PROFIL INKUIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROYEK DIBEDAKAN BERDASAR GAYA BELAJAR.

(1)

PROYEK DIBEDAKAN BERDASAR GAYA

BELAJAR

SKRIPSI

Oleh

TIA CHRISTINA SARI NIM D04211016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


(2)

(3)

(4)

(5)

PROFIL INKUIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA BERBASIS PROYEK DIBEDAKAN

BERDASAR GAYA BELAJAR

Oleh :

Tia Christina Sari ABSTRAK

Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu siswa mengembangkan kompetensi matematika. Cara membangun kompetensi matematika siswa yaitu dengan serangkaian proses ilmiah. Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya keterampilan inkuiri siswa. Penyebab rendahnya keterampilan inkuiri siswa adalah proses pembelajaran yang kurang tepat, padahal keterampilan inkuiri juga merupakan salah satu aspek yang penting. Untuk meningkatkan keterampilan inkuiri siswa dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa dengan proses pembelajaran berproyek. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil inkuiri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini berjumlah 6 orang yang diambil dari siswa kelas X TKJ 1dan X TKJ 2 di SMK YPM 7 Tarik yang didasarkan pada gaya belajar siswa. Pengumpulan data dengan lembar observasi dan wawancara. Lembar observasi dan wawancara tersebut dianalisis berdasarkan indikator tahapan inkuiri.

Berkaitan dengan tujuan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah subjek dengan gaya belajar visual mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan menengah, sedangkan subjek dengan gaya belajar auditori mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan lanjutan. Dan subjek dengan gaya belajar kinestetik mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan terpadu berdasarkan tahapan Hirarqi of Inquiry.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

HALAMAN JUDUL... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

F. Batasan Penelitian ... 11

G. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Tahapan Penemuan Ilmiah (Hirarqi of Inquiry) ... 13

1. Inkuiri ... 13

2. Hirarqi of Inquiry ... 14

B. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek ... 20

1. Pembelajaran Matematika ... 20

2. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek ... 21

3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek ... 22

4. Prosedur Pembelajaran Berbasis Proyek ... 23

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek... 25

6. Hubungan Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Inkuiri ... 26


(7)

D. Materi Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek

dengan Tahapan Hirarqi of Inquiry ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data... 33

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Paparan Data dan Analisis Data ... 40

1. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Visual ... 40

a. Subjek dengan Gaya Belajar Visual V1 ... 40

b. Subjek dengan Gaya Belajar Visual V2 ... 53

2. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Visual ... 68

a. Subjek dengan Gaya Belajar Auditori A1 ... 68

b. Subjek dengan Gaya Belajar Auditori A2 ... 80

3. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Kinestetik ... 91

a. Subjek dengan Gaya Belajar Kinestetik K1 ... 91

b. Subjek dengan Gaya Belajar Kinestetik K2 ... 103

4. Perbedaan Profil Inkuiri Siswa Berdasar Gaya Belajar ... 113

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 116

1. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Visual ... 116

2. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Auditori ... 117

3. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Kinestetik ... 119

4. Perbedaan Aspek Inkuiri Siswa Berdasar Gaya Belajar... 120

C. Diskusi Hasil Penelitian ... 122

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Simpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki proses memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Proses ini

membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan

kemauan bekerjasama yang efektif.1 Proses yang dibutuhkan

tersebut dapat dikembangkan dengan belajar matematika.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Salah satu alasan mengapa matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu matematika juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu yang mampu melatih proses daya pikir manusia.

Secara filosofi matematika berpola pikir deduktif, tetapi dalam pembelajaran matematika dapat diajarkan secara induktif. Sifat-sifat dalam matematika ada yang diperoleh berdasarkan kenyataan di

lapangan, ada pula yang diperoleh dari pola pikir manusia.2Dalam

membangun kompetensi matematika siswa, dapat dilakukan dengan serangkaian pembelajaran matematika dengan pendekatan ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah ditekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Siswa tidak hanya berperan sebagai

1

Depdiknas.(2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika [Online]. Tersedia :

http://sasterpadu.tripod.com/sas_store/Matematika.pdf [28 Pebruari 2015] pukul 07.30

2

Soedjadi. 1998.Pengantar Dasar Matematik. Jakarta :Depdikbud Dirjen Dikti .h.44


(9)

penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan menemukan sendiri inti dari suatu materi pelajaran. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self confident).3

Pembelajaran matematika dengan pendekatan ilmiah diharapkan dapat mengembangkan pengalaman belajar siswa. Siswa dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis percobaan, merancang instrumen percobaan, mengumpulkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan. Apabila siswa dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran melakukan percobaan secara mandiri maka dapat melatihkan sikap ilmiah siswa, mulai dari proses menemukan suatu masalah sampai menghasilkan suatu produk serta dapat mengkomunikasikan hasil produk.4

Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Gulo bahwa: “Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh proses siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.5

Pembelajaran matematika ditekankan untuk mempelajari

proses menemukan fakta sendiri, menghasilkan suatu produk dari

hasil penyelidikan yang dilakukan secara mandiri sehingga dapat mengasah sikap ilmiah pada siswa. Dengan demikian dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya harus menguasai dan memahami konsep, fakta, prinsip, atau fenomena alam saja tetapi juga menuntut siswa untuk terlibat langsung dalam suatu proses

3Fanny Adibah, Skripsi: “ Pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri di kelas VIII Mts Negeri 2 Surabaya, (Surabaya: IAIN,2009),h.3

4 Ferra Tri Puspita Sari, Skripsi: ” Profil Proses Inkuiri dan Profil Belajar Siswa SMK berdasarkan Level Of Inqury Model,( Bandung : UPI, 2014),h.1

5

Trianto,2009. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi


(10)

penemuan pengetahuan. Dengan melibatkan siswa dalam proses penemuan pengetahuan berarti melatih proses inkuiri siswa.

Kompleksitas proses inkuiri yang wajib dimiliki siswa terdiri atas serangkaian proses mulai dari tahap paling dasar sampai tahap paling tinggi.6 Guru harus dapat dengan tepat memilih metode pembelajaran yang dapat memunculkan proses penemuan yang akan digunakan dalam pembelajaran, sehingga dapat dengan tepat pula melatih proses penemuan oleh siswa dalam melakukan proses penemuan ilmiah.7

Proses pembelajaran yang pernah peneliti ketahui belum banyak melatihkan proses pembelajaran dengan proses penemuan ilmiah. Sehingga siswa masih belum terbiasa melakukan proses penemuan ilmiah, maka akan lebih baik jika melatih proses ilmiah secara bertahap. Dengan demikian akan lebih mudah bagi siswa untuk mempelajari tiap-tiap tahapan inkuiri tersebut. Selain itu penentuan penerapan strategi inkuiri yang tepat juga akan membantu siswa memperoleh pemahaman dari suatu pengetahuan secara utuh.8 Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika harus dilaksanakan dengan menerapkan proses inkuiri yang tepat agar dapat melatih dan mengembangkan proses belajar siswa dalam proses penemuan ilmiah. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk memililh tahapan inkuiri yang akan diterapkan terdapat hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan yaitu karakteristik dari jenis inkuiri itu sendiri, gaya belajar siswa, dan besar kecilnya peranan siswa dan guru dalam pembelajaran.

Fungsionalnya kondisi pembelajaran sangat diwarnai oleh kejelasan tujuan, strategi pencapaian tujuan dan keterlibatan siswa dalam pencapaian tujuan itu. Sikronisasi antara tujuan, strategi dan keterlibatan siswa ini yang akan menentukan keberhasilan pendidikan. Prosedur pembelajaran diharapkan mampu menumbuhkan berbagai proses kecerdasan baik intelektual,

6 Wenning, CJ.,2005. “Hierarchies of pedagogical practices and inquiry

processes” revised 2/12

7 Ibid,.

8Wenning, C.J., 2005, “Implementing Inquiry

-Based Instruction in the Science Classroom: A New Model For Solving the Improvement-Of-Practice Problem”, Journal of Physics Teacher Education Online, 2(4), 9-15.


(11)

emosional, kreativitas dan kecerdasan moral serta mampu menumbuhkan keterampilan mereka.9

Dalam mendukung proses belajar penemuan ilmiah maka diperlukannya pendekatan yang dapat memunculkan proses penemuan. Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.10

Tiga ranah kompetensi memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.11

Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah, sehingga perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry

learning). Untuk mendorong proses ilmiah siswa sehingga

menghasilkan karya kontekstual baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis proyek (proyek based learning).12

9

Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan , Cet. I, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) h.84.

10

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, Implementasi Kurikulum, Lampiran IV. Pedoman Umum Pembelajaran.: Jakarta.

11 Ibid, 12


(12)

Pada proses pembelajaran matematika yang melatihkan proses penemuan ilmiah sangat sesuai jika menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek. Karena pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk melakukan kegiatan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan siswa untuk belajar bekerja secara mandiri maupun kelompok.

Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah materi geometri. Pemilihan materi ini dikarenakan banyak penerapan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jane yang menyatakan “Geometry touches on every aspect of our lives”.13 Selain itu, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam materi geometri. Beberapa penelitian memperkuat pernyataan tersebut adalah Clements dan Battista mengemukakan temuannya bahwa siswa lebih baik menyelesaikan permasalahan geometri yang disajikan secara visual dibanding secara verbal.14

Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dalam menyerap, memproses, dan mengerti informasi yang diterimanya. Cara yang dipilih siswa dalam menyerap, memproses, dan mengerti informasi yang diterimanya dinamakan gaya belajar. Gaya belajar yang dimiliki siswa juga berbeda-beda. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi cara menyelesaikan masalah yang berbeda pula.15 Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Diptoan bahwa pada dasarnya siswa belajar sesuai dengan gaya belajarnya dan setiap

13 Ika Vactoria Nalurita, Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa” (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013), h.4

14

Imam Indra Gunawan, Op. Cit., h.1. 15Diana Tri Cholidah, Tesis: “

Profil Berpikir Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar” (Surabaya: UNESA, 2014), h.5.


(13)

gaya belajar berpengaruh pada proses berpikir dan hasil belajarnya.16

Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan perubahan secara aktif dalam dirinya yang berupa perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk menuju ke arah yang lebih baik yang setiap orang cenderung mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melakukanya.17

Proses seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran atau informasi sudah pasti berbeda, ada yang cepat, sedang dan ada pula yang lambat. Oleh karena itu, mereka para siswa sering kali harus menempuh cara yang berbeda satu dengan yang yang lain untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa lebih suka seorang guru mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membuat catatan untuk kemudian dibaca dan mencoba memahaminya, tetapi sebagian siswa yang lain lebih suka seorang guru yang mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu ada sebagian siswa yang lain lagi lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan materi pelajaran tersebut. Ada juga sebagian siswa yang lebih suka belajar dengan cara menempatkan guru sebagai seorang penceramah yaitu guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya dapat mereka pahami sendiri.

Sejalan dengan pendapat Gunawan yang mengemukakan bahwa siswa yang belajar menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, maka saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan maka dalam proses pembelajaran guru harus menyesuaikan dengan karakteristik cara belajar yang dimiliki masing-masing siswa.18

16 Ibid,. 17

Gatot Soenardji. 2003. Journal Gaya belajar. Vol 3 h.3 18


(14)

Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda yaitu dapat menerima pembelajaran dengan cara visual, auditori, dan kinestetik maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.19

Penjelasan di atas merupakan pandangan tentang bagaimana pembelajaran matematika yang dapat menunjukkan proses inkuiri siswa. Akan tetapi kondisi tersebut tidak ditemukan saat dilakukan studi pendahuluan di salah satu SMK di Sidoarjo. Dari studi pendahuluan yang dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan guru matematika di sekolah ini masih menggunakan metode ceramah dan berpusat pada guru. Keterbatasan waktu pembelajaran dan banyaknya jumlah materi yang harus disampaikan menjadi alasan mengapa guru lebih memilih menggunakan metode ceramah. Kelemahan dari metode ceramah yang peneliti temukan dari hasil observasi adalah siswa tidak dilibatkan dalam poses penemuan pengetahuan. Hal ini tampak dari aktivitas siswa selama pembelajaran yang hanya memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran, merespon pertanyaan-pertanyaan sederhana yang tidak menuntut siswa untuk berpikir keras dan mengerjakan soal sesuai perintah guru.

Metode ceramah juga sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan.20 Selain itu peneliti tidak menemukan proses inkuiri yang muncul. Dengan demikian, dari penjelasan tentang hasil studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang berpusat

19

Savery, J. R. (2006). Overview of problem-based learning: Definitions and distinctions. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9– 20. Journal of Problem-Based Learning, 3(1), 12–43.

20

Majid Abdul. Strategi Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013) h.197


(15)

pada guru tidak melatih siswa untuk melakukan proses penemuan ilmiah.

Berdasarkan permasalahan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika belum dilakukan secara optimal dan harus segera ditemukan langkah yang tepat untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika. Proses penemuan ilmiah tidak dilaksanakan secara sekaligus kepada seluruh siswa karena tidak semua siswa terbiasa mencari, menemukan, dan mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, proses penemuan ilmiah sebaiknya diajarkan secara bertahap, dengan sedikit demi sedikit mengurangi bimbingan oleh guru kepada siswa sehingga pada akhirnya siswa mandiri dan sudah dapat terbiasa melakukan proses pencarian dan penemuan.21

Salah satu proses pembelajaran yang memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut yaitu melalui Hirarqi of Inquiry. Proses ini dikembangkan untuk mempermudah guru dalam penggunaan proses penemuan ilmiah melalui beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tahap proses berpikir siswa.22Hirarqi of Inquiry

terdiri atas lima tahapan, yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypotethical inquiry. Wenning menjelaskan bahwa tahapan inkuiri ada lima tingkatan keterampilan yaitu keterampilan paling dasar, keterampilan dasar, keterampilan menengah, keterampilan terpadu, dan keterampilan lanjutan. Pembelajaran dengan menerapkan tahap inkuiri tertentu dirancang sesuai dengan fokus tingkat keterampilan inkuiri yang dilatihkan pada siswa.23

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat keterampilan inkuiri dengan mengambil judul penelitian “Profil Inkuiri Siswa dalam Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek dibedakan Berdasar Gaya Belajar di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo”

21

Winny Liliawati, Jurnal Analilis Proses Inkuiri dalam Penerapan Level Of Inquiry. (Bandung: UPI.2014) hlm.34

22Wenning, C. J., 2010, “Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science”, Journal of Physics Teacher Education Online, 5(4), 11-20. 3 Maret 2015. Pukul 10.45

23 Ibid.


(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar visual dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?

2. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar auditori dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?

3. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?

4. Bagaimana perbedaan profil inkuiri siswa berdasar gaya belajar dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar visual dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar auditori dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.

3. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.

4. Untuk mengetahui perbedaan profil inkuiri siswa berdasar gaya belajar dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain : 1. Bagi Sekolah

Sebagai masukan dalam mendesain kurikulum yang memperhatikan gaya belajar siswa.


(17)

a. Memberi wawasan baru mengenai proses inkuri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek yang mengacu pada Hirarqi of Inquiry.

b. Dapat dijadikan dasar untuk mendesain pembelajaran dengan gaya belajar siswa yang berbeda.

3. Bagi Siswa

Dengan dilakukannya strategi efektif untuk melatih keterampilan ilmiah siswa dapat memperkenalkan siswa belajar menggunakan metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfer ke dalam situasi lain.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini :

1.

Inkuiri adalah proses ilmiah siswa dalam mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.

2.

Profil Inkuiri adalah gambaran mengenai hirarki dari suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis yang dilakukan oleh siswa.

3.

Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran sehingga dapat menginduksi kreatifitas siswa, melatih siswa dalam berfikir kritis, rasional, dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan oleh guru dengan melibatkan kerja proyek melalui pertanyaan menuntun dan membimbing serta memberi pengalaman nyata.

4.

Hirarqi of Inquiry merupakan suatu tahapan dalam

pembelajaran yang memberikan panduan tentang urutan dalam pembelajaran yang berfokus pada proses penemuan ilmiah. Sehingga memudahkan guru dalam menerapkan proses penemuan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan proses intelektual siswa. Hirarqi of Inquiry


(18)

tahap terendah hingga tahap tertinggi: discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan

hypotethical inquiry.

5.

Gaya belajar merupakan proses kombinasi yang dimiliki oleh seorang siswa untuk menerima, menyerap, mengatur dan mengolah materi pelajaran yang diterimanya selama proses pembelajaran. Tiga jenis gaya belajar yaitu : visual, auditori, kinestetik.

6.

Gaya belajar visual merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan indera pengelihatan.

7.

Gaya belajar auditori merupakan kecenderungan gaya belajar dengan mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingat informasi yang diperoleh.

8.

Gaya belajar kinestetik merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan gerak tubuh yang mengharuskan individu menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar dapat mengingatnya.

F. Batasan Penelitian

Adapun batasan pada penelitian ini, antara lain :

1.

Penelitian ini akan menggunakan teori Carl J Wenning untuk memperhatikan keterampilan inkuiri siswa. Keterampilan inkuiri siswa dapat dilihat dari sebuah proses pembelajaran. Proses inkuiri selanjutnya menjadi variabel yang akan diukur dalam penelitian ini. Proses inkuiri yang dilihat pada penelitian ini dibatasi dengan menyesuaikan materi yang diajarkan. Pada tahap keterampilan paling dasar dilihat proses siswa dalam mengamati, memperkirakan, mengelompokkan hasil, mengkomunikasikan hasil. Pada tahap keterampilan dasar dilihat proses siswa dalam memprediksi pernyataan tentang apa yang akan terjadi dan menjelaskan. Pada tahap keterampilan menengah dilihat proses siswa dalam mengumpulkan data, membangun dan merancang strategi, melaksanakan penyelidikan ilmiah, dan mendiskripsikan hasil. Pada tahap keterampilan terpadu dilihat proses siswa dalam menerapkan rencana percobaan serta mengumpulkan data yang sesuai. Pada tahap keterampilan lanjutan dilihat proses


(19)

siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, memecahkan masalah yang kompleks dalam dunia nyata.

2.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil materi geometri KD

3.13. Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik dan garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya dan KD 4.13.Menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

3.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil jawaban subjek secara homogen untuk dijadikan kesimpulan dalam melihat profil inkuiri siswa.

G. Sistematika Penelitian

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II : Pada kajian pustaka berisi tentang definisi tahapan inkuiri (Hirarqi of Inquiry), pembelajaran matematika berbasis proyek, gaya belajar, materi pembelajaran pada setiap tahap inkuiri dengan berbasis proyek. Bab III : Pada metode penelitian berisi tentang jenis penelitian,

waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

Bab IV : Hasil dan pembahasan berisi tentang analisis data dan pembahasan.


(20)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tahapan Penemuan Ilmiah (Hirarqi of Inquiry)

1. Inkuiri

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaitu inquiry, yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Trowbridge & Bybee (1986) mengemukakan “Inquiry is the process of defining and investigating problems, formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and

drawing conculations about problems”. Menurut mereka

inquiry adalah proses mendefinisikan dan menyelidiki

masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut.23

Inkuiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami, karena inkuiri menuntut peserta didik untuk berpikir. National Science Education Standards (NSES) mendefinisikan inkuiri sebagai aktivitas beraneka ragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat apa yang telah diketahui, merencanakan investigasi, memeriksa kembali apa yang telah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Inkuri memerlukan identifikasi asumsi, berpikir kritis dan logis, dan

23

Asri Widowati, Penerapan Pendekatan Inquiry dalam Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Pengembangan Cara Berpikir Divergen, Majalah Ilmiah Pembelajan , Vol. 3, No. 1, Mei 2007, h. 21


(21)

pertimbangan keterangan atau penjelasan alternatif.24 Inkuiri juga diartikan sebagai aktivitas siswa dimana mereka mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu pengetahuan sebagaimana layaknya ilmuwan memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam inkuiri siswa dituntut aktif secara fisik dan mental untuk dapat mengalami pembelajaran bermakna yang pada hakikatnya merupakan peningkatan tingkatan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran.

Piaget menyatakan bahwa inkuiri merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. Inkuiri sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.25

Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, inkuiri dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.

2. Hirarqi of Inquiry

Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

24

http://www.justsciencenow.com/inquiry.Diakses tanggal 20 Juni 2015, pukul 13.00.

25

Mulyasa, E., Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 108-109


(22)

siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.26 Menurut Trianto, untuk melaksanakan inkuiri secara maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Pertama, Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan adanya tekanan/ hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri berfokus hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.27

Hirarqi of inquiry merupakan “an approach to

instruction that systematically promotes the development of intellectual and scientific process skills by addressing inquiry in a systematic and comprehensive fashion”. Tahapan hirarqi

of inquiry dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam

menerapkan inkuiri secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan kemampuan intelektual siswa.28

Hirarqi of inquiry adalahhirarki pratik pedagogis yang berkaitan dengan proses inkuiri. Wenning mengelompokkan ke dalam lima urutan dalam menerapkan kegiatan berinkuiri yaitu : discovery learning, interactivedemonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypotethical inquiry.29 Lima tahapan

26

Trianto,OP.Cit.h.135 27

Ibid,

28 Wenning, C. J., 2011, “Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses”, Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2), 2-8. 29

Wenning, C.J. (2005a). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal of Physics Teacher Education Online,


(23)

pembelajaran inkuiri tersebut diurutkan berdasarkan dua hal, yaitu kecerdasan intelektual dan pihak pengontrol. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan metode tertentu, sedangkan pihak pengontrol adalah pihak yang mengontrol kegiatan pembelajaran. Pihak pengontrol adalah pihak yang mendominasi dalam melaksanakan setiap tahapan pembelajaran, yaitu berperan dalam menemukan permasalahan, melakukan percobaan, hingga merumuskan kesimpulan. Tabel 2.1 menyatakan urutan pelaksanaan pembelajran inkuiri yang dijabarkan oleh Wenning pada jurnal “Hirarqi of Inquiry”.30

Tabel 2.1 Hirarqi of Inquiry

Urutan pelaksanaan pembelajaran inkuiri pada tabel di atas bergerak dari arah kiri ke kanan. Peningkatan kecerdasan yang dimiliki siswa dalam pelaksanaan kegiatan inkuiri, bergerak dari bagian kiri ke bagian kanan, dimana proses inkuiri pada bagian paling kiri cocok diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah sedangkan metode pada bagian paling kanan cocok untuk diterapkan pada siswa yang memiliki kecerdasan tinggi. Begitu pula perubahan pihak pengontrol dari guru ke siswa bergerak dari kiri ke kanan, dimana bagian paling kiri guru lebih banyak mengontrol dan mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa bersifat pasif, sedangkan bagian paling kanan siswa lebih banyak

2(3), February 2015,pp.3-11.Available:

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/levels_of_inquiry.pdf 30


(24)

mengontrol pembelajaran dan guru hanya mendampingi dan mengawasi selama proses pembelajaran.31

Adapun definisi secara operasional dari setiap praktek pedagogis ke lima Hirarqi of Inquiry sebagai berikut:32 a. Belajar Penemuan (Discovery learning)

Discovery learning merupakan bentuk

pembelajaran yang paling mendasar dari pembelajaran yang berorientasi inkuiri. Fokus dari Discovery learning

bukan pada pencarian aplikasi pengetahuan, melainkan untuk membangun pengetahuan secara induktif dari pengalaman- pengalaman dan menggunakan refleksi sebagai kunci pemahaman. Pada pembelajaran ini guru menyajikan percobaan, menggunakan urutan pertanyaan selama atau setelah pengamatan untuk membimbing siswa pada kesimpulan dan pertanyaan diskusi yang secara langsung berfokus pada masalah. Dari hal ini siswa akan membangun hubungan yang sederhana atau prinsip-prinsip dari pengalaman mereka.

b. Demonstrasi Interaktif (Interactive Demonstration) Interaktive Demonstration terdiri dari seorang guru untuk menunjukkan alat ilmiah dan kemudian mengajukan pertanyaan tentang apa yang akan terjadi (prediksi) atau bagaimana sesuatu yang mungkin terjadi (penjelasan). Setelah melakukan peragaan, guru berperan untuk menghadirkan respon-respon, dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta – fakta.

c. Pelajaran Inkuiri (Inquiry Lesson)

Inquiry Lesson sama dengan Interactive

Demonstration. Namun, ada beberapa perbedaan diantara

keduanya. Pada Inquiry Lesson, bimbingan diberikan secara tidak langsung dengan menggunakan strategi yang tepat. Guru membantu siswa untuk merumuskan pendekatan eksperimental mereka sendiri, dengan

31 Ibid, 32

Purwant.2003. Jurnal Analilis Kemampuan Inkuiri melalui model pembelajaran berbasis model Hirarki Of Inquiry. Bandung: UPI. .h.108


(25)

mempertimbangkan adanya variabel-variabel percobaan yang saling mempengaruhi proses eksperimen. Dalam tahap ini, bimbingan dari guru lebih banyak diberikan secara langsung menggunakan pertanyaan membimbing. d. Laboratorium Inkuiri (Inquiry Lab)

Inquiry Lab terdiri dari beberapa siswa yang heterogen dalam hal keterampilan melakukan penelitian, kemudian menerapkan rencana percobaan serta mengumpulkan data yang sesuai. Data-data ini kemudian dianalisis untuk menemukan hukum atau hubungan yang tepat antar variabel. Inquiry Lab memiliki tiga jenis berdasarkan tingkat pengetahuan inkuiri sebagai berikut: 1. Inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dalam tahap ini

terdapatnya kegiatan diskusi diawal pembelajaran serta adanya pertanyaan yang menuntun dari guru untuk melakukan prosedur. Kegiatan diskusi ini beperan dalam mengaktifkan pengetahuan terdahulu siswa dan memberikan umpan balik tentang pengetahuan terdahulu.

2. Inkuiri termodifikasi (Bounded Inquiry) peningkatan pada tahap ini adalah pada kemampuan dan kemandirian siswa untuk merancang dan mengadakan eksperimen tanpa banyaknya panduan dari guru . 3. Inkuiri Bebas (Free Inquiry Lab) pada tahap ini

memberikan kebebasan yang lebih banyak bagi siswa dibandingkan aktivitas lab sebelumnya. Panduan guru diganti dengan panduan dari siswa sendiri, sedangkan aktivitas diskusi awal ditiadakan. Karena pada tahap ini membutuhkan kemampuan yang lebih dari siswa.33 e. Inkuiri Hipotesis (Hipothetical Inquiry)

Hipothetical Inquiry merupakan bentuk paling maju dari inkuiri, dimana siswa yang memungkinkan akan menghadapi hipotesis umum dan mengujinya.

Hipothetical Inquiry memiliki perbedaan dengan

membuat prediksi. Prediksi adalah pernyataan tentang apa yang akan terjadi. Hipotesis adalah penjelasan sementara yang dapat diuji secara menyeluruh, dan yang

33 Ibid


(26)

dapat berfungsi untuk membimbing penyelidikan lebih lanjut. 34

Menurut Wenning penggunaan tahapan inkuiri dapat melatih keterampilan-keterampilan siswa. Keterampilan menurut KBI adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas.35 Keterampilan-keterampilan tersebut diklasifikasikan menjadi empat jenis keterampilan, yaitu keterampilan elementer, keterampilan dasar, keterampilan yang terpadu dan keterampilan tingkat tinggi. Keterampilan-keterampilan siswa yang diklasifikasikan kedalam lima jenis keterampilan menurut Wenning ditunjukan sebagai berikut:36

1. Keterampilan elementer

Mengamati, merumuskan konsep, memperkirakan, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil, mengelompokkan hasil.

2. Keterampilan dasar

Memprediksi, menjelaskan, memperkirakan, memperoleh dan mengolah data, merumuskan dan merevisi penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model.

3. Keterampilan menengah

Mengukur, mengumpulkan dan merekam data, membangun sebuah tabel data, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama investigasi, mendeskripsikan hubungan. 4. Keterampilan terpadu

Mengukur metrik, menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama investigasi.

34

Wenning.(2005). Level of inquiry : Hierarchies of pedagogical practices and inquiry proses. h.9

35

http://kamusbahasaindonesia.org/keterampilan Diakses tanggal 29 juni 2015 pukul 12.38

36


(27)

5. Keterampilan lanjutan

Sintesis penjelasan hipotetis kompleks, menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, menghasilkan prediksi melalui proses deduksi.

B. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek 1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensial pembelajaran dengan pengajaran adalah pada tindak pengajaran. Menurut Agus Suprijono pada pengajaran guru mengajar, siswa belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi siswanya untuk mempelajari. Pembelajaran adalah dialog interaktif dan merupakan proses organik serta konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.37

Pembelajaran matematika menurut Suherman adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi atau membangun konsep–konsep atau prinsip–prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun dengan sendirinya.38 Pembelajaran matematika merupakan suatu proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam upaya untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika. Pembangunan prinsip dan konsep tersebut lebih diutamakan dibangun sendiri oleh siswa sedangkan guru hanya sebagai “jembatan” dalam rangka memahami konsep dan prinsip tersebut. Dibangunnya prinsip dan konsep diharapkan siswa mengalami perubahan sikap dan pola pikirnya sehingga dengan bekal tersebut siswa akan terbiasa menggunakannya dalam menjalani kehidupannya sehari–hari.

37

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Surabaya: Pustaka Belajar, 2009), h.13

38


(28)

Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka definisi pembelajaran matematika pada penelitian ini adalah suatu upaya meningkatkan peranan siswa dalam mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri sedemikian hingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.

2. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa. Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.39 Proyek Based

Learning menempatkan siswa sebagai pusat proses

pembelajaran, siswa melakukan aktivitas-aktivitas belajar melalui proyek yang sudah dirancang, untuk mengembangkan pengetahuan mereka agar mendapatkan pengalaman belajar sepanjang hayat.

Susanti dan Muchtar menuliskan Proyek Based

Learning adalah pembelajaran yang dapat menginduksi

kreatifitas siswa, melatih siswa dalam berpikir kritis, rasional, dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan serta memberi pengalaman nyata terhadap siswa.40 Sedangkan menurut Mahmudi Proyek Based Learning dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa, menjadikan siswa produktif dengan proyek nyata yang mereka hasilkan.41 “Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang,

39

Widyantini Theresia.Penerapan Model Proyek Based Learning. Yogykarta .2014.PPPPTK Matematika. h.5 diakses tgl 1 Maret 2015 pukuk: 07.13 40

Rahma riska. Jurnal pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan model Proyek Based Learning .FKIP Unsuri

41Mahmudi, A. 2011. “Proyek Based

-Learning”.

http://staff.uny.ac.id/dosen/ali-mahmudi-spd-mpd-dr. Diakses tanggal 20 April 2015.pukul 14.00


(29)

memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri, tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.”42

Berdasarkan pendapat para tokoh di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika berbasis proyek pada penelitian ini adalah suatu proses komunikasi antar siswa untuk membangun prinsip dan konsep matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru berdasarkan pengalamannya melalui berbagai presentasi.

3. Karakteriristik Pembelajaran Berbasis Proyek

Terdapat 5 karakteristik dalam pembelajaran berbasis proyek antara lain: 43

1. Keterpusatan (centrality).

Proyek dalam Proyek Based Learning adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum.

2. Berfokus pada pertanyaan/ masalah (driving question)

Proyek berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong siswa menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. 3. Penyelidikan konstruktif/ (constructivisme investigation)

Proyek melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, proses pembangunan model.

4. Otonomi (autonomy)

Siswa lebih diberikan kesempatan untuk mengerjakan proyek sesuai sesuai dengan minat dan kemampuan. 5. Realistik (realism)

Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada siswa.

42

Made Wena.2011.Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta:Bumi Aksara.h. 144.

43


(30)

Sejalan dengan pendapat tersebut, Joel L Klein mengungkapkan karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah a) siswa menyelidiki ide- ide penting dan bertanya; b) Siswa menemukan pemahaman dalam proses menyelidiki; c) sesuai dengan kebutuhan dan minatnya; d) menghasilkan produk dan berpikir kreatif; e) kritis dan terampil menyelidiki; f) menyimpulkan materi; g) menghubungkan dengan masalah dunia nyata, otentik dan isu-isu.44

Sedangakan menurut pendapat Thomas karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengontruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata.45

Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan tentang karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut: a) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja; b) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya; c) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil; d) Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan; e) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu; f) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan; g) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya; h) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.

4. Prosedur Pembelajaran Berbasis Proyek

Langkah – langkah penerapan model pembelajaran berbasis proyek yaitu: 46

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

44

Widyantini Theresia..,OP.Cit., h.3 45

https://www.academia.edu/2314979/PENERAPAN_MODEL_PJBL_PROYE K_BASID_LEARNING_DALAM_UPAYA_MENINGKATKAN_KREATIFI TAS_SISWA di akses tgl 22 april 2015 pukul: 10.40

46


(31)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Proyek).

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule).

Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: a) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek, b) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek, c) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru, d) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan e) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

4. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Proyek)

Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah


(32)

dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis proyek menurut Steinberg (1997) adalah: a) keautentikan; b) ketaatan terhadap nilai akademik; c) belajar pada dunia nyata; d) aktif meneliti; e) hubungan dengan ahli; f) penilaian.47

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek ada kelebihan dan ada kekurangannya. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a) Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek

Menurut The Back Institute For Education, model pembelajaran ini mempunyai kelebihan penting bagi siswa masa kini, antara lain:48 1) model pembelajaran berbasis proyek mengintegrasikan wilayah hidup kurikulum; 2) membangun pengembangan kebiasaan berpikir yang di hubungkan dengan belajar seumur hidup, tanggung jawab sipil, dan kesuksesan karir atau pribadi; 3) menguasai pengetahuan dan berpikir dapat menolong siswa baik untuk “to know” maupun “to do”; 4) mendorong munculnya tanggung jawab, penetapan tujuan dan memperbaiki tampilan; 5) dapat melibatkan memotivasi siswa yang bosan dan tidak peduli; 6) mendukung siswa dalam belajar dan mempraktekkan keterampilan dalam penyelesaian masalah; komunikasi dan pengendalian diri; 7) menciptakan komunikasi positif dan hubungan kolaboratif diantara kelompok siswa yang berbeda-beda; 8) dapat memenuhi kebutuhan siswa dengan tingkat keterampilan dan gaya belajar yang beragam.

47

Wena, Made. Op. Cit., h.6 48

Sagala syaiful. 2003.Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alfabeta.h.32


(33)

b) Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek

Adapun kelemahan pembelajaran berbasis proyek yaitu: 1) memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah; 2) membutuhkan biaya yang cukup banyak; 3) banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana guru memegang peran utama di kelas; 4) banyaknya peralatan yang harus disediakan; 5) peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan; 6) ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok; 7) ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.49

6. Hubungan Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Inkuiri Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan sebuah model atau pendekatan yang inovatif, yang menekankan belajar konstektual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara mandiri menggali pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya dalam menghasilkan produk nyata.

Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh.50 Keterkaitan pembelajaran berbasis proyek dengan inkuiri adalah siswa bereksplorasi untuk menemukan konsep/prinsip sendiri dan

49 Ibid,

50


(34)

menggunakan cara inkuirinya untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.51

C. Gaya Belajar

Dalam proses belajar terdapat perbedaan cara mendasar pada tiap orang dalam penyerapan ilmu. Cara-cara belajar disebut juga gaya belajar. Gaya belajar diartikan sebagai kombinasi dari bagaimana informasi diserap, diatur serta diolah.52 Gaya belajar yang dimaksud adalah kecenderungan cara atau teknik seseorang untuk mempermudah dirinya memproses informasi dalam rangka melakukan perubahan yang lebih baik pada dirinya. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas sensori, yaitu :53

a. Visual (Visual Learners)

Gaya belajar visual (visual learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu : a) cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar; b) bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi; c) saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan

51

https://www.academia.edu/9328560/PEMBELAJARAN_BERBASIS_PROYEK_B ERBASIS_MASALAH_DAN_PENEMUAN. Di akses tanggal 29 juni 2015 pukul 11.47

52

Deporter Bobi.2002. Gaya Belajar Siswa. Jakarta, h.110 53

Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.h.12


(35)

melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak; d) tidak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain, terlihat pasif dalam kegiatan diskusi; e) kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan, f) lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan; g) dapat duduk tenang ditengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu. 54

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :55 a) gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta; b) gunakan warna untuk melihat hal-hal penting; c) ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi; d) gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video); e) ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

b. Auditori (Auditory Learners )

Gaya belajar auditori (auditory learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.

Ciri-ciri gaya belajar auditori yaitu : a) mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas; b) pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/radio; c) cenderung banyak omong; d) tidak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya; e) kurang cakap dalam mengerjakan tugas

54

Rhomadhona Suci. 2009. Cara Terbaik Mengajarkan Matematika..Jakarta:Indeks..h. 25

55

Rusman. 2011. Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi : mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers.h. 25


(36)

mengarang/menulis; f) senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain; g) kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya,seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll.56

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :57 a) ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga; b) dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras; c) gunakan musik untuk mengajarkan anak; d) diskusikan ide dengan anak secara verbal; e) biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

c. Kinestetik (Kinesthetic Learners)

Gaya belajar kinestetik (kinesthetic learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik yaitu : a) menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar; b) sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak; c) mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: ketika guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar.58

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:59 a) jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam; b) ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru); c) izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar; d) gunakan warna terang untuk melihat hal-hal penting dalam bacaan; e) izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Untuk mengenali gaya belajar kita, Bobby DePorter dan Mike Hernacki telah merancang sebuah tes yang ditulis dalam

56 Ibid., 57

Rusman, Op. Cit., h.25

58 Ibid., 59


(37)

buku Quantum Learning. Tes gaya belajar yang terdiri dari 36 butir pertanyaan. Pertanyaan nomor 1-12 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori visual. Pertanyaan nomor 13-24 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori auditori. Sedangkan pertanyaan nomor 25-36 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori kinestetik. Untuk melihat gaya belajar setiap siswa, dilakukan perhitungan pada jawaban tes gaya belajar melalui pemberian skor pada masing-masing jawaban. Tes angket gaya belajar memiliki tiga opsi jawaban, antara lain yaitu jawaban ya dengan skor 2, jawaban kadang-kadang dengan skor 1, dan jawaban tidak dengan skor 0. Dari jawaban yang diperoleh pada masing-masing nomor diakumulasikan ke dalam sub total jawaban, dan selanjutnya dikalikan dengan skor pada masing-masing jawaban. Kemudian keseluruhan skor pada sub total jawaban dijumlahkan dan diperoleh skor total.

Perolehan skor total dari masing-masing kategori selanjutnya dibandingkan, mana yang lebih tinggi dari ketiga kategori gaya belajar yang dimiliki siswa tersebut. Jika skor total pada kategori visual lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar visual. Jika skor total pada kategori auditori lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar auditori. Jika skor total pada kategori kinestetik lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik. Apabila diperoleh skor total yang berjumlah sama diantara dua kategori, maka dapat disimpulkan siswa tersebut memiliki kecenderungan gaya belajar ganda.60

Dari pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah gaya belajar berarti kemampuan kombinasi yang dimiliki oleh seorang peserta didik untuk menerima, menyerap, mengatur dan mengolah materi pelajaran yang diterimanya selama proses pembelajaran. Kemampuan kombinasi terdiri dari tiga jenis gaya belajar yaitu: gaya belajar visual, kinestetik, auditori.

D. Materi Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek dengan Tahapan Hirarqi of Inquiry

60


(38)

Materi pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui profil inkuiri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan kelas X yaitu tentang materi Geometri. Materi Prasyarat : a) Konsep pythagoras; b) Konsep perbandingan trigonometri. Materi Pokok : a) Jarak antara dua titik; b) Jarak antara titik dengan garis; c) Jarak antara titik dengan bidang; d) Jarak antara garis dengan garis, dengan Kompetensi dasar sebagai berikut : KD 3.13. Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik dan

garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.

KD 4.13. Menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

Dengan Indikator Pencapaian Kompetensi yang harus dicapai siswa adalah sebagai berikut:

1. Menemukan konsep jarak antara titik dengan titik, titik dengan garis, titik dengan bidang, garis dengan garis.

2. Menemukan konsep sudut antar garis dengan garis dan garis dengan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.

3. Terampil menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan konsep menentukan jarak dan sudut antara titik dan garis dan bidang.


(39)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.60 Sedangkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain tanpa melakukan generalisasi terhadap apa yang didapat dari hasil penelitian.61

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada 7 Juli 2015 sampai dengan 10 Juli 2015, semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 dan bertempat di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Teknik Komputer dan Jaringan 1 dan 2 (TKJ 1 dan 2) SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo. Peneliti mengambil subjek didasarkan pada hasil angket gaya belajar.

Untuk mendapatkan subjek penelitian berdasar gaya belajar, maka peneliti menggunakan angket gaya belajar yang diadaptasi dari buku Quantum Learning karya Bobby DePorter dan Mike Hernacki untuk mengetahui gaya belajar masing-masing siswa. Adapun hasil angket gaya belajar dapat dinyatakan pada lampiran B.1. Peneliti mengambil 6 orang siswa kelas X Teknik Komputer

60

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),h. 3.

61

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanik, 2012),


(40)

dan Jaringan 1 dan 2 (TKJ 1 dan 2) masing-masing 2 orang siswa dengan gaya belajar visual, 2 orang siswa dengan gaya belajar auditori, dan 2 orang siswa dengan gaya belajar kinestetik .

Berdasarkan hasil angket gaya belajar dan pertimbangan dari guru matematika kelas TKJ 1 dan TKJ 2 SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo, maka diperoleh subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Subjek penelitian

No Nama Siswa Gaya Belajar Kode

1 K A Visual V1

2 C N A Visual V2

3 M. W S Auditori A1

4 R Ar Auditori A2

5 R D Kinestetik K1

6 M. D H Kinestetik K2

Subjek penelitian yang telah terpilih, selanjutnya akan dilakukan pengamatan proses inkuiri yang dilakukan oleh siswa selama proses kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung. Setelah selesai pengamatan di dalam kelas, dilakukan wawancara kepada keenam subjek tersebut di luar jam pelajaran sekolah. D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data tentang profil inkuiri siswa dalam pembelajaran berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar di SMK pada penelitian ini menggunakan:

1. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang cara yang dilakukan dari masing-masing siswa dalam berinkuiri dengan gaya belajar yang berbeda selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek dengan tahapan Hirarqi of Inquiry. Observasi ini dilakukan dengan mendeskripsikan komponen-komponen proses inkuiri dari masing-masing siswa dengan gaya belajar yang berbeda pada selang waktu yang di tentukan oleh peneliti. Proses inkuiri yang dilihat oleh observer ketika pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut:

a. Keterampilan paling dasar

Mengamati yang dinilai dari melakukan atau tidak melakukan pengamatan terhadap sutau kejadian,


(41)

memperkirakan, mengelompokkan hasil, mengkomunikasikan hasil.

b. Keterampilan dasar

Memprediksi pernyataan tentang apa yang akan terjadi dan menjelaskan.

c. Keterampilan menengah

Mengumpulkan data, membangun dan merancang strategi, melaksanakan penyelidikan ilmiah, mendeskripsikan hasil. d. Keterampilan terpadu

Menerapkan rencana percobaan serta mengumpulkan data yang sesuai.

e. Keterampilan lanjutan

Menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, memecahkan masalah yang kompleks dalam dunia nyata.

Hasil dari Observasi ini kemudian akan dianalisis untuk digunakan dalam mendeskripsikan cara inkuiri dari masing-masing siswa dengan gaya belajar yang berbeda. Adapun lembar observasi keterampilan inkuiri siswa berdasar gaya belajar dapat dilihat pada lampiran A.2.

2. Metode Wawancara

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang profil inkuiri siswa selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek dengan tahapan Hirarqi of Inquiry berlangsung dan menguatkan data yang diperoleh dari lembar observasi. Metode ini dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Peneliti memberikan pertanyaan sepihak kepada satu per satu subjek yang terpilih. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.62 Wawancara tidak terstruktur ini digunakan peneliti karena setiap subjek dengan gaya belajar masing-masing memiliki proses inkuiri yang berbeda.

62

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2013), h.233-234.


(42)

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan gabungan atau kombinasi berbagai metode yang di gunakan untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi teknik dengan cara, data yang diperoleh dari pengumpulan menggunakan teknik observasi dibandingkan dengan data yang diperoleh dari pengumpulan menggunakan teknik wawancara. Jika hasil triangulasi ini menunjukan bahwa data tahap pertama konsisten atau menunjukkan gejala yang memiliki banyak kesamaan sesuai dengan indikator, maka diperoleh data yang valid. Bila dengan dua teknik pengujian validitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggaap benar.63 E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Lembar Observasi Keterampilan Inkuiri Siswa.

Lembar observasi keterampilan inkuiri siswa digunakan untuk melihat keterampilan inkuiri siswa pada setiap tahap inkuiri selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek dengan tahapan Hirarqi of Inquiry berlangsung. Setiap aspek keterampilan inkuiri dinilai berdasarkan deskripsi–deskripsi tertentu yang dibuat oleh peneliti.

2. Pedoman Wawancara

Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai berikut, wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.64 Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur (semistructure interview). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth-interview, dalam pelaksaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

63

Prof. Dr. Sugiyono Op. Cit., h.373

64


(43)

terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menguatkan hasil dari observasi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah disusun sebelumnya yang berisi tentang garis besar pokok permasalahan penelitian untuk mendapatkan data yang diinginkan. wawancara dilakukan pada siswa setelah pembelajaran selesai. Adapun pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran A.4.

Adapun nama-nama validator yang telah melakukan validasi instrumen pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Daftar Validator Instrumen Penelitian

No Nama Validator Jabatan

1 Ah. Hanif Asyhar, M.Si Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya 2 Moh. Hafiyusholeh,

M.Si

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya 3 Eni Supartini, S.Pd Guru Mata Pelajaran

Matematika SMK YPM 7 Tarik F. Teknik Analisis Data

Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.65 Pada penelitian ini, diperoleh data untuk mengetahui profil inkuiri siswa selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek berlangsung. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Uraian tentang analisis data pada penelitian ini yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Teknik Analisis Data Keterampilan Inkuiri

Analisis data keterampilan inkuiri dilakukan dengan pemberian pengkodean yang dilakukan oleh peneliti pada lembar observasi. Tujuan dari pengkodean adalah untuk mempermudah peneliti dalam memberikan penjelasan ketika mengisi keterangan kegiatan pada lembar observasi keterampilan inkuiri siswa berdasar gaya belajar. Adapun pengkodean untuk

65


(1)

122

bergaya belajar visual yang melakukannya. Selanjutnya pada kegiatan aspek inkuiri mengevaluasi argumen hanya siswa bergaya belajar auditori yang melakukannya.

Pada tahap menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman kegiatan aspek inkuiri menganalisis dan mengevaluasi hasil hanya dilakukan oleh subjek dengan auditori. Selanjutnya pada kegiatan aspek inkuiri menjelaskan dilakuka oleh siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Kemudian untuk kegiatan aspek inkuiri menganalisis hanya dilakukan oleh siswa dengan gaya belajar visual.

C. Diskusi Hasil Penelitian

Dari analisis data dan pembahasan hasil penelitian didapatkan temuan menarik dalam penelitian ini jika ditinjau dari teori-teori yang sudah dikemukakan yaitu siswa dengan gaya belajar auditori mampu melakukan keterampilan inkuiri yang baik sehingga dapat melakukan kegiatan aspek inkuri pada tahap evaluasi dan analisis. Dan tingkatan tersebut berada pada keterampilan lanjutan pada tahapan Hirarqi of Inquiry.

Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Subjek pada satu kelompok dalam penelitian ini memiliki keterampilan inkuiri yang tidak sama persis, tetapi melakukan aspek inkuiri yang hampir sama; (2) Subjek dalam penelitian ini memiliki kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Subjek dengan gaya belajar auditori memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga mampu menyampaikan pendapatnya dengan lancar walaupun ada yang kurang tepat. Sedangkan ada subjek dengan gaya belajar visual tidak dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga kurang mampu menyampaikan pendapatnya.


(2)

55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan profil inkuiri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar adalah sebagai berikut :

1. Subjek dengan gaya belajar visual pada tahap penentuan pertanyaan mendasar, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar yaitu mengamati dan memperkirakan. Kemudian pada tahap mendesain proyek dan menyusun jadwal, melakukan keterampilan inkuiri menengah yaitu merancang dalam pendesainan proyek dan strategi. Selanjutnya pada tahap pengerjaan proyek, melakukan keterampilan inkuiri dasar dan menengah yaitu mengumpulkan data, menganalisis, melakukan penyelidikan ilmiah. Pada tahap menguji hasil, melakukan keterampilan inkuiri dasar yaitu menjelaskan, menganalisis.

2. Subjek dengan gaya belajar auditori pada tahap penentuan pertanyaan mendasar, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar yaitu mengamati. Kemudian pada tahap mendesain proyek dan menyusun jadwal, melakukan keterampilan inkuiri menengah yaitu merancang dalam pendesainan proyek dan strategi. Selanjutnya pada tahap pengerjaan proyek, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar dan lanjutan yaitu mengelompokkan data, mengevaluasi argumen. Pada tahap menguji hasil, melakukan keterampilan inkuiri lanjutan yaitu mengevaluasi argumen.

3. Subjek dengan gaya belajar kinestetik pada tahap penentuan pertanyaan mendasar, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar yaitu mengamati. Kemudian pada tahap mendesain proyek dan menyusun jadwal, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar mengkomunikasikan hasil proyek dan menengah yaitu merancang dalam pendesainan proyek dan strategi. Selanjutnya pada tahap pengerjaan proyek, melakukan keterampilan inkuiri paling dasar mengelompokkan data,


(3)

124

inkuiri menengah yaitu merancang pertanyaan, inkuiri terpadu yaitu menerapkan rencana percobaan. Pada tahap menguji hasil, melakukan keterampilan inkuiri dasar yaitu menjelaskan. 4. Adanya perbedaan keterampilan inkuiri yang ada pada subjek dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Subjek dengan gaya belajar visual mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan menengah, sedangkan subjek dengan gaya belajar auditori mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan lanjutan. Subjek dengan gaya belajar kinestetik mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan terpadu.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Saran pada guru

a. Untuk meningkatkan keterampilan inkuiri siswa, sebaiknya guru membiasakan siswa dengan pembelajaran berbasis proyek.

b. Secara umum terdapat perbedaan keterampilan inkuiri antara siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Oleh karena itu, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan gaya belajar dalam proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika.

2. Saran pada peneliti berikutnya

a. Penelitian ini hanya berfokus pada penggambaran proses inkuiri siswa dengan gaya belajar yang dibentuk secara homogen dalam pembelajaran matematika. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang bagaimana proses inkuiri dibentuk dan dikembangkan pada diri siswa dengan gaya belajar yang dibentuk secara heterogen melalui pembelajaran matematika.

b. Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian yang relevan dengan ini, sebaiknya menggunakan materi selain materi jarak. Subjek penelitian juga tidak hanya terbatas pada kelas X saja, melainkan kelas VII,VIII, IX, XI, XII sehingga mendapatkan data proses inkuiri siswa dari tiap jenjang pendidikan.


(4)

125

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, Fanny. Skripsi: “ Pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri di kelas VIII Mts Negeri 2 Surabaya. Surabaya: IAIN, 2009.

Cholidah , Diana Tri, Tesis: “Profil Berpikir Siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar”. Surabaya: UNESA, 2014.

Depdiknas.Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika [Online]. Tersedia :

http://sasterpadu.tripod.com/sas_store/Matematika.pdf [28 Pebruari 2015] pukul 07.30.

DePorter Bobby dan Mike Hernacki.Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa, 2000. Gatot Soenardji. 2003. Journal Gaya belajar. Vol 3 h.3.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanik, 2003.

Hudojo, Herman. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. 1988.

https://www.academia.edu/2314979/PENERAPAN_MODEL_PJBL_P ROYEK_BASID_LEARNING_DALAM_UPAYA_MENIN GKATKAN_KREATIFITAS_SISWA

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.

Mahmudi, A, “Proyek Based-Learning”.

http://staff.uny.ac.id/dosen/ali-mahmudi-spd-mpd-dr, 1996. Majid Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013.

Marno, Strategi & Metode Pengajaran.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 1996.

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, Implementasi Kurikulum, Lampiran IV. Pedoman Umum Pembelajaran.: Jakarta. Purwanto, Jurnal Analilis Kemampuan Inkuiri melalui model

pembelajaran berbasis model Hirarki Of Inquiry. Bandung: UPI, 2003.

Rhomadhona Suci, Cara Terbaik Mengajarkan Matematika. Jakarta:Indeks, 2009.


(5)

126

Riska, rahma. Jurnal pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan model Proyek Based Learning .FKIP Unsuri

Rusman. 2011. Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi :

mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers

Sagala, syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alfabeta, 2009.

Savery, J. R, Overview of problem-based learning: Definitions and distinctions. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9–20. Journal of Problem-Based Learning, 3(1), 2006. 12–43

Soedjadi, Pengantar Dasar Matematik. Jakarta :Depdikbud Dirjen Dikti, 1998.

Soedjana W. Strategi belajar mengajar matematika. Jakarta: Karunika Jakarta, 1986.

Strategi Pembelajaran. www.ndhiroszt.multiply.com diakses tanggal 24 Maret 2015

Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan , Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1992.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Suprijono, Agus, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Belajar, 2009.

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Tri, Ferra Skripsi: ” Profil Proses Inkuiri dan Profil Belajar Siswa SMK berdasarkan Level Of Inqury Model. Bandung : UPI, 2014 Vactoria , Ika Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam

Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa” Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013

Wena, Made, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta:Bumi Aksara, 2011.

Wenning, CJ, “Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes” Journal of Physics Teacher Education Online, 2015. revised 2/12 diakses 3 Maret 2015.

Wenning, C.J, “Implementing Inquiry-Based Instruction in the Science Classroom: A New Model For Solving the


(6)

Improvement-Of-Practice Problem”, Journal of Physics Teacher Education Online, 2(4), 2005, 9-15.

Wenning, C. J, “Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science”, Journal of Physics Teacher Education Online, 5(4), 11-20. diakses 3 Maret 2015. Wenning, C. J, “Experimental Inquiry in Introductory Physics

Courses”, Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2), 2-8. diakses 3 Maret 2015.

Wenning, C.J, Levels of inquiry 2005 a: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal of Physics Teacher Education Online, 2(3), February 2015, pp.3-11.Available: http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/levels_of_inquiry. pdf,

diakses

3 Maret 2015.

Widyantini Theresia. Penerapan Model Proyek Based Learning. Yogykarta: PPPPTK Matematika, 2014. diakses 1 Maret 2015.

Winny Liliawati, Jurnal Analilis Proses Inkuiri dalam Penerapan Level Of Inquiry. Bandung: UPI.2014

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2006.