32
dengan apa yang diperintahkan Nabi Muhammad s.a.w. dalam sabdanya yang artinya:
“Allah S.W.T. memerintahkan sedekah kepadamu sepertiga harta untuk menambah amal-amalmu sekalian, maka keluarkanlah sedekah itu menurut
kemauanmu atau menurut kesukaanmu.” Rw. Bukhari.
49
Atau untuk menambah kekurangan-kekurangan amal-perbuatannya sewaktu ia masih hidup. Untuk menambah amal kebajikan yang telah ada dan menambah
kekurangan-sempurnaan amal tersebut tidak ada jalan lain, selain memberikan wasiat.
Wasiat itu disyari’atkan untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kalau kebutuhan tersebut dapat ditutup melalui wasiat adalah logis sekiranya wasiat itu
disyariatkan. Karena di dalam wasiat itu terdapat unsur pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain, sebagaimana dalam pusaka mempusakai, maka sudah
selayaknya wasiat itu diperkenankan juga. Hanya saja pemindahan milik dalam wasiat itu terbatas kepada sepertiga harta peninggalan saja, agar tidak merugikan para
ahli waris.
3. Rukun dan Syarat Wasiat
Sesungguhnya pembicaraan rukun dan syarat adalah menyangkut sah atau tidaknya suatu perbuatan yang akan dilakukan, hanya saja antara rukun dan syarat
terdapat perbedaan dalam hal bahwa rukun merupakan esensi dari perbuatan itu
49
Ibid, Hal. 52
Universitas Sumatera Utara
33
sendiri, sedangkan syarat bersifat eksternal. Berikut akan dijabari rukun dan syarat wasiat, yaitu:
a. Orang yang memberi wasiat; Orang yang memberi wasiat hendaknya harus memilik syarat sebagai berikut:
1 Berakal. Apabila ia berwasiat ketika ia masih sehat kemudian ia gila terus
menerus sampai enam bulan, maka wasiatnya batal dan apabila ia berwasiat dalam keadaan sehat, kemudian ia menjadi dungu sampai ia
meninggal maka wasiat tersebut menjadi batal.
50
Apabila seseorang lemah akalnya sehingga menghalangi ia untuk berpikir, maka sah wasiatnya atas
hartanya saja dan tidak sah mengangkat pelaksana wasiat untuk anak- anaknya. Oleh sebab itu tidak dapat bertindak baik untuk dirinya sendiri
dan karena itu tentu saja tidak dapat menentukan orang yang akan bertindak untuk orang lain.
51
2 Baligh. Orang yang berwasiat disyaratkan telah sampai kepada keadaan
baligh dan karena itu tidak sah wasiat yang dilakukan oleh orang yang dibawah umur, walaupun sudah mumayyiz.
52
3 Merdeka. Tidaklah sah apabila wasiat yang dilakukan oleh seorang
budak, kecuali wasiat itu disyaratkan kepada keadaannya sesudah merdeka. Para ulama, baik dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i atau
lainnya sepakat bahwa wasiat harus dilakukan oleh orang yang merdeka.
50
Abdurrahman Al-Jaziri, Op Cit, Hal. 317
51
Ibid. Hal. 324
52
Said Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. IV, Cet. I. Darul Kitabi Al-Arabiyah, Beirut, 1971, Hal. 593
Universitas Sumatera Utara
34
Hamba sahaya tidak sah berwasiat sebagaimana tidak sahnya orang yang terpaksa berwasiat.
53
4 Tidak mempunyai hutang yang menghabiskan harta. Apabila harta
peninggalannya tidak cukup untuk membayar hutang-hutangnya, maka wasiat tidak mungkin akan dilaksanakan, bahkan harta peninggalannya
akan dibagi-bagi kepada orang-orang yang memberi hutang kepadanya.
54
5 Dengan cara sukarela. Wasiat tidak sah apabila dilakukan secara
bercanda, kekeliruan, pemaksaan, ataupun ketidak sukarelaan, apabila hal ini terjadi, maka wasiat menjadi batal.
55
b. Orang yang menerima wasiat; Orang yang menerima wasiat harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: 1
Penerima wasiat sudah ada pada waktu wasiat terwujud. Pada waktu wasiat terbentuk, harus jelas kepada siapa wasiat itu dialamatkan, dengan
demikian tidaklah dinamakan wasiat apabila tidak diketahui alamatnya atau orang yang menerima wasiat belum ada pada waktu wasiat terjadi.
56
2 Orang atau badan tertentu. Apabila penerima wasiat itu berupa badan
amal tidak disyaratkan pribadi orangnya, akan tetapi badan itu harus jelas dan tertentu, misalnya mengatakan: “saya wasiatkan hartaku kepada
53
Abdurrahman Al-Jaziri, Op Cit, Hal. 322
54
M. Hasballah Thaib I, Op Cit, Hal. 45
55
Abdurrahman Al-Jaziri, Op Cit, Hal. 318
56
M. Hasballah Thaib, Op Cit, Hal. 46
Universitas Sumatera Utara
35
orang fakir atau orang-orang miskin”, wasiat itu sah, tidak menentukan orang miskin atau orang fakir tertentu, bahkan kalau ia tidak menentukan
penerima wasiat sudah terkandung dalam badan amal.
57
3 Penerima wasiat cakap untuk menerima wasiat. Ulama Hanafiah
berpendapat bahwa penerima wasiat disyaratkan cukup untuk memangku hak, maka tidaklah sah wasiat kepada orang yang tidak mempunyai
kecakapan.
58
4 Penerima wasiat bukan pembunuh dari pewasiat. Abu Yusuf berpendapat
bahwa apabila penerima wasiat adalah pembunuh pemberi wasiat, maka wasiatnya batal.
59
5 Penerima wasiat bukan badan maksiat.
6 Penerima wasiat bukan ahli waris dari pemberi wasiat. Wasiat kepada ahli
waris tidak sah, kecuali ada persetujuan ahli waris yang lainnya dan besarnya wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan, karena
ahli waris sudah mendapat harta warisan sebagaimana yang ditetapkan syara’.
60
Syarat orang yang diserahi menjalankan wasiat yang akhir ini ada:
61
57
Ibid, Hal. 47
58
Abdurrahman Al-Jaziri, Op Cit, Hal. 318
59
Said Sabiq, Op Cit, Hal. 593
60
M. Hasballah Thaib, Op Cit, Hal. 50
61
H. Sulaiman Rasjid, Op Cit, Hal. 373
Universitas Sumatera Utara
36
1 Beragama Islam. Berarti orang yang akan menjalankan wasiat itu
hendaklah orang Islam. 2
Sudah baligh sampai umur. 3
Orang yang berakal. 4
Orang yang merdeka bukan hamba sahaya. 5
Amanah dapat dipercaya. 6
Cakap untuk menjalankan sebagaimana, yang dikehendaki oleh yang berwasiat.
Disyaratkannya beberapa syarat tersebut ialah karena penyerahan itu adalah penyerahan tanggung jawab. Oleh karena itu, orang yang diserahi itu
apabila merasa bahwa sifat-sifat yang menjadi syarat tadi cukup ada pada dirinya serta dia merasa sanggup menjalankannya, hendaklah ia terima wasiat
itu. Tetapi kalau ia merasa kurang cukup mempunyai sifat-sifat itu, atau kurang kemauan dan kesanggupan untuk menjalankan tanggung jawab yang
begitu berat, lebih baik tidak diterimanya agar dapat diserahkan kepada orang lain sehingga pekerjaan tersebut tidak sia-sia.
c. Barang yang diwasiatkan; Barang yang diwasiatkan ialah yang memenuhi syarat sebagai berikut:
62
1 Benda tersebut merupakan kepunyaan pemberi wasiat.
2 Benda tersebut bermanfaat atau dapat menjadi objek dalam transaksi.
62
M. Hasballah Thaib II, Perbandingan Mazhab Dalam Ilmu Hukum Islam, Fakultas Pascasarrjana Konsentrasi Hukum Islam Universitas Sumatera Utara, Medan, 1999, Hal. 50
Universitas Sumatera Utara
37
3 Benda yang ditentukan telah ada pada waktu terjadinya wasiat.
4 Jumlah wasiat tidak lebih sepertiga dari jumlah harta kekayaan pemberi
wasiat. d. Bentuk dan pelaksanaan wasiat.
Bentuk dan pelaksanaan wasiat, yang terdiri dari ijab dan kabul itu harus memenuhi syarat agar ia dapat berfungsi sebagaimana mestinya menurut
pandangan syara’. Syarat-syarat tersebut yaitu:
63
1 Ijab dan kabul harus dapat bersambung. a Orang yang memberi ijab tidak menarik kembali ijabnya, sebelum
diterima oleh pihak kedua. b Pihak pertama tidak merubah ucapan ijabnya.
c Antara ijab dan kabul tidak dihalangi oleh diam yang memberi pengertian bahwa pihak kedua tidak dapat menerima.
d Kedua belah pihak saling mengetahui apa yang dimaksud oleh pihak yang lain.
e Ijab dan kabul itu berlangsung di dalam satu majis. 2 Sesuai dengan ijab kabul.
3 Ijab dan kabul harus tegas dan pasti. 4 Ijab dan kabul berasal dari orang-orang yang memenuhi persyaratan
untuk itu. Persyaratan ini diperlukan karena apabila ucapan ijab dan kabul ke luar dari orang-orang yang tidak memenuhi syarat, berarti
63
Ibid, Hal. 53-54
Universitas Sumatera Utara
38
orang tersebut tidak berhak untuk mewasiatkan sesuatupun, karena bukan merupakan haknya.
64
5 Ijab dan kabul tidak mengandung ta’liq. Ta’liq di sini Maksudnya adalah menetapkan suatu syarat yang tidak sesuai dengan maksud dari
pada wasiat, seperti mensyaratkan agar harta wasiat harus digunakan pada sesuatu yang haram.
65
Sighat ijab dan kabul yang dipergunakan dalam melaksanakan wasiat dapat menggunakan redaksi yang jelas dengan kata-kata wasiat dan bisa juga dilakukan
dengan kata-kata samaran, karena menurut mereka bahwa wasiat adalah akad yang boleh dalam arti bahwa wasiat itu dapat dibatalkan atau dicabut kembali oleh si
pemberi wasiat
66
4. Wasiat Wajibah.