slhd 2012 buku1 slhd 2012 buku1

(1)

PEMERI NTAH PROVI NSI GORONTALO

BADAN LI NGKUNGAN HI DUP, RI SET DAN T EKNOLOGI I NFORMASI

(BALI HRI STI )

ST A T U S L I N GK U N GA N H I D U P D A ERA H

PRO VI N SI GO RO N T A L O


(2)

PROVI NSI GORONTALO

Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi

(BALIHRISTI)

Provinsi Gorontalo

Jalan Jamaluddin Malik No. 41 Kota Gorontalo Telp : 0435 – 828626

Fax : 0435 – 828626

Pembina:

1. Gubernur Gorontalo

2. Wakil Gubernur

3. Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo

Penanggung Jawab:

Kepala Balihristi Provinsi GorontaloPenyusun:

Penyusun:

Ir. Rugaya Biki, M.Si; Abd. Alim Katili, ST, Algamar S.Si, Arvana Bachmid, ST, Helmi Alitu, S.Kom, Abdurahman Naji, SE


(3)

I- 1 -

BAB I

PENDAHULUAN

Gambaran Umum Provinsi Gorontalo

Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara sejak tanggal 16 Februari 2001. Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian Utara

meliputi 1 kota dan 5 Kabupaten. Letak geografi berada di antara 121°23’ – 123°43’ Bujur Timur dan 0°19’ – 1°15’ Lintang Utara, mempunyai luas 12.215,44 km2 dengan

jumlah penduduk tercatat 996.078 jiwa (2008) dengan batas-batas wilayah:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Toli Toli (Sulawesi Tengah dan Laut Sulawesi).

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong (Sulawesi Tengah).

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara).

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.

Mengingat bahwa Provinsi Gorontalo merupakan Provinsi yang baru terbentuk tentunya banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan visi dan misinya, yaitu pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian melalui konsep agropolitan, dan pengembangan perikanan. Sector lain yang menjadi prioritas yaitu pembangunan perkebunan dan peternakan dan pembangunan infrastruktur pelayanan publik. Tentunya kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumber daya alam. Dapat dikatakan bahwa sumber daya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian daerah.

Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang


(4)

I- 2 -

diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dimana Pada beberapa tahun ini sumber daya alam yang ada di Provinsi Gorontalo menghadapi tantangan dan

tekanan yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan dari “Status Lingkungan Hidup Provinsi

Gorontalo” sekarang ini. Yang mencoba mengungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.

Wilayah Kota Gorontalo, secara geologis terdiri atas endapan danau, batu gamping, deorit bone, dan batu gunung api. Di Kota Utara didominasi oleh endapan danau; di Kota Barat, disamping ditemukan endapan danau, juga terdapat batu gamping terumbu; di Kota Selatan terdapat diorit bone dan batuan gunung. Berdasarkan Peta Geologi dari Direktorat Geologi (Tjetje Appandi, 1977) di Kota Gorontalo dijumpai batuan gunung api (berupa breksi gunung api, tufa, dan lava yang mengandung batu apung berwarna kuning); batuan gamping koral berwarna putih, pejal pada perbukitan; batuan beku terobosan Granodiorit, dijumpai menerobos batuan gunung api maupun batu gamping terjal di wilayah Kota Selatan; dan alluvium berupa lumpur, pasir dan kerikil pada satuan morfologi daratan. Wilayah Kabupaten Gorontalo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine dan fandefosit. Sementara, wilayah Kabupaten Pohuwato terdiri atas sedimen lepas yang banyak tersebar di Kecamatan Paguyaman, Kecamatan Tilamuta, dan Kecamatan Paguat bagian selatan. Sedimen padu banyak ditemukan di Kecamatan Paguyaman bagian utara, Kecamatan Tilamuta bagian tengah dan utara. Kecamatan Popayato umumnya memiliki banyak batuan beku malihan. Wilayah Kabupaten Boalemo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine dan fandefosit. Sementara, wilayah Kecamatan Tilamuta banyak tersebar sedimen lepas, sedimen padu. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan peta satuan lahan dan status lembar Atinggola skala 1:250.000, yang diterbitkan Pusat Penelitian


(5)

I- 3 -

Agroklimat Bogor, bahwa formasi geologi yang terdiri dari Breksi Wubudu, Diorite dan Vulkanik Bilungala.

Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda-beda. Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut. Sedangkan Gunung Litu-Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo merupakan gunung terendah dengan ketinggian 884 m di atas permukaan laut. Di samping mempunyai banyak gunung, provinsi ini juga dilintasi banyak sungai. Sungai terpanjang adalah Sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang aliran 99,3 km. Sedangkan sungai yang terpendek adalah Sungai Bolontio dengan panjang aliran 5,3 km yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara.

Informasi menyangkut jenis tanah yang mencakup seluruh wilayah Provinsi Gorontalo saat ini hanya tersedia dalam skala Tanah Tinjau (skala 1 : 250.000) dengan sistem kelasifikasi Dudal dan Supratoharjo. Meskipun demikian, di lokasi tertentu, khususnya di Kabupaten Gorontalo, telah tersedia data sampai skala semi detail berdasarkan sistem Taxonomi Tanah. Informasi menyangkut kondisi tanah dalam skala Provinsi, terutama didasarkan pada Peta Tanah Tinjau yang ada. Informasi dari peta tanah semi detail dimanfaatkan jika terjadi keraguan dalam pengambilan keputusan peruntukan kawasan, khususnya untuk lokasi yang termasuk wilayah Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, di Provinsi Gorontalo ditemukan tanah yang diklasifikasikan sebagai Aluvial, Grumusol, Andosol, Latosol, Podsolik dan Litosol.

Berdasarkan sifat-sifatnya, tanah-tanah ini mempunyai kemampuan lahan (potensi pengembangan sebagai kawasan atau lahan budidaya dan faktor penghambat) yang bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah Aluvial yang terbentuk pada topografi datar, sebagai contoh, memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan, walaupun di sejumlah lokasi tertentu mempunyai hambatan yang serius dalam hal drainase permukaan. Tanah Lithosol di lain pihak, selain tidak layak untuk dibudidayakan, karena dangkal dan berbatu, juga sangat peka terhadap erosi dan proses degradasi.


(6)

I- 4 -

Berdasarkan petunjuk teknis yang diberikan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980, tanah Lithosol (berdasarkan Peta Tanah Tinjau terdapat di Kabupaten Bualemo, berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah) dikategorikan sebagai sangat peka erosi dan diperuntukkan hanya sebagai kawasan hutan lindung. Sementara, tanah-tanah lainnya dinilai boleh dibudidayakan, tetapi dengan tetap memperhatikan pengendalian faktor-faktor pembatas masing-masing.

Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau (skala 1 : 250.000) yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1992), tanah di wilayah Kabupaten Gorontalo termasuk dalam ordo (menurut Taxonomi Tanah, USDA): Alfisols (dominan), Inceptisols, Entisols, Vertisols dan Mollisols. Kelas kemampuannya bervariasi dari Kelas I sampai Kelas VIII dengan faktor pembatas dominan berupa bahaya erosi dan di beberapa lokasi berupa drainase.

Jika hanya didasarkan pada kondisi tanah, kebanyakan lahan di wilayah Provinsi Gorontalo dapat dibudidayakan, kecuali yang diklasifikasikan sebagai Lithosol, walaupun sebagian di antaranya memerlukan usaha pengelolaan yang spesifik, berdasarkan kendala masing-masing. Yang menjadi pembatas utama bagi pengembangannya adalah faktor kondisi lereng yang akan diuraiakan berikut ini.

Provinsi Gorontalo dibangun terutama (69,7 % dari seluruh areal provinsi) oleh hamparan lahan dengan kemiringan lereng lebih dari > 40 %, disusul oleh kelas lereng datar (0 sampai 2 %) dan kelas-kelas lereng lainnya. Jadi, jika digunakan kriteria yang dikeluarkan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980, yang mensyaratkan bahwa lahan dengan lereng > 40 % harus menjadi kawasan lindung, maka 824.668 ha (69,7 %) dari lahan di Provinsi Gorontalo tidak boleh dibudidayakan. Kendalanya, tentunya, adalah bahaya erosi. Dan, demi kepentingan konservasi air dan sumberdaya alam lainnya, lahan dengan lereng terjal ini perlu dimasukkan ke dalam kawasan lindung.

Dalam kenyataannya, sebagian dari areal dengan kemiringan lereng > 40% tetap dibudidayakan, atau tidak (belum) dibudidayakan tetapi juga tidak dipetakan sebagai kawasan lindung, meskipun menurut SK Menteri pertanian harus menjadi hutan lindung. Ini menjadi jelas jika kawasan budidaya dan kawasan lindung atau konservasi diplotkan bersama-sama dengan kawasan lahan dengan lereng > 40 %. Artinya, kriteria dan penetapan kawasan lindung dan budidaya di Provinsi Gorontalo


(7)

I- 5 -

merupakan salah satu dari agenda penting yang harus diselesaikan oleh pemerintah Provinsi maupun Kabupaten.


(8)

II- 1 -

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN DAN KECENDERUNGANNYA

A. Lahan dan Hutan a. Lahan

Lahan merupakan ekosistem daratan yang terdiri dari lingkungan fisik dan biotik, serta daya dukungnya berkaitan dengan perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik mencakup relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia.

Daerah Provinsi Gorontalo memiliki 1,22 juta ha lahan yang berada di 6 wilayah kabupaten/kota. Daerah terluas adalah kabupaten Pohuwato yaitu 424.431 ha atau 34,75% area dan terkecil adalah Kota Gorontalo dengan luas 6.479 ha atau 0,53 %. Persentase tutupan lahan di Gorontalo pada tahun ini disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2. 1. Grafik penggunaan lahan di Provinsi Gorontalo 2011

Berdasarkan data dari kabupaten kota pada tahun 2011 sebagian besar lahan yang ada di Provinsi Gorontalo masih merupakan kawasan hutan 59,3%, lahan kering mencapai 20.6%, sawah 2,7%, perkebunan 2,2% dan non pertanian 1,29%, dan peruntukkan lain mencapai 13,8%. Sedangkan penggunaan lahan menurut pengolahan data citra satelit oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan tahun 2009 terlihat 60,8% daratan di Gorontalo merupakan kawasan hutan, lahan untuk non pertanian sebesar 1,32% (15.796 ha), pertanian lahan kering 18,5% (220.684 ha), perkebunan 2,3% (27.150 ha) dan sawah 2,8% (33431 ha) serta pengunaan lahan lainnya sebesar 14% (168.935 ha).


(9)

Kondisi lahan dan hutan umumnya bisa terlihat dari tutupan lahan yang ada diwilayah Gorontalo..

Tabel 2.1

Luasan dan Lokasi Penutupan Lahan Per Kab/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun 2011 LOKASI PENUTUPAN LAHAN Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab Gorontalo Utara Kab. Pohuwato Kab. Boalemo Total Ha

Airport 0 36 0 0 0 0 36

Belukar Rawa 0 867 0 174 91 9 1141

Hutan Lahan Kering Primer

93566 22500 0 26434 128992 22331 293823

Hutan Lahan Kering Sekunder

37016 37904 131 58698 211524 71685 416958

Hutan Mangrove Primer

0 0 0 1956 1247 380 3583

Hutan Mangrove Sekunder

0 0 0 1491 6539 2032 10062

Hutan Rawa Sekunder

0 0 0 0 3 7 10

Pemukiman 2141 4882 2063 1350 3645 1715 15796

Perkebunan 533 3148 0 303 14913 8253 27150

Pertanian Lahan Kering

10161 27103 277 11053 7020 14463 70077

Pertanian Lahan Kering Campur

22822 65893 1513 51058 31473 39959 212718

Rawa 0 0 0 0 554 0 554


(10)

II- 3 -

Semak/Belukar 18946 34829 1465 15817 13241 18215 102513

Tambak 0 0 0 366 7644 181 8191

Tanah Terbuka

206 16 0 45 408 123 798

Tubuh Air 389 2446 90 1071 1302 1026 6324

Total 188394 216730 6808 171476 432202 187554 1203164

b. Hutan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Luas kawasan hutan di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui SK Meneteri Kehutanan RI No. 325/Menhut-II/2010 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo, yakni seluas 824.668 ha. Kawasan hutan Gorontalo menurut fungsinya meliputi hutan lindung (HL) seluas 204.608 ha (24,8%); hutan konservasi 196.653 ha (23,8%); hutan produksi terbatas (HPT) 251.097 ha (30,5%); hutan produksi tetap (HP) 89.879 ha (10,9%) dan hutan produksi konversi (HPK) 82.431 ha (10%).

Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo 2010

Sumber: SK Menhut No 325 Tahun 2010

Perubahan status kawasan hutan di wilayah Provinsi Gorontalo berdasarkan SK Menteri Kehutanaan RI No.324/Menhut-II/2010 tentang Perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan adalah seluas ± 22.605 Ha, Perubahan antar fungsi kawasan hutan seluas ± 55.553 Ha, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas ± 3.787 Ha di kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo Utara.

Kawasan Hutan Luas (Ha)

Hutan Konservasi

Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Hutan Produksi Tetap

Hutan Produksi yang dapat dikonversi ± 196.653 ± 204.608 ± 251.097 ± 89.879 ± 82.431


(11)

Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo. (Sumber RTRW Prov. Gorontalo, 2010-2030)

Menurut arahan RTRW Provinsi Gorontalo 2010-2030, kawasan lindung dan konservasi di Provinsi Gorontalo akan dipertahankan menjadi 399.170 ha. Kawasan ini terdiri dari kawasan lindung nasional seluas 196.097 ha dan kawasan lindung provinsi seluas 203.073 ha. Oleh karena itu akan dilakukan pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan budidaya secara bertahap. Dengan demikian perbandingan peruntukan kawasan yakni 16.28% kawasan konservasi, 16.79% kawasan lindung, dan 67% kawasan budidaya.

Sebaran jenis penutup lahan bila ditinjau dari kondisi lereng adalah sebagai berikut : hutan tersebar pada kondisi lahan berlereng >15%; permukiman, tubuh air, sawah, lahan terbuka berada pada lahan datar dengan lereng <8%; sedang semak belukar dapat dijumpai pada lereng 8-45%, biasanya berupa lahan tandus yang kritis. Berdasarkan analisis BP DAS Bone Bolango, lahan di Provinsi Gorontalo dikategorikan 20.361 ha (1,6%) dalam kondisi tidak kritis, 370.475 ha (30%) potensi kritis, 586.594 ha (47,5%) agak kritis, 185.152 ha (15%) kritis, dan 72.545 ha (5,9%) sangat kritis. DAS yang paling tinggi jumlah lahan sangat kritisnya adalah DAS Batudaa Pantai mencapai 18,7% dari luas area DAS diikuti oleh DAS Sumalata mencapai 14,3%.


(12)

II- 5 - Gambar 2.3 Ditribusi luas lahan (ha) berdasarkan tingkat ke-kritisan di

Provinsi Gorontalo.

Luas lahan kritis di Provinsi Gorontalo pada hutan konservasi sebesar 92.353 ha (46,74%), Hutan lindung 59.434 ha (35,91%), Hutan produksi 52.915 ha (52,56%), hutan produksi terbatas 152.200 ha (44,44%), dan hutan konversi sebesar 14.683 ha (72,80%). Penebangan hutan pada fungsi hutan adalah sbb : pada hutan produksi sebesar 483,1 Ha, pada hutan lindung, 165,4 Ha, dan pada hutan konservasi sebesar 197,6 Ha.

Meluasnya lahan kritis di Gorontalo disebabkan oleh be

berapa hal antara lain:

Perambahan dan penebangan hutan secara illegal (illegal logging)

Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan

Perladangan berpindah

Pembakaran hutan dan lahan

Penambangan Emas tanpa Izin (PETI) di areal hutan.

Dampak perluasan lahan kritis yaitu:

Terjadinya banjir dibeberapa lokasi.

Penurunan produktivitas lahan lahan.

Menurunnya keanekaragaman hayati ditandai berkurangnya populasi

hewan endemik Gorontalo seperti babi rusa, anoa, dan ayam hutan.

Erosi tanah yang mengarah pada proses penggurunan.


(13)

Kerusakan hutan yang terdata oleh Dinas Kehutanan penyebab

utamanya adalah peladang berpindah yang mengakibatkan 81,7% dan

kebakaran hutan mengakibatkan 18% dari kerusakan yang terjadi.

Penyebab lainnya adalah illegal logging, dan perambahan hutan.

Konversi hutan yang terjadi seluas 121304.51 ha, meliputi untuk

pemukiman 7,331.35 ha Pertanian 32,595.85 ha, Perkebunan 72,365.47 ha,

Industri 59.54 Pertambangan 0.25 Lainnya 8,952.05.

Gambar 2.4. Persentase Konversi Hutan di Provinsi Gorontalo.

B. KEANEKARAGAMAN HAYATI

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman berbagai makhluk hidup mulai dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, termasuk gen yang dimiliki, serta ekosistem yang menjadi lingkungan hidupnya. Keanekaragaman hayati ialah fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan oleh satu spesies dan/atau ekosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada spesies lain termasuk manusia.

Di Provinsi Gorontalo terdapat 16 flora khas yaitu: (1) Gadung (Bitule, Ondote), Dioscorea Hispida Dennts, dari famili Dioscoreaceae, tanaman ini dapat dimakan umbinya, (2) nam nam, Namu namu, Cynometra Cauliflora L. famili

Caesalpiniaceae, ordo Rosales; (3) Belimbing Buluh, B. botol, Averrhoa Bilimbi L, famili Oxalidaceae; (4) Mangga embacang, Dulamayo, Mangifera Caesia Jack ex Wall, famili Anacardiaciae; (5) Kapulasan, Bolangaso, Nephelium Ramboutan-ake (labill) (Nephelium Mutabile BI), (Atinggola), famili Sapindaceae, (6) Durian, Duea,


(14)

II- 7 - Durio Zibethinus Murr, famili Bombacaceae; (7) Rukem, Lobe-lobe; Flacourtia inermis Roxb, famili Flacourtiaceae; (8) Molahengo, Eugenia Densiflora Duthie, famili Myrtaceae; (9) Buni, Takuti, Antidesma Bunius Spreng, famili Euphorbiaceae;

(10) Pisang Tanduk, Musa Paradisiaca, famili Musaceae; (11) Srikaya, Annona Squamosa L. famili Annonaceae; (12) Aren, Pohon saguer, Seho, Bagiso, Arenga Pinnata (Wurmb) Merr, famili Arecaceae; (13) Ceremai, Tili, Cerme, Phyllanthus Acidus (L.) Skeels, famili Euphorbiaceae; (14) Jagung, Binte, Zea Mays L.; (15) Padi lading, Oryza Sativa L. famili Poaceae; (16) Sukun, Amu, Artocarpus altilis famili

Moraceae.

Tanaman-tanaman tersebut sebagian mulai langka, akan tetapi masih dapat ditemukan di beberapa tempat. Kelangkaan tersebut selain disebabkan oleh populasinya yang rendah, juga disebabkan beberapa hal, sebagai berikut:

(1) masuknya tumbuhan buah-buahan eksotis seperti mangga arumanis, manalagi dan golek yang rasanya enak serta berbuah cepat;

(2) Terjadi pergeseran cita rasa terutama generasi muda yang lebih menyukai buah anggur daripada takuti atau lili;

(3) Durian di Kecamatan Atinggola terancam punah,karena sebagian besar diserang hama;

(4) Program pemerintah seperti menanam jagung hibrida yang produksinya lebih menjanjikan dibandingkan dengan jagung lokal.

Sedangkan jenis fauna yang dilindungi di Gorontalo mencakup 8 (delapan) jenis hewan menyusui, 18 (delapan belas) jenis burung, 10 (sepuluh) jenis reptil, 3 (tiga) jenis katak, 5 (lima) jenis ikan, 3 (tiga) jenis keong, 2 (dua) jenis serangga, dan satu jenis kalajengking. Diantaranya berstatus endemik dan terancam punah. Tabel 2.3 memuat keadaan hewan dan tumbuhan yang dilindungi di provinsi Gorontalo.


(15)

Tabel 2.3 Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Provinsi Gorontalo

No. Golongan Nama spesies Status

1. Hewan menyusui 1. Babi Rusa Hewan Langka

2. Anoa Hewan Langka

3. Tarsius

4. Musang (Paradoxurus Hermaproditus) 5. Primata Macaca hecki

6. Tikus Bunomys fratorum 7. Tikus Maxomys hellwaldii 8. kelelawar Rousettus Celebensis

Hewan Langka Terancam Terancam Endemic Endemic Terancam

2. Burung 1. Burung Maleo Hewan Langka

2. Burung Rangkong Hewan Langka 3. Burung Raja Udang

4. Raja Udang Biru 5. Gosong Sula 6. Walik Manomiti 7. Kringkring Dada-Kuning 8. Serindit Paruh Merah 9. Udang Merah Sulawesi 10. Raja Udang Pipi-Ungu 11. Sikatan Leher-Merah 12. Kepundang Sungu Belang 13. Kuntul Besar

14. blekok Sawah 15. Elang Alap Ekor-Totol 16. Burung Madu Sepah Raja 17. Pelanduk Sulawesi 18. Kehicap Ranting

Hewan Langka Endemic Terancam Terancam Terancam Terancam Terancam Terancam Terancam Terancam Berlimpah Berlimpah Berlimpah Berlimpah Berlimpah Berlimpah

3. Reptil 1. Penyu Tempayau Hewan Langka

2. Buaya Hewan Langka

3. Penyu Belimbing 4. Bunglon 5. Iguana

6. Ular Phyton Reticulatus 7. Biawak Varanus Salvator 9. Ular Hitam Elaphe cf Euruthrea 10. Ular Rhabdophis Callitus 11. Tokek Gekko gecko

Hewan Langka Hewan Langka Hewan Langka Hewan Langka Hewan Langka Terancam Terancam Hewan Langka

4. Amphibi 1. Katak Bufo Celebensis Endemic 2. Katak Rana Celebensis Belimpah 3. Katak Limnonectes Modestus Berlimpah

5. Ikan 1. Ikan Paus Hewan Langka

2. Ikan Duyung Hewan Langka 3. Ikan Lumba-lumba

4. Payangga 5. Manggabai

Hewan Langka Terancam Terancam

6. Keong 1. Kepala Kambing Hewan Langka

2. Triton Hewan Langka

3. Batu Laga/Siput Hijau Hewan Langka

7. Serangga 1. Kupu-kupu Raja Hewan Langka

2. Tawon Hewan Langka

3. Kalajengking Hewan Langka

8. Tumbuh-tumbuhan 1. Kantong Semar Terancam 2. Anggrek Bulan Terancam 3. Beringin

4. Tili Phylanthus Acidus 5. Takuti Antidesma Bunius 6. Srikaya Annona Squamosa 7. Amu Moraceae

8. Sterculiacea

9. Namu-namu Cyanometra Cauliflora 10. Belimbing Botol Averrhoa Bilimbi 11. Dulamayo

12. Rambutan Hutan Nephelium Muabile 13. Lobe-Lobe Flacourtia Inermis 14. Molahengo Eugenia Densiflora 15. Kikimoputio Zea Mays 16. Chionanthus Terancam Endemic Endemic Endemic Endemic Endemic Endemik Endemic Endemic Endemic Endemic Endemic Endemic Berlimpah


(16)

II- 9 -

a. Kabupaten Bone Bolango

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang terletak di Kabupaten Bone Bolango merupakan wilayah pengelolaan hutan yang penting. Sejak Tahun 1982, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan perubahan status beberapa kawasan suaka alam menjadi taman nasional diantaranya cagar alam Ujung Kulon dan Baluran.

Syarat suatu kawasan ditetapkan menjadi kawasan lindung dan kawasan konservasi menurut MacKinnon dkk (1993) adalah apabila memiliki ciri-ciri berikut: 1). karakteristik atau keunikan ekosistem (fauna endemik, ekosistem pegunungan tropika); 2). spesies khusus yang diminati, nilai kelangkaan, atau terancam, misalnya badak dan burung; 3). keanekaragaman spesies; 4). landskap atau ciri geofisik yang bernilai estetika atau pengetahuan (glasier, mata air panas, air terjun); 5). fungsi perlindungan hidrologi; tanah, air dan iklim lokal; 6). fasilitas untuk rekreasi alam, wisata (pemandangan pegunungan, satwa liar yang menarik); 7). tempat peninggalan budaya.

Berdasarkan kriteria tersebut maka suatu unit manajemen kawasan konservasi, baik yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) maupun kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam) secara berkelanjutan perlu ditinjau ulang kerangka pengelolaan, melalui sistem perencanaan yang memadai. Pengeloaan Taman Nasional sebagai salah satu bentuk kawasan pelestarian alam dengan berbagai fungsi memerlukan perencanaan yang baik.

Taman Nasional merupakan aset bangsa dan menjadi bagian kawasan hutan yang memiliki strategi yang penting untuk dijaga kelestariannya. Ada beberapa kriteria kelestarian hutan yang tidak terlepas dari fungsi konservasi, produksi, sosial dan ekosistem, yaitu: status areal yang memiliki dasar hukum jelas; tegakan hutan yang memadai untuk suatu ekosistem; pengaturan pemanfaatan (apabila memang diperlukan tidak berlebihan dengan kemampuannya); dilakukan perlindungan, pemeliharaan dan rehabilitasi dibeberapa bagian kawasan tertentu yang diperlukan; dan memiliki organisasi personal yang efektif dan efisien.

Tujuan penetapan hutan lindung yaitu untuk melindungi dan membina suatu kawasan yang karena kondisi wilayahnya (kelerengan, jenis tanah, dan intensitas curah hujan). Fungsi utama hutan lindung adalah untuk keperluan konservasi tanah dan air dalam kaitannya dalam pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi


(17)

serta pemeliharaan kesuburan tanah, di samping itu dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana rekreasi atau keperluan lainnya.

Terkait dengan fungsi tersebut, TNBNW memiliki multi-manfaat sebagai beriku :

1). Perlindungan hidrologi;

2). Perlindungan kesuburan tanah dan produktivitas lahan;

3). Pengaturan stabilitas iklim, media penyerbukan alami bagi vegetasi dan tanaman;

4). Perlindungan sumberdaya genetik;

5). Laboratorium bagi penelitian dan pendidikan; 6). Obyek rekreasi dan wisata alam.

Kawasan lindung di Kabupaten Bone Bolango berdasarkan spasial ekologis seluas 134.156,83 Ha. Dari luasan tersebut, kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone luasnya sebesar 104.744 ha. Penetapan Kawasan ini menjadi kawasan konservasi, didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh ekosistem dari kawasan tersebut. Ekosistem yang memiliki karakteristik yang khas, dapat ditandai oleh ketinggian tempat dari muka laut yang tinggi, suhu yang sejuk, lereng yang curam, curah hujan yang relatif tinggi, rawan terhadap longsor dan bencana gunung api dan kekhasan satwa dan ekosistemnya. Kekhasan tersebut memberikan keterbatasan dalam pemanfaatan oleh manusia sehingga memerlukan suatu pola pengelolaan yang spesifik.

Ada beberapa masalah yang mendasar yang terjadi di kawasan TNBNW, yaitu: (1) Di kawasan konservasi dan hutan lindung terdapat permukiman penduduk yang secara administrasi, pemerintah daerah menetapkan sebagai bagian Desa di wilayahnya;

(2) Perambahan hutan/ perladangan; (3) Pembakaran hutan;

(4) Penebangan dan pemburuan liar.

(5) Penambang emas tanpa ijin (PETI) melakukan penambangan secara tradisional;

Perubahan kondisi taman nasional dengan adanya kerusakan dan pemanfaatan yang menyimpang dari fungsi utamanya perlu dilakukan perbaikan atau rehabilitasi. Namun informasi tentang kondisi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sampai saat


(18)

II- 11 -

ini belum banyak tersedia, utamanya kondisi ekosistem unik yaitu flora dan fauna endemik dikawasan tersebut. Di dalam kawasan TNBNW terdapat 4 (empat) tipe ekosistem utama (Tabel 2.4).

Soerjani pada tahun 1997 melakukan penelitian di lokasi penambangan menemukan flora-flora yang perlu diselamatkan, yaitu: 1). Dyospyros cauliflora (Ebenaceae) kayu hitam; 2). Pterospermum sp. (Sterculiaceae) kayu keras; 3). Pometia pinnata (Sapindaceae), dan jenis fauna yang perlu diselamatkan yaitu 1). Anoa kecil (Bubalus quarlesi); 2). Babirusa (Babirousa babirusa); 3). Tarsius (tarsius spectrum); 4). Babi hutan (sus celebensis); 5). Kera hitam (macaca nigra nigrescens).

Tabel 2.4 Tipe Ekosistem Kawasan TNBNW No Tipe Ekosistem Uraian

1 Hutan lumut Pada ketinggian di atas 1600 m dpl, disekitar puncak pegunungan

2 Hutan hujan pegunungan rendah

Pada ketinggian 1000-1600 m dpl, kanopi rendah dan sedikit terbuka. Pada ketinggian 1600 m ditemukan lumut yang menempel pada pohon. Vegetasi bawah cukup tebal, dengan jenis-jenis rotan, pandan, dan paku-pakuan

3 Hutan hujan dataran rendah (hutan pamah)

Ditemukan pada ketinggian 300-1000 m dpl, umumnya terletak di atas batuan vulkanis.

4 Hutan sekunder Terdapat pada daerah bekas penambangan yang tidak terpelihara dan tidak terkena kebakaran

Keterangan: Jenis flora di dalam tipe hutan sekunder meliputi Piper adundum, Melastoma malabathricum; Lantana camara, dan Musa sp, serta tutupan rerumputan lebat.

Jenis-jenis flora yang khas dan memiliki nilai cukup tinggi dari segi konservasi maupun potensi pengembangannya antara lain: bunga bangkai; hanjuang hijau; berbagai jenis rotan dan palem, paku-pakuan; beberapa jenis anggrek; beberapa jenis tumbuhan berkayu yang potensial untuk usaha kehutanan seperti: cempaka, kenanga, agathis, kayu hitam, kayu besi, eucalypthus, dan beberapa jenis bambu.


(19)

Jenis flora yang dominan di kawasan TNBNW adalah jenis-jenis Ficus. jenis flora sesuai dengan tipe ekosistemnya dapat dirinci sebagai berikut. Jenis-jenis vegetasi di daerah hutan hujan dataran rendah antara lain adalah:

a. Familia Lauraceae. contoh: Garcinia sp

b. Familia Myristicaceae,

c. Familia Miliaceae. contoh Sandoricum sp, Dysoxylum sp

d. Familia Anacardiaceae, contoh Dracontomelon sp, Swintonia sp, dan Spondias sp,

e. Familia Sapotaceae: Palaquium spp

f. Familia Sterculiaceae: Scephium sp, Ptersopermum sp dan Heritria sp.

Jenis-jenis lain yang tumbuh di hutan hujan dataran rendah pada tanah Alluvial, antara lain adalah: Pometia pinnaca; Octomeles sumatrana; Duabanga moluccana; Ficus sp; Eugenia sp; Dischopia sp; Artocarpus sp.

Barrie (2007) melaporkan bahwa: “Corpse flowers or Titan Arum

(amorphophallus titanum) have been found in Tulabolo village, Bone Bolango District, Gorontalo Province, northern Sulawesi Island. The flower, which looked like

Rafflesia Arnoldii flower, usually bloomed in rainy season. “In the rainy season, local residents` plantation areas are usually covered fully by hundreds of ‘corpse flowers`, which produce bad smell,”. The local authorities could check the flowers to confirm their species and promote them for a tourist attraction.`Corpse` flowers are found only in Indonesia`s equatorial tropical rainforests of Sumatra, Kalimantan and Java

islands. It was first discovered in Sumatra by Italian botanist Odoardo Beccari in 1878”.

Sebagai zona rimba, di kawasan ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Jenis flora yang dapat ditemukan, di antaranya: sekitar 400 jenis pohon, 241 jenis tumbuhan tinggi, 120 jenis paku-pakuan, 100 jenis tumbuhan lumut, serta 90 jenis anggrek, termasuk famili Orrchide (anggrek putih). Sementara jenis fauna, di antaranya: 24 jenis mamalia, 125 jenis aves, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 38 jenis kupu-kupu, 200 jenis kumbang, dan 19 jenis ikan.


(20)

II- 13 -

Keistimewaan TNBNW ini terletak pada keanekaragaman tumbuhan (flora) dan satwa (fauna) yang sebagian besar merupakan tumbuhan dan satwa khas (endemik) Pulau Sulawesi. Di kawasan ini ditemukan berbagai macam tumbuhan khas dan langka, seperti: Palem Matayangan (Pholidocarpus ihur), kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp.), kayu kuning (Arcangelisia flava), dan bunga bangkai (Amorphophallus companulatus). Beberapa satwa khas, seperti: monyet hitam/yaki (Macaca nigra-nigra), monyet dumoga bone (Macaca nigrescens),

tangkasi (Tarsius spectrum-spectrum),

musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii-musschenbroekii), anoa besar (Bubalus depressicornis), anoa kecil

(Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa babirussa celebensis).

Gambar 2.5. Babirusa, fauna endemik Sulawesi.

Babirusa (Babyrousa babyrousa) yang bertumbuh seperti babi, mempunyai taring panjang yang melengkung ke atas dan tidak makan umbi-umbian, tetapi makan buah-buah yang jatuh; anoa besar (Bubalus depresicornus). Anoa kecil (Bubalus quar-lesi) sering disebut sebagai kerbau kerdil. Musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) sudah sulit sekali ditemui. Kuskus beruang (Phalanger ursinus) dan kuskus kerdil (Phalanger celebensis) adalah mamalia yang hidup bergantung di pepohonan. Beberapa ragam jenis kelelawar juga ditemukan dan salah satu jenis di antaranya diduga sebagai jenis endemik Sulawesi.

Jenis aves yang paling unik adalah burung maleo (Macrosephalon maleo).

Burung maleo (Macrocephalon) adalah salah satu satwa endemik yang merupakan maskot kawasan ini. Burung ini sangat unik, ukuran badannya hampir sama dengan ayam, bahkan telurnya 6 kali lebih berat telur ayam. Burung ini meletakkan telurnya di dalam tanah atau pasir sedalam 30-40 cm di sekitar sumber air panas yang ada di kawasan ini. Anak burung maleo yang baru berumur satu hari muncul dari dalam tanah atau pasir. Burung maleo (macrocephalon) salah satu satwa khas (endemik) yang merupakan maskot kawasan ini. Selain atraksi burung maleo, berbagai obyek wisata lain yang ada di kawasan ini, yaitu: air terjun, sumber air panas, danau, dan situs peninggalan sejarah.


(21)

Gambar 2.6 . Mangga Duamayo

Jenis endemik lainnya adalah julang sulawesi (Rhyticetos cassidix), burung berparuh besar yang memiliki warna bulu hitam, ekor dan paruh kuning, serta berjambul merah. Burung ini termasuk bertubuh paling besar dibandingkan dengan 54 jenis rangkong yang tersebar di daerah tropis Asia dan Afrika.

Lokasi TNBNW secara administatif, terletak di antara dua provinsi, yakni di Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara dan di Kecamatan Suwawa dan Bonepantai, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Secara keseluruhan pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdiri atas 3 Seksi yang membawahi 11 Resort, dan khusus wilayah Gorontalo dikelola oleh Seksi Konservasi Wilayah I Limboto yang terdiri atas : Resort Bone Pantai; Resort Bone; Resort Bolango; Resort Tulabolo-Pinogu.

Curah hujan di kawasan TNBNW berkisar antara 1.700 hingga 2.200 mm/tahun dan temperatur udara berkisar antara 21,5 °C hingga 31 °C. Di kawasan ini terjadi musim penghujan antara bulan November hingga April, sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan April hingga November. Waktu baik untuk berkunjung ke kawasan ini, yaitu bulan April sampai dengan September.

b. Kabupaten Gorontalo

Wilayah Kabupaten Gorontalo memiliki area berlereng datar hingga terjal, dengan jenis penutup lahan berupa hutan, kebun campuran, semak, belukar, lahan terbuka, permukiman, sawah, tubuh air dan rerumputan. Berbagai vegetasi yang berada di wilayah provinsi sebagian besar dapat ditemukan di wilayah Kabupaten Gorontalo. Contoh jenis-jenis flora penting, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Cyanometra Cauliflora (Caesal-piniaceae) atau Namu-namu, pohon


(22)

II- 15 -

2. Averrhoa Bilimbi L. (Oxalidaceae) atau Balimbing Botol, pohon

3. Mangifera Caesia (Anacardiaceae) atau Dulamayo, pohon, ditemukan di Kecamatan Tapa.

4. Nephelium Muabile (Sapindaceae) atau Rambutan Hutan, pohon, 5. Flacourtia Inermis (Flacourtiaceae) atau Lobe-lobe, pohon

6. Eugenia Densiflora (Myrtaceae) atau Molahengo, pohon 7. Antidesma Bunius (Euphorbiaceae) atau Takuti, pohon 8. Annona Squamosa (Annonaceae) atau Srikaya, pohon 9. Phyllanthus Acidus (Euphorbiaceae) atau Tili, pohon 10.Artocarpus Altilis (Moraceae) atau Amu, pohon 11.Zea Mays (Poaceae) atau Kikimoputio, herba

Danau Limboto merupakan danau yang terletak dalam DAS Limboto yang merupakan salah satu DAS dalam Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone memiliki keragaman hayati nyang tinggi. Ada 17 spesies ikan dari 12 famili, terdiri dari 9 jenis ikan asli dan 8 jenis ikan introduksi yang terdapat di danau tersebut.

Produksi berbagai jenis ikan : Ikan Nila 66,2 ton/tahun, Ikan Mujair 31,4 ton/tahun, Ikan Payangga 18,3 ton/tahun, Ikan Manggabai 19,8 ton/tahun. Permukaan perairan danau ditumbuhi enceng gondok dan rerumputan, yang terjadi karena proses sedimentasi di dasar danau. Luas sebaran eceng gondok dan tanaman lainnya mencapai sekitar 70 % dari luasan danau. Eceng gondok terdapat dibagian tengah, barat, utara dan tenggara. Konsentrasi terbesar berada dibagian tengah. Penyebaran eceng gondok dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Eceng gondok bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan.

c. Kabupaten Gorontalo Utara

Dilokasi ini juga terdapat pos pengamatan dan perlindungan jenis tumbuhan dan hewan oleh dinas kehutanan. Pada lokasi ini ditemukan hampir 35 jenis pohon dengan jenis pohon yang dominan adalah Nantu (Palaquium obtusifolium Burck), Cempaka, Meranti dan Pangi (Panggium edule Reinw). Beberapa flora dan fauna yang ditemukan disepanjang bantaran Sungai Buladu diantaranya ; 21 jenis pohon diantaranya Bambu Biasa, Bambu kuning, Aren, Kelapa, Mangga, Sukun, Nangka, Ikan: Gabus, Belut, Lele, Payangga, Hulu’u, Mujair, Nike, Mikrozoobentos, Siput air, Kepiting, Udang, dan Keong.


(23)

Keanekaragaman hayati pantai untuk jenis manggrove di pantai utara yang dominan adalah Rhizophora apiculata dan Aegiceras corniculatum. Di Kecamatan Anggrek, dilakukan penanaman magrove, jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir. Di Pulau Payunga dan Pulau Saronde, ditemukan ada beberapa jenis vegetasi lamun yang termasuk dalam kondisi yang sangat baik, yang pada umumnya didominasi oleh Enhalus dan Thallasia. Di Pulau Saronde juga ditemukan jenis Cymodocea serrulata.

d. Kabupaten Boalemo

Kabupaten Boalemo memiliki Suaka Marga Satwa Nantu. Hutan Nantu sangat penting bagi masyarakat Gorontalo sebagai daerah tangkapan air dan menjadi hulu Sungai Paguyaman, salah satu sungai besar (panjang 99.3 km) di Sulawesi bagian utara. Jenis tanaman pada bagian hulu sungai ini terdapat berbagai jenis kayu-kayuan, diantaranya: agatis, nantu, jati, rotan, kelapa, bambu, pisang, mangga, kemiri, kapuk, dan nangka.

Hutan Nantu merupakan habitat terbaik berbagai jenis satwa liar seperti babirusa, anoa, Macaca heckii, tarsius dan lebih dari 90 jenis burung, termasuk 35 jenis yang endemik Sulawesi. Dalam Hutan Nantu terdapat kolam Adudu, mata air panas asin mengandung belerang yang disukai berbagai jenis satwa liar, terutama babi rusa. Menurut DR. Ir. Lynn Clayton, peneliti asal Inggris yang telah melakukan penelitian di Hutan Nantu selama 20 tahun sejak tahun 1988, diperkirakan satwa babirusa ke kolam untuk memperoleh berbagai mineral, melindungi perut mereka agar tidak menjadi terlalu asam dan perlindungan dari racun yang ada di biji buah “Pangi”, salah satu makanan kesukaan babirusa. Babirusa dan satwa hutan Nantu sangat terancam oleh perdagangan daging hewan liar untuk dijual ke pasar-pasar di Minahasa, Sulawesi Utara.

e. Kabupaten Pohuwato

Sungai Taluduyunu berada di desa Buntulia Selatan Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato. Sungai ini termasuk pada tipe subsekuen yang bersifat Permanen berbentuk (U lebar) sampai (U) dengan pola aliran (Orientasi di Peta). Kondisi fisik sungai Taluduyunu mempunyai tingkat kedalaman pada bagian hulu dan hilir mencapai 100 cm, lebar sungai bagian hulu 90 m dan bagian hilir 20 m. Kecepatan arus 102,3 m3/detik bagian hulu dan 1,17 m3/detik bagian hilir, Debit air


(24)

II- 17 -

cukup besar yang mengalir dari wilayah hulu 102,3 m3/detik bagian hilir 23,4 m3/detik.

Lokasi aliran sungai Taluduyunu lahan sudah di jadikan dialih fungsi menjadi perkebunan jagung rakyat dan tanaman tebu oleh masyarakat. Jenis tanaman pada bagian hulu masih terdapat kayu-kayuan seperti : Agatis, Nantu, Jati, dan Rotan serta tanaman budidaya seperti kelapa, bambu, pisang, mangga, kemiri, kapuk, dan nangka. Sedang jenis fauna yang terdapat dikawasan aliran Sungai Taluduyunu seperti : Buaya, ular, rangkong, kelelawar, kera, babirusa, ayam hutan. Wilayah pertambangan Gunung Pani berada pada Kawasan Cagar Alam Panua, yang merupakan perlindungan burung maleo (panua). Kondisi di lapangan, kawasan bagian timur perbukitan Gunung Pani berupa hutan lebat, bagian barat sebagian tertutup hutan, perladangan dan sebagian berupa pemukiman.

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa Provinsi Gorontalo secara keseluruhan kawasan hutannya menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang cukup tinggi meskipun kawasan-kawasan tersebut pernah dieksploitasi oleh perusahan kayu, namun kondisi vegetasi masih memungkinkan untuk proses regenerasi alami sehingga tegakan hutan menjadi pulih kembali.

f. Kota Gorontalo

Jenis tanaman yang terdapat di kota Gorontalo menyebar di seluruh wilayah kecamatan dengan jumlah bervariasi. Tumbuhan yang umum ditemukan adalah jenis tanaman obat dan tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah atau di kebun. Perkembangan Kota Gorontalo sebagai pusat kegiatan Jasa dan perdagangan menyebabkan perubahan lahan-lahan terbuka hijau menjadi pemukiman, perkantoran, hotel, dan tempat-tempat usaha. Pemukiman terbatas lahannya, sehingga untuk memanfaatkan lahan pekarangan yang sempit, masyarakat menanam tanaman berpohon kecil atau menanam pohon-pohon dalam pot. Jenis tumbuhan yang banyak ditanam adalah tanaman obat, tanaman hias dan tanaman buah. Selain dapat menciptakan suasana sejuk dan indah, juga berfungsi sebagai bahan-bahan bumbu dapur dan obat alami.

Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman hias diantaranya adalah cempaka (Michelia champaka), jempiring (Gardena sp), kamboja (Plummeria accuminata), kembang sepatu (Hibiscus sp), kemuning (Murraya paniculata), kumis kucing (Orthosiphon spicatus), lidah buaya (Aloe vera), pohon


(25)

merah, (Euphorbia pulcherrima), puring (Codiacum sp), soka (Ixora sp), tapak dara (Vinca rosea) dan lain-lain. Sedangkan tanaman buah diantaranya adalah mangga (Mangifera indica), alpokat (Porsea odoratum), jambu biji (Psidium guajava), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), nangka (Arthocarpus heterophylla), rambutan (Nephelium lappaceum), dan sawo kecik (Manikaya kauki).

Beberapa jenis tanaman ditanam untuk penghijauan kota dan tanaman hias juga berfungsi sebagai paru-paru kota, misalnya akasia (Acasia sp), asam (Tamarindus indica), bungur (Lagerstromia sp), kembang kertas (Bougenvillea spectabilis), kelapa (Cocos nucifera), palm raja (Oreodoxa regia), angsana (Pterocarpus indicus), ketapang dan lain-lain.

Jenis pohon yang ditanam memiliki beberapa aspek (fungsi), misalnya tanaman beraspek estetika seperti Jempiring (Gardena sp), Kembang kertas

(Bougenvillea spectabilis) , Varigata (Varigata sp), Glodog Tiang, Kelapa (Cocos nucifera) dan Puring Bangkok (Codiaeum sp), Palm raja (Oreodoxa regia), Anggrek Bandung, Kana Presiden, Sansivera dan lain-lain. Terdapat juga tanaman yang memiliki aspek konservasi seperti Angsana (Pterocarpus indicus), Gendayaan, Spatudia, Mahoni (Sweitenia mahagoni), Kembang Kuning dan Ketapang.

Keanekaragaman hayati satwa daratan di wilayah Kota Gorontalo terdapat spesies yang meliputi kelas amfibi, reptil, aves, dan mamalia. Spesies amfibi yang ditemukan adalah Rana sp dan Bufo sp. Jenis reptil yang ditemukan meliputi biawak (Varanus salvator) ditemukan terutama di bagian utara Kota Gorontalo, bunglon (Bronchocela jubata), serta iguana (Iguana iguana) yang sudah jarang ditemukan, sementara jenis kadal (Mabouya multifasciata) dan tokek (Gecko gecko) masih sering dijumpai. Spesies reptil yaitu Kura-kura (Cuora amboinensis) dan Penyu (Chelonia

sp.) ditemukan di perairan Pantai Gorontalo meskipun sudah langka, sedangkan 4 jenis Ular (Lycodon aulicus, Ptyas karros, Acrochordus granulatus dan Cerberus rhynchops) dapat ditemukan di beberapa tempat.

Jenis unggas (Aves) yang dapat ditemukan di wilayah Kota Gorontalo diantaranya ayam (Gallus gallus) dan bebek (Anas sp) yang cukup berlimpah, dipelihara penduduk dalam skala kecil atau peternakan karena nilai ekonomisnya tinggi, serta ayam (Gallus varrius) hutan di wilayah pinggiran kota, sementara spesies merpati (Columba livia) dipelihara penduduk.


(26)

II- 19 -

Komunitas burung di wilayah Kota Gorontalo lebih didominansi oleh jenis-jenis burung air, di antaranya: Pecuk-padi belang (Phalacrocorax melanoleucos), Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), Cangak abu (Ardea cinerea), Kuntul besar (Egretta alba), Kuntul perak (Egretta intermedia), Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Gajahan besar (Numenius arquata), Trinil semak (Tringa glareola) dan Raja udang erasia (Alcedo sp).

Jenis-jenis yang menyebar secara merata pada hampir seluruh kawasan adalah dari famili Ardeidae seperti : Cangak laut (Ardea sumatrana), Cangak abu (Ardea cinerea), Cangak merah (Ardea purpurea), Kuntul besar (Egretta alba), Kuntul perak (Egretta intermedia), Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), Gajahan besar (Numenius arquata), Raja udang biru (Alcedo coerulescens), Belibis kembang (Dendrocygna arcuata), dan Kakatua (Cacatua sp).

Keanekaragaman jenis burung di wilayah Kota Gorontalo, baik burung daratan maupun burung air tergolong tinggi. Sedangkan dari keutuhan dan perkembangan populasinya sudah menurun. Beberapa jenis burung sudah tidak muncul lagi pada habitat yang diamati, yang ditemui pun populasinya juga sangat menurun.

Jenis mamalia terdiri dari hewan-hewan peliharaan di kawasan pemukiman, hewan ternak yang dibudidayakan, maupun liar. Beberapa spesies mamalia seperti Musang (Paradoxurus hermaphroditus) sudah jarang ditemukan.

Keragaman hayati tumbuhan perairan di wilayah Kota Gorontalo meliputi vegetasi alga laut, dan lamun yang ditemukan di sepanjang wilayah lautan dan pesisir pantai Kota Gorontalo. Vegetasi mangrove sudah tidak ditemukan akibat berubah jadi pemukiman penduduk disepanjang pantai Kota Gorontalo.

Status sumber daya makro-alga yang ada di wilayah ini masih cukup baik, hal ini disebabkan oleh tingkat eksploitasi terhadap sumber daya tersebut masih relatif rendah. Jenis-jenis makro-alga tersebut banyak yang belum diteliti tentang fungsi dan kegunaan sumber daya ini.

Keanekaragaman Hayati Ikan di Ekosistem Pesisir dan Lautan berupa Kerapu lumpur (Eunephilus sp), Baronang (Siganus javus), Bandeng (Chanos chanos), dan Kakap (Lates calcarifer), serta beberapa jenis lain yang dikenal masyarakat Gorontalo sebagai ikan Bubara, layang, nike, kakap, cakalang, ekor kuning, tongkol oci, tamako, antoni, malalugis, serta tandipang.


(27)

(a) (b)

Gambar.2.7. (a) Nike, ikan endemik gorontalo. (b) Nelayan menangkap ikan nike di Teluk Gorontalo

Jenis ikan tawar yang dijumpai diantaranya banyak hidup di danau Limboto seperti ikan nila, mujair, gabus, ikan mas, koan, kepiting dan udang serta jenis ikan endemik danau Limboto seperti ikan payangga, huluu, dan ikan manggabai. Sebagian jenis ikan-ikan air tawar ini juga hidup di sungai Bone, Sungai Bolango, dan Sungai Tamalate yang melintasi Kota Gorontalo.

C. Air

Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apapun juga. Tanpa air manusia, hewan dan tanaman tidak akan dapat hidup. Air terdapat di Wilayah Sungai/WS atau DAS dan Cekungan Air Tanah (CAT). Air menjadi Isu dan Indikator Utama Ekosistem DAS dengan jargon masalah Too Much, Too Little, dan Too Dirty. Dimana too much menyebabkan banjir, too little menimbulkan kekeringan, dan too dirty menimbulkan masalah pencemaran.

1. Sumberdaya Air Permukaan

Di Provinsi Gorontalo terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, masing-masing DAS Randangan, DAS Paguyaman dan DAS Limboto Bolango Bone. Di luar dari ketiga DAS utama tersebut, juga ditemukan banyak DAS-DAS kecil lainnya yang umumnya terdapat di hampir seluruh wilayah pegunungan di pinggiran kawasan pantai. Air dari DAS-DAS kecil ini bermuara di Teluk Tomini untuk DAS di bagian Selatan Provinsi dan di Laut Sulawesi untuk DAS di bagian Utara Provinsi.


(28)

II- 21 -

Sungai-sungai kecil yang bermuara di utara antara lain S. Bulontio, S. Boliohuto, S. Sumalata, S. Dulakapa, S. Buluto, S. Buluoka, S. Monano, S. Tolongio, S. Ilangata, S. Kwandang dan S. Bubode. Sungai-sungai yang bermuara di selatan antara lain S. Tamboo, S. Tombulilato, S. Sogisadaa, S. Taludaa, S. Sinabayuga, S. Potoila, S. Bobaa, S. Tumbihe dan Sungai Tilamuta. Dua sungai kecil lainnya, yaitu S. Taluhubongo dan S. Dutula Dua bermuara di Danau Limboto yang airnya selanjutnya mengalirkan airnya ke Teluk Tomini.

Sungai-sungai kecil tersebut berasal dari jajaran Pegunungan Tilong Kabila, Perantanan, Bone, dan Loba serta jajaran gunung-gunung lain yang tingginya bervariasi dari 520 m (G. Pobolu) sampai 2.065 m (G. Boliohuto). Karena kepentingannya yang sangat vital, berikut ini akan diuraikan lebih jauh ketiga DAS utama di Provinsi Gorontalo.

1.1. Daerah Aliran Sungai Randangan

DAS ini melintasi Kecamatan Popayato, Marisa dan Paguat dan bermuara di pantai Marisa. Luas DAS ini adalah sekitar 290.000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 115 km. Mayoritas (sekitar 80 %) dari wilayah DAS ini berada pada daerah dengan topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng > 40 %, sehingga seyogyanya harus diperuntukkan sebagai kawasan lindung.

Oleh karena pola aliran sungai DAS ini adalah denritik dan pararel, air yang dialirkan dengan cepat mencapai hilir. Akibatnya, wilayah hilir DAS menjadi rentan banjir. Kerusakan lahan dan erosi di wilayah hulu, misalnya karena kegiatan penambangan atau pertanian, akan menghasilkan tingkat sedimentasi yang tinggi di wilayah hilir. Oleh karena itu, pengelolaan lahan dan kegiatan usaha di wilayah hulu perlu dilakukan melalui program yang disusun berdasarkan perencanaan yang tepat dan dilaksanakan dengan konsekwen.

Pengelolaan DAS Randangan secara tepat menjadi sangat penting karena tiga alasan. Pertama, karena di wilayah hulu DAS terdapat sumber daya alam yang potensial, khususnya untuk pertanian, peternakan dan pertambangan, yang bila dikelola dengan tepat akan berguna bagi masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah hulu DAS, bila tidak dikelola dengan benar, akan memberi konflik bagi kepentingan keberadaan DAS lainnya, termasuk resiko banjir dan sedimentasi. Kedua, wilayah hilir DAS ini merupakan daerah potensial bagi pertanian dan perikanan. Ketiga, DAS Randangan merupakan sumber air utama untuk mendukung berbagai kegiatan pengembangan di Kabupaten Pohuwato.


(29)

1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Paguyaman

DAS ini melintasi dua kabupaten, di bagian baratnya adalah wilayah Kabupaten Boalemo, sedangkan disebelah timurnya Kabupaten Gorontalo. Adapun wilayah yang dilewati adalah Kecamatan Tilamuta, Paguyaman, dan Tibawa, kemudian bermuara di Teluk Paguyaman. DAS ini memiliki luas sekitar 250.000 ha. Sungai utama DAS ini yang panjangnya sekitar 99,3 km. Sedikitnya 70 % dari wilayah DAS mempunyai topografi bergunung sampai berbukit dengan kemiringan lereng > 40 %.

Dengan topografi berbukit dan pegunungan ini, sungai utama DAS Paguyaman berbentuk lembah dalam, sehingga mampu menampung debit aliran air tinggi. Tidak diperoleh data debit sungai di provinsi ini, tetapi berdasarkan hasil pengukuran oleh PLN (1985) dan DPU (1987) Provinsi Sulut, Sungai Paguyaman adalah yang tertinggi kecepatan arusnya (23,4 sampai sampai 63,4 m/detik) dengan kedalaman sungai mencapai 76 cm (Tabel 4.2).

Dengan potensi seperti itu, Sungai Paguyaman dinilai memiliki produktivitas air yang besar, sehingga dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan kebutuhan lainnya. Namun, yang merisaukan adalah ada indikasi bahwa fluktuasi debit tahunannya terus menjadi lebih besar, mengindikasikan proses degradasi lahan di wilayah DAS ini yang terus berlangsung.

Potensi kerusakan DAS Paguyaman memang besar karena beberapa alasan. Pertama, karena luas DAS yang besar, mencakup kawasan budidaya yang besar. Kedua, topografi wilayah hulu DAS yang kondusif bagi proses erosi. Ketiga, konflik pengelolaan di masa depan, karena wilayah DAS ini melintasi dua kabupaten berbeda, walaupun mayoritas berada di Kabupaten Boalemo. Dengan demikian, model pengelolaan DAS yang singkron dengan program pengembangan wilayah lintas kabupaten perlu dirumuskan dengan baik.

1.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolango -Bone

DAS Bolango-Bone sesungguhnya dibangun oleh dua DAS berbeda, DAS Bolango dan DAS Bone, keduanya bermuara di Teluk Gorontalo. DAS Bone jauh lebih besar dari pada DAS Bolango. Secara bersama-sama, DAS Bolango-Bone mempunyai luas sekitar 265.000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 100 km. Sama dengan kedua DAS utama lainnya di Provinsi Gorontalo, DAS Bolango-Bone juga didominasi (80 %) oleh wilayah dengan kemiringan lereng >40 %. Artinya, DAS ini juga rentan terhadap


(30)

II- 23 -

proses degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment areanya dikelola secara tidak tepat.

DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat pada frekwensi banjir yang terjadi di Kota Gorontalo. DAS Bolango-Bone (terutama DAS Bolango) memberi kontribusi besar terhadap sedimentasi Danau Limboto yang saat ini lebih banyak berbentuk daratan dari pada perairan, karena sebagian besar dari mangkuk danau telah berubah menjadi daratan.

Hal yang menggembirakan adalah, kualitas air Sungai Bone yang masih tampak jernih. Meskipun demikian, dari berbagai sumber, termasuk dari interpretasi gambar citra landsat (rekaman Oktober 2000), diketahui bahwa sebagian dari kawasan DAS ini telah mulai terbuka.

Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan Kota Gorontalo. Danau Limboto mempunyai banyak fungsi, seperti penyangga banjir (terutama dari Sungai Bolango), menstabilkan suplai air tanah wilayah sekitar, sumber perikanan air tawar, obyek wisata air, memberikan nilai estetika bagi kota Gorontalo dan sarana pendidikan. Fungsi-fungsi ini telah berkurang drastis dan nyaris hilang sama sekali.

Rusaknya lingkungan DAS Bolango dan daerah tangkapan di pinggiran danau di kota Gorontalo merupakan penyebab utama pendangkalan dan penciutan areal danau. Berdasarkan kenampakan fisik sungai-sungai yang bermuara ke danau, maka sungai-sungai di bagian selatan (dengan topografi curam, lebih terganggu dan berhubungan langsung dengan danau) diperkirakan memiliki sumbangan sedimentasi lebih tinggi dibandingkan sungai-sungai bagian barat dan tengah. Penyuburan perairan danau turut yang mendorong tumbuhnya gulma air mempercepat proses pendangkalan danau.

Meskipun luas danau berkurang cepat dan sedimentasi berlangsung cepat, fluktuasi kedalaman danau antara kedalaman maksimum dan minimum serta kedalaman rata-rata tidak banyak berubah, khususnya antara periode 1988 sampai 1998. Data ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa proses sedimentasi danau terus berlangsung. Kemungkinan, pada lokasi tertentu dari danau (pada lokasi pengukuran kedalaman) perubahan kedalaman danau tidak banyak mengalami perubahan. Meskipun demikian, tetap tampak adanya kecenderungan peningkatan rasio kedalaman maksimum terhadap kedalaman minimum.


(31)

Berdasarkan pengukuran tahun 1995, rata-rata sedimen tersuspensi dalam aliran rendah mencapai 8,2 ton/hari, sedangkan rata-rata sedimen tersuspensi dalam aliran tinggi 5300 ton/hari. Debit inlet dalam periode aliran terendah (8 bulan) adalah 2,8 m3/detik dan inlet dalam periode aliran tinggi (4 bulan ) sedikitnya 5,3 m3/detik. Dengan gambaran seperti itu, dan mengingat topografi lingkungan Danau Limboto yang datar, maka dapat dipastikan bahwa laju sedimentasi dan pendangkalan atau penciutan luas danau akan berlangsung dengan cepat.

Di samping DAS dan danau, Provinsi Gorontalo juga mempunyai banyak jaringan irigasi yang terdistribusi di ketiga kabupaten. Di Kabupaten Gorontalo, terdapat jaringan-jaringan irigasi Posso, Molalahu, Lomaya, Alo, Pilohayanga, Huludupitango, Hunggalua, Pohu, Alale, Bongo, Tolinggula, Mohiolo dan Potanga. Di Kabupaten Bualemo, terdapat jaringan irigasi Bunuyo, Bongotua, Karangetan, Taluduyunu, Lemito, Randangan Kiri, Paguyaman Kiri, Marisa IV, Molosipat dan Popayato.

Mengingat air sungai, danau, air tanah dan air hujan sangat dibutuhkan oleh masyarakat maka perlu diperhatikan pemanfaatan maupun pemeliharaannya. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu tidaklah mudah karena tergantung pada banyak faktor penentu.

Walaupun penetapan standar air yang bersih tidak mudah, namun ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Saat ini banyak keluhan dari masyarakat Gorontalo bahwa ada beberapa daerah yang memiliki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) ataupun Industri-industri yang menimbulkan pencemaran di wilyah sungai. Untuk itu Badan Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo melakukan pemantauan terhadap kualitas air sungai, dan danau, untuk air hujan dan air sumur saat ini belum ada pemantauan dari Dinas yang terkait. Kualitas air sungai dan danau dapat di lihat pada tabel-tabel berikut. Saat ini pemantauan kualitas air sungai hanya di 5 Lokasi yang dipantau yaitu: Sungai Paguyaman, Sungai Bone, Sungai Buladu, Sungai Taluduyunu dan Sungai Bionga.


(32)

II- 25 - a. Sungai Paguyaman

Sungai Paguyaman merupakan salah satu sungai besar diwilayah Propinsi Gorontalo yang menjadi batas geografi antara dua kabupaten, yaitu kabupaten Gorontalo dan kabupeten Boalemo. Aliran Sungai

Paguyaman mencakup

beberapa daerah di Gorontalo. Wilayah aliran Sungai Paguyaman mencakup Paguyaman, Boliyohuto, Wonosari, Tibawa, Tilamuta, Dulupi dan Mananggu dengan total Panjang Sungai 99,3 km. Gambar. 2.8. Peta Sungai Paguyaman.

Bagian hulu sungai ini terdapat di daerah kawasan hutan Nantu sebuah kawasan hutan suaka alam serta bermuara di Teluk Tomini. Sungai ini selain mengalirkan air dari arah barat, juga menerima debit tambahan dari beberapa anak-anak sungai. Kondisi sempadan dan bantaran banyak digunakan masyarakat untuk areal pemukiman dan perkebunan.

Kondisi fisik sungai Paguyaman berdasarkan hasil pengukuran menunjukan bahwa tingkat kedalaman pada bagian hulu mencapai 70 cm dan bagian hilir 10 cm, lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 19 m. Kecepatan arus 1,38 m3/detik bagian hulu dan 0,79 m3/detik bagian hilir, Debit air cukup besar yang mengalir dari wilayah hulu 25,9 m3/detik pada bagian hilir berkurang hingga 4,85 m3/detik.

Kualitas Air Sungai Paguyaman

Pemantauan Kualitas Air Sungai Paguyaman tahun 2011 bagian hulu, tengah dan hilir dilakukan terhadap 17 parameter seperti disajikan dalam Tabel 2.5.

Berdasarkan data tersebut, bahwa kualitas air sungai Paguyaman Bagian Hulu sudah tidak memenuhi syarat menurut kelas air karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar TSS = 24 - 74 mg/L dengan baku mutu 50 mg/L, kadar BOD = 5,06 – 7,58 mg/L dengan baku mutu 3 mg/L. dan


(33)

kadar coliform total 210.000 di bagian hulu dan >2.400.000 di bagian tengah dan hilir. Kadar coliform ini melebihi syarat dengan baku mutu = 1000/ 100 ml.

Kadar oksigen terlarut, DO berkisar 5,7 – 5,8 mg/L, masih memenuhi syarat yakni minimal 4 mg/L. Sementara itu kadar COD di hulu dan tengah 12.64 mg/L dan di bagian hilir 18,96 mg/L dengan baku mutu 25 mg/L.

Nilai pH untuk semua titik pemantauan berkisar 7,5, nilai ini masih berada dalam range pH yang dipersyaratkan dalam baku mutu yaitu 6 – 9. Konsentrasi padatan terlarut atau TDS berkisar 99 – 103 mg/L masih berada dalam baku mutu yaitu 1000 mg/L.

Pada bagian tengah dan hilir sungai Paguyaman terdapat kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) menggunakan merkuri dan sianida. Kadar merkuri (Hg) di bagian hulu, tengah, maupun hilir masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu sebesar <0,001 mg/L dengan baku mutu 0,002 mg/L. Sedangkan kadar sianida baik di bagian hulu, tengah, maupun hilir masih dibawah baku mutu yakni <0,01 mg/L dengan baku mutu 0,02 mg/L.

Kadar nitrat yang terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 0,48 – 0,59 mg/L, nilai ini masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 10 mg/L. Nilai nitrat tertinggi di lokasi bagian hilir yaitu 0,59 mg/L.

Kadar nitrit, NO2- yang terukur dibagian hulu, tengah dan hilir yaitu <0,01 masih dibawah standar baku mutu yaitu 0,06 mg/L. Kadar amoniak, NH3 yang ditemukan baik dibagian hulu, tengah maupun hilir masih dibawah standar yaitu <0,001. Sementara baku mutu ammonia adalah 0,5 mg/L untuk air kelas II. Kadar ammonia ini juga masih layak untuk syarat perikanan yang sensitif yaitu 0,02 mg/L.

Fosfat yang terdeteksi dihulu dan tengah 0,25 mg/L sudah melebihi baku mutu 0,2 mg/L. Sedangkan di hilir 0,2 mg/L sudah berada dalam ambang batas baku mutu.

Kandungan logam besi dan timbal yang diukur dalam air sungai Paguyaman juga masih dibawah baku mutu. Untuk besi ditemukan <0,1 timbal <0,05 disemua bagian aliran. Baku mutu untuk besi 0,3 mg/L dan 0,03 mg/L untuk timbal.


(34)

II- 27 -

Status Mutu Air Sungai Paguyaman hasil pemantauan pada tahun 2011 pada bagian Hulu, Tengah dan Hilir disajikan pada Tabel 2.8.

Table 2.5 Status Mutu Air Sungai Paguyaman No Lokasi

Sampling

Status Mutu

Kelas 1 Kelas 2 1 Bagian Hulu CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN 2 Bagian Tengah CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN 3 Bagian Hilir CEMAR SEDANG CEMAR RINGAN

Sumber: Hasil Analisis Balihristi Provinsi Gorontalo, 2011

Sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, padatnya pemukiman di daerah sempadan sungai menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai melalui aliran permukaan. Di sekitar Sempadan Sungai Paguyaman terdapat Pabrik Gula dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Buladu yang limbahnya masuk ke Sungai Totopo dan Sungai Totopo akan bermuara ke Sungai Paguyaman dan selanjutnya akan bermuara ke Teluk Tomini.

Hasil penelitian Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Balitbangpedalda) Propinsi Gorontalo pada Tahun 2005 menyimpulkan bahwa Sungai Tatopo di Bumela telah tercemar logam berat Merkuri (Hg) yang diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air mencapai 0,010 mg/l. Angka ini melebihi ambang batas kandungan Merkuri yang dipersyaratkan pada PP 82 diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air mencapai 0,002 mg/l. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2006 menyimpulkan bahwa 2 (dua) sungai lainnya di Propinsi Gorontalo, yaitu: Sungai Motomboto dan Mopuya di Kecamatan Suwawa dan Bone Pante juga telah tercemar logam Merkuri / air raksa (Hg).

Berdasarkan hasil pemantauan bahwa kualitas Limbah Cair Pabrik Gula PT. Tolangohula tahun 2007 menunjukkan bahwa kualitas air limbah sebelum dibuang ke Sungai Paguyaman sudah memenuhi syarat, walaupun beberapa parameter hampir tidak memenuhi syarat.


(35)

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan pendangkalan sungai diantaranya konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan ekosistem sungai untuk mengurangii sedimentasi yang ditimbulkan. Kegiatan lainnya;

 Rehabilitasi hutan dan lahan di daerah kawasan hulu Sungai Paguyaman baik flora maupun fauna.

 Penghijauan di daerah kawasan bantaran sungai.

 Pengendalian pencemaran dengan melarang masyarakat penambangan illegal.  Membangun pos penjagaan di desa Pangea untuk menjaga aktifitas kayu dan rotan

secara illegal.

 Peningkatan peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sungai terutama bagian hulu.

 Memberikan bantuan bibit tanaman kepada masyarakat dan

 Pengawasan ketat dengan melibatkan aparat keamanan dan masyarakat

b. Sungai Bone

Sungai Bone melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo mempunyai panjang 119,13 km yang. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk linier dan termasuk dalam kawasan DAS Bolango. Kondisi sempadan Sungai Bone bervariasi, Pada Bagian hulu sempadan sungai dalam kondisi sehat, arus air cukup deras dan berpotensi terjadinya infiltrasi dan ruang gerak air secara lateral. Sebaliknya, pada bagian Tengah dan Hilir kondisi sempadan sungai tidak sehat, tebing sungai rapuh, kondisi penampang sungai melebar, erosi relatif horisontal dan sering terjadinya Chanel bar yang cukup luas sehingga berpotensi terjadinya banjir.

Gambar 2.9 Peta Sungai Bone

Kondisi biofisik Sungai Bone

Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kedalaman pada bagian hulu mencapai 50 cm dan bagian hilir 10 cm, lebar sungai bagian hulu 9,90 m dan bagian hilir 18,10 m. Kecepatan arus 1,44


(36)

II- 29 -

m/detik bagian hulu dan 0,95 m/detik bagian hilir. Kulitas Air Sungai Bone

Kualitas air sungai Bone bagian hulu tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar BOD = 5,06 mg/L dengan baku mutu 3 mg/l, Timbal = 34,9 mg/L dengan baku mutu 0,03 mg/L, Total Coliform = >2.400.000/100 mL dengan baku mutu 5.000/100 mL dan Coli Tinja = 4.300/100 mL dengan baku mutu 1.000/100 mL.

Berdasarkan data pemantauan tersebut kualitas air Sungai Bone bagian tengah tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar BOD = 5,98 mg/l dengan baku mutu 3 mg/L, Total Coliform = 460.000 mL/100 dengan baku mutu 5.000/100 mL.

Kualitas air Sungai Bone bagian hilir juga tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar BOD = 6,32 mg/L dengan baku mutu 3 mg/L dan Total Coliform = 1.100.000 mL/100 dengan baku mutu 5.000/100 ml.

Sedangkan secara umum nilai parameter yang diukur umumnya bervariasi antar ketiga bagian aliran. Nilai pH untuk semua titik pemantauan berkisar 7.5 – 7.9, nilai ini masih berada dalam range pH yang dipersyaratkan dalam baku mutu yaitu 6– 9.

Konsentrasi TSS pada pemantauan ini berkisar 1.48 di bagian hulu dan bagian tengah, serta di bagian hilir 36 mg/L. Nilai ini masih dalam batas baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 50 mg/L. Sementara itu nilai TDS berkisar 1.05 mg/L di bagian hulu dan tengah dan 80,5 mg/L di bagain hilir. Nilai TDS ini masih di bawah baku mutu 1000 mg/L.

Konsentrasi BOD terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 5.06 – 6,32 mg/L, BOD tertinggi berada di lokasi bagian, namun secara keseluruhan nilai ini sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 3 mg/L. Nilai COD terdeteksi disemua titik berkisar antara 12,64 – 15,80 mg/L, nilai ini masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu maksimal 25 mg/L.

Kadar nitrat terdeteksi di semua titik pemantauan berkisar 0,48 – 0,59 mg/L. Nilai ini masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 10 mg/L. Nilai


(37)

nitrat tertinggi di lokasi bagian hilir yaitu 10 mg/L. Konsentrasi nitrit disemua titik <0,01 mg/L, masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0,06 mg/L.

Kadar Merkuri yang terdeteksi pada semua titik masih berada dibawah baku yang dipersyaratkan yaitu berkisar antara <0,001 mg/L dengan baku mutu 0,002 mg/L. Kadar sianida terdeteksi <0,01 mg/L di semua titik, masih dibawah baku mutu 0,02 mg/L.

Hal perlu kajian lebih lanjut mengingat di hulu sungai Bone terdapat kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang menggunakan merkuri dan sianida. Limbah pengolahan bijih emas langsung dibuang ke aliran Sungai Bone.

Timbal yang terdeteksi berkisar antara 34,90 mg/L dibagian hulu, <0,01 mg/L, dibagian tengah, dan <0,03 mg/L dibagain hilir. Nilai timbal pada bagian hulu berada diatas baku mutu, sedangkan nilai pada bagian tengah dan hilir masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0,01 mg/L.

Coliform yang terdeteksi disemua titik berkisar antara 460.000 – >2.400.000 MPN/100 mL, nilai tersebut sudah berada diatas baku mutu yang dipersyaratkan dengan baku mutu 5.000 MPN/100 mL. Sedangkan Coli Tinja yang terdeteksi disemua titik pemantauan adalah 90 - 4.300 MPN/100 mL. Nilai Coli Tinja tertinggi pada titik pemantauan bagian hulu yaitu 4.300 MPN/100 mL dan sudah berada diatas baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 1000 MPN/100ml. Sedangkan pada titik pantau bagian tengah dan bagian hilir justru lebih rendah yaitu 90 MPN/100 mL. Hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena dari hasil pemantauan 80% masyarakat yang berada di bantaran Sungai Bone tidak memiliki Sarana Pembuangan Tinja sehingga pada umumnya masyarakat membuang tinjanya langsung ke sungai..

Status Mutu Air Sungai Bone

Status mutu air Sungai Bone pada bagian Hulu, Tengah, dan Hilir pada pemantauan tahun 2011 disajikan pada Table 2.12.

Table 2.6. Status Mutu Air Sungai Bone Status Mutu Air Sungai


(38)

II- 31 -

Gambar 2.10 Sungai Buladu

No Lokasi Sampling Kelas 1 Kelas 2

1 Bagian Hulu CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN 2 Bagian Tengah CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN 3 Bagian Hilir CEMAR RINGAN CEMAR RINGAN

Sumber: Balihristi, 2011

c. Sungai Buladu

Sungai Buladu melewati Desa Buladu dan Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara dengan panjang 13,7 km.

Sungai Buladu berada di Desa Buladu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara dengan Panjang Sungai 13,7 Km2. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Sungai Buladu mengalir dari arah selatan ke utara serta bermuara di Teluk Sumalata. Sungai Buladu merupakan sumber air bagi masyarakat di Desa Buladu dan sekitarnya. Sungai Buladu berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi

lingkungan Daerah Aliran Sungai agar tidak terdegradasi. Wilayah ini menyimpan air dengan tutupan vegetasi lahan yang memadai. Bagi masyarakat di Kecamatan Sumalata, Sungai Buladu bermanfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, kebutuhan pertanian, air bersih, serta perikanan.

Dalam penelitian tahun 2001 dilaporkan bahwa jenis flora yang terdapat di kawasan Sungai Buladu berupa

kayu-kayuan, rotan, dan tanaman budidaya. Jenis-jenis kayu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi seperti, kayu cempaka, besi, kayu merah, meranti dan nantu. Penebangan


(39)

yang tidak terkontrol dari pohon tersebut dapat mengakibatkan penurunan nilai dari segi konservasi maupun potensi pengembangan.

Gambar 2.11. Peta Sungai Buladu

Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Kondisi sempadan sering terjadi erosi. Sungai Buladu mengalir dari arah barat ke timur serta bermuara di Teluk Sumalata. Sungai ini selain mengalirkan air dari arah Utara, juga menerima debit tambahan dari beberapa anak-anak sungai. Sungai Buladu mempunyai kedalaman mencapai 50 cm pada bagian hulu dan bagian hilir 30 cm, lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 16,8 m. Kecepatan arus 0,64 m/detik bagian hulu dan 0,29 m/detik bagian hilir

Kondisi sempadan Sungai Buladu pada Bagian hulu dalam kondisi sehat, arus air cukup deras, memungkinkan terjadinya infiltrasi, ruang gerak secara lateral serta aliran dasar sungai relatif stabil. Sebaliknya, pada bagian Tengah dan Hilir kondisi sempadan sungai tidak sehat, tebing sungai rapuh, kondisi penampang sungai melebar, erosi relatif horisontal dan sering terjadinya Chanel bar yang cukup luas sehingga berpotensi terjadinya banjir.

Kualitas Air Sungai Buladu

Kualitas air Sungai Buladu Bagian Hulu tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar Timbal = 0,1696 mg/l dengan baku mutu 0,03 mg/l, Detergen = 0,5 mg/l dengan baku mutu 0,2 mg/l, Total Coliform = 35.000 ml/100 dengan baku mutu 5.000/100 ml dan Coli Tinja = 14.000/100 ml dengan baku mutu 1.000/100 ml. Kadar Merkuri (Hg) perlu dikaji secara mendalam karena adanya kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di sekitar sungai tersebut masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0,0009 mg/l dengan baku mutu 0,002 mg/l.

Kualitas air sungai Buladu Bagian Tengah tidak memenuhi syarat karena beberapa parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar Timbal = 0,0994 mg/l dengan baku mutu 0,03 mg/l, Total Coliform = 16.000 ml/100 dengan baku mutu 5.000/100 ml dan Coli Tinja = 2.200/100 ml dengan baku mutu 1.000/100 ml. Kadar Merkuri (Hg) perlu dikaji lebih lanjut karena adanya kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di sekitar sungai tersebut masih berada


(1)

IV- 4 - koordinasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam dengan angaran mencapai 90 miliar rupiah. Diharapkan dengan pengerukan sedimen dan pengangkatan gulma tersebut dalam 5 tahun kedepan kondisi Danau Limboto dapat dipulihkan kembali.

B. PENGAWASAN AMDAL

BALIHRISTI Provinsi Gorontalo telah memberikan rekomendasi Amdal oleh terhadap 12 dokumen Amdal selama tahun 2010, lebih banyak jika dibandingkan Tahun 2009 yang hanya 6 dokumen Amdal. Ini menunjukkan telah terjadi peningkatan kegiatan atau usaha yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap lingkungan.

Rekomendasi Amdal selama tahun 2010 meliputi 6 buah perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak sawit, 2 buah Amdal TPA sampah, sisanya Amdal pelabuhan udara, pelabuhan laut, pusat pendaratan ikan dan Pengelolaan Sedimen Danau Limboto.

Keenam perusaahaan yang berencana akan membuka perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak sawit di Kabupaten Pohuwato ini adalah PT. Sawindo Cemerlang, PT. Wira Sawit Mandiri, PT. Sawit Tiara Nusa, PT. Banyan Tumbuh Lestari, PT. Inti Global laksana, dan PT. Wira Mas Permai. Masing-masing perusahaan ini mendapat izin penggunaan lahan dengan luas antara 9 ribu sampai 20 ribu hektar dengan luas total 87.329 ha. Sebagian besar lahan yang akan dijadikan perkebunan sawit ini adalah kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi yang dapat dikonversi dan sebagian lagi lahan penduduk. Luasnya area perkebunan yang dibuka memerlukan pengawasan yang baik karena daerah perkebunan ini berada di DAS Popayato dan DAS Randangan.

Dokumen Amdal lain yang direkomendasikan adalah TPA Sampah Pohuwato dan TPA Sampah Polohungo Boalemo, Pembangunan Pelabuhan Udara Imbodu di Kecamatan Randangan Pohuwato, dan Pembangunan Pusat Pendaratan Ikan di Wonggarasi Pohuwato, dan Pelabuhan Laut Marisa di Bumbulan Marisa Pohuwato.


(2)

IV- 5 - Gambar 4.2 TPA Sampah Pohuwato dalam proses pembangunan.

Pengawasan terhadap pelaksanaan dokumen UKL/UPL yang dilakukan selama tahun 2012 meliputi rumah-rumah sakit Aloei Saboe, RS. Toto, RS. Dunda, RS. Pohuwato dan RS Tani dan Nelayan di Boalemo. Selain itu juga dilakukan pengawasan pelaksanaan UKL/UPL terhadap Pusat Perdagangan Gorontalo Business Park, Pembangungan Staging dan Gudang pada kegiatan pertambangan PT. Gorontalo Minerals, Perusahaan air minum kemasan PT. AMGO, Pabrik Gula PT. PG Gorontalo Tolangohula. Pengolahan tepung kelapa di Isimu dan Paguyaman oleh PT. Tri Jaya Tangguh, Pembangkit listrik milik PLN Suluttenggo di Isimu, Tilamuta dan Marisa. Pembangunan Embung Pilolianga dan irigasi Paguyaman BWS Sulawesi II serta Pembangunan TPA Sampah di Talumelito Pohuwato, Boalemo dan Gorontalo Utara oleh Dinas PU Provinsi Gorontalo.

Pengawasan Amdal terhadap dokumen UKL/UPL yang dilakukan selama 2011 adalah PT. PG Tolangohula, RS Aloei Saboe Kota Gorontalo, RS Toto Kabupaten Bone Bolango, RS Tani dan Nelayan Boalemo, dan Perusahaan Pengolahan Rumput Laut Gorontalo. Sedangkan pengawasan UKL/UPL tahun 2010 dilakukan kepada PT Gorontalo Fitrah Mandiri dan PT. PG Tolangohula.

Gambar 4.3 Fasilitas IPAL RS Aloei Saboe.

Dalam pemantauan dilapangan terhadap pelaksanaan UKL/UPL tahun 2011 ditemukan beberapa catatan. RS Toto dan RS Aloei Saboe belum mengelola limbah medis dan limbah cair rumah sakit dengan baik. Incinerator untuk mengolah limbah


(3)

IV- 6 - medis pada kedua rumah sakit pemerintah ini tidak berfungsi sehingga limbah medis dibakar dihalaman belakang rumah sakit. Rumah sakit Aloei saboe sudah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) namun sudah tidak berfungsi. Sementara itu RS Toto belum memiliki fasilitas IPAL. Limbah cair dari rumah sakit langsung dibuang masuk ke selokan umum menuju sungai. Pada tahun 2012 RS Aloei Saboe telah melakukan perbaikan IPAL dengan menambah beberapa peralatan baru.

C. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

Upaya penegakan hukum lingkungan yang dilakukan dalam rangka menjamin terlaksananya peraturandan perundangan dalam pengelolaan dan pelestarain lingkungan. Penegakan hukum lingkungan memerlukan kelancaran informasi antara masyarakat dengan instansi pengelola lingkungan hidup seperti BALIHRISTI. Untuk memudahkan masyarakat dalam menyampaikan informasi tentang permasalahan lingkungan maka BALIHRISTI membangun POS Pengaduan. Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan melalui SMS via handphone dan dikumpulkan di database website BALIHRISTI. Selanjutnya informasi yang masuk akan diteruskan oleh petugas kepada pejabat berwenang untuk ditindaklanjuti. Nomor telepon yang bisa dikirimi SMS adalah 081347701919.

Sejauh ini pengaduan yang penting tentang masalah PETI, illegal logging, limbah domestik, dan bencana banjir. Adapun tindak lanjut dari pengaduan ini telah dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tempat terjadinya illegal logging, pemantauan ke lokasi PETI, dan pengawsasan pembuangan limbah domestik.

C. PERAN SERTA MASYARAKAT

Pengelolaan dan Pelestrian Lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial atau oleh segelintir orang. Tanggung jawab atas kelangsungan hidup masnusia dan lingkungannya tidak hanya tugas Negara tapi juga masyarakat. Oleh karena itu lembaga resmi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup termsuk BALIHRISTI perlu mengajak dan memberdayakan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang konsen dengan lingkungan.


(4)

IV- 7 - Saat ini tercatat sekitnya 39 buah LSM peduli lingkungan yang berada di wilayah Propinsi Gorontalo. Organisasi non pemerintah ini biasa diundang dalam kegiatan seminar Amdal, pelatihan-pelatihan, maupun pertemuan tidak resmi lainnya seperti silaturahmi dlam rangka tukar informasi dan data lingkungan.

Dalam upaya menghormati serta menarik kepedulian masyarakat luas perlu diberikan penghargaan kepada pihak yang telah bekerja dan berupaya secara nyata dalam pelestarian lingkungan hidup.

Piala Adipura diberikan untuk mendorong pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam mewujudkan kota yang bersih dan teduh melalui penerapan prinsip-prinsip tata pepemerintahan yang baik di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pada tahun 2012 Provinsi Gorontalo menerima 2 Kota di Provinsi Gorontalo menerima penghargaan Adipura. Kota Limboto Kabupaten Gorontalo mendapat anugerah Piala Adipura untuk yang kelima kalinya. Sedangkan Kota Marisa menerima sertifikat Adipura. Pada tahun 2011 Provinsi Gorontalo menerima 2 Piala Adipura. Kota yang menerima anugerah Piala Adipura 2011 adalah Kota Boalemo dan Kota Limboto.

Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada sekolah yang peduli dan berwawasan lingkungan. Pada tahun 2012 beberapa sekolah mendapat pengharagaan Sekolah Adiwiyata. Tiga sekolah : SMA 1 Limboto, SMP 2 Limboto, SDN 1 Limehe Timur menerima Penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri. Lima sekolah lainnya SMP 1 Tapa, SMP 1 Limboto, SDN 3 Bulango Timur, SDN 2 Kabila, dan SDN 6 Kabila mendapat penghargaan Sekolah Adiwiyata nasional. Prestasi ini miningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Piala Adiwiyata tingkat nasional tahun 2011 diraih oleh SD Limehe Timur untuk sekolah dasar, SMPN 2 Limboto untuk sekolah menengah tingkat pertama, dan SMAN 1 Limboto untuk sekolah tingkat atas.

Gambar 4.4 Produk kerajinan dari barang bekas Adiwiyata dibuat oleh siswa-siswi sekolah


(5)

IV- 8 - Pemberdayaan masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup salah satunya dilakukan melalui program-program yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Dalam rangka mengatasi pertumbuhan eceng gondok di danau Limboto, dilakukan pelatihan pemanfaatan batang eceng gondok untuk kerajinan. Pada bulan maret 2011 dilakukan pelatihan eceng gondok di Desa Iluta Kecamatan Batudaa. Kegiatan ini melibatkan perwakilan masyarakat dari desa-desa di sekitar danau agar bisa menumbuhkan kewirausahaan untuk meningkatkan pendapatan sekaligus mengurangi pencemaran biologis di Danau Limboto.

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya bersama dengan Pelatihan pembuatan biodiesel dan pembuatan biogas.

Kegiatan fisik dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan yang melibatkan masyarakat adalah pembersihan danau Limboto dan pembersihan pantai Leato. Kegiatan ini diprakarsai oleh BALIHRISTI.

E. KELEMBAGAAN

Pelestarian lingkungan di Provinsi Gorontalo harus didukung oleh kepastian hukum. Untuk itu telah dibuat peraturan daerah berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup. Sampai saat ini sudah ada 4 (empat) produk hukum yang dibuat.

Pertama Perda Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kedua Perda Provinsi Gorontalo No. 5 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Pencemaran Air, ketiga Perda Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Terumbu Karang, dan keempat Perda Provinsi Gorontalo No. 1 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Ekosistem Danau Limboto

Anggaran Balihristi tahun 2012 yang berasal dari APBD 3 milyar dan APBN 1.9 milyar. Anggaran yang diterima BALIHRISTI pada tahun 2011 sebanyak 4,5 milyar rupiah yang terdiri dari 4 milyar berasal APBD dan 500 juta dari APBN. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana BALIHRISTI menerima 5,68 milyar rupiah. Penurunan terjadi pada sumber APBD.


(6)

IV- 9 - Anggaran yang diterima oleh BALIHRISTI ini tidak semuanya digunakan untuk program lingkungan hidup karena dibagi kepada bidang riset, bidang teknologi informasi, kesekretariatan dan keuangan. Anggaran yang dialokasikan kepada Bidang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup sebesar 1,2 milyar rupiah. Dana inilah yang digunakan untuk pelaksanaan program-program bidang lingkungan hidup.

Gambar 4.6 Kantor BALIHRISTI Provinsi Gorontalo

Bidang pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup BALIHRISTI memiliki 3 (tiga) sub bidang yaitu Sub bidang Pengelolaan, Standarisasi, dan Informsi Lingkungan, Sub bidang Pengendalian Dampak dan Konservasi Lingkungan, dan Sub bidang Edukasi, Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum Lingkungan.

BALIHISTI sebagai lembaga yang institusi yang memiliki kewenangan pemerintah daerah tinkgat provinsi di bidang lingkungan hidup saat ini memiliki 62 orang pegawai. Bila dilihat berdasarkan jender, jumlah pegawai pria sebanyak 44% dan pegawai perempuan 56%. Sampai saat ini di BALIHISTI ataupun di BLH Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo belum ada pegawai yang berstatus pejabat fungsional lingkungan hidup.