10
normatif Islam tentang wasiat. Dan bisa jadi merupakan diskreasi atas kekosongan hukum kewarisan terhadap orang-orang tertentu yang menuntut suatu keadilan. Atau
bisa jadi terjadi ketidak adilan bagi ahli waris lain yang merasa adanya wasiat wajibah yang dapat merugikan hak bagian mereka.
Dalam perkembangannya ternyata wasiat wajibah diberikan kepada pihak- pihak di luar anak angkat dan orang tua angkat. Berdasarkan beberapa yurisprudensi
Mahkamah Agung Republik Indonesia, ternyata wasiat wajibah juga diberikan kepada ahli waris yang beragama non-muslim, yaitu terdapat pada putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 368.KAG1995, putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51.KAG1999, dan putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 16.KAG2010, putusan-putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut menyatakan memberikan wasiat wajibah pada keluarga
atau ahli waris non-muslim, jadi yurisprudensi tersebut berbeda dengan konsep Fikih Islam, dimana ahli waris yang berbeda agama tidak dapat mewarisi harta dari si
pewaris yang beragama Islam. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang wasiat khususnya mengenai Wasiat wajibah, dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Wasiat Wajibah Dalam Prespektif Fikih Islam Studi Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Tentang Ahli Waris Yang Beragama Non-Muslim”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mengapa dalam Fikih Islam tidak disebutkan siapa saja yang berhak mendapatkan wasiat wajibah?
Universitas Sumatera Utara
11
2. Bagaimana pandangan Ulama Fikih Islam tentang wasiat wajibah? 3. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia
dalam putusan wasiat wajibah kepada keluarga atau ahli waris yang beragama non-muslim?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengapa dalam Fikih Islam tidak menyebutkan siapa saja yang berhak mendapatkan wasiat wajibah.
2. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan Ulama Fikih Islam tentang wasiat wajibah.
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutuskan wasiat wajibah kepada ahli
waris yang beragama non-muslim.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis:
a. Manfaat Teoritis Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut
terhadap perkembangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum pada umumnya dan khususnya dalam Ilmu Hukum Waris Islam mengenai Wasiat Wajibah.
Selain itu dapat juga sebagai referensi bagi pembaca umum dan mahasiswa Fakultas Hukum khususnya tentang Wasiat Wajibah.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Manfaat Praktis Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan
pemahaman kepada para mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum yang berminat untuk mengetahui lebih dalam tentang Wasiat Wajibah.
E. Keaslian Penel itian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan secara khusus di
lingkungan Pascasarjana program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Analisis Yuridis Terhadap Wasiat Wajibah Dalam Presfektif Fikih
Islam Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang Ahli Waris Yang Beragama Non-Muslim belum pernah ada yang menelitinya, tetapi pernah
diteliti sebelumnya yang membahas tentang: 1. Achiriah, Nim: 992105031, Mahahsiswa Program Studi Megister Hukum,
Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Pelaksanaan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut Kompilasi
Hukum Islam di Kota Medan”. 2. Muhammad Hekiki Mikhai, Nim: 107011107, Mahasiswa Program Studi
Megister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Analisis Hukum Islam Tentang Penetapan Hak wasiat
Wajibah Terhadap
Ahli Waris
Non Muslim
Studi Putusan
No. 014PDT.P2012PA.Sby”.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Sahriani, Nim: 077011084, Mahasiswa Program Studi Megister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul:
“Pembagian Harta Warisan Orang Yang Berbeda Agama Dalam Presfektif Hukum
Islam Studi
Kasus Putusan
Mahkamah Agung
RI No.
51.KAG1999”. F.
Kerangka Teori Dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori
Di dalam suatu penelitian diperlukan suatu dasar kerangka teori guna dimaksudkan untuk mengemukakan beberapa teori berdasarkan pemaparan yang ada
kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan penelitian, sehingga diharapkan dapat melahirkan suatu pemikiran yang dapat diterima sebagai suatu landasan
berfikir. Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
8
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktor yang hendak diselediki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1982, Hal.121
Universitas Sumatera Utara
14
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut mungkin faktor-faktor
tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang. e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti. Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau suatu proses tertentu terjadi.
9
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem
yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
10
Teori bisa dipergunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Oleh karena itu, kegunaan
teori hukum adalah sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.
11
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan menurut hukum Islam.
Keadilan A’dl menurut hukum Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati, sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa
yang akan mendatang.
12
Berlaku adil sangat berkaitan dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh seseorang, termasuk hak asasi harus diperlakukan secara adil. Hak dan
9
J.J.J. M. Wisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, Hal. 203
10
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal. 80.
11
Mukti Fajar Nur Dewata Dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, Hal. 16.
12
Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, Citapustaka Media Perintis, Bandung, 2013, Hal. 99
Universitas Sumatera Utara
15
kewajiban terkait pula dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum berdasarkan amanah harus
ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya. Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya
dengan amanat kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan
demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan, namun kekuasaan yang patut dan harus ditaatai hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.
Menurut penelitian M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan:
13
a. Pertama, ‘adl dalam arti sama. Pengertian ini ditemukan di dalam Al-Quran Surah An-Nisa, Asy-Syura, Al-Ma’idah, An-Nahl, dan Al-Hujurat. Menurut
Al-Baidhawi, kata
‘adl bermakna
“berada dipertengahan
dan mempersamakan. Pendapat seperti ini dikemukakan pula oleh Rasyid Ridha
bahwa keadilan yang diperintahkan disini dikenal oleh pakar bahasa Arab dan bukan berarti menetapkan hukum memutuskan perkara berdasarkan apa
yang telah pasti di dalam agama. Sejalan dengan pendapat ini, Sayyid Quthub menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang
dimiliki oleh setiap manusia. Ini berimplikasi pada persamaan hak karena
13
Ibid, Hal. 96
Universitas Sumatera Utara
16
mereka sama-sama manusia. Dengan begitu, keadilan adalah hak setiap manusia dan dengan sebab sifatnya sebagai manusia menjadi dasar keadilan
dalam ajaran-ajaran ketuhanan. b. Kedua, ‘adl dalam arti seimbang. Pengertian ini ditemukan di dalam Al-Quran
Surah Al-Ma’idah dan Al-Infithar. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat
beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Keadilan di dalam pengertian
‘keseimbangan’ ini menimbulkan keyakinan bahwa Allah lah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu
dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini nantinya mengantarkan kepada pengertian ‘keadilan illahi’.
c. Ketiga, ‘adl dalam arti perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah yang didefenisikan dengan
“menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”. Lawannya adalah kezaliman, yakni pelanggaran
terhadap hak pihak lain. Pengertian ini disebutkan di dalam QS. Al-An’am. Pengertian ‘adl ini melahirkan keadilan sosial.
d. Keempat, ‘adl dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah. ‘adl di sini berarti memelihara
kewajaran atas
berlanjutnya eksistensi,
tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat saat terdapat banyak kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
17
untuk itu. Keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.
Dalam Islam, persyaratan adil sangat menentukan benar atau tidaknya dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum dalam beberapa hal. Umpamanya dalam
kewarisan, sebagaimana dikemukakan oleh Hasanain Muhammad Makhluf, ahli Fikih Kontemporer asal Mesir, bahwa Islam mensyaria’atkan aturan hukum yang adil
karena menyangkut penetapan hak milik seseorang, yakni hak yang harus dimiliki seseorang sebagai ahli waris dengan sebab meninggalnya seseorang yang lain
14
. Keadilan dalam kewarisan tidak berarti membagi sama rata harta warisan
semua ahli waris, tetapi berpihak kepada kebenaran sebagaimana yang telah digariskan Allah dalam Al-Qur’an. Jika laki-laki memperoleh lebih banyak dari
perempuan ini terkait dengan tanggung jawab laki-laki yang lebih besar daripada perempuan untuk membiayai rumah tangganya. Jika menyimpang dari apa yang telah
di gariskan dalam Al-Qur’an berarti pembagiannya telah dilakukan secara tidak adil. Dalam wasiat, yang harus dibayarkan adalah maksimal sepertiga dari harta
yang diwariskan orang yang wafat, tidak boleh lebih. Artinya orang yang memberikan wasiat melebihi sepertiga harta warisan telah berlaku aniaya, yang
merupakan kebalikan dari adil. Pengertian umum dari berlaku adil dalam masalah kewarisan dan wasiat juga
termasuk larangan memakan harta orang lain dengan cara bathil, atau mengajukan kepada hakim untuk memakan sebagian harta orang lain QS Al-Baqarah: 188.
15
14
Ibid, Hal. 106
15
Ibid, Hal. 107
Universitas Sumatera Utara
18
2. Kerangka Konsepsional