1……….… 106

6. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S2……….… 107

7. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S3……….…… 109

8. Hasil Wawancara Terhadap Subjek S4………. 111

Lampiran C (Surat dan lain-lain) 1. Surat Tugas Dosen Pembimbing ………112

2. Surat Izin Penelitian... 113

3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 114


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep fungsi dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang. Beberapa pandangan tersebut dipengaruhi oleh pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran fungsi1. Thompson & Carlson memaparkan empat era perkembangan konsepsi matematikawan terhadap fungsi yaitu era proporsi, persamaan, dan fungsi (pada era fungsi mencakup dua era) 2. Cakupan dari era fungsi yaitu era ketiga dan era keempat. Era ketiga pada era fungsi ditandai dengan representasi eksplisit dari hubungan antar nilai-nilai dari dua kuantitas sehingga nilai dari satu kuantitas ditentukan oleh nilai kuantitas yang lain. Nilai-nilai variabel bervariasi secara kontinu dan hubungannya didefinisikan dengan rumus atau grafik. Pada era ketiga inilah munculnya notasi fungsi. Era keempat pada era fungsi ditandai oleh nilai-nilai dari satu variabel ditentukan secara tunggal oleh nilai variabel lain dengan aturan yang tepat dari korespendensi antara x dan y yang dapat dinyatakan secara jelas. Definisi matematis tentang fungsi diprakarsai oleh Dirichlet dan berlanjut hingga saat ini, tetapi dinyatakan dalam istilah produk kartesian dan pasangan terurut3.

Perkembangan konsep fungsi tersebut memunculkan dua pendekatan dalam membelajarkan fungsi, yaitu pendekatan korespondensi dan kovariasi4. Pendekatan korespondensi melihat definisi fungsi sebagai relasi antara dua himpunan, yaitu domain dan

1 Ulumul Umah, “Mengembangkan Penalaran Siswa Dalam Pembelajaran Konsep

Fungsi”.

https://www.researchgate.net/publication/307606036_mengembangkan_penalaran_sisw a_dalam_pembelajaran konsep_fungsi Diakses pada 12 maret 2017, h. 796

2 Patrick W. Thompson & Marilyn P. Carlson, “Variation, covariation, and functions: Foundational ways of thinking mathematically”, Compendium for research in mathematics education, Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics,

2017, h. 422. Diakses dari

http://pat-thompson.net/PDFversions/2016ThompsonCarlsonCovariation.pdf. Pada 21 maret 2017.

3 Ibid., h. 422

4 Patrick W. Thompson, “Students, Functions, And The Undergraduate Curriculum, Research in Collegiate Mathematics Education, 1 (Issues in Mathematics Education

Vol. 4,1994, h. 27. Diakses dari http://www.pat


(13)

2

kodomain, sehingga untuk setiap x anggota domain, terdapat tepat satu y

anggota kodomain. Confrey & Smith berpendapat bahwa korespondensi didasarkan pada definisi fungsi yang abstrak dan agak sempit dan lebih banyak menekankan pada aturan eksplisit (biasanya aljabar) 5. Penekanan pada pendekatan korespondensi dapat menyebabkan siswa lebih berfokus pada aturan dan rumus untuk mendeskripsikan bagaimana memperoleh nilai output dari nilai input yang diketahui karena siswa lebih banyak diberi sajian notasi, manipulasi, dan rumus fungsi. Saat ini pembelajaran pada materi fungsi didominasi oleh pendekatan korespondensi, tetapi pendekatan tersebut mendapat banyak kritik dalam landasan pedagogis. Thompson menyatakan bahwa definisi teoritis pada fungsi ini bermakna hanya bagi orang yang menyadari masalah yang diselesaikan tetapi tidak bermakna bagi siswa yang menerima fungsi sebagai suatu ide baru6.

Pendekatan kovariasi lebih merujuk pada kemampuan untuk membentuk gambaran dua kuantitas yang bervariasi dan mengoordinasi perubahannya dalam relasi satu sama lain. Pendekatan kovariasi lebih

menekankan ekspresi “hubungan” antara dua kuantitas terstruktur yang

dapat dinyatakan secara aljabar, secara visual dalam grafik, atau dalam situasi dunia nyata7. Pendekatan kovariasi tidak hanya terbatas pada aturan prosedural, tetapi juga memberikan pengalaman tentang penalaran.

Penalaran tentang kovariasi yang diistilahkan sebagai

“penalaran kovariasional” didefinisikan sebagai aktivitas kognitif yang

melibatkan pengkoordinasian dua macam kuantitas yang berkaitan dengan cara-cara dua kuantitas tersebut berubah dari satu kuantitas terhadap kuantitas yang lain8. Pengkoordinasian dua kuantitas ini sangat terkait dengan konsep fungsi, yaitu salah satu kuantitas dapat dipandang

5 Jere Confrey and Erick Smith. "Splitting, covariation, and their role in the development

of exponential functions." Journal for research in mathematics education (1995): h. 78-79. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/749228. pada 21 maret 2017

6Patrick W. Thompson, Op.Cit., h. 27

7Patrick W. Thompson & Marilyn P. Carlson, “Variation, covariation, and functions:

Foundational ways of thinking mathematically”, Compendium for research in mathematics education, Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics,

2017, h. 424. Diakses dari

http://pat-thompson.net/PDFversions/2016ThompsonCarlsonCovariation.pdf. Pada 21 maret 2017

8 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002, h. 356


(14)

3

sebagai input (variabel bebas) dan kuantitas yang lain dipandang sebagai output (variabel terikat) 9. Penalaran kovariasional memiliki lima level kemampuan dan lima aksi mental yang mencirikan level-level tersebut, yang disajikan pada suatu kerangka kerja kovariasi10.

Penalaran kovariasional telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti, diantaranya penelitian pada tingkat perguruan tinggi yang dilakukan oleh Carlson, dkk diperoleh temuan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menginterpretasikan grafik fungsi masih sangat kurang11. Agus Jaenudin juga melakukan penelitian pada tingkat perguruan tinggi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mahasiswa kesulitan mengkonstruksi grafik yang diberikan sifat-sifat analitisnya, dikarenakan pembelajaran fungsi dalam mengonstruksi grafiknya lebih menekankan pada fungsi yang telah diketahui persamaannya atau rumus fungsinya12. Oleh karena itu kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kemampuan penalaran kovariasional mahasiswa masih rendah. Selanjutnya penelitian pada tingkat sekolah menengah yang dilakukan oleh Ulumul Umah, dkk diperoleh hasil bahwa saat menyelesaikan masalah kovariasi, siswa mengalami hambatan dalam memahami masalah kovariasi dan menerjemahkan situasi nyata ke dalam representasi matematis13. Karena dalam pembelajaran fungsi siswa sekolah menengah pertama tidak dibiasakan memahami masalah kovariasi sehingga ketika diberikan masalah kovariasi siswa sulit untuk merepresentasikannya.

Penelitian penalaran kovariasional pada tingkat sekolah menengah atas masih jarang ditemui. Thompson meneliti kemampuan pemahaman konsep fungsi pada siswa yang akan memasuki perguruan tinggi, hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang memasuki perguruan tinggi hanya mempunyai sedikit konsep fungsi dan siswa kesulitan dalam membayangkan dan mengkoordinasikan perubahan dua

9 Subanji, Berpikir pseudo penalaran kovariasi dalam mengkonstruki grafik fungsi kejadian dinamik, jurnal ilmu pendidikan, 13:1, (februari, 2006), h. 7.

10 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu., Op. Cit., h. 357 11 Ibid, h. 372-373

12 Agus Jaenudin, Analisis penalaran kovariasional mahasiswa dalam mengkonstruk grafik

fungsi kejadian dinamik, diakses pada 11 maret 2017 http://www.widyasari-press.com/index.php?option=com_content&view=article&id=959%3A

13Ulumul Ummah dkk. Penalaran Kovariasional Siswa Kelas VIIIB MTS Negeri 1 Kediri

Dalam Mengonstruk Grafik Fungsi.


(15)

4

variabel14. Dalam penelitian tersebut, Thompson hanya meneliti tentang kemampuan pemahaman konsep fungsi siswa dan tidak meneliti kemampuan penalaran kovariasi siswa. Oleh karena itu penelitian penalaran kovariasional siswa tingkat sekolah menengah atas perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat penalaran kovariasional siswa.

Meskipun penalaran kovariasi merupakan aspek penting tetapi masih banyak siswa lemah dalam hal penalaran tersebut, misalnya dari beberapa penelitian kemampuan penalaran kovariasi siswa dalam mengkonstruk grafik fungsi masih lemah. Kurangnya kemampuan penalaran siswa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaya belajar, kecemasan matematika instruksi, kurangnya rasa percaya diri, kepercayaan guru, lingkungan, kurangnya perhatian orang tua, serta jenis kelamin. Salah satu karakteristik belajar yang berkaitan dengan menyerap, mengolah, dan menyampaikan informasi tersebut adalah gaya belajar15.

Gaya belajar merupakan cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Gaya belajar masing-masing siswa tentunya berbeda satu sama lain. Oleh karena gaya belajar siswa yang berbeda, maka penting bagi guru untuk menganalisis gaya belajar siswanya sehingga diperoleh informasi yang dapat membantu guru untuk lebih peka dalam memahami perbedaan didalam kelas dan dapat melaksanakan pembelajaran yang bermakna. Gaya belajar yang dikembangkan oleh Bernice McCarthy diciptakan untuk memfasilitasi guru dalam menyesuaikan strategi pembelajaran yang cocok untuk siswa meningkatkan kebutuhan dalam belajar. Dengan mengidentifikasi tipe gaya belajar siswa, guru bisa mengerti kebutuhan siswa dalam pembelajaran.

Bernice McCarthy mendefinisikan gaya belajar sebagai pilihan individu dalam menggunakan kompetensi mereka untuk memahami dan memproses informasi. Deskripsi gaya belajar Bernice McCarthy dikenal dengan 4MAT System. Model 4MAT System dikembangkan pada awal

14Thompson, P. W. 1994. Students, functions, and the undergraduate curriculum. In E.

Dubinsky, A. H.Schoenfeld, & J. J. Kaput (Eds.), Research in Collegiate Mathematics Education, 1 (Issues in Mathematics Education Vol. 4, pp. 21-44). Providence, RI:

American Mathematical Society. Diakses dari http://www.pat

thompson.net/PDFversions/1994StuFunctions.pdf. pada 21 maret 2017, h. 37

15 S. Ariesta Kartika,. 2014. Analisis Karakteristik Gaya Belajar VAK (Visual, Auditorial,

Kinestetik) Mahasiswa Pendidikan Informatika Angkatan 2014. Jurnal Ilmiah Edutic. 1(1): 1-12.


(16)

5

1980-an dan didasarkan pada dominasi otak kanan dan otak kiri, yang memberikan wawasan mengenai cara manusia pertama kali menerima dan kemudian memproses informas16i. mengidentifikasi 4 macam gaya belajar yang dikenal dengan 4MAT system. Menurut Bernice McCarthy, pembelajar membentuk makna melalui sebuah putaran alami, yaitu bergerak dari merasakan ke merefleksikan, berpikir, dan melakukan. Empat gaya belajar tersebut adalah: 1) innovative learner, 2) analytic learner, 3) common sense learner, 4) dynamic learner17.

Orang dengan tipe gaya belajar innovative learner cenderung memilih berbicara mengenai pengalaman dan perasaan mereka, bertanya, atau bekerja dalam kelompok. Orang dengan tipe gaya belajar

analytic learner cenderung berorientasi pada pengetahuan, konseptual, dan keteraturan. Sedangkan orang dengan tipe gaya belajar common sense learner cenderung deduktif, berorientasi pada berpikir, dan sistematis dalam belajar. dan orang dengan tipe gaya belajar dynamic learner cenderung memilih belajar dengan menemukan sendiri, bekerja secara mandiri, antusias dan ambisius.

Karakteristik gaya belajar dari innovative learner lebih menyukai belajar masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Sama halnya dengan karakteristik dari masalah penalaran kovariasi yang menggunakan masalah-masalah kehidupan nyata. Analytic learner dan common sense learner mempunyai karakteristik pelajar yang sistematis dalam belajar, hal tersebut sama dengan masalah penalaran kovariasi yang penyelesaiannya dilakukan secara sistematis. Sedangkan dynamic learner menyukai tugas-tugas terbuka, sama halnya dengan masalah penalaran kovariasi yang membuat tugas terbuka agar siswa menjadi kreatif dalam menyelesaiakan masalah tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara gaya belajar 4MAT System dengan penalaran kovariasi. Hal ini diperkuat oleh berbagai sumber yang membahas terdapat hubungan penalaran dengan gaya belajar siswa. Salah satunya Khairunnisa dan Haris dalam penelitiannya menyebutkan

16 Barbara Prashnig, The Power of Learning Styles: Mendongkrak Anak Melejitkan Prestasi dengan Mengenali Gaya Belajarnya, (Bandung: kaifa, 2007), h. 44.

17 Bernice McCarthy.1990. “Using The 4mat System To Bring Learning Styles To Schools. www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/.../el_199010_mccarthy.pdf; Diakses pada 23 Maret 2017.


(17)

6

bahwa penalaran berkaitan erat dengan gaya belajar karena sama-sama berkaitan dengan pengolahan informasi18.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mendeskripsikan proses penalaran kovariasional siswa saat menyelesaikan masalah kovariasi dalam mengkonstruk grafik fungsi dengan memilih gaya belajar 4MAT system yang diciptakan oleh Bernice McCarthy. Penelitian ini berfokus pada penalaran kovariasional siswa sekolah menengah awal, karena belum banyak ditemui penelitian tentang tingkat penalaran kovariasional siswa sekolah menengah atas ketika menyelesaikan masalah kovariasi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Kemampuan Penalaran Kovariasional Siswa Dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi Dibedakan Dari Gaya Belajar 4MAT System.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar innovative learner?

2. Bagaimana kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar analytic learner? 3. Bagaimana kemampuan penalaran kovariasional dalam

mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar common sense learner?

4. Bagaimana kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar dynamic learner?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar innovative learner.

2. kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar analytic learner.

18 Khairunnisa & Abdul Haris, profil penalaran matematika siswa smp ditinjau dari gaya belajar Kolb. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika vol. 3 No. 5 Tahun 2016., h. 214-215


(18)

7

3. kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar common sense learner.

4. kemampuan penalaran kovariasional dalam mengkonstruk grafik fungsi siswa bergaya belajar dynamic learner.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Sebagai informasi tentang penalaran kovariasional siswa SMA sehingga dapat digunakan guru sebagai pertimbangan untuk mengajarkan fungsi dengan pendekatan kovariasi dalam upaya perbaikan pengajaran di sekolah serta dapat digunakan untuk mengembangkan penalaran siswa.

2. Bagi Siswa

Melatih bernalar siswa SMA dengan membuat grafik fungsi pada kejadian dinamis sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai masukan dalam melakukan penelitian serupa mengenai kemampuan penalaran kovariasional siswa dalam mengkonstruk grafik fungsi ditinjau dari gaya belajar 4MAT System.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan istilah yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Penalaran kovariasional adalah aktivitas mental yang berkaitan dengan proses koordinasi dua kuantitas (variabel bebas dan variabel terikat) yang berkaitan dengan cara-cara perubahan satu kuantitas terhadap kuantitas yang lain.

2. Kemampuan penalaran kovariasional memiliki 5 level yaitu level 1 (koordinasi), level 2 (arah), level 3 (koordinasi kuantitatif), level 4 (laju rata-rata), dan level 5 (laju sesaat).

3. Aktivitas mental dimaksudkan sebagai proses yang terjadi di dalam pikiran yang selanjutnya dilihat melalui perilaku yang nampak berupa hasil penyelesaian tugas/ pernyataan-pernyataan dalam menyelesaikan tugas.

4. Grafik fungsi dimaksudkan sebagai representasi dari fungsi dalam bentuk gambar bidang koordinat kartesius.


(19)

8

5. Mengkonstruk grafik fungsi adalah membuat suatu penyajian gambar berdasarkan instruksi-instruksi tertentu yang telah ditentukan dengan sebuah sistem input output.

6. Gaya belajar 4MAT System adalah gaya belajar yang didasarkan pada dominasi otak kanan dan otak kiri, yang memberikan wawasan mengenai cara manusia pertama kali menerima dan kemudian memproses informasi.

Terdapat 4 gaya belajar 4MAT System yaitu 1) innovative learner, 2) analytic learner, 3) common sense learner, 4) dynamic learner.

F. Batasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak meluas, maka peneliti perlu memberikan batasan-batasan dalam penelitian ini. adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MAN Babat Lamongan yang nantinya akan diambil sebanyak 1 siswa dari masing-masing gaya belajar 4MAT System yaitu 1 subjek bergaya belajar innovative learner, 1 subjek bergaya belajar analytic learner, 1 subjek bergaya belajar common sense learner, dan 1 subjek bergaya belajar dynamic learner.

2. Materi grafik fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggambarkan grafik fungsi. Menggambar grafik fungsi merupakan materi kelas XI semester 2 pada kurikulum 2013 yang mempelajari cara menggambar grafik suatu fungsi dengan menganalisis titik stasioner, fungsi naik atau turun, tiitk optimalnya (maksimum atau minimum) dan titik belok.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penalaran Kovariasional

1. Penalaran

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, penalaran berarti cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran: kepercayaan takhayul serta yang tidak logis harus dikikis habis; hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman; proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip1. Subanji mengungkapkan bahwa penalaran merupakan proses berpikir yang mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berikir kreatif namun tidak termasuk mengingat2. Penalaran atau sering juga disebut jalan pikiran, menurut Keraf adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan3. Lithner mendefinisikan penalaran sebagai sebarang jalan berpikir dalam mengerjakan soal sehingga penalaran tidak harus didasarkan pada logika deduktif formal dan melambangkan prosedur yang singkat dalam menemukan fakta atau bukti4. Penalaran sangat berhubungan dengan logika yang merupakan bagian dari filsafat dan matematika, yang mencoba untuk memahami secara rinci karakteristik-karakteristik argumen yang baik dan jelek, atau secara logika dikatakan sebagai argumen shahih atau tidak shahih. Penalaran berkaitan erat dengan bagaimana manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari premis langsung maupun tidak langsung. Titik berat dari penalaran adalah bagaimana seseorang menarik suatu kesimpulan, dan mengevaluasi apakah kesimpulan yang dihasilkan itu shahih (valid) atau tidak shahih (invalid) 5. Tujuan penalaran adalah untuk menarik kesimpulan

1 Diakses di http://kamusbahasaindonesia.org/penalaran, pada 21 Maret 2017 2 Subanji, Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasi. (Malang: UM Press, 2011), h. 4 3 Suharman, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), h. 160.

4 Johan Lithner, A Research Framework for Creative and Imitative Reasoning, Jurnal Educational Studies in Mathematics, (2008), h. 256.


(21)

10

secara deduktif dari prinsip-prinsip tertentu atau secara induktif dari bukti-bukti tertentu6.

Berdasarkan beberapa uraian definisi penalaran di atas, terdapat beberapa aspek yang berkaitan dengan penalaran. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penalaran adalah berpikir, logika, dan argumentasi. Aspek penalaran yang relevan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Berpikir adalah penggunaan pikiran untuk mempertimbangkan sesuatu, membentuk ide-ide yang berhubungan, dan untuk mencoba memecahkan masalah. Logika adalah cara berpikir formal untuk menghasilkan kesimpulan yang shahih dengan seperangkat aturan atau prinsip. Argumentasi adalah pembuktian, bagian dari alasan yang bertujuan meyakinkan diri sendiri atau orang lain, bahwa alasan tersebut tepat.

2. Kovariasional

Kata “kovariasi” dalam kamus ensiklopedia didefinisikan sebagai variasi dari dua atau lebih variabel yang berkorelasi7.

a. Pengertian kovariasional dari perspektif statis dan dinamis

Kovariasional dapat diartikan sebagai statis saat jumlah satu kuantitas berhubungan dengan jumlah kuantitas lain. Confrey dan Smith memberikan perspektif statis pada kovariasional, yang melibatkan koordinasi gerakan antara nilai-nilai yang berurutan dalam satu kuantitas dengan kuantitas yang lain. Misalnya, bila panjang sisi persegi bergerak dari 2 cm sampai 3 cm, maka daerah persegi berubah dari 4 cm2 ke 9cm2.8

Kovariasional dapat diartikan sebagai dinamis jika saat perubahan satu kuantitas berhubungan dengan perubahan kuantitas lain9. Sebuah perspektif dinamis pada kovariasional dapat juga dikatakan diskrit atau kontinu. Clement memberikan perspektif dinamis yang diskrit dari kovariasional, yang melibatkan koordinasi jumlah perubahan tertentu dalam satu kuantitas dengan jumlah perubahan tertentu kuantitas lain.

6 Robert J Stenverg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Translated by Yudi Santoso,

(Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008), h. 410.

7 Diakses dari http://www.merriam-webster.com, pada 11 Mei 2017

8 Jere Confrey & Erick Smith, “Exponential functions, rates of change, and the

multiplicative unit. Educational Studies in Mathematics, 26, 1994, h. 135–164.

9John Clement, “The concept of variation and misconceptions in Cartesian graphing”. Focus on Learning Problems in Mathematics, 11(1–2), 1989, h. 77–87.


(22)

11

Misalnya, kenaikan panjang sisi persegi adalah 1cm2, pertambahan luas pada kenaikan persegi adalah 2cm2.10 Saldanha dan Thompson memberikan perspektif dinamis yang kontinu dari kovariasional, yang melibatkan koordinasi perubahan terus-menerus dalam satu kuantitas dengan perubahan terus-menerus dalam kuantitas yang lain. Misalnya, kenaikan panjang sisi persegi secara terus menerus, pertambahan luas pada kenaikan persegi dengan laju yang konstan11.

b. Kovariasional dan Fungsi

Thompson, Confrey & Smith telah mengungkapkan secara jelas sebuah pendekatan pada fungsi, yaitu pendekatan korespondensi dan kovariasional sebagai alternatif yang lebih intuitif secara formal12. Pendekatan korespondensi berdasarkan pada definisi teoritis himpunan. Sedangkan pendekatan kovariasi merujuk pada kemampuan untuk membentuk gambaran dua kuantitas yang bervariasi dan mengoordinasi perubahannya dalam relasi satu sama lain. Pendekatan

kovariasi lebih menekankan ekspresi “hubungan” antara dua

kuantitas terstruktur yang dapat diekspresikan secara aljabar, secara visual dalam grafik, atau dalam situasi dunia nyata13.

Confrey & Smith memberikan perspektif statis untuk karakteristik fungsi, dimana karakteristik fungsi didasarkan pada definisi fungsi yang abstrak dan agak sempit dan lebih banyak menekankan pada aturan eksplisit (biasanya aljabar) 14. Perspektif statis dari Confrey & Smith tersebut sama dengan pembelajaran fungsi dengan pendekatan korespondensi.

10 Ibid, h. 7787.

11 Luis A.Saldanha & Patrick W. Thompson, “Re-thinking co-variation from a quantitative perspective: Simultaneous continuous variation”. Proceedings of the Annual Meeting of thePsychology of Mathematics Education - North America. (1998). h. 1-2.

12 Heather L. Johnson,Reasoning about variation in the intensity of change in covarying quantities involved in rate of change”. (Journal of mathematical behavior: Vol. 31, 2012), h. 315

13 David Tall. Functions and Calculus: Dalam A. J. Bishop et al (Eds.), international Handbook of mathematics education, (1997). h. 1-3.

14 Jere Confrey , and Erick Smith. "Splitting, covariation, and their role in the development

of exponential functions." Journal for research in mathematics education (1995): h. 78-79. http://www.jstor.org/stable/749228. Diakses pada 21 Maret 2017


(23)

12

Sebaliknya, Chazan memberikan perspektif yang dinamis, karakteristik fungsi sebagai "hubungan antara kuantitas” di

mana variabel output tergantung pada variabel input15. Perspektif yang dinamis dari Chazan ini sama dengan pembelajaran fungsi dengan pendekatan kovariasional. Saldanha & Thompson memandang bahwa gambaran tentang kovariasi bersifat berkembang dan guru dapat membangun konsep kovariasi siswa pada segala usia.

c. Penalaran Kovariasional

1) Pengertian Penalaran Kovariasional

Penalaran kovariasional muncul sebagai teori berdasarkan Jere Confrey di akhir tahun 1980an dan berdasarkan Patrick Thompson di awal tahun 1990an. Ada perbedaan mendasar dari dua teori ini, jika Confrey fokus pada nilai variabel berturut-turut, sebaliknya Thompson fokus pada pengukuran sifat-sifat objek. Meskipun demikian, keduanya mendeskripsikan koordinasi sebagai fondasi untuk penalaran tentang hubungan fungsi dinamis. Confrey mengarakterisasi kovariasi sebagai koordinasi nilai-nilai dua variabel sebagaimana nilai variabel tersebut berubah. Confrey & Smith menggunakan pendekatan diskrit yang berfokus pada perubahan antara nilai-nilai berturut-turut dari dua variabel16.

Gambar 2.1

Contoh kovariasi Confrey: perubahan nilai pada satu variabel dikoordinasikan dengan perubahan pada variabel

lain

15 Chazan, Beyond formulas in mathematics and teaching: Dynamics of the high school algebra classroom. (New York: Teachers College Press. 2000), h. 84

16Patrick W. Thompson & Marilyn P. Carlson, Variation, covariation, and functions:

Foundational ways of thinking mathematically. In J. Cai (Ed.), Compendium for research in mathematics education. Reston, VA: National Council of Teachers of

Mathematics. hal 424, Diakses dari

http://pat-thompson.net/PDFversions/2016ThompsonCarlsonCovariation.pdf. Pada 21 Maret 2017.


(24)

13

Berdasarkan definisi Confrey & Smith, penalaran kovariasional memperhatikan bilangan dalam tabel, tetapi tidak memperhatikan apa yang terjadi di antara entri-entri dalam tabel dan tidak memberikan gambaran rinci tentang apa yang terjadi antara nilai berturut-turut pada tabel tersebut sehingga siswa tidak perlu melihat nilai-nilai berpasangan yang kontinu. Saldanha & Thompson mendeskripsikan penalaran yang berbeda dari Confrey & Smith yaitu penalaran bertumpu pada pengukuran sifat-sifat objek dan perubahan simultan yang dibedakan dari perubahan berturut-turut17.

Deskripsi tentang kovariasi kontinu oleh Saldanha & Thompson menjadi landasan deskripsi dan kerangka kerja dari penalaran kovariasional yang dibangun oleh Carlson dkk. Penalaran kovariasional didefinisikan secara formal oleh Carlson dkk sebagai aktivitas kognitif yang melibatkan pengkoordinasian dua macam kuantitas yang berkaitan dengan cara-cara dua kuantitas tersebut berubah satu terhadap yang lain18. Menurut Subanji, pengkoordinasian dua kuantitas ini sangat terkait dengan konsep fungsi, yaitu salah satu kuantitas dapat dipandang sebagai input (variabel bebas) dan kuantitas yang lain dipandang sebagai output (variabel terikat) 19. Penalaran kovariasi memperkenankan siswa mengekstrak pola yang bertambah rumit dalam menghubungkan x dan f(x) dari tabel nilai dengan cara pikir yang mungkin digunakan siswa untuk memahami apa yang terjadi di antara nilai-nilai tersebut. Contoh penalaran kovariasional akan menjadi pertimbangan bagaimana mengingat persegi, jumlah daerah dan panjang sisi bervariasi20.

17 Ibid, h. 424-425.

18 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002, h. 357

19 Subanji, Berpikir pseudo penalaran kovariasi dalam mengkonstruki grafik fungsi kejadian dinamik, jurnal ilmu pendidikan, Vol.13, No.1, (Februari, 2006), h. 7.

20 Heather L. Johnson. Reasoning about variation in the intensity of change in covarying quantities involved in rate of change. (Journal of mathematical behavior: Vo.31, 2012). h. 315


(25)

14

2) Kerangka Kerja Penalaran Kovariasional

Marilyn P. Carlson dkk menyusun kerangka kerja pada penerapan penalaran kovariasional mahasiswa dalam menggambar grafik masalah dinamik dengan mengidentifikasi level-level penalaran kovariasional. Level-level penalaran kovariasional ini didasarkan tindakan/aksi mental (mental action) dalam menyelesaikan masalah. Terdapat lima tindakan mental yang disusun oleh Carlson dkk. Kelima tindakan mental tersebut masing-masing mendeskripsikan suatu aksi atau tindakan beserta perilakunya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut21:

Tabel 2.1

Aksi Mental Kerangka Kerja Kovariasi Aksi

mental

Deskripsi aksi

mental Perilaku

Aksi Mental 1

(MA1)

Mengkoordinasi ketergantungan perubahan dari satu variabel terhadap perubahan variabel lain

Memberi label sumbu dengan indikasi verbal dari koordinasi dua variabel (misalnya

y berubah dengan perubahan x) Aksi

Mental 2 (MA2)

Mengkoordinasi arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain

 Mengkonstruk garis lurus yang monoton

 Menyatakan secara lisan suatu kesadaran arah perubahan output

ketika

memperhatikan perubahan input

21 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002, h. 356-357.


(26)

15

Aksi Mental 3

(MA3)

Mengkoordinasi besarnya perubahan dalam satu variabel terhadap perubahan variabel lain.

 Mengkonstruk garis secant/ mengeplot titik

 Menyatakan secara lisan suatu kesadaran dari besarnya

perubahan output

ketika

memperhatikan perubahan input Aksi

Mental 4 (MA4)

Mengkoordinasi laju perubahan rata-rata fungsi dengan peningkatan seragam dari perubahan variabel input

 Mengkonstruk garis secant yang bersinggungan untuk domain

 Menyatakan secara lisan suatu kesadaran terhadap laju perubahan output

(dengan input) ketika

memperhatikan peningkatan yang seragam dari


(27)

16

Aksi Mental 5

(MA5)

Mengkoordinasi laju perubahan sesaat dari fungsi dengan perubahan kontinu pada variabel independen untuk seluruh domain fungsi

 Mengkonstruk kurva mulus dengan indikasi yang jelas dari perubahan kecekungan

 Menyatakan secara lisan suatu kesadaran dari perubahan sesaat dalam laju perubahan untuk seluruh domain fungsi (arah kecekungan dan titik belok benar)

Carlson dkk menjelaskan bahwa siswa yang menunjukkan perilaku yang didukung oleh MA1 menyadari bahwa nilai dari koordinat y berubah dengan perubahan nilai koordinat x. Pada umumnya, koordinat x berperan sebagai variabel bebas, meskipun tidak selalu demikian. Koordinasi awal dari variabel-variabel biasanya terungkap dengan pelabelan sumbu koordinat, diikuti oleh pengucapan yang menunjukkan kesadaran bahwa satu variabel berubah terhadap perubahan variabel lain.

Aktivitas mental dalam mengkoordinasi arah perubahan (MA2) meliputi pembentukan gambaran, misalnya untuk fungsi meningkat, nilai y semaikin tinggi sebagaimana nilai x semakin tinggi. MA3 meliputi koordinasi besar relatif perubahan pada variabel x dan y. Dalam aktivitas mental ini siswa membuat partisi sumbu x ke dalam interval dengan panjang tetap (misalnya x1, x2, x3, x4) sementara ia

memperhatikan besarnya perubahan output untuk setiap interval input yang baru. Perilaku ini biasanya diikuti oleh mengkonstruksi titik-titik pada grafik, dan diikuti oleh konstruksi garis untuk menghubungkan titik-titik tersebut.


(28)

17

Aktivitas mental dalam mengkoordinasi laju rata-rata (MA4) meliputi kesadaran bahwa besarnya perubahan dari variabel output berkaitan dengan kenaikan variabel input

mengekspresikan laju perubahan fungsi untuk suatu interval dari domain fungsi. Kesadaran terhadap hal ini biasanya ditunjukkan oleh siswa dengan membuat sketsa garis pada grafik atau membuat estimasi dari kemiringan grafik atas interval kecil dari domain. Aksi mental yang diidentifikasi sebagai MA3 dan MA4 mungkin keduanya menghasilkan konstruksi garis secant, tetapi tipe penalaran yang dihasilkan berbeda. Perhatian terhadap perubahan laju sesaat yang kontinu (MA5) ditunjukkan dengan konstruksi kurva yang akurat dan meliputi pemahaman tentang perubahan dari laju sesaat untuk seluruh domain.

3) Level-level Penalaran Kovariasional

Dari kerangka kerja kovariasional yang telah disusun, Carlson dkk telah menetapkan 5 level penalaran kovariasional berdasarkan dari 5 mental aksi/tindakan mental. Kemampuan penalaran kovariasional dicapai pada level tertentu ketika mendukung aksi mental yang berasosiasi dengan level tersebut dan semua level dibawahnya. Kerangka kerja level penalaran kovariasional disajikan pada tabel 2.2 22:

Tabel 2.2

Level Penalaran Kovariasional

Level Aksi Mental

Level 1 (L1). Koordinasi (Coordination)

MA1 Level 2 (L2). Arah

(Direction)

MA1 dan MA2 Level 3 (L3). Koordinasi

kuantitatif (Quantitative coordination)

MA1, MA2, dan MA3

Level 4 (L4). Laju rata-rata MA1, MA2, MA3, dan MA4

22 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002, h. 357-359.


(29)

18

(Average rate)

Level 5 (L5). Laju sesaat (Instantaneous rate)

MA1, MA2, MA3, MA4, dan MA5

Pada tingkat koordinasi atau Level 1, gambaran dari kovariasional mendukung tindakan mental mengkoordinasikan perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain (MA1). MA1 telah diidentifikasi dengan mengamati siswa dalam melabelkan sumbu dan juga dengan mendengar mereka mengekspresikan perubahan satu variabel sebagai akibat perubahan variabel yang lain (misalnya: perubahan volume terhadap perubahan tinggi). Siswa tidak perlu melihat arah, besar dan laju dari perubahan.

Pada tingkat arah atau Level 2, gambaran dari kovariasional mendukung tindakan mental dari koordinasi arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain. Tindakan mental MA1 dan MA2 keduanya didukung oleh gambaran level 2.

Pada tingkat koordinasi kuantitatif atau Level 3, gambaran kovariasional mendukung tindakan mental dari koordinasi jumlah perubahan dalam satu variabel terhadap perubahan variabel lain. Tindakan mental MA1, MA2, dan MA3, didukung oleh gambaran level 3.

Pada tingkat rata-rata atau Level 4, gambaran dari kovariasional mendukung tindakan mental dari koordinasi tingkat perubahan rata-rata terhadap perubahan seragam dalam variabel input. Tingkat perubahan rata-rata bisa diekstrak untuk mengkoordinasikan jumlah perubahan variabel output terhadap perubahan pada variabel input. Tindakan mental MA1 sampai MA4 didukung oleh gambaran level 4.

Pada tingkat laju sesaat atau Level 5, gambaran kovariasional mendukung tindakan mental dari koordinasi tingkat perubahan sesaat terhadap perubahan kontinu dalam variabel input. Tingkat ini mencakup perubahan laju sesaat yang dihasilkan dari perbaikan yang lebih kecil dari perubahan rata-rata. Ini juga mencakup titik belok yaitu keadaan dimana laju perubahan berubah dari meningkat menjadi menurun, atau dari menurun menjadi meningkat. Tindakan mental MA1 sampai MA5 didukung oleh gambaran level 5.


(30)

19

B. Mengkonstruk Grafik Fungsi

1. Pengertian Mengkonstruk Grafik Fungsi

Konstruk adalah suatu konsep yang diciptakan dan digunakan dengan kesengajaan dan kesadaran untuk tujuan-tujuan ilmiah tertentu23. Konstruk adalah konsep yang dapat diamati dan diukur. Pada umumnya konstruk adalah konsep yang bersifat fisik, sehingga mudah untuk dinilai, mudah untuk diamati, dan mudah untuk diukur dengan menggunakan beberapa alat24. Konstruk merupakan jenis konsep tertentu yang berada dalam tingkatan abstraksi yang lebih tinggi dari konsep dan diciptakan untuk tujuan teoritis tertentu. Konsep dihasilkan oleh ilmuwan secara sadar untuk kepentingan ilmiah. Konstruk dapat diartikan sebagai konsep yang telah dibatasi pengertiannya (unsur, ciri, dan sifatnya) sehingga dapat diamati dan diukur25. Berdasarkan uraian di atas, konstruk didefinisikan sebagai suatu jenis konsep tertentu yang berada dalam tingkatan abstraksi yang lebih tinggi dari konsep dan dibuat untuk tujuan teoritis tertentu, dan konsep tersebut dibatasi pengertiannya (unsur, ciri, dan sifatnya) sehingga dapat diamati dan diukur. Sehingga mengkonstruk berarti membuat sebuah konsep tertentu yang berada dalam tingkatan abstraksi yang lebih tinggi dari konsep yang dibatasi pengertiannya (unsur, ciri, dan sifatnya) untuk tujuan teoritis tertentu.

Pengertian fungsi, misalnya anggaplah fungsi layaknya sebuah mesin. Jika anda memasukkan bahan mentah ke dalam mesin tersebut, maka mesin tersebut akan mengubah bahan mentah menjadi suatu produk jadi berdasarkan instruksi-instruksi tertentu yang telah ditentukan. Maka, akan ada sebuah sistem input-output, dimana jika kita memasukkan sebuah input pada fungsi tersebut, maka fungsi akan memberikan outputnya. Sebagai contoh, fungsi

23 Cahyant. Pengertian Konsep, Konstruk , Proposisi dan teori dalam penelitian ilmiah,

Diakses pada tanggal 30 Maret 2017;

http://fisikadansains.blogspot.co.id/2017/01/pengertian-konsep-pengertian-konstruk.html; Internet

24 Muslim afandi, Memahami Sebuah Konsep Dan Konstruk Dalam Penelitian, diakses

pada tanggal 30 Maret 2017;

http://musliminafandi.blogspot.co.id/2015/10/memahami-sebuah-konsep-dan-konstruk.html; Internet


(31)

20

pangkat 2 yang kita masukkan angka 4 maka nilai output/keluarannya adalah 16. Grafik adalah suatu visualisasi tabel, yang dimana tabel tersebut berupa angka–angka yang dapat disajikan ataupun dapat ditampilkan ke dalam bentuk gambar. Berdasarkan uraian di atas, Mengkonstruk grafik fungsi didefinisikan membuat suatu penyajian gambar berdasarkan instruksi-instruksi tertentu yang telah ditentukan dengan sebuah sistem input output.

Mengkontruksi grafik merupakan bagian yang penting dalam kegiatan matematika. Grafik tidak hanya digunakan untuk mengkosntruksi fenomena tetapi juga digunakan untuk membuktikan keberadaan fenomena. Mengkonstruksi grafik fungsi merupakan salah satu kajian yang dilakukan tentang penalaran pada mahasiswa. Dalam mengkonstruksi grafik ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu rumus fungsi tersebut kemudian menggambarkannya dalam suatu grafik atau bisa juga mengetahui sifat-sifat analitisnya lebih dahulu, lalu kemudian menggambar grafiknya26.

2. Mengkonstruk Grafik Fungsi

Andaikan y adalah sebuah besaran yang bergantung pada besaran lain (x). dengan demikian, y adalah fungsi dari x, dan dinotasikan y = f(x). jika x berubah dari x1ke x2, maka perubahan

dalam (dapat juga disebut kenaikan dari x) adalah

∆x = x2- x1

Perubahan yang bersesuaian di y adalah

∆y = f(x2) – f(x1)

Hasil bagi dari kedua perubahan tersebut,

∆ ∆ =

� − �

Disebut laju perubahan rata-rata y terhadap x pada interval [x1,

x2] dan dapat diinterpretasikan sebagai kemiringan tali busur PQ

pada gambar dibawah ini :

26 Erry Hidayanto, Studi Kasus Penalaran Kovariasional Mahasiswa pada Mata Kuliah KalkulusLanjut,https://www.researchgate.net/publication/274513115_Studi_Kasus_Pen alaran_Kovariasional_Mahasiswa_pada_Mata_Kuliah_Kalkulus_Lanjut. Diakses pada tanggal 30 maret 2017


(32)

21

Gambar 2.2

Grafik Fungsi Laju Perubahan

Laju perubahan rata-rata = mPQ

Laju perubahan sesaat = kemiringan garis singgung di P

Menghitung laju perubahan rata-rata untuk interval yang semakin mengecil dengan cara membuat mendekati sehingga ∆x

mendekati 0. Limit dari laju perubahan rata-rata ini disebut laju perubahan (sesaat) y terhadap x saat x = x1, yang diartikan

sebagai kemiringan garis singgung pada kurva

y = f(x) di P(x,f(x)) 27: Laju perubahan sesaat =

lim

∆�→

∆ = lim� →�

� − �

C. Penalaran Kovariasional Dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi

Penalaran kovariasional merupakan penalaran dalam memahami konsep fungsi. Penalaran kovariasional didefinisikan oleh Carlson dkk sebagai aktivitas kognitif yang melibatkan pengkoordinasian dua macam kuantitas yang berkaitan dengan cara-cara dua kuantitas tersebut berubah satu terhadap yang lain28. Penalaran kovariasi memperkenalkan siswa mengekstrak pola yang bertambah rumit dalam menghubungkan x

dan f(x) dari tabel nilai dengan cara pikir yang mungkin digunakan siswa untuk memahami apa yang terjadi diantara nilai-nilai tersebut29. Carlson

27 James Stewart, Kalkulus, (Jakarta: Salemba Teknika,2009), h. 165.

28 Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002. h. 356

29Ulumul umah, mengembangkan penalaran siswa dalam pembelajaran konsep fungsi.

https://www.researchgate.net/publication/307606036_mengembangkan_penalaran_sis wa_dalam_pembelajaran_konsep_fungsi Diakses pada 12 maret 2017


(33)

22

dkk mengidentifikasi bagaimana penalaran kovariasional mempengaruhi

kemampuan mahasiswa dalam menciptakan “sense” dari situasi dinamis, menginterpretasikan grafik, dan membuat grafik30.

Carlson dkk menyusun suatu kerangka kerja penerapan penalaran kovariasional dalam mengkonstruksi grafik fungsi. Kerangka kerja tersebut mendeskripsikan lima level kemampuan penalaran kovariasional dan lima aksi mental yang mencirikan level-level terebut31.Secara khusus, Carlson mengidentifikasi aksi-aksi mental yang dilibatkan ketika mahasiswa mengkoordinasi kuantitas yang bervariasi serta mendeskripsikan aksi mental dan prilaku yang dilakukan oleh mahasiswa dalam kerangka kerja kovariasi. Salah satu contoh tugas kovariasi yang dikembangkan oleh Carlson dkk untuk kejadian dinamis adalah sebagai berikut32:

Gambar 2.3 Masalah Botol Tabel 2.3

Masalah Botol

Pada tabel 2.3 disajikan hasil konstruksi grafik fungsi dari contoh tugas kovariasi untuk kejadian dinamis masalah botol yang dikembangkan oleh Carlson dkk adalah sebagai berikut:

30 Carlson dkk, Op Cit., h. 356 31 Ibid., h. 356-358

32Marilyn Carlson, Sally Jacobs, Edward Coe, Sean Larsen, & Eric Hsu, ”Applying

Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study, Journal for Research in Mathematics Education, 33:5, 2002, h. 360-361

Bayangkan botol seperti pada gambar disamping diisi dengan air. Gambarkan grafik ketinggian air dalam botol terhadap banyaknya air yang dimasukkan!


(34)

23

Tabel 2.3

Penalaran Kovariasional dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi Masalah Botol

Level Aksi Mental Identifikasi Gambar

Level 1 (L1). Koordinasi Level koordinasi (L1) mendukung aksi mental mengkoordinasi ketinggian dengan perubahan volume (MA1)

Indikator MA1 :

 Siswa hanya mengetahui hubungan (misalnya jika volume berubah maka

ketinggian juga berubah) tanpa melihat arah, besar, dan laju perubahan.

 Siswa memberi label pada sumbu

Level 2 (L2). Arah

Level Arah (L2) mendukung MA1 dan aksi mental mengkoordinasi arah (meningkat) perubahan ketinggian ketika memperhatikan perubahan volume (MA2)

Indikator MA2 :

 Siswa mengetahui arah perubahan ketinggian ketika

memperhatikan perubahan volume

 Siswa dapat mengkonstruk suatu garis lurus yang meningkat atau

 Siswa dapat mengatakan bahwa semakin banyak air

Volume Volume T ing g i T ing g i


(35)

24

dimasukkan, tinggi air dalam botol meningkat Level 3 (L3). Koordinasi Kuantitatif Level Koordinasi Kuantitatif (L3) mendukung MA1, MA2, dan aksi mental mengkoordinasi besarnya perubahan ketinggian dengan besarnya perubahan volume ketika membayangkan perubahan pada volume (MA3)

Indikator MA3 :

 Siswa mengetahui besarnya perubahan volume dan ketinggian;

 Siswa menempatkan tanda pada sisi botol (tiap peningkatan secara berturut-turut mengecil hingga

mencapai bagian tengah dan berturut-turut membesar dari bagian tengah hingga leher botol) Level 4

(L4). Laju rata-rata

Level Laju Rata-rata (L4) mendukung MA1, MA2, MA3, dan aksi mnetal mengkoordinasi laju perubahan rata-rata ketinggian berkaitan dengan volume Indikator MA4:  Siswa mengetahui perbandingan besarnya perubahan volume dan ketinggian

 Siswa mengkonstruk segmen garis yang mendekati

Volume ∆y ∆x Volume ∆x ∆y

� =∆y∆x

T in g g i T in g g i


(36)

25 untuk banyaknya volume yang sama (MA4).

pada grafik, dengan

kemiringan tiap segmen

disesuaikan untuk

mencerminkan laju banyak air tertentu, atau dengan Level 5 (L5). Laju sesaat Level laju perubahan sesaat (L5) mendukung MA1, MA2, MA3, MA4, dan aksi mental mengkoordinasi laju perubahan sesaat ketinggian (terhadap volume) dengan perubahan volume (MA5) Indikator MA5:  Siswa mengetahui perbandingan besarnya perubahan ketika interval yang semakin mengecil

lim ∆�→ ∆ ∆ = lim� →�� − �

D. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal33. Menurut Dr. Rita dan Dr. Kenneth Dunn, gaya belajar adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru dan sulit34. Gaya belajar merupakan suatu proses gerak laku, penghayatan, serta kecenderungan seseorang pelajar mempelajari atau memperoleh suatu

33 Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2008), h. 94

34 Barbara Prashnig , The Power of Learning Styles: Mendongkrak Anak Melejitkan Prestasi dengan Mengenali Gaya Belajarnya. (Bandung: Kaifa, 2007), h. 31

Volume

∆x

∆y

X1 X2

Y1

Y2

X2 -X1

y 1 y 2 T in ggi


(37)

26

ilmu dengan cara yang tersendiri35. Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi36.

Masing-masing siswa memiliki gaya belajar dan gaya berpikir yang berbeda, hal ini diperkuatkan oleh Ken dan Rita Dunn. Guru menemukan bahwa para siswa mempunyai berbagai tanggapan berbeda terhadap tiga dimensi kunci pembelajaran (seperti suara, cahaya, dan temperatur), stimulus fisik (contoh lisan versus tulisan), dan struktur dan dukungan (contoh bekerja sendiri atau dalam kelompok) 37. Menurut Drysdale, Ross, & Schuylts, Sternberg tidak satu pun dari kita yang hanya punya satu gaya belajar dan berpikir, kita punya banyak gaya. Individu itu sangat bervariasi sehingga ada ratusan gaya belajar dan berpikir yang dikemukakan oleh para pendidik dan psikolog38.

Para ahli di bidang pendidikan mencoba mengembangkan teori mengenai gaya belajar sebagai cara untuk mencari jalan agar belajar menjadi hal yang mudah dan menyenangkan. Sejak tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengenali dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukan informasi ke dalam otak. Bagian otak terbagi menjadi 2 bagian yaitu otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan otak mempunyai spesialisasi dalam memproses informasi dengan cara yang berbeda-beda. Gaya pemrosesan otak kiri identik dengan gaya pemrosesan analitik sedangkan gaya pemrosesan otak kanan identik dengan gaya pemrosesan holistik39.

Penelitian yang dilakukan Dunn dan Dunn terhadap model gaya belajar telah membuktikan bahwa terdapat pengaruh dominasi otak kanan dan otak kiri terhadap gaya belajar. Hasil penelitian Dunn dan Dunn juga mengungkapkan bahwa tiga perlima gaya belajar bersifat genetis, sisanya melalui pengalaman. Oleh karena itu tiga perlima gaya belajar kita tetap sama sepanjang hidup dan sisanya gaya belajar berubah tergantung pada pengalaman yang telah kita alami40.

35 Susilo. Sukses dengan Gaya Belajar. (Yogyakarta: Pinus,2009), h. 15

36 Adi W Gunawan, Genius learning strategy petunjuk praktis untuk menerapkan accelarated learning, (jakarta: 2006). 139

37 Martinis Yamin, Strategi dan metode dalam model pembelajaran, (Jakarta: Referensi,

2013), h.145

38 Ibid, h. 145-146

39 Barbara Prashnig , Op.Cit., h. 38-39 40 Ibid, h. 43


(38)

27

Secara garis besar, ada tujuh cara pendekatan yang umum dikenal dengan kerangka referensi yang berbeda, dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan variasinya masing-masing41. Ketujuh cara belajar itu adalah:

1. Pendekatan berdasarkan pada pemrosesan informasi, menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru, pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan, Kolb, Honey & Mumford, Gregorc, Butler, Mc Charthy.

2. Pendekatan berdasarkan kepribadian; menentukan tipe karakter yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Launrence, Keirsey & Bates, Symon & Byram, Singer-loomis, Grey-Wheelright, Holland, Geering.

3. Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori; menentukan tingkat ketergantungan terhadap indra tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler & Grinder, Messick.

4. Pendekatan berdasarkan lingkungan; menentukan respons yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin, Elison, Canfield.

5. Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial; menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, Merril.

6. Pendekatan berdasarkan kepada kecerdasan; menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner, Handy. 7. Pendekatan berdasarkan pada wilayah otak; menentukan dominasi

relatif dari berbagai bagian otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edwards, Herman.

Dari berbagai pendekatan gaya belajar di atas, pendekatan gaya belajar yang dikembangkan oleh Kolb dan Gregorc yang sering dibicarakan serta banyak menjadi bahan penelitian. Sedangkan pendekatan gaya belajar yang dikembangkan oleh

41 Adi W Gunawan, Genius learning strategy petunjuk praktis untuk menerapkan accelarated learning, (jakarta: 2006). 139-140 dikutip dari skripsi Teti widiyanti.

pengaruh gaya belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.

Diakses

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5755/1/TETI%20WIDIYAN TI-FITK. pada 19 maret 2017


(39)

28

Bernice McCarthy jarang digunakan sebagai bahan kajian penelitian. Oleh karena itu kajian tentang pendekatan gaya belajar yang dikembangkan oleh Bernice McCarthy perlu diperluas. Maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang gaya belajar yang dikembangkan oleh Bernice McCarthy.

E. Gaya Belajar 4MAT System

Gaya belajar adalah salah satu konsep terpenting untuk menjelaskan perbedaan individu. Bernice McCarthy mendefinisikan gaya belajar sebagai pilihan individu dalam menggunakan kompetensi peserta didik untuk memahami dan memproses informasi42. Bernice McCarthy mengembangkan model gaya belajar David Kolb43. Dengan mengambil deskripsi gaya belajar David Kolb, Bernice McCharthy membangun deskripsi gaya belajar yang kemudian dikenal dengan 4MAT System. Model 4MAT System

dikembangkan pada awal 1980-an dan didasarkan pada dominasi otak kanan dan otak kiri, yang memberikan wawasan mengenai cara manusia pertama kali menerima dan kemudian memproses informasi44.

Dalam model pembelajaran Kolb, ukuran pemberian dan pengolahan informasi siswa dikelompokkan menjadi empat gaya belajar yang berbeda yaitu pengalaman nyata (Concrete Experience), pengamatan reflektif (Reflective Observation), konseptualisasi abstrak (Abstract Conceptualization) dan eksperimen aktif (Active Experimentation). Perbedaan cara belajar yang melambangkan setiap gaya belajar satu orang dengan orang

lain dapat diungkapkan sebagai berikut: “merasakan” untuk pengalaman nyata, “mengamati” untuk pengamatan reflektif,

“berpikir” untuk konseptualisasi konkret dan “melakukan” untuk

eksperimen aktif45. Dalam menentukan gaya dominan seseorang,

42 Sendil Can. “ The effects of science students teachers academic achievements, their

grade levels, gender and type of education they are exposed to on their 4mat learning

styles (Case of Mugla University, Turkey)”. Procedia social and behavioral sciences. (January 4, 2009), h. 1854.

43Morna Hinton. “The Victoria and Albert Museum Silver Galleries II: Learning Style and Interpretation Preference in the Discovery Area.” Museum Management and Curatorship, Vol. 17, No. 3, pp. 253-294, 1998. Diakses pada 14 maret 2017, dari

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0260477999000266.

44 Barbara Prashnig, The Power of Learning Styles: Mendongkrak Anak Melejitkan Prestasi dengan Mengenali Gaya Belajarnya, (Bandung: kaifa, 2007), h. 44


(40)

29

tidak cukup hanya salah satunya. Oleh karena itu, kombinasi dari empat elemen dalam dua dimensi menentukan mana dari empat gaya belajar yang paling dominan. kombinasi menggarisbawahi dua pendekatan yang saling berkaitan dalam memahami pengalaman: Pengalaman Konkret dan Konseptualisasi Abstrak, serta dua pendekatan dalam mengubah pengalaman: Observasi Reflektif dan Eksperimentasi Aktif46. Dari dua kombinasi pendekatan tersebut menghasilkan empat pendekatan gaya belajar Kolb yaitu

Konvergen, Divergen, Asimilasi dan Akomodasi.

Teori gaya belajar Kolb tidak dikaitkan dengan dua belahan otak yaitu otak kanan dan otak kiri. Oleh karena itu McCarty mengembangkan teori Kolb, di mana setiap gaya belajar dikaitkan dengan dua belahan otak yang dikenal dengan 4MAT System. Pelajar otak kiri yang logis, rasional, sekuensial, serial, dan verbal. Pelajar otak kanan adalah intuitif, emosional, holistik,dan paralel47. Meskipun dua bagian otak memiliki peran yang berbeda dalam memproses informasi, tetapi kedua bagian otak sangat penting dalam memproses informasi. Jadi, menurut Bernice McCarty bahwa seluruh otak dianggap menangani gaya kognitif dalam memproses informasi48.

Bernice McCarthy memberi kesan bahwa pelajar divergen

lebih memilih untuk menggunakan mendengarkan, berbicara, berinteraksi dan brainstorming dalam belajar. Pertanyaan kunci untuk orang-orang ini adalah “mengapa?”. Pelajar asimilasi

menggunakan mengamati, menganalisis, mengklasifikasi dan berteori dalam proses belajar mereka. Pertanyaan kunci untuk orang-orang ini adalah “apa?”. Pelajar konvergen ingin pembelajaran dengan melibatkan bereksperimen, memanipulasi dan bermain-main dalam belajar. Pertanyaan kunci untuk orang-orang ini adalah "bagaimana?". Pelajar akomodasi memilih belajar

46 Miftahul Huda. Model-model pengajaran dan pembelajaran. (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013), h.172.

47Huitt, W. 2000. “Individual differences: The 4MAT system.” In Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 1, 2007, from http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/instruct/4mat.html. pada 19 maret 2017.

48 Rokhmawati, Andewi. Bridging the Gap between Teachers’ Approach to Teaching and

Students’ Approach to Learning. Educationist, Vol.1 No. 2, pp. 82-83, juli 2007. Diakses,http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._I_No._2Juli_20 07/3_Andewi_Rokhmawati_Layout2rev.pdf. pada 19 maret 2017, h.84


(41)

30

didasarkan pada eksperimen dan penemuan. Pertanyaan kunci untuk orang-orang ini adalah “jika… maka apa yang akan terjadi” 49.

4MAT System didasarkan pada anggapan bahwa belajar terbaik terjadi dengan melewati empat kuadran dari siklus

pembelajaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.450.

Bernice McCarthy menyatakan bahwa peserta didik cenderung merespon empat jenis pertanyaan (mengapa, apa, bagaimana, dan apa jika) dengan cara yang berbeda bergantung pada kecenderungan mereka untuk menggunakan setiap bagian otak. Masing-masing pembelajar memiliki pilihan yang berbeda dalam menanggapi pertanyaan tergantung pada kecenderungan peserta didik untuk menggunakan bagian otak yang berbeda. Sehingga Bernice McCarthy memberikan empat gaya belajar dengan masing-masing gaya yang mencerminkan karakteristik empat kuadran terpisah yang terkait dengan fungsi belahan otak51.

McCarthy mengklasifikasikan gaya belajar ke dalam 4 kuadran yang dikenal dengan 4MAT System yang digambarkan pada sebuah lingkaran belajar yaitu:

49 Sendil Can. Op.Cit., h. 1854

50 John N. Harb, dkk. Use of the Kolb Learning Cycle and the 4mat System in Engineering Education. Journal of Engineering Education, Vol. 82, No. 2, April 1993. h. 71.

51 Andewi Rokhmawati. Op.Cit., h. 83

Gambar 2.4 Siklus Pembelajaran


(42)

31

Gambar 2.5

Kuadran Gaya Belajar 4MAT System

Menurut McCarthy, pembelajar membentuk makna melalui sebuah putaran alami, yaitu bergerak dari merasakan ke merefleksikan, berpikir, dan melakukan. Empat gaya belajar tersebut adalah52:

1) Innovative Learner

Orang dengan tipe belajar ini memilih berbicara mengenai pengalaman dan perasaan mereka, bertanya, atau bekerja dalam kelompok. Menyukai belajar masalah-masalah yang berhubungan kehidupan nyata, diasuh oleh guru, diberi

jawaban atas pertanyaan “mengapa”. Pelajar ini tidak suka

mengingat, mendengarkan penjelasan yang panjang lebar, diberi presentasi lisan, dan konflik. Pelajar ini juga tidak suka tes, khususnya jika dibatasi waktu. Pelajar ini mempercayai pengalaman mereka sendiri, dan dapat melihat situasi baru dalam bebagai perspektif. Innovators adalah orang-orang yang

52 Bernice McCarthy, Using the 4MAT system to bring learning styles to schools. Diakses

www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_199010_mccarthy.pdf. pada 30 maret 2017

Innovative Learners 1

2

Analytic Learners Dynamic

Learners 4 3 Common Sense

Learners

Sensing/Feeling

Thinking

W a t c h i n g D

o i n g


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muslim. Memahami Sebuah Konsep Dan Konstruk Dalam

Penelitian. diakses dari

http://musliminafandi.blogspot.co.id/2015/10/memahami-sebuah-konsep-dan-konstruk.html pada tanggal 30 Maret 2017.

Afif, Alifa Muhandis Sholiha. Skripsi. Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Dalam Problem

Based Learning (PBL). (Semarang: Unnes, 2016)

Anwar, Nizar. Pengertian grafik dan contohnya. diakses dari http://bumi-to-mars.blogspot.co.id/2015/07/pengertian-grafik-dan-contohnya.htm. pada tanggal 30 Maret 2017

Zeytun, Aysel Sen dkk. Mathematics Teachers’ Covariational Reasoning Levels and Predictions about Students’ Covariational

Reasoning Abilities. Diakses pada 23 Februari 2017;

http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ919862.pdf.

Can, Sendil. “ The effects of science students teachers academic achievements, their grade levels, gender and type of education they are exposed to on their 4mat learning styles (Case of Mugla University, Turkey)”. Procedia social and behavioral sciences. (January 4, 2009), pp. 1853-1857.

Cahyant. Pengertian Konsep, Konstruk , Proposisi dan teori dalam

penelitian ilmiah, Diakses pada tanggal 30 Maret 2017;

http://fisikadansains.blogspot.co.id/2017/01/pengertian-konsep-pengertian-konstruk.html; Internet

Carlson, M. P., Jacobs, S., Coe, E., Larsen, S., & Hsu, E. 2002. “Applying Covariational Reasoning While Modeling Dynamic Events: A Framework and a Study”. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 33 No. 5, 352 – 378.


(2)

80

Chazan, D. Beyond formulas in mathematics and teaching: Dynamics of the high school algebra classroom. New York: Teachers College Press. 2000.

Clement, J., “The concept of variation and misconceptions in Cartesian graphing”. Focus on Learning Problems in Mathematics, 11(1–2) ,1989.

Confrey, Jere and Smith, Erick., "Splitting, covariation, and their role in the development of exponential functions." Journal for research in

mathematics education, Vol. 26, No. 1, 1995, 66-86.

http://www.jstor.org/stable/749228. Diakses pada 21 Maret 2017. Dewi, Nurin Putriana. Skripsi. Analisis Penalaran Ditinjau dari Gaya

Belajar Siswa Kelas X-A di MA Darul Huda Wonodadi Blitar

Tahun 2013/2014 Materi Jarak dalam Ruang Dimensi Tiga.

(Tulungagung:IAIN, 2014)

Gunawan, Adi. W. Genius learning strategy petunjuk praktis untuk

menerapkan accelarated learning, (jakarta: 2006). 139-140 dikutip

dari skripsi Teti widiyanti. pengaruh gaya belajar teradap

kemampuan pemecahan masalah matematik; Diakses dari

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5755/1/T ETI%20WIDIYANTI-FITK. pada 19 Maret 2017

Harb, John N., Durrant, S. Olani, Terry, Ronald E., Use of the Kolb Learning Cycle and the 4mat System in Engineering Education. Journal of Engineering Education, Vol. 82, No. 2, April 1993, pp. 70-77.

Hidayanto, Erry. Studi Kasus Penalaran Kovariasional Mahasiswa pada

Mata Kuliah Kalkulus Lanjut, diakses dari

https://www.researchgate.net/publication/274513115_Studi_Kasus_ Penalaran_Kovariasional_Mahasiswa_pada_Mata_Kuliah_Kalkulus _Lanjut. pada tanggal 30 Maret 2017.

Hinton, Morna. “The Victoria and Albert Museum Silver Galleries II: Learning Style and Interpretation Preference in the Discovery Area.” Museum Management and Curatorship, Vol. 17, No. 3, pp.


(3)

81

253-294, 1998. Diakses, dari

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S02604779990002 66. pada 14 Maret 2017

Huda, Miftahul. Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Huitt, W. 2000. “Individual differences: The 4MAT system.” In Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Retrieved May 1, 2007, from http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/instruct/4mat.html. pada 19 Maret 2017.

Jaenudin, Agus. Analisis penalaran kovariasional mahasiswa dalam mengkonstruk grafik fungsi kejadian dinamik, diakses pada 11

Maret 2017

http://www.widyasari_press.com/index.php?option=com_content& view=article&id=959%3A

Jere Confrey & Erick Smith, “Exponential functions, rates of change, and the multiplicative unit”. Educational Studies in Mathematics, 26, 1994.

Johnson, Heather L. 2012“Reasoning about variation in the intensity of change in covarying quantities involved in rate of change”. Journal of mathematical behavior: Vol. 31 (2012), pp. 313-330

Kartika, S. Ariesta,. Analisis karakteristik gaya belajar VAK (Visual, Auditorial, Kinestetik) Mahasiswa pendidikan informatika angkatan 2014. Jurnal ilmiah eductic. Volume 1, No.1, 2014

Khairunnisa & Abdul Haris, profil penalaran matematika siswa SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb. Jurnal Ilmiah Pendidikan

matematika, Vol 3 No. 5. 2016

Koklu, O. An Investigation of College Students’ Covariational Reasonings. USA: Florida State University (Ph.D. Dissertation). 2007.


(4)

82

Lefever, Marlene D., Learning Styles: Reaching Everyone God Gave

You to Teach, USA: David C. Cook, 2004.

Lefever, Marlene D. 2004. Creative Teaching Methods. Barcelona:

Kindle. Diakses dari

http://www.onthewing.org/user/Learning%20Styles.pdf. Pada 6 Mei 2017.

Lithner, J. A Research Framework for Creative and Imitative Reasoning, JurnalEducational Studies in Mathematics, 67, 255-276. 2008.

McCarthy, Bernice. 1990. “Using The 4mat System To Bring Learning

Styles To

Schools.www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/.../el_199010_mccarthy

.pdf; Diakses pada 23 Maret 2017.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.

Moore, Kevin C., Paoletti, Teo, Musgrave, Stacy, 2013, “Covariational Reasoning and Invariance Among Coordinate Systems”. The

Journal of Mathematical Behavior. Vol. 32, pp.461-473.

Nasution, S. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.

Prashnig, Barbara. The Power of Learning Styles: Mendongkrak Anak

Melejitkan Prestasi dengan Mengenali Gaya Belajarnya. Bandung:

kaifa, 2007.

Rahmawati, Suci Septia. Skripsi: Profil Penalaran Kreatif Siswa Smp Dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Datar Ditinjau Dari

Kemampuan Matematika Dan Gender, Surabaya: UIN, 2015.

Robert, J. Stenverg, Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Translated by Yudi Santoso, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008.

Rokhmawati,Andewi. Bridging the Gap between Teachers’ Approach to Teaching and Students’ Approach to Learning. Educationist, Vol.1


(5)

83

No. 2, pp. 82-83, juli

2007.Diakses,http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONI ST/Vol._I_No._2Juli_2007/3_Andewi_Rokhmawati_Layout2rev.pd f. pada 19 Maret 2017;

Saldanha, L., & Thompson, P. W. (1998). “Re-thinking co-variation from a quantitative perspective: Simultaneous continuous variation”. In S. B. Berensah & W. N. Coulombe (Eds.),

Proceedings of the Annual Meeting of the Psychology of

Mathematics Education - North America. Raleigh, NC: North

Carolina State University.

Stewart, James. Kalkulus. Jakarta: Salemba Teknika, 2009.

Subanji. Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasi. Malang: UM Press, 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2015. Suharman. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi, 2005.

Susilo, J. Sukses dengan Gaya Belajar. Yogyakarta: Pinus, 2009. Subanji. 2006. “Berpikir pseudo penalaran kovariasi dalam

mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dimanik: sebuah analisis berdasarkan kerangka kerja VL2P dan implikasinya pada pembelajaran matematika”. jurnal ilmu pendidikan, Vol.13, No.1, pp. 1-8. Diakses pada 23 Februari 2017; http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/57/286.

Tall, D. Function and Calculus: Dalam A. J. Bishop dkk (Eds.),

International Handbook of Mathematics Education, 289-325,

Dordrecht: Kluwer. 1997.

Thompson, P. W., & Carlson, M. P. 2017. Variation, covariation, and functions: Foundational ways of thinking mathematically. In J. Cai (Ed.), Compendium for research in mathematics education (pp. 421-456). Reston, VA: National Council of Teachers of


(6)

84

thompson.net/PDFversions/2016ThompsonCarlsonCovariation.pdf. Pada 21 Maret 2017.

Thompson, P. W. 1994. Students, functions, and the undergraduate curriculum. In E. Dubinsky, A. H.Schoenfeld, & J. J. Kaput (Eds.),

Research in Collegiate Mathematics Education, 1 (Issues in

Mathematics Education Vol. 4, pp. 21-44). Providence, RI: American Mathematical Society. Diakses dari http://www.pat thompson.net/PDFversions/1994StuFunctions.pdf. pada 21 Maret 2017.

Umah, Ulumul., As’ari, Abdur Rahman., dan Sulandra, I Made. Penalaran Kovariasional Siswa Kelas Viiib Mts Negeri Kediri 1

Dalam Mengonstruk Grafik Fungsi. Diakses pada 21 Februari 2017;

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/34024 Ummah, Ulumul., As’ari, Abdur Rahman., dan Sulandra, I Made.

Struktur argumentasi penalaran kovariasional siswa kelas VIIIB

MTsN 1 kediri. Diakses pada 21 Februari 2017,

http://journal.unipdu.ac.id/index.php/jmpm/article/view/498. Umah, Ulumul. Mengembangkan penalaran siswa dalam pembelajaran

konsep

fungsi.https://www.researchgate.net/publication/307606036_menge

mbangkan_penalaran_siswa_dalam_pembelajaran konsep_fungsi. Diakses pada 12 Maret 2017.

Yamin, Martinis. Strategi Dan Metode Dalam Model Pembelajaran, Jakarta: Referensi, 2013.