27
tidak dikehendaki dibelakangan hari, sering wasiat itu dilakukan dalam bentuk akta authentik, yaitu diperbuat secara notarial, apakah dibuat oleh atau di hadapan notaris,
atau disimpan dalam protokol notaris.
43
Al-Quran masih mengakui hak untuk membuat pernyataan wasiat dalam pembagian waris, dimana harta waris tersebut dideskripsikan sebagai porsi dari harta
yang masih tersisa, setelah pembagian wasiat dan utang-utang.
44
Kitab Undang-Undang Wasiat Mesir dalam pasal 38 membolehkan wasiat tidak boleh melebihi dari sepertiga bagian dari harta peninggalan kepada orang yang
dapat menerima pusaka tanpa tergantung perizinan ahli waris sebagaimana hanya membolehkan wasiat kepada orang yang tidak menerima pusaka.
45
2. Sumber-Sumber Hukum Wasiat
Sumber-sumber hukum wasiat itu ialah Al-Kitab, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Ma’qul.
46
1. Al-Kitab, antara lain ialah firman Allah dalam surat Al-Baqarah, Al-Maidah, An-Nisaa.
Al-Baqarah ayat 180, yang artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan
tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
43
Suhardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hal. 47
44
Abdul Aziz Mohammed Zaud, The Islamic Law Of Bequest, Scorpion Publishing Ltd, London, 1986, Hal. 11
45
M. Yusuf Musa, T.T., At Tirkah Wal Mirats Fil-Islami, Darul Ma’rifah, Kairo, Cet. II, Hal. 126
46
Fatchur Rahman, Op Cit, Hal. 50
Universitas Sumatera Utara
28
ibu, bapak, karib kerabatnya secara makruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
Al-Baqarah ayat 181, yang artinya: “Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya,
maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Al-Baqarah ayat 182, yang artinya: “Akan tetapi barang siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu,
berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. Al-Baqarah ayat 240, yang artinya:
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara mu dan meninggalkan isteri, hendaklah
berwasiat untuk isteri-isterinya, yaitu diberi nafkah hingga satu tahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari
rumahnya. Akan tetapi jika mereka pindah sendiri maka tidak ada dosa bagimu wali atau waris dari yang meninggal membiarkan mereka membuat
yang makruf terhadap diri mereka. Dan Allah maha perkasa lagi bijaksana”. An-Nisaa ayat 11 dan 12, yang artinya:
“Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak- anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
Universitas Sumatera Utara
29
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk
dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara,
maka ibunya
mendapat seperenam.
Pembagian- pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan
sesudah dibayar utangnya. Tentang orang tuanmu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguuhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
“Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah memenuhi wasiat yang mereka buat atau dan
sesudah dibayar utangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah
dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
Universitas Sumatera Utara
30
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam bagian yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai Syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”.
Al-Maidah ayat 106, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi
kematian, sedang ia akan berwasiat, maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan
agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang
untuk bersumpah, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan menukar sumpah ini dengan
harga yang sedikit untuk kepentingan seseorang, walaupun dia karib kerabat,
dan tidak
pula kami menyembunyikan
Persaksian Allah;
sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.
Universitas Sumatera Utara
31
2. As-Sunnah, antara lain hadist yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas r.a. ujarnya:
47
“Rasulullah s.a.w. datang mengunjungi saya pada tahun haji wada’ di waktu saya menderita sakit keras. Lalu saya bertanya: “hai Rasulullah Saya
sedang menderita sakit keras. Bagaimana pendapat tuan. Saya ini orang berada, tetapi tidak ada yang dapat mewarisi hartaku selain seorang anak
saya perempuan, apakah sebaiknya saya mewasiatkan dua pertiga hartaku untuk
beramal?” “Jangan”,
jawab Rasulullah.
“Lalu sepertiga?”,
sambungku lagi. Rasulullah menjawab: “Sepertiga”. Sebab seperrtiga itu banyak dan besar, karena jika kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan
yang cukup adalah lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam kedaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak.” Rw. Bukhari-
Muslim. 3. Al-Ijma’, ummat Islam sejak zaman Rasulullah s.a.w. sampai sekarang
banyak menjalankan wasiyat. Perbuatan yang demikian itu tidak pernah diingkari oleh seorang pun. Ketiadaan ingkar seseorang itu menunjukkan
adanya ijma’.
48
4. Al-Ma’qul logika, menurut thabi’at, manusia itu selalu bercita-cita supaya amal perbuatannya di dunia di akhirat dengan amal-amal kebajikan untuk
menambah amal taqarrub-nya kepada Allah yang telah dimilikinya, sesuai
47
Ibid, Hal 51
48
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
32
dengan apa yang diperintahkan Nabi Muhammad s.a.w. dalam sabdanya yang artinya:
“Allah S.W.T. memerintahkan sedekah kepadamu sepertiga harta untuk menambah amal-amalmu sekalian, maka keluarkanlah sedekah itu menurut
kemauanmu atau menurut kesukaanmu.” Rw. Bukhari.
49
Atau untuk menambah kekurangan-kekurangan amal-perbuatannya sewaktu ia masih hidup. Untuk menambah amal kebajikan yang telah ada dan menambah
kekurangan-sempurnaan amal tersebut tidak ada jalan lain, selain memberikan wasiat.
Wasiat itu disyari’atkan untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kalau kebutuhan tersebut dapat ditutup melalui wasiat adalah logis sekiranya wasiat itu
disyariatkan. Karena di dalam wasiat itu terdapat unsur pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain, sebagaimana dalam pusaka mempusakai, maka sudah
selayaknya wasiat itu diperkenankan juga. Hanya saja pemindahan milik dalam wasiat itu terbatas kepada sepertiga harta peninggalan saja, agar tidak merugikan para
ahli waris.
3. Rukun dan Syarat Wasiat