Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige)

(1)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI

(STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

R. CHRISTYNA PARDEDE 0 4 0 2 0 0 0 9 4

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI

(STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

R. CHRISTYNA PARDEDE 0 4 0 2 0 0 0 9 4

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Abul Khair, S.H. M.Hum NIP : 131 842 854

Pembimbing I Pembimbing II

Nurmalawaty, S.H. M.Hum Berlin Nainggolan, S.H. M.Hum NIP : 131 803 347 NIP : 131 572 434

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal: Bapa (Who Created me), Yesus Kristus (I am the good sheperd, He said. The good sheperd gives His life for the sheep like me, so in my life He is My Salvation and The Great inspiration for me) dan Roh Kudus

(Who made me strong and faithfully to get a better life) atas berkat dan kasihNya, sehingga skripsi dengan judul: UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA

MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI (STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE) dapat

penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat, Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Suhaidi, S.H. M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan S.H. M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak M. Husni S.H. M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Abul Khair S.H. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Nurmalawaty, S.H. M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai


(4)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

7. Bapak Berlin Nainggolan, S.H. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai

8. Ibu Dr. Idha Apriliana, S.H. M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis

9. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10. Kedua orangtua Penulis yang tercinta, yaitu Ayahanda H. Pardede dan Ibunda R. Siahaan atas semua doa, kasih sayang, perhatian serta dukungan moril dan materil yang diberikan kepada Penulis

11. Bapak Kapolsek Balige, H. Sinaga yang telah banyak membantu penulis didalam menyelesaikan skripsi.

12. Saudara-saudara Penulis yang terkasih, yaitu : abang (Mangara Pardede), kakak (Vera Pardede, Tetty Pardede) dan adek-adekku (Sintong Pardede dan Elisabeth Pardede) dan keponakanku yang lucu Mikhael dan Fairy. 13. Sahabat-sahabat penulis semuanya yang tidak dapat disebutkan satu

persatu : Itha, Hotma, January, Jhon Slow dan seluruh stambuk 2004 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

14. Teman-temanku dimanapun berada : Esika (teman terbaikku), Chahaya, Suparman (yang uda duluan jadi sarjana), Joely, Ade, Sakti, Bangun, Welly, Jackson, Nora, Susy, Sugito (yang masih dalam perjuangan juga) dan semua-semuanya tanpa terkecuali.

Medan, Maret 2008 Penulis,


(5)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAKSI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup Permasalahan ... 3

C. Keaslian Penulisan ... 3

D. Tujuan Penulisan ... 4

E. Manfaat Penulisan ... 4

F. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1. Pengertian Prostitusi/Pelacuran ... 5

2. Klasifikasi Prostitusi/Pelacuran... 9

3. Tinjauan mengenai Prostitusi dari beberapa aspek ... 15

a. Prostitusi menurut pandangan KUHP ... 15

b. Prostitusi menurut pandangan Agama (Islam, Kristen) ... 20

c. Prostitusi menurut pandangan Kriminologi ... 23

4. Kondisi sosial budaya Kota Balige... 24

G. Metode Penelitian ... 26

H. Sistematika Penulisan……….27

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI / PELACURAN A. 1. Ciri-ciri Prostitusi ... 29

2. Keadaan Prostitusi/Pelacuran di Provinsi Sumatera Utara ... 33

3. Lokalisasi ... 35

4. Akibat-akibat Prostitusi ... 39

B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige 1. Faktor Intern ... 41


(6)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III. UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN PROSTITUSI DI KOTA BALIGE

A. Polisi sebagai ujung tombak ... 54

B. Strategi Polisi ... 60

C. Penanggulangan Kejahatan Prostitusi/Pelacuran tanpa pemidanaan .... 71

BAB IV. PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI/PELACURAN A. 1. Peran Orang tua dalam keluarga ... 76

2. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat ... 80

3. Peran tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan ... 82

B. Saran-saran atau tanggapan masyarakat untuk mengatasi Prostitusi di Kota Balige ... 83

C. Kebijakan Hukum Pidana dalam KUHP (baru) untuk menanggulangi Kejahatan Prostitusi/Pelacuran ... 85

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ...iv


(7)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Prostitusi dikalangan masyarakat merupakan bentuk penyimpangan hubungan seksual, yaitu suatu perbuatan yang sifatnya sangat anti sosial dan merupakan suatu perbuatan yang sangat hina dan dikutuk keberadaannya di tengah-tengah masyarakat karena dianggap sebagai perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan, norma-noma kesopanan, norma-norma adat dan dilarang oleh agama. Prostitusi didalam kehidupan masyarakat sebagai suatu aksi kejahatan dan menimbulkan suatu sikap gerakan atau dorongan untuk bereaksi dari masyarakat karena masalah ini bukan lagi masalah yang bersifat sederhana, melainkan cenderung meningkat menjadi masalah besar dan sangat kompleks.

Judul dari skripsi ini adalah ” UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI (STUDI:WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE), yang akan membahas tentang bagaimana pandangan agama dan kriminologi terhadap kejahatan Prostitusi, faktor-faktor apa yang melatarbelakangi sehingga terjadi kejahatan Prostitusi di Kota Balige, bagaimana upaya kepolisian dan peran serta masyarakat didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi, dan bagaimana pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Yang menjadi tujuan akhir dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bahwa Prostitusi merupakan suatu penyakit masyarakat yang dapat menimbulkan banyak kerugian didalam masyarakat dan harus dicegah penyebarannya agar masyarakat tidak terkontaminasi dengan keberadaannya, dan dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat itu sendiri (dimulai dari diri sendiri) dengan aparat kepolisian guna meminimalisir penyebaran kejahatan Prostitusi.

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan secara sistematis data mengenai masalah yang akan dibahas, data yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian. Adapun penyelesaian masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris.

Hasil penelitian dari skripsi ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada kita semua mengenai Kejahatan Prostitusi sebagai suatu penyakit masyarakat yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Kota Balige adalah disebabkan karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang jelas yang mengatur masalah Prostitusi dan tidak tegasnya aparat kepolisian menindak para PSK apabila terjaring rajia, dan dikarenakan keadaan ekonomi yang kurang memadai, serta pengaruh arus globalisasi dan canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Upaya yang dilakukan oleh aparat Kepolisian didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi di Kota Balige adalah dengan melakukan rajia dan ”Operasi Pekat atau Penyakit Masyarakat” yang biasanya dilakukan menjelang hari-hari besar keagamaan dengan kerjasama Satpol PP dengan ijin Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir. Begitu juga dengan peran serta masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi di Kota Balige adalah dengan melakukan rajia langsung ke tempat-tempat Prostitusi dan memberikan peringatan, bimbingan serta arahan kepada para PSK yang berhasil dijaring dan kemudian dibina.


(8)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era modernisasi dan globalisasi yang sangat mewarnai kehidupan sosial masyarakat baik di negara maju maupun di negara berkembang, di daerah metropolitan dan di daerah pedesaan, melahirkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif.

Prostitusi/pelacuran merupakan salah satu dampak negatif dari modernisasi globalisasi dunia dewasa ini, memang harus diketahui bahwa prostitusi/pelacuran adalah kisah lama yang membayangi kehidupan manusia. Sejak jaman dahulu hingga sekarang ini, prostitusi/pelacuran sepertinya tidak terlepas dari kehidup an manusia. Prostitusi/pelacuran diibaratkan sebagai bayangan hitam kehidupan manusia. Prostitusi/pelacuran merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahannya dan perbaikannya.

Modernisasi dan globalisasi dewasa ini semakin memacu tingkat perkembangan prostitusi/pelacuran ditengah-tengah masyarakat, tidak hanya orang dewasa saja yang terlibat dalam dunia prostitusi/pelacuran, tetapi juga telah melibatkan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan telah menjebak dunia remaja dan anak-anak dengan tingkat penyebaran dan perkembangan yang sangat tinggi.

Semakin merebaknya kehidupan prostitusi/pelacuran di Indonesia mungkin disebabkan oleh kurang jelasnya aturan hukum yang mengatur tentang prostitusi/pelacuran, khususnya tentang para Pekerja Seks Komersial (PSK)


(9)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

tersebut, dalam KUHP Indonesia tidak ada diatur dengan jelas mengenai prostitusi/pelacuran dan Pekerja Seks Komersial (PSK). Sementara itu, kehidupan prostitusi/pelacuran sangat identik dengan peredaran narkoba dan penyebaran penyakit kelamin yang berbahaya bahkan tidak ada obatnya, seperti HIV/AIDS. Hal ini merupakan keadaan yang sangat berbahaya yang dapat menghancurkan generasi muda bangsa ini, jika keadaan seperti ini terus dibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian yang tepat, maka dapat menjadi bom waktu yang kapan saja dapat meledak dan benar-benar menghancurkan bangsa ini juga, sebab generasi muda ini adalah tulang-punggung kehidupan bangsa ini.

Memang hal ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk pemerintah Indonesia. Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan prostitusi/pelacuran, seperti Lokalisasi, penertiban para Pekerja Seks Komersial (PSK) dan lain sebagainya. Namun hal ini sepertinya tidak memberikan hasil yang maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mencoba mengatasi perkembangan prostitusi/pelacuran dengan cara membina para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berhasil dijaring sebagai salah satu upaya penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan.

Seperti diketahui bahwa pembinaan merupakan elemen penting dalam menyadarkan pelaku atas perbuatannya yang salah dan merobah mental pelaku agar menjadi lebih baik dan lebih siap untuk hidup secara benar ditengah-tengah masyarakat dengan keterampilan-keterampilan yang memadai sebagai modal dalam mempertahankan kehidupannya.

Begitu juga halnya dengan kejahatan prostitusi yang terjadi di kota Balige yang semakin lama semakin meningkat dan sangat meresahkan masyarakat perlu


(10)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

mendapat perhatian yang serius, mengingat masyarakat kota Balige adalah masyarakat yang religius dan dikenal sangat menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat, sangat menentang keras adanya praktek-praktek prostitusi di seputaran daerah Toba Samosir, khususnya daerah Balige.1

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Kapolsek Balige, bapak H. Sinaga, menyatakan kejahatan prostitusi adalah perbuatan yang sangat hina, dikutuk dan sangat aib. Beliau juga menyesalkan kenapa kota Balige yang hanya merupakan salah satu kota terkecil di Sumatera Utara bisa menduduki urutan pertama kota pengidap HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara. Dari sekian banyak kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian, masalah prostitusi merupakan masalah yang sangat banyak mendapat perhatian dan harus segera ditanggulangi

2

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige?

Berdasarkan keadaan yang sangat memprihatinkan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini kedalam bentuk skripsi dan meninjau masalah tersebut dengan memakai disiplin ilmu hukum yang telah penulis peroleh selama ini di Fakultas Hukum USU, khususnya pada departemen hukum pidana.

B. Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang yang dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut :

1

Wawancara dengan Kapolsek Balige, Bapak H. Sinaga pada hari Jumat, tanggal 8 Februari 2008, jam 10.00 WIB

2 ibid


(11)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

2. Bagaimana upaya Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige?

3. Bagaimana peran serta masyarakat didalam upaya penanggulangan kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige?

C. Keaslian Penulisan

Dalam menyusun karya ilmiah ini, pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada, baik melalui literatur yang penulis peroleh dari kepustakaan, media massa, baik cetak maupun elektronik yang akhirnya penulis tuangkan dalam bentuk skripsi serta ditambah dengan riset langsung dilapangan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan skripsi penulis.

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

prostitusi/pelacuran di kota Balige

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige

3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam menanggulangi kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige

E. Manfaat Penulisan


(12)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

1. Manfaat Teoritis

a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai kejahatan prostitusi

b. Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi, penambahan informasi dan pengetahuan hukum umumnya dan perkembangan hukum pidana dimasa yang akan datang

2. Manfaat Praktis

Dapat menjadi sumbangsih bagi pemerintah, khususnya bagi lembaga Legislatif sebagai bahan masukan untuk membuat suatu peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan prostitusi.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Prostitusi/Pelacuran

Prostitusi berasal dari kata ”Pro-stituere” atau ”Pro-stauree” yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan Prostitue adalah Pelacur atau sundal atau dikenal dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila) yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial).

Tuna susila atau tidak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri kepada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila dapat juga diartikan sebagai salah tingkah atau tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.


(13)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Maka Pelacur itu adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya dan bisa mendatangkan malapetaka atau celaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya maupun kepada dirinya sendiri.3

P.J. de Bruine Van Amstel menyatakan bahwa Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran

W.A.Bonger dalam tulisannya ”Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie”, menyatakan bahwa Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri, melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian.

4

Prostitusi/Pelacuran adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan yang sah. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut menekankan masalah hubungan kelamin diluar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.

.

Defenisi diatas mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak laki-laki.

Peraturan Pemerintah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai penanggulangan masalah Prostitusi, menyatakan : bahwa WTS (Wanita Tuna Susila) adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.

Sedangkan Peraturan Pemerintah daerah tingkat I Jawa Barat untuk melaksanakan pembatasan dan penertiban masalah Prostitusi, menyatakan :

5

Sedangkan Pasal 296 KUHP menyatakan, ”Pelacuran adalah barangsiapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau

3

Kartini Kartono, Patologi Sosial, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.1999, hal 177 4

Ibid, hal 183 5


(14)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.6

Pengertian ini sama dengan defenisi pelacuran dalam ensiklopedia Indonesia, pelacuran itu dilakukan oleh wanita maupun pria. Jadi, ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan kelamin diluar perkawinan. Dalam hal ini percabulan tidak hanya merupakan hubungan kelamin diluar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya.7

Menurut Kartini Kartono, Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan-dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. Sedangkan Pelacuran adalah peristiwa penjualan diri (Persundalan) dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.Prostitusi/pelacuran dapat juga dikatakan sebagai sebagai perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.8

6

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 1988, Politea, Bogor 7

Loc. cit, Kartini Kartono, hal 184 8

Ibid, hal 185

Menurut Paulus Moedikdo Mulyono, Pelacuran adalah penyerahan badan wanita dengan menerima bayaran kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksual orang itu.


(15)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Menurut Budisoestyo, Pelacuran adalah pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk perbuatan kelamin dengan mendapatkan upah.

Menurut Warouw, Pelacuran adalah menggunakan badan sendiri sebagai alat pemuas seksuil untuk orang lain dengan mencapai keuntungan.

Menurut Suria Djuanda, Pelacuran adalah seorang wanita yang memberikan dirinya tanpa pilihan untuk uang.9

Para wanita yang melakukan pelacuran sekarang ini dikenal dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial) yang diartikan sebagai wanita yang melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang, diluar perkawinan yang sah dan mendapatkan uang, materi atau jasa.10

Bukan merupakan hal yang tabu lagi kalau di sebuah cafe, pub atau diskotik, usai tamu pria-wanita bertemu di bar, lantas minum bersama, ajojing di lantai disko dan sesudahnya berlanjut menjadi kencan malam. Ada yang semata-mata just for fun, azas kebutuhan atau yang penting happy, ada juga yang melewati ahapan transaksi layaknya penjual dan pembeli. Bagi komunitas cafe, budaya seperti itu sudah bukan rahasia lagi bahkan menjadi perilaku yang sangat biasa.11

9

Skripsi Johannes Harysuandy Siregar, Rehabilitasi Pekerja Seks Komersial (PSK) di

Panti Sosial Karya Wanita (PSPW) Parawarsa Berastagi sebagai upaya penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan. Fakultas Hukum USU, 2004

10

Simanjuntak,B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito, Bandung. 1982. hal 25

11

Moammar Emka, Jakarta Undercover sex ’n the city. Percetakan Galang Printika Yogyakarta. 2002, hal xxvi


(16)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

2. Klasifikasi Prostitusi/Pelacuran

Menurut Kartini Kartono, jenis prostitusi/pelacuran dapat dibagi menurut aktifitasnya, yaitu yang terdaftar dan terorganisir, dan yang tidak terdaftar.12

Daerah Wonogiri yang secara geofisik sangat miskin, gersang dan kering pada musim paceklik menjadi supplayer/penghasil WTS dan penghuni ”Silir” a. Prostitusi/Pelacuran yang terdaftar dan terorganisasi

Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.

Hal ini terdapat di daerah Bandar Baru, Medan-Sumatera Utara, dimana disana dibangun kompleks-kompleks Pelacuran secara legal dan memiliki ijin, tetapi ijin yang diberikan adalah ijin membuka usaha hiburan dari kepolisian setempat. Selain itu kompleks pelacuran yang terdaftar dan teratur dengan rapi di Indonesia adalah ”Silir”, yang terletak di pinggiran kota Solo sebelah timur. Bagi pengunjungnya disediakan karcis masuk dan semua kendaraan harus diparkir disebelah luar.

”Silir” merupakan shopping centre cinta yang paling rapi penuh bau-bauan wangi yang khas dan gelak ria kaum wanita. Merupakan ”Pasar Tresno” yang mengasyikkan bagi petualang-petualang malam yang memerlukan cinta mesra dan memberikan kesegaran kasih kepada pejalan-pejalan pria yang haus dan kesepian cinta.

12


(17)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

paling banyak. Maka prostitusi ini dianggap sebagai ”obat mujarab” untuk memerangi kemiskinan dan perut yang lapar, mengalirnya penghuni-penghuni baru di kompleks pasar cinta ini paling deras adalah pada musim panen yang gagal.

Disamping pekerjaannya sehari-hari melayani pengunjung yang membeli hiburan cinta, para WTS di ”Silir” itu mendapatkan pelajaran menjahit, merias diri, berolahraga, tata buku, merenda, agama, pengetahuan umum, dan lain-lain untuk mempersiapkan diri kembali menjadi warga masyarakat biasa. Maka dari ”Silir” ini banyak gadis-gadis dan wanita sesat kembali ke desa masing-masing untuk memulai satu kehidupan baru dengan suaminya.

Pada umumnya, kepada calon-calon suami dikenakan persyaratan-persyaratan yang lebih berat dalam segi pertanggungjawaban dan bimbingan moral, agar mereka tidak silau dengan harta kekayaan calon istri (hasil tabungan), juga agar mereka mampu menegakkan kewibawaan untuk mengarahkan istrinya ke jalan yang benar dan tidak akan menjalankan lagi praktek pelacuran. Bagi para calon suami dikenakan bermacam-macam aturan dan persyaratan jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan usaha meminang anak gadis Solo biasa.

Kompleks Silir ini merupakan ”Pasar Tresno” yang dibangun oleh Dinas Sosial Kotamadya Surakarta sekitar tahun 1960-an ketika banyak sekali pelacur berseliweran memenuhi kota Solo, menyelusup jauh ke dalam kota. Sehingga perbuatan mereka itu sangat mengganggu warga kota yang baik-baik. Mereka itu terdiri atas pelacur-pelacur kelas rendah, kelas menengah, sampai gadis-gadis ayu ”konsumsi keraton” dan ”konsumsi babe-babe gede” bagi pejabat-pejabat eselon satu sampai tamu-tamu penting luar negeri.


(18)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

b. Prostitusi/Pelacuran yang tidak terdaftar

Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang melakukan pelacuran secara gelap-gelapan dan liar baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Bisa disembarang tempat, baik ”mencari mangsa” sendiri maupun melalui calo-calo dan panggilan.

Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib sehingga kesehatannya sangat diragukan karena belum tentu mereka itu mau memeriksa kesehatannya pada dokter. Pelacur-pelacur itu biasanya berada di mall-mall, cafe-cafe, diskotik-diskotik dan night-night club di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Biasanya pelacuran yang semacam ini dilakukan oleh pelajar-pelajar SMU, mahasiswa-mahasiswa, wanita-wanita yang baru beranjak dewasa atau para ABG (Anak Baru Gede), dan tarif atau bayaran atau jasa yang mereka berikan pada pelanggan mereka tidak begitu mahal, sekitar Rp.100.000,- sampai Rp.500.000,-.

Sedangkan menurut jumlahnya, Pelacuran dapat dibagi dalam :

1. Prostitue yang beroperasi secara individual merupakan ”single operator” 2. Prostitue yang bekerja dengan bantuan organisasi dan ”sindikat” yang

teratur rapi. Jadi mereka itu tidak bekerja secara sendirian akan tetapi diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi.

Sedangkan menurut tempat penggolongan atau lokasinya, Pelacuran dapat dibagi menjadi :

1. Segregasi atau lokalisasi, yang terisolir atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya, kompleks ini dikenal sebagai daerah ”lampu merah” atau petak-petak daerah tertutup


(19)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

2. Rumah-rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour)

3. Dibalik front-organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat (apotik, salon kecantikan, rumah makan atau café, tempat mandi uap dan panti pijat, anak wayang dan sirkus).

Kategori Prostitusi/Pelacuran

Yang termasuk dalam kategori pelacuran adalah13 1. Pergundikan

:

2. Pemeliharaan bini yang tidak resmi, bini gelap atau perempuan piaraan, mereka hidup seperti suami-istri tetapi tanpa ikatan perkawinan. Gundik-gundik asing ini pada jaman pemerintahan Belanda dahulu disebut ”nyai”

3. Tante girang atau Loose Married Woman

Wanita yang telah menikah namun tetap melakukan hubungan erotik dan seks dengan laki-laki baik secara iseng untuk mengisi kekosongan waktu, bersenang-senang “just for fun”, mendapatkan pengalaman-pengalaman seks yang lain yang tidak didapat dari suaminya atau untuk memperoleh tambahan penghasilan

4. Gadis-gadis Panggilan

Gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai PSK melalui saluran atau jalur-jalur tertentu, mereka ini biasanya mahasiswi-mahasiswi atau pelajar-pelajar, karyawati, pelayan-pelayan toko, pegawai-pegawai, ibu-ibu rumah tangga, dan lain-lain.

5. Gadis-gadis bar atau B-Girls

13


(20)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar atau café yang sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada pengunjungnya.

6. Gadis-gadis Juvenile Delinguent

Gadis-gadis muda dan jahat yang didorong oleh ketidakmatangan emosinya dan retardasi/keterbelakangan inteleknya, menjadi sangat pasif, dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Sebagai akibatnya, mereka ini mudah sekali menjadi pecandu minum-minuman keras atau alkoholik, pecandu obat-obatan terlarang seperti ganja, morfin, shabu-shabu, ekstasi dan sebagainya sehingga mudah tergiur untuk melakukan perbuatan-perbuatan immoril seksual dan pelacuran.

7. Gadis-gadis binal atau Free girls

Gadis-gadis sekolah maupun yang telah putus sekolah karena prinsip yang tidak benar yang menganut dan menyebarkan prinsip kebebasan seks dan kebebasan cinta secara ekstrim untuk mencapai kepuasan seksual pribadi.

8. Gadis-gadis taxi atau gadis-gadis becak

Gadis-gadis panggilan yang ditawarkan dan dibawa ketempat-tempat “plesiran” dengan taxi atau becak

9. Penggali emas atau Gold-diggers

Gadis-gadis cantik yang pekerjaannya penyanyi atau pemain panggung, opera, anak wayang, pramugari, ratu kecantikan yang pandai merayu dan bermain cinta untuk mengambil atau meraup kekayaan orang-orang berduit. Biasanya mereka ini sulit diajak bermain seks sebab mereka lihai dalam meraup kekayaan atau uang kekasihnya tanpa melakukan relasi seks dengan pasangannya tersebut.


(21)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Gadis-gadis yang banyak hadir di diskotik-diskotik, pub-pub yang memberikan diri mereka dipeluk, dicium dan untuk diraba-raba seluruh tubuhnya dan relasi seks lainnya yang tidak sampai kepersetubuhan, baik itu dilantai disco maupun dimeja-meja untuk menemani tamunya selama menikmati hingar-bingarnya musik.

11. Promiskuitas/Promiscuity

Hubungan seks yang dilakukan seorang wanita secara bebas dan awut-awutan dengan pria manapun yang dilakukan dengan banyak laki-laki, yaitu melakukan relasi seks dengan lebih dari satu laki-laki secara bersamaan atau dengan beragam laki-laki tanpa memperdulikan uang yang diperoleh tapi hanya untuk seksual yang abnormal.

Penganut-penganut promiskuitas itu menuntut adanya seks bebas secara ekstrem dalam iklim “cinta bebas”. Dengan jalan promiscuous atau ”campur-aduk seksual tanpa aturan”, para penganutnya ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman seksual yang hebat-hebat, sangat intensif dan eksesif berlebih-lebihan tanpa dibatasi oleh norma-norma susila atau sosial tanpa dihalang-halangi oleh tabu dan larangan-larangan agama yang mengatur kebebasan manusia dalam relasi seksnya.

3. Tinjauan Mengenai Prostitusi Dari Beberapa Aspek A. Prostitusi menurut pandangan KUHP

Dalam KUHP sendiri, kejahatan kesusilaan diatur secara khusus dalam Bab XIV KUHP yaitu Pasal 281-Pasal 303, namun Pasal yang secara khusus mengatur tentang Pelacuran adalah Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297 dan Pasal


(22)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

506.14

Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

Namun keempat Pasal ini tidak menekankan kepada Pelacurnya tetapi lebih menekankan kepada laki-laki yang melakukan persetubuhan dan pihak yang mempermudah Pelacuran tersebut (germo) atau penyedia tempat-tempat Pelacuran.

Pasal 295 ayat 1 KUHP : Dihukum :

Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya atau anak angkatnya yang belum dewasa, oleh anak yang dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa yang diserahkan kepadanya supaya dipeliharanya, dididiknya atau dijaganya atau bujangnya yang dibawah umur atau orang yang dibawahnya dengan orang lain.

Pasal 295 ayat 2 KUHP :

Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barangsiapa yang dengan sengaja diluar hal-hal yang tersebut pada (ayat 1) menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa ia belum dewasa.

Menurut R.Soesilo, percabulan sudah termasuk persetubuhan. Pasal 296 KUHP :

Barangsiapa yang pencahariaanya atau kebiasannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000,-

Pasal 297 KUHP :

15

Dari ketiga Pasal diatas, banyak pendapat sarjana yang menyatakan bahwa tidak ada aturan yang jelas tentang Pelacuran. Namun menurut pendapat saya, hal itu terjadi karena banyak sarjana yang mengartikan sebagian aturan hanya mengatur tentang ”germo”, yaitu orang yang memudahkan dan mengadakan Pelacuran. Hemat saya, Pasal 296 KUHP tersebut dapat juga kita gunakan untuk

14

Op.cit, R. Soesilo 15


(23)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

menjerat Pelacurnya dan pihak yang mempermudah atau memberikan fasilitas untuk melakukan praktek Pelacuran tersebut.

Untuk itu mari kita mencoba menelaah dan menyelidiki Pasal 296 tersebut. Pasal 296 KUHP. Dari Pasal tersebut, kita dapat menguraikannya atas beberapa bagian, yaitu :

1. Barangsiapa, hal ini menekankan pada ”seseorang”

2. Pencahariannya, hal ini menunjuk bahwasanya perbuatan tersebut adalah profesi yang mendatangkan imbalan atau balas jasa.

Dalam hal ini, dapat kita simpulkan bahwa yang berprofesi bisa Pelacurnya dan bisa juga orang yang menyediakan prasarana untuk Pelacuran itu sendiri.

3. Atau hal ini menekankan pada pilihan, hal ini berarti pembuat Undang-undang melihat ada dua variabel yang dapat dikenakan untuk menjerat pelaku, yaitu sebagai mata pencaharian atau sebagai sifat kebiasaan.

4. Sengaja, hal ini menekankan ada unsur melakukan secara sadar dan mengetahui akibat dari apa yang dilakukan. Berarti pelaku dalam keadaan sadar mengetahui risiko atau akibat perbuatannya.

5. Mengadakan, kata ”mengadakan”16

a. Mengadakan, menciptakan

dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Depdiknas, mengandung 5 pengertian, yaitu :

b. Menyebabkan ada, menyediakan (uang, perlengkapan dan tempat), mendirikan (perkumpulan)

c. Menimbulkan, mendatangkan

16


(24)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

d. Menyelenggarakan (pesta, pertunjukan) e. Melakukan (tindakan, perubahan) 6. Mempermudah, dapat diartikan :

a. Menjadikan mudah, menggampangkan, mencari akal untuk b. Menjadikan lebih mudah

c.

Menganggap atau memandang enteng (tidak berat)

Jika kita lihat asal katanya, yaitu kata ”mudah” yang dapat diartikan : a. Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan,

tidak sukar, tidak berat, gampang b. Lekas sekali (menjadi, menderita)

c. Tidak teguh imannya (gampang terbujuk atau gampang diajak berzinah)

7. Perbuatan cabul dapat diartikan segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba buah dada, dan sebagainya.

Dari pemilah-milahan Pasal 296 KUHP tersebut diatas, dapat dilihat beberapa alasan mengapa dikatakan dan diterima umum bahwa Pasal 296 KUHP tersebut tidak mengatur dengan jelas tentang Pelacuran, yaitu :

a. Banyak sarjana bahkan dalam komentar-komentar KUHP sendiri yang mengartikan kata ”Mengadakan” sebagai menyebabkan ada atau menyediakan (uang, tempat, perlengkapan).


(25)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Para sarjana terpaku hanya pada 1 pengertian ini saja dan melupakan atau mengabaikan pengertian lain dari kata mengadakan tersebut, yaitu melakukan (tindakan, perbuatan).

Melacurkan diri adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan dimana si wanita melakukan tindakan atau perbuatan bersetubuh atau melakukan relasi seks dengan orang lain (dalam hal ini saya tidak ingin membatasi dengan pria sebab relasi seks bisa juga dilakukan dengan sesama wanita, yang dikenal dengan istilah ”Lesbian” yang merupakan salah satu bentuk keabnormalan seks) b. Kata ”memudahkan” juga diartikan secara sempit tanpa

memperhatikan arti lain dari kata dasarnya, yaitu kata mudah yang selain dapat diartikan menjadikan mudah atau lebih mudah dalam pencaharian nafkah. Penekanan maknanya pada germo dapat juga diartikan dari kata dasarnya mudah atau gampang terbujuk atau diajak berzinah, tidak teguh imannya, penekanan maknanya pada Pelacurnya.

Untuk itu menurut hemat penulis, Pasal 296 KUHP dapat dijadikan dasar untuk menjerat PSK (Pekerja Seks Komersial) dan penyedia fasilitas PSK dengan memberikan imbalan, sebab :

1. Untuk PSK, telah memenuhi unsur :

a. Barangsiapa, Pelacur atau PSK adalah orang

b. Pencahariannya, Pelacur adalah profesi, sebab PSK menerima imbalan berupa uang setelah melakukan relasi seks dengan pelanggannya


(26)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

c. Mengadakan, PSK mengadakan dalam artian melakukan perbuatan atau tindakan, perbuatan seks atau relasi seks dengan seseorang

d. Memudahkan, PSK dengan gampang dan mudah diajak untuk melakukan relasi seks secara sadar

e. Perbuatan cabul, PSK melakukan relasi-relasi seks dengan orang lain dalam lingkungan nafsu birahi kelamin yang bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norm agama, kesusilaan, kesopanan yang hidup ditengah-tengah masyarakat seperti menyentuh alat kelamin, meraba-raba buah dada, berciuman dan bersetubuh.

2. Untuk seseorang yang menyediakan tempat atau mempermudah dilakukannya perbuatan Pelacuran, memenuhi unsur-unsur :

a. Pekerjaannya, bila germo tersebut dapat dibuktikan telah menerima imbalan atau uang atau jasa dari PSK atau orang yang melakukan relasi seks dengan PSK atas kemudahan sarana, fasilitas yang telah disediakannya.

b. Bila perbuatan menerima imbalan tersebut diatas dilakukan lebih dari sekali

c. Bila sarana atau fasilitas serta kemudahan yang diberikan germo tersebut untuk mempermudah PSK dengan pelanggannya melakukan percabulan atau relasi seks dengan imbalan.


(27)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

B. Prostitusi menurut Pandangan Agama 1. Agama Islam

Setiap agama di dunia sangat mengutuk adanya pelacuran, baik agama apapun itu sangat melarang pelacuran karena dianggap sebagai perbuatan yang amat hina dan sangat dikutuk oleh Tuhan. Begitu juga dalam ajaran agama Islam, pelacuran/perzinahan sangat dikutuk dan dilarang oleh Allah.

Surat Al Isra ayat 32 menyatakan : ”Dan janganlah kamu sekali-kali melakukan perzinahan, sesungguhnya perzinahan itu merupakan suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan jalan yang buruk”17

Juga surat An Nur ayat 2 menyatakan pelarangan terhadap kejahatan Pelacuran yang artinya : ”Perempuan dan laki-laki yang berzinah, deralah kedua-duanya, masing-masing seratus kali dera. Janganlah sayang kepada duanya dalam menjalankan hukuman agama Allah. Kalau kamu betul-betul beriman kepada Allah dan hari kemudian dan hendaknya hukuman bagi keduanya itu disaksikan oloh sekumpulan orang-orang yang beriman”

Sebab perzinahan yaitu persetubuhan antara laki-laki dan perempuan diluar perkawinan, itu melanggar kesopanan, merusak keturunan, menyebabkan penyakit kotor, menimbulkan persengketaan, ketidakrukunan dalam keluarga dan malapetaka lainnya.

18

17

Op. Cit, Kartini Kartono, hal 181 18

Ibid, hal 181

Sedangkan menurut pasal 296 KUHP, pelacuran suatu perbuatan yang dianggap oleh segenap masyarakat sebagai perbuatan yang hina. Akan tetapi sejak adanya manusia yang pertama hingga dunia akan kiamat nanti, pelacuran itu akan tetap ada selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali kemauan dan hati nurani.


(28)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

2. Agama Kristen Protestan

Prostitusi/pelacuran profesi yang sangat tua usianya, setua umur manusia itu sendiri, yaitu berupa tingkah laku bebas tanpa kendali atau cabul karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan sejenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Prostitusi/pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak jaman purba hingga sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan agama.19

Maka timbullah masalah prostitusi/pelacuran sebagai gejala patologis, yaitu penataan relasi seks yang diperlakukannya norma-norma perkawinan

Selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula prostitusi/pelacuran dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Dibanyak negara, prostitusi/pelacuran dilarang bahkan dikenakan hukuman yang dianggap sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat. Akan tetapi sejak adanya manusia yang pertama hingga dunia akan kiamat nanti, ”mata pencaharian” prostitusi/pelacuran ini akan tetap ada, sukar bahkan hampir tidak mungkin diberantas dari muka bumi, selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali, kemauan dan hati nurani.

20

19

Ibid, hal 181 20

Ibid, hal 178

. Sejak jaman dahulu kala, para pelacur selalu dikecam atau dikutuk oleh masyarakat karena tingkah lakunya yang tidak susila dan dianggap mengotori sakralitas hubungan seks. Mereka disebut sebagai orang-orang yang melanggar


(29)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

norma moral, adat dan agama bahkan kadang-kadang melanggar norma negara apabila negara tersebut melarangnya dengan Undang-undang atau peraturan.

Norma adat pada dasarnya melarang Pelacuran, akan tetapi setiap daerah itu tidak sama peraturannya dan kebanyakan norma tersebut tidak tertulis. Adapun alasan pelarangan Prostitusi/Pelacuran itu karena tidak menghargai diri wanita, diri sendiri, penghinaan terhadap istri dan pria-pria yang ditinggal oleh pasangannya yang melacurkan diri, tidak menghormati kesucian, menyebabkan penyakit kelamin yang berbahaya dan kotor dan mengganggu keserasian perkawinan.

Menurut norma agama, perbuatan-perbuatan yang melanggar agama adalah perbuatan-perbuatan dosa atau perbuatan-perbuatan yang buruk, tercela, seperti perbuatan maksiat, penipuan, pembunuhan, perampokan, mabuk dan judi.

Dalam ajaran agama Kristen Protestan (baik itu Kristen Katolik), dalam hukum taurat dengan tegas dikatakan ”Jangan berzinah”.

Dalam kitab Matius 5:28 dikatakan ” Tetapi Aku berkata kepadamu : Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia didalam hatinya”. Dalam Markus 10:11-12 dikatakan ” Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap istrinya itu”. ” Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”21

Dalam Yohannes 8:10-11 dikatakan ”Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: ”Hai perempuan, dimanakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”. ” Jawabnya: ”Tidak ada, Tuhan”. Lalu kata Yesus;

. Dan untuk mengatasi permasalahan Pelacuran, ajaran Yesus lebih menekankan pengampunan dan pertobatan. Yesus menyuruh wanita yang ketahuan berzinah dalam Yohannes 8:10-11 agar bertobat, sebab semua orang berdosa tetapi yang terpenting adalah pertobatan.

21


(30)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

”Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”22

22 Ibid,

C. Prostitusi menurut pandangan Kriminologi

Kejahatan dapat dilihat sebagai objek hukum pidana dan dapat juga dilihat sebagai objek Kriminologi yang dapat dibedakan satu dengan yang lain. Sebagai objek hukum pidana, kejahatan dilihat sebagai peristiwa pidana yang dapat mengancam tata tertib masyarakat sehingga masyarakat yang bertindak sebagai pelaku dalam peristiwa pidana tersebut diberikan ancaman hukuman oleh hukum pidana.

Sebagai objek kriminologi, kejahatan dilihat bukan sebagai peristiwa pidana melainkan gejala sosial yang menitikberatkan pada manusia pelakunya didalam kedudukannya ditengah-tengah masyarakat, dengan kata lain dititikberatkan pada penjahatnya.

Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa penafsiran masyarakat terhadap kejahatan lebih bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat dimana masyarakat itu berada. Sebagai contoh ada beberapa perbuatan yang di negara lain dianggap sebagai kejahatan, tetapi di Indonesia bukanlah kejahatan, dan ada pula perbuatan yang pada masa sekarang dianggap sebagai kejahatan tetapi mungkin pada masa mendatang tidak dianggap lagi sebagai kejahatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu batasan yang jelas terhadap apa yang dimaksud dengan kejahatan, tetapi satu hal adalah sesuatu yang harus dicegah dan diberantas karena merugikan pelaku itu sendiri dan juga orang lain.


(31)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey bertolak dari pandangan bahwa Kriminologi adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial, dan mengemukakan ruang lingkup kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.23

Kriminologi bertujuan untuk mengembangkan suatu kesatuan prinsip-prinsip umum dan terperinci serta jenis-jenis pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan serta pencegahan dan pembinaan pelanggar hukum.

24

Balige adalah ibukota Kabupaten Toba Samosir. Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang N0 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandiling Natal, di Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir merupakan pemekaran dari daerah tingkat II Tapanuli Utara yang telah diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Bapak Menteri Dalam Negeri sekaligus pelantikan pejabat Bupati Kepala daerah Tingkat II Toba Samosir. Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 11 Kecamatan, 169 desa serta 14

Demikian juga halnya dengan kejahatan prostitusi yang hidup dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, dipandang sebagai suatu gejala masyarakat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan mengatur pergaulan masyarakat yang sangat meresahkan dan dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat hina dan harus segera dihapuskan karena dianggap dapat merusak moral generasi muda dan norma-norma dalam masyarakat.

4. Kondisi sosial budaya Kota Balige

23

Mulyana W. Kusumah, Aneka permasalahan dalam ruang lingkup kriminologi, penerbit Alumni Bandung, tahun 1981, hal 3

24


(32)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

kelurahan. Kabupaten Toba Samosir terletak di bagian tengah provinsi Sumatera Utara dan berada di jajaran pegunungan Bukit Barisan dengan tofologi berbukit dan bergelombang, dengan posisi tersebut maka wilayah Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu daerah pengaman bagi kabupaten lainnya karena wilayah ini merupakan hulu berbagai sungai yang mengalir ke Wilayah Timur Sumatera Utara.

Komposisi tanah di dominasi jenis tufa toba, pasir bercampur tanah liat, kapur dan sebagian lainnya berupa lapisan tanah bantuan yang relatif kurang subur untuk pertanian. Daerah Tingkat II Toba Samosir merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya .

Potensi alam antara lain luasnya lahan kering untuk dijadikan areal persawahan baru dengan membangun sarana irigasi yang memadai. Perairan Daerah Danau Toba cukup luas dan sungai yang banyak untuk dimanfaatkan potensinya untuk irigasi atau pembangkit tenaga listrik.

Keindahan alam dengan panorama khusus kawasan Danau Toba, kekayaan seni budaya asli merupakan potensi daerah dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain yang terdapat di Wilayah ini antara lain: Tanah Deatomea, Kaolin, Kwarsa, Belerang, Guano dan sebagainya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian di Toba Samosir didominasi oleh Sektor Pertanian terutama sekitar tanaman bahan makanan menyusul industri, jasa-jasa, perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor lainnya.


(33)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Kota Balige sebagai ibukota Kabupaten Toba Samosir dikenal oleh khalayak ramai karena masyarakat kota Balige sangat religius dan sangat menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan memiliki sumber daya manusia yang sangat potensial dan banyak menghasilkan lulusan yang berkompeten dan telah menjadi putra daerah yang berhasil dan sukses25

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari riset langsung ke lapangan serta wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, dan data sekunder diperoleh dari

.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitif dengan metode pendekatan empiris sosiologis, yaitu dengan pengumpulan data-data dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi kehidupan PSK dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penelitian.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dalam memperoleh data untuk kelengkapan skripsi adalah di daerah Lumban Silintong tepatnya di tempat-tempat hiburan malam dan Losmen Carolina.

3. Sumber Data

25


(34)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

berbagai peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel, media massa dan media elektronik yang berhubungan dengan skripsi.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode sebagai berikut : a. Library research (penelitian kepustakaan)

yaitu melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, artikel-artikel, media massa dan media elektronik, pendapat sarjana dan bahan lainnya yang berkaitan dengan skripsi

b. Field research (penelitian lapangan)

yaitu dengan riset langsung ke lapangan dan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan skripsi.

5. Analisis data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan didalam skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya penulisan sistematika yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang merupakan latar belakang penulisan, apa yang menjadi permasalahan penulisan, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan,


(35)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

tinjauan pustaka, bagaimana metode penelitiannya dalam pengumpulan data dan sistematika dari penulisan skripsi.

Bab II : Dalam bab ini, penulis akan menguraikan secara ringkas tentang tinjauan umum terhadap Kejahatan Prostitusi yang meliputi ciri-ciri Prostitusi, keadaan Prostitusi di Sumatera Utara, Lokalisasi, Akibat-akibat Prostitusi dan Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige

Bab III : Bab ini memberikan uraian tentang upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi Kejahatan Prostitusi di Kota Balige, yaitu berupa Polisi sebagai ujung tombak, Strategi Polisi dan penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan

Bab IV : Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana peran serta masyarakat Kota Balige dalam upaya penanggulangan Kejahatan Prostitusi sebagai suatu penyakit masyarakat yang sangat meresahkan masyarakat dan sulit untuk dihilangkan, dan juga peran serta pihak lain yang terkait serta saran-saran masyarakat untuk mengatasi Prostitusi di Kota Balige dan kebijakan Hukum Pidana (baru) untuk menanggulangi Kejahatan Prostitusi

Bab V : Merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, bab ini merupakan kesimpulan dari hasil pembahasan yang dihasilkan dari Bab I-Bab IV yang dituangkan dan dirumuskan dalam bentuk kesimpulan dan saran. Tidak lupa penulis juga akan mencantumkan daftar kepustakaan, lampiran yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.


(36)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Demikianlah sistematika dari penulisan skripsi ini, dimana rangkaian dari sub-sub tersebut merupakan satu ketentuan yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI/PELACURAN

A. 1. Ciri-ciri Prostitusi/Pelacuran

Di desa-desa, hampir-hampir tidak ada terdapat pelacuran. Jika ada, mereka itu adalah pendatang-pendatang dari kota, yang singgah untuk beberapa hari atau pulang ke desanya. Juga desa perbatasan yang dekat dengan kota-kota dan tempat-tempat sepanjang jalan besar yang dilalui truk-truk dan kendaraan-kendaraan umum sering dijadikan lokalisasi oleh wanita-wanita tua susila. Sedang di kota-kota besar, jumlah pelacur diperkirakan 1-2 % dari jumlah penduduknya. Dalam bilangan ini sudah termasuk para pelacur yang tersamar atau gelap, dari kelas menengah dan kelas tinggi yang sifatnya non-profesional (amateurisme). Mereka itu beroperasi secara sembunyi-sembunyi, baik secara individual maupun tergabung dalam satu ”sindikat-sindikat amourette” yang berdagang seks serta cinta asmara.26

Banyaknya langganan yang dilayani oleh para WTS ialah 5-20 orang dalam jangka waktu 12-24 jam dengan penghasilan yang berbeda-beda, tetapi

26


(37)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

biasanya mereka dapat menghasilkan uang dalam satu malam dapat mencapai ratusan ribu atau jutaan rupiah.27

Pelacur-pelacur ini bisa digolongkan dalam 2 kategori, yaitu28

a. Mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan sukarela berdasarkan motivasi-motivasi tertentu

:

b. Mereka yang melakukan tugas melacur karena ditawan atau dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri atas penjahat-penjahat, calo-calo dan anggota-anggota organisasi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil. Dengan bujukan dan janji-janji manis, ratusan bahkan ribuan gadis-gadis cantik dipikat dengan janji dan akan mendapatkan pekerjaan terhormat dengan gaji yang besar. Namun pada akhirnya mereka dijebloskan kedalam rumah-rumah pelacuran yang dijaga dengan ketat, dan secara paksa, kejam dan sadistis dengan pukulan dan hantaman mereka harus melayani buaya-buaya seks yang tidak berperikemanusiaan. Mereka dihajar dengan pukulan-pukulan dan diberi obat perangsang nafsu seks sehingga mereka menjadi tidak sadar dan tidak berdaya. Dan dibawah pengaruh obat-obatan itu, mereka dipaksa melakukan adegan-adegan porno/cabul yang seram (namun menghancurkan hati anak-anak gadis tersebut) dengan bandit-bandit seks.

Ciri-ciri khas dari Prostitusi/Pelacuran adalah29

1. Wanita, lawan pelacur adalah gigolo (Pelacur pria ”lonte laki-laki”)

:

27

Dorce Show, Trans TV, Selasa tanggal 23 Agustus 2005 pukul 9.30 WIB 28

Loc.cit, hal 204 29


(38)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

2. Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif, menarik, baik wajah maupun tubuhnya, bisa merangsang selera seks kaum pria

3. Masih muda-muda, 75% dari jumlah pelacur di kota-kota ada dibawah usia 30 tahun, yang terbanyak 17-25 tahun. Yang paling kerap dipekerjakan adalah gadis-gadis pra-puber berusia 11-15 tahun untuk kelas rendahan dan menengah, dan ditawarkan sebagai ”barang baru”.

4. Pakaiannya sangat mencolok beraneka warna, sering aneh-aneh/eksentrik untuk menarik perhatian kaum pria. Mereka itu sangat memperhatikan penampilan lahiriahnya yaitu wajah, rambut, pakaian, alat-alat kosmetik dan parfum yang merangsang.

5. Menggunakan tehnik-tehnik seksual yang mekanistis, cepat, tidak hadir secara psikis (afwezig absent minded) tanpa emosi atau efeksi, tidak pernah bisa mencapai orgasme, sangat provokatif dalam berkoitus dan biasanya dilakukannya secara kasar

6. Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari tempat atau kota yang satu ke tempat atau kota yang lainnya. Biasanya mereka itu memakai nama samaran dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat atau kota lain bukan kotanya sendiri agar tidak dikenal oleh banyak orang. Khususnya banyak terdapat migran dari daerah pedesaan yang gersang dan miskin yang pindah ke kota-kota, mengikuti arus urbanisasi.

7. Pelacur-pelacur profesional dari kelas dan menengah kebanyakan berasal dari strata ekonomi dan sosial rendah. Mereka itu pada umumnya tidak mempunyai keterampilan/skill khusus dan kurangnya pendidikan, modalnya ialah kecantikan dan kemudahannya.


(39)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Pelacur amateur selain bekerja sebagai buruh di pabrik, restoran, bar, toko-toko sebagai pelayan dan di perusahaan-perusahaan sebagai sekretaris, mereka menyempatkan diri beroperasi sebagai pelacur tunggal atau sebagai ”wanita panggilan”. Biasanya mereka yang seperti ini sering berada di mall-mall atau tempat-tempat hiburan, seperti club-club malam atau diskotik-diskotik. Sedangkan pelacur-pelacur dari kelas tinggi (high class prostituees) pada umumnya berpendidikan sekolah SLTP keatas atau lulusan akademik dan perguruan tinggi yang beroperasi secara amatir atau secara profesional. Mereka itu bertingkah laku immoril karena didorong oleh motivasi-motivasi sosial dan/atau ekonomi.

8. 60%-80% dari jumlah pelacur ini adalah memiliki intelek yang normal, kurang dari 5% adalah mereka yang lemah ingatan (feeble minded), selebihnya adalah mereka yang ada pada garis batas yang tidak menentu atau tidak jelas derajat intelejensinya.

Pada umumnya, para langganan dari pelacur itu tidak dianggap berdosa atau bersalah, tidak immoril atau tidak menyimpang, sebab perbuatan mereka didorong untuk memuaskan kebutuhan seks yang vital. Yang dianggap immoril hanya pelacurnya. Namun bagaimanapun ”rendahnya” kedudukan sosial pelacur karena tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum laki-laki, namun ada pula fungsi pelacur yang ”positif” sifatnya ditengah-tengah masyarakat, yaitu : 1. Menjadi sumber pelancar dalam dunia bisnis

2. Menjadi sumber kesenangan bagi kaum politisi yang harus hidup terpisah dari istri dan keluarganya, juga dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu


(40)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

3. Menjadi sumber hiburan bagi kelompok dan individu yang mempunyai jabatan/pekerjaan mobil, misalnya pedagang, sopir-sopir pengemudi, anggota tentara, pelaut, polisi, buaya-buaya seks, playboy, pria-pria single yang tidak kawin atau baru bercerai, laki-laki iseng dan kesepian, mahasiswa, anak-anak remaja dan adolenses yang ingin tahu, suami istri yang tidak puas di rumah, para olahragawan yang tengah ditatar dalam pusat-pusat latihan, pegawai negeri yang belum sempat memboyong keluarganya ditempat kerjanya yang baru, pengikut-pengikut kongres, seminar, rapat kerja, musyawarah nasional dan sebagainya.

4. Menjadi sumber pelayanan dan hiburan bagi orang-orang cacat, misalnya pria yang berwajah buruk, pincang, buntung, abnormal secara seksual, para penjahat yang selalu dikejar-kejar oleh polisi, dan lain-lain.30

2. Keadaan Prostitusi/Pelacuran di Provinsi Sumatera Utara

Prostitusi/pelacuran adalah penyakit sosial yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang keberadaannya seperti bayang-bayang kehidupan manusia itu sendiri, yang dari masa ke masa terus berkembang baik jumlah pelacurnya maupun bentuk-bentuk tindakan-tindakan prostitusi/pelacuran itu sendiri.

Di Indonesia, pada tahun 2002 jumlah PSK telah mencapai 129.478 orang. Data ini diambil dari jumlah PSK yang terdaftar dilokalisasi dan dirazia oleh aparat yang berwenang, jadi diperkirakan jumlah PSK di Indonesia terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, jumlah PSK diperkirakan mencapai 165.000 orang.31

30 Ibid 31


(41)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Di Propvinsi Sumatera Utara sendiri yang merupakan daerah yang memiliki banyak objek wisata yang digemari oleh turis mancanegara maupun domestik, dengan kultur budaya dan tingkat ekonomi yang sangat beragam menjadikan Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah yang sangat potensial dalam perkembangan Prostitusi/Pelacuran tersebut.

Dari data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 1984, jumlah PSK yang terdaftar dan yang pernah dirazia mencapai 2.155 orang dan angka ini mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun hingga tahun 1991, jumlah PSK yang terdata mencapai 3.334 orang. Namun pada tahun 1999, jumlah PSK menurun menjadi 2.000 orang, namun pada tahun 2003 jumlah PSK meningkat kembali menjadi 4.000 orang dengan tingkat pengeksploitasian anak-anak dibawah usia 17 tahun untuk dijadikan PSK menjadi 300-400 orang per tahun.32

Peningkatan tersebut dapat kita lihat dengan semakin banyaknya warung-warung yang disalahgunakan oleh pemiliknya menjadi tempat pelacuran seperti banyak terdapat di daerah Bukit Lawang, Bandar Baru, Belawan, Tembung, Bukit Maraja, Pematang Siantar, Warung bebek di Tebing Tinggi, dan didaerah Tobasa (Balige) dan di berbagai daerah lainnya. Dan tempat-tempat penginapan yang dijadikan sebagai tempat pelacuran gelap seperti di hotel ataupun diskotik-diskotik atau pub-pub yang ada di sepanjang jalan Jamin Ginting, jalan Nibung

Hal ini mungkin disebabkan oleh krisis ekonomi yang menerpa bangsa kita, pengangguran besar-besaran, globalisasi yang mempengaruhi pola pikir sebagian masyarakat Indonesia dengan degradasi moral bangsa kita khususnya generasi mudanya.

32 Ibid,


(42)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Raya, Sambu, Binjai, dan beberapa kota lainnya yang sudah tidak menjadi rahasia umum masyarakat Sumatera Utara.

Di Kabupaten Toba Samosir33

Berdasarkan wawancara penulis dengan pihak badan penanggulangan HIV/AIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige pada hari Selasa, tanggal 12 Februari jam 15.00 diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya jumlah pengidap HIV/AIDS yang ditangani badan penanggulangan HIV/AIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige adalah lebih banyak dari data yang diperoleh penulis dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, namun hal ini merupakan suatu hal yang sangat “rahasia” sehingga penulis tidak bisa memperoleh data secara detail informasi pasien pengidap HIV/AIDS di Toba Samosir. Pihak badan penanggulangan HIV/AIDS

berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Dinas Propinsi Sumatera Utara, jumlah Wanita Tuna Susila yang berhasil di data adalah sebanyak 20 orang dan untuk jumlah Propinsi Sumatera Utara seluruhnya adalah 3.895 orang. Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat ke-20 dari 25 kota/kabupaten di Sumatera Utara dan merupakan Kabupaten pengidap HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara.

Hal inilah yang menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara jumlah PSK yang berhasil dijaring adalah sebanyak 20 orang, sedangkan pengidap HIV/AIDS yang berhasil didata sebanyak 45 orang. Bukankah pengidap HIV/AIDS adalah orang yang rentan melakukan relasi seks bebas?

33


(43)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

Toba Samosir hanya memberikan sekilas tentang pasien pengidap HIV/AIDS dan sangat menjaga kerahasiaannya karena menyangkut eksistensi pasien.34

Ditempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian dan alat-alat berhias. Juga tersedia macam-macam gadis dengan tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda-beda. Disiplin tempat-tempat lokalisasi tersebut diterapkan dengan ketat, misalnya tidak boleh mencuri uang langganan, dilarang merebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji diluar, dilarang memonopoli seorang langganan, dan lain-lain. Wanita-wanita PSK itu harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan sekaligus juga uang ”keamanan” agar mereka terlindungi dan terjamin identitasnya.

3. Lokalisasi

Lokalisasi itu pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu merah yang dikelola oleh mucikari atau germo. Di luar negeri, germo mendapat sebutan ”madam”, sedang di Indonesia mereka biasa dipanggil dengan sebutan ”mama atau mamy”.

35

Tujuan Lokalisasi36

34

Wawancara dengan pihak badan penanggulangan HIV/AIDS Toba Samosir bekerjasama dengan rumah sakit HKBP Balige, pada hari Selasa tanggal 12 februari 2008, jam 15.00 WIB

35

Ibid, hal 216 36


(44)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

1. Untuk menjauhkan masyarakat umum terutama anak-anak puber dan adolenses dari pengaruh-pengaruh immoril dari praktek pelacuran, dan juga menghindarkan gangguan-gangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita-wanita baik.

2. Memudahkan pengawasan para WTS terutama mengenai kesehatannya dan keamanannya, memudahkan tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit kelamin

3. Mencegah pemerasan yang keterlaluan terhadap WTS yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah

4. Memudahkan bimbingan mental bagi para WTS dalam usaha rehabilitasi dan sosialisasi, kadangkala juga diberikan pendidikan dan keterampilan latihan-latihan kerja sebagai persiapan untuk kembali kedalam masyarakat biasa. Khususnya diberikan pelajaran agama guna memperkuat iman agar bisa tabah dalam menghadapi penderitaan

5. Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi para WTS yang benar-benar bertanggungjawab dan mampu membawanya kejalan yang benar-benar, selanjutnya ada dari mereka yang diikutsertakan dalam usaha transmigrasi setelah mendapatkan suami, keterampilan dan kemampuan hidup secara wajar. Usaha ini bisa mendukung program pemerataan penduduk dan memperluas kesempatan kerja didaerah baru.

Suasana dalam kompleks lokalisasi, WTS itu sangat kompetitif khususnya dalam bentuk persaingan memperebutkan langganan. Nama-nama WTS pada umumnya sudah diganti untuk menjaga keaslian identitasnya dan juga agar mereka tidak diketahui oleh sanak saudara, solidaritas dikalangan para WTS


(45)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

sangat kecil terkecuali pada saat-saat menghadapi bahaya dan sewaktu-waktu diadakan penangkapan/rajia oleh pihak yang berwajib.

Banyak WTS sehari-harinya hidup bersama dengan kaum kriminal atau residivis-residivis yang selalu keluar masuk penjara, saingan berat bagi para PSK adalah wanita-wanita dan gadis-gadis yang secara individual beroperasi bebas (menjadi PSK individual) yang disebut dengan ”chippie” di Jakarta, sedangkan di Medan disebut ”bondon”. Biasanya mereka dibayar tidak begitu mahal, berbeda dengan PSK-PSK yang ada dilokalisasi, seringkali PSK-PSK individual itu dilaporkan kepada Polisi oleh PSK-PSK profesional.

Apa yang disebut dengan rumah panggilan atau call houses ialah rumah biasa ditengah kampung atau lingkungan penduduk baik-baik dengan organisasi yang teratur rapi dalam bentuk sindikat yang secara gelap menyediakan macam-macam tipe wanita PSK, keadaan rumahnya tidak mencolok agak tersembunyi dan anonim. Didalamnya disediakan parlour-parlour atau salon-salon (kamar yang cukup besar sebagai ruang tamu dan tempat pertemuan) yang cukup mewah.

Gadis-gadis yang diperlukan dipanggil melalui telepon atau dijemput dengan kendaraan khusus milik organisasi, oleh karena itu wanita-wanita tersebut disebut juga call girls yang terdiri atas segala macam wanita, mulai dari gadis-gadis pelajar, mahasiswa-mahasiswa, pegawai-pegawai wanita, istri-istri simpanan (gundik) sampai ibu-ibu rumah tangga yang punya anak dan istri-istri pejabat.

Hendaknya selalu diingat bahwa, keterampilan PSK itu tidak hanya memonopoli kaum PSK saja, akan tetapi bisa dipelajari oleh setiap kaum wanita dalam waktu relatif pendek (1-2 bulan) dengan tuntutan madam atau


(46)

kawan-R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

kawannya. Mereka itu pada umumnya melakukan relasi seks klandestin/gelap sebagai part time job atau pekerjaan sambilan.

Call houses itu pada umumnya bekerjasama dengan pengurus hotel-hotel, rumah pijat, night club, penginapan, pusat-pusat hiburan, tempat perjudian, tempat-tempat objek wisata dan sebagainya. Tempat-tempat pelacuran juga ada yang diselenggarakan dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat, yaitu letaknya dibelakang (ditengah, dekat atau bekerjasama) dengan bar-bar, tempat-tempat hiburan, hotel-hotel, night club, rumah-rumah pijat, salon-salon kecantikan, toko-toko buku dan lain-lain.

Ringkasnya, pelacuran itu tumbuh dengan pesatnya di kota-kota yang berkembang, yaitu meluas dengan cepat oleh pendirian kompleks-kompleks industri baru, kemunculan berpuluh-puluh sekolah, universitas dan akademik, dibangunnya pusat-pusat pertambangan, pusat-pusat hiburan, basis-basis angkatan udara atau angkatan lau, pusat percaturan politik di ibukota dan seterusnya.

Semakin besar kebutuhan kaum pria akan pemuasan dorongan-dorongan seksualnya sebagai kompensasi dari kegiatan kerjanya setiap hari untuk melepaskan segenap ketegangan, semakin pesat pula bertumbuhnya pusat-pusat pelacuran di kota-kota besar.37

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran adalah

4. Akibat-akibat Prostitusi

38

1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terdapat adalah syphilis dan gonorrhoe (kencing

:

37

Ibid, hal 217-219 38


(47)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

nanah), terutama akibat syphilis apabila tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna, bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain adalah :

a. Congenital syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau bayi lahir mati. Jika bayi itu bisa lahir, biasanya kurang bobot, kurang darah, buta, tuli, kurang intelejensinya, defekt (rusak cacat) mental dan defekt jasmani lainnya.

b. Syphilitic amentia, yang mengakibatkan cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas. Sedang yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau ayan, kelumpuhan sebagian atau kelumpuhan total, bisa jadi idiot psikotik atau menurunkan anak-anak idiocy.

2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan

3. Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber adolesensi

4. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-lain)

5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama. Karena digantikan dengan pola pelacuran dan promiskuitas, yaitu digantikan dengan pola pemuasan


(48)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan , murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan keluarga yang sehat

6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pelindung, dan lain-lain. Dengan kata lain, ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.

7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi, anorgasme, nymfomania, satiriasis, ejakulasi prematur, yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain.

B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan pihak kepolisian, faktor-faktor penyebab terjadinya prostitusi di kota Balige adalah39

39

Wawancara dengan beberapa orang Polisi yang bertugas di Polsek Balige, pada hari Jumat tanggal 8 Februari 2008, jam 13.30 WIB.

: 1. Faktor Intern (Dalam diri individu)

Setiap orang mempunyai pribadi yang khas dan berbeda dan membentuk tingkah laku yang berbeda dalam mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku berkaitan erat dengan lingkungannya, tinglah laku berkaitan erat dengan kebutuhan manusia yang beragam. Kejahatan dapat dipandang sebagai perkembangan pribadi/perilaku yang menyimpang.


(1)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

cukup membiayai hidup saya. Ya daripada saya tidak makan, terpaksa saya menggeluti pekerjaan ini.

2. Sejak kapan anda menggeluti pekerjaan ini? Apa tidak ada pekerjaan lain selain menjadi PSK?

Jawab : P 1 : Dua tahun yang lalu sejak ayah saya meninggal dunia, saya melakukan ini karena saya sadar dengan modal yang saya miliki, saya tidak akan bisa bertahan hidup. Saya rasa pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang pas buat saya meskipun jauh di dasar hati saya tidak pernah berpikiran akan menjadi seorang PSK.

P 2 : Sebenarnya saya melakukan pekerjaan ini sudah lama, sewaktu pacaran pun saya sudah melakukan ini. Tapi pacar saya menghianati saya, dia pergi meninggalkan saya dalam keadaan hamil. Dia tidak bertanggungjawab dengan keadaan saya, sampai saya melahirkan pun tidak pernah terlihat batang hidungnya. Demi mempertahankan hidup saya dan anak saya, terpaksa saya melakukan ini karena saya sudah diusir oleh keluarga dan saya tidak memiliki pekerjaan tetap. Seandainya dulu pacar saya itu betanggungjawab atas kehamilan saya, mungkin saya tidak akan pernah melakukan pekerjaan haram ini.

P 3 : 3 bulan lalu, saya terjun kedalam pekerjaan ini karena diajak teman saya yang terlebih dahulu menggeluti pekerjaan ini. Kami berasal dari luar daerah dan hidup dalam kemiskinan. Jadi pembantu sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup, ya terpaksa saya mengambil jalan pintas menjadi Pelacur demi kelangsungan hidup saya.


(2)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

3. Apaka anda tidak merasa berdosa dengan pekerjaan anda? Adakah keinginan anda untuk meninggalkan pekerjaan ini nantinya dan kembali ke jalan yang benar?

Jawab : P 1 : Siapapun orangnya pasti mengutuk pekerjaan ini, saya tidak bisa mengatakan apa-apa akan semua ini, jauh di dasar hati saya, saya benar-benar merasa berdosa dengan pekerjaan ini. Seandainya saya memiliki pendidikan yang tinggi dan keahlian, saya pasti akan meninggalkan pekerjaan ini dan kembali ke jalan yang benar. Sama seperti wanita-wanita lainnya, saya menginginkan rumah tangga yang bahagia. Saya berkeinginan seandainya ada laki-laki yang mau menerima saya dengan baik sebagai pendamping hidupnya, saya akan meninggalkan pekerjaan ini.

P 2 : Sangat berdosa, tapi apa hendak dikata nasi telah menjadi bubur. Saya hanya bisa menyesali tanpa bisa memperbaikinya. Keinginan untuk meninggalkan pekerjaan ini jelas ada, tapi sampai saat ini saya belum bisa karena saya tidak memiliki pekerjaan lain yang bisa menjamin kelangsungan hidup saya. P 3 : Sama seperti teman-teman lainnya, saya merasa sangat berdosa. Saya mau meninggalkan pekerjaan ini apabila ada pekerjaan yang lebih menjanjikan dan masyarakat bisa menerima saya sebagai bagian dari mereka tanpa mengucilkan saya.

4. Apakah orang tua atau saudara anda tahu dengan pekerjaan ini? Berapa imbalan yang anda peroleh dalam setiap “transaksi”?

Jawab : P 1 : Tahu, tapi sepertinya mereka memaklumi pekerjaan saya karena sebagian hasil pekerjaan saya selalu saya sisihkan untuk membantu adik-adik


(3)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

saya. Imbalan yang saya peroleh dalam setiap “transaksi” tidak menentu, tapi biasanya dalam satu malam saya bisa memperoleh Rp.300.000-Rp.500.000.

P 2 : Tahu, karena sejak saya hamil dan melahirkan saya sudah tidak bersama orang tua lagi, saya sudah mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Biasanya saya memperoleh imbalan Rp.200.000-Rp.500.000 dalam satu malam.

P 3 : Tidak tahu, karena yang mereka ketahui saya pergi merantau ke negeri orang untuk mencari pekerjaan, bukan menjadi Pelacur. Dalam satu malam, saya bisa memperoleh Rp.300.00-Rp.500.000

5. Apakah imbalan yang anda peroleh cukup memenuhi kebutuhan hidup anda? Adakah orang yang mempekerjakan anda seperti germo atau mucikari?

Jawab : P 1 : Cukup, bahkan saya dapat menyisihkan sebagian untuk membantu adik-adik saya. Dulunya ada germo yang mempekerjakan saya, tetapi sekarang tidak lagi karena kalau saya melalui germo uangya tidak utuh sampai di tangan saya. Oleh karena itu, saya bekerja dengan sendiri-sendiri tanpa melalui germo lagi.

P 2 : Sebenarnya tidak karena saya juga harus membiayai anak saya, tapi itu esemua tergantung saya mempergunakan uang yang saya peroleh. Sama dengan teman yang lain, dulu juga saya melalui germo tapi sekarang tidak lagi, saya sudah beroperasi sendiri.

P 3 : Cukup sih cukup, tapi namanya juga manusia mana ada yang berkecukupan, uang yang saya peroleh saya gunakan dengan sebaik-baiknya. Saya dipekerjakan germo sampai sekarang ini karena saya tinggal di sebuah tempat yang dikelola oleh germo.


(4)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

6. Apakah anda tidak takut dengan risiko pekerjaan anda seperti mengidap HIV/AIDS, dikucilkan di tengah-tengah masyarakat dan dihina?

Jawab : P 1 : Apapun yang terjadi saya siap menanggung risikonya, saya melakukan semua ini dengan pikiran yang matang. Jadi apapun risikonya, saya sudah siap menerimanya.

P 2 : Sama seperti dia, saya juga siap dengan segala risiko yang harus saya terima sesuai dengan yang saya lakukan selama ini.

P 3 : Ya jelas-jelas takut, setiap orang tentunya ingin dihargai di tengah-tengah masyarakat dan terhindar dari segala macam penyakit, terlebih mengidap HIV/AIDS. Tapi apa boleh buat, apapun dampaknya di kemudian hari siap atau tidak siap saya harus menanggung risikonya, karena apa yang saya perbuat di masa lalu itu juga yang akan saya terima di kemudian hari.

WAWANCARA DENGAN GERMO/MUCIKARI

1. Bagaimana prosedur kerja PSK yang anda pekerjakan? Bagaimana perhitungan dengan PSK apabila telah selesai melakukan pekerjaannya?

Jawab : Mereka bekerja sesuai dengan tugasnya, yaitu melayani tamu-tamu dan memberlakukan tamu sesuai dengan prosedur kerja dan tidak boleh melakukan pekerjaan lain selain yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan setiap pekerjaan selesai dilakukan, hasilnya 70% untuk PSK dan 30% untuk saya, ini


(5)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.

USU Repository © 2009

sesuai dengan kesepakatan PSK dengan saya karena sayalah yang mempertemukan mereka dan menyediakan sarana yang berhubungan dengan itu. 2. Gadis-gadis umur berapa yang biasanya anda pekerjakan sebagai PSK? Apakah ada tempat yang anda sediakan untuk para PSK tersebut?

Jawab : Antara 17 tahun sampai 25 tahun dan pada umumnya mereka berpenampilan menarik dan harus mampu memberikan pelayanan yang maksimal. Saya menyediakan tempat penginapan atau rumah tinggal bagi para PSK dan harus melalui sayalah transaksi dapat dilakukan, tetapi banyak juga PSK yang beroperasi sendiri-sendiri tanpa melalui germo. Biasanya mereka melakukan itu dengan sembunyi-sembunyi dan suka berkeliaran di tengah-tengah kota untuk mencari sasaran.

3. Apakah ada ijin operasinya? Adakah uang keamanan yang dikutip oleh petugas atas tempat yang anda sediakan?

Ada, tapi hanya sebatas ijin tempat tinggal bukan ijin praktek Pelacuran. Uang keamanan pasti ada demi keamanan dan ketertiban bersama.

4. Darimana anda mendapat gadis-gadis itu untuk dipekerjakan sebagai PSK? Apakah anda tidak takut dengan risiko pekerjaan anda?

Jawab : Pada umumnya mereka yang datang sendiri dan ingin dicarikan pekerjaan apapun asalkan bisa memenuhi kebutuhan hidup, mereka kebanyakan berasal dari luar daeah. Jadi saya tidak perlu susah mencari gadis-gadis untuk dijadikan PSK. Kalau soal risiko saya pasti takut, tapi ini kan terselubung dan sangat dirahasiakan dan tidak semua orang yang tahu dengan pekerjaan yang saya lakukan. Yang tahu hanya orang-orang tertentu saja dan ini harus dirahasiakan.


(6)

R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008.