R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige, 2008.
USU Repository © 2009
3. Menjadi sumber hiburan bagi kelompok dan individu yang mempunyai
jabatanpekerjaan mobil, misalnya pedagang, sopir-sopir pengemudi, anggota tentara, pelaut, polisi, buaya-buaya seks, playboy, pria-pria single yang tidak
kawin atau baru bercerai, laki-laki iseng dan kesepian, mahasiswa, anak-anak remaja dan adolenses yang ingin tahu, suami istri yang tidak puas di rumah,
para olahragawan yang tengah ditatar dalam pusat-pusat latihan, pegawai negeri yang belum sempat memboyong keluarganya ditempat kerjanya yang
baru, pengikut-pengikut kongres, seminar, rapat kerja, musyawarah nasional dan sebagainya.
4. Menjadi sumber pelayanan dan hiburan bagi orang-orang cacat, misalnya pria
yang berwajah buruk, pincang, buntung, abnormal secara seksual, para penjahat yang selalu dikejar-kejar oleh polisi, dan lain-lain.
30
2. Keadaan ProstitusiPelacuran di Provinsi Sumatera Utara
Prostitusipelacuran adalah penyakit sosial yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang keberadaannya seperti bayang-bayang kehidupan manusia itu
sendiri, yang dari masa ke masa terus berkembang baik jumlah pelacurnya maupun bentuk-bentuk tindakan-tindakan prostitusipelacuran itu sendiri.
Di Indonesia, pada tahun 2002 jumlah PSK telah mencapai 129.478 orang. Data ini diambil dari jumlah PSK yang terdaftar dilokalisasi dan dirazia oleh
aparat yang berwenang, jadi diperkirakan jumlah PSK di Indonesia terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, jumlah PSK diperkirakan
mencapai 165.000 orang.
31
30
Ibid
31
Op.cit, skripsi Johannes Harysuandy Siregar, Fakultas Hukum USU, 2004
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige, 2008.
USU Repository © 2009
Di Propvinsi Sumatera Utara sendiri yang merupakan daerah yang memiliki banyak objek wisata yang digemari oleh turis mancanegara maupun
domestik, dengan kultur budaya dan tingkat ekonomi yang sangat beragam menjadikan Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah yang sangat potensial dalam
perkembangan ProstitusiPelacuran tersebut. Dari data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, pada
tahun 1984, jumlah PSK yang terdaftar dan yang pernah dirazia mencapai 2.155 orang dan angka ini mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun hingga
tahun 1991, jumlah PSK yang terdata mencapai 3.334 orang. Namun pada tahun 1999, jumlah PSK menurun menjadi 2.000 orang, namun pada tahun 2003 jumlah
PSK meningkat kembali menjadi 4.000 orang dengan tingkat pengeksploitasian anak-anak dibawah usia 17 tahun untuk dijadikan PSK menjadi 300-400 orang per
tahun.
32
Peningkatan tersebut dapat kita lihat dengan semakin banyaknya warung- warung yang disalahgunakan oleh pemiliknya menjadi tempat pelacuran seperti
banyak terdapat di daerah Bukit Lawang, Bandar Baru, Belawan, Tembung, Bukit Maraja, Pematang Siantar, Warung bebek di Tebing Tinggi, dan didaerah Tobasa
Balige dan di berbagai daerah lainnya. Dan tempat-tempat penginapan yang dijadikan sebagai tempat pelacuran gelap seperti di hotel ataupun diskotik-
diskotik atau pub-pub yang ada di sepanjang jalan Jamin Ginting, jalan Nibung Hal ini mungkin disebabkan oleh krisis ekonomi yang menerpa bangsa
kita, pengangguran besar-besaran, globalisasi yang mempengaruhi pola pikir sebagian masyarakat Indonesia dengan degradasi moral bangsa kita khususnya
generasi mudanya.
32
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige, 2008.
USU Repository © 2009
Raya, Sambu, Binjai, dan beberapa kota lainnya yang sudah tidak menjadi rahasia umum masyarakat Sumatera Utara.
Di Kabupaten Toba Samosir
33
Berdasarkan wawancara penulis dengan pihak badan penanggulangan HIVAIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige
pada hari Selasa, tanggal 12 Februari jam 15.00 diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya jumlah pengidap HIVAIDS yang ditangani badan penanggulangan
HIVAIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige adalah lebih banyak dari data yang diperoleh penulis dari Dinas Sosial Provinsi
Sumatera Utara, namun hal ini merupakan suatu hal yang sangat “rahasia” sehingga penulis tidak bisa memperoleh data secara detail informasi pasien
pengidap HIVAIDS di Toba Samosir. Pihak badan penanggulangan HIVAIDS berdasarkan data yang diperoleh dari
Kantor Kepala Dinas Propinsi Sumatera Utara, jumlah Wanita Tuna Susila yang berhasil di data adalah sebanyak 20 orang dan untuk jumlah Propinsi Sumatera
Utara seluruhnya adalah 3.895 orang. Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat ke-20 dari 25 kotakabupaten di Sumatera Utara dan merupakan
Kabupaten pengidap HIVAIDS terbesar di Sumatera Utara. Hal inilah yang menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat,
dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara jumlah PSK yang berhasil dijaring adalah sebanyak 20 orang, sedangkan
pengidap HIVAIDS yang berhasil didata sebanyak 45 orang. Bukankah pengidap HIVAIDS adalah orang yang rentan melakukan relasi seks bebas?
33
Data diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2007
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige, 2008.
USU Repository © 2009
Toba Samosir hanya memberikan sekilas tentang pasien pengidap HIVAIDS dan sangat menjaga kerahasiaannya karena menyangkut eksistensi pasien.
34
Ditempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian dan alat-alat berhias. Juga tersedia macam-macam gadis dengan
tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda-beda. Disiplin tempat-tempat lokalisasi tersebut diterapkan dengan ketat, misalnya tidak boleh mencuri uang
langganan, dilarang merebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji diluar, dilarang memonopoli seorang langganan, dan lain-lain. Wanita-wanita
PSK itu harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan sekaligus juga uang ”keamanan” agar mereka terlindungi dan terjamin identitasnya.
3. Lokalisasi