Konstruksi Identitas Diri Remaja Pengguna Media Instagram Di Kota Medan

(1)

KONSTRUKSI IDENTITAS DIRI REMAJA PENGGUNA MEDIA

INSTAGRAM DI KOTA MEDAN

Oleh

ARISAI OLGA HAKASE PASARIBU

100904116

Program Studi:

Hubungan Masyarakat

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KONSTRUKSI IDENTITAS DIRI

(Studi Kasus Terhadap Remaja Pengguna Media Instagram di Kota

Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

ARISAI OLGA HAKASE PASARIBU

100904116

Program Studi:

Hubungan Masyarakat

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ii

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui dan dipertahankan oleh: Nama : Arisai Olga Hakase Pasaribu NIM : 100904116

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KONSTRUKSI IDENTITAS DIRI REMAJA PENGGUNA MEDIA INSTAGRAM DI KOTA MEDAN

Medan, Juli 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs.Syafruddin Pohan, M.Si, P.hD Dra. Fatmawardy NIP: 195812051989031002 NIP: 196208281987012001

Dekan

Prof.Dr.Badaruddin,M.Si. NIP: 19680525 199203 1 002


(4)

iii Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Arisai Olga Hakase Pasaribu

NIM : 100904116

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Konstruksi Identitas Diri Remaja Pengguna Media Instagram Di Kota Medan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada

Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Tanggal :


(5)

iv

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan

hukum yang berlaku.

Nama : Arisai Olga Hakase Pasaribu

NIM : 100904116

Tanda Tangan :


(6)

v

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti berharap ke depannya skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Peneliti banyak mendapatkan pengalaman yang berguna, suka maupun duka serta kesulitan yang dihadapi. Namun, berkat dorongan semangat dan dukungan dari berbagai pihak, menjadi kekuatan yang sangat besar bagi penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.. Maka pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D sebagai dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, pikiran dan motivasi kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm sebagai dosen wali yang telah memberikan nasehat-nasehat akademik kepada peneliti.

5. Seluruh dosen, staf pengajar, dan staf administrasi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah mengajarkan, membimbing dan membantu penulis hingga menyelesaikan perkuliahan ini.

6. Mami tercinta Tioman Roselina Pangaribuan yang selalu menjadi sumber inspirasi dan semangat kepada peneliti.

7. Ayahanda yang perfeksionis dan otoriter Ir. Bona Mayus Pasaribu, EPSc yang selalu menjadi alasan untuk peneliti belajar dan mengerti arti kehidupan.

8. Austin Nara Zepanya, Nicholas Rothrique dan Eunike Graciela Safira, keponakan yang selalu mendukung dan memberikan semangat bagi peneliti.


(7)

vi

biasa dan telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada peneliti sejak awal semester hingga saat ini. Bujur nande.

10.Para nasabah di PT. Prudential Life Assurance yang membantu saya mengimplementasikan ilmu yang saya peroleh di perkuliahan.

11.Kawan-kawan Departemen Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 yang terus menerus mendukung dan memotivasi peneliti baik yang telah selesai maupun yang masih berjuang, tetap semangat teman-teman.

12.Senior maupun junior peneliti di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU yang luar biasa, terimakasih untuk dukungan dan semangat yang kalian berikan.

13.Serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa di dalam skripsi ini ada terdapat kesalahan atau kekurangan. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang nantinya berguna untuk penelitian berikutnya.. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, 12 Juli 2014


(8)

vii

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara , saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Arisai Olga Hakase Pasaribu NIM : 100904116

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

KONSTRUKSI IDENTITAS DIRI REMAJA PENGGUNA MEDIA

INSTAGRAM DI KOTA MEDAN

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.


(9)

viii

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : 12 Juli 2014

Yang Menyatakan


(10)

ix

Penelitian ini berjudul Konstruksi Identitas Diri Remaja Pengguna Media Instagram di kota Medan. Saat ini kehidupan remaja tidak lepas dari media baru. Media baru memberikan kemungkinan untuk bermain, berkomunikasi, dukungan sosial, dan berbagi pengetahuan di kalangan remaja.

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Instagram membantu remaja mengkonstruksi identitasnya?”. Penelitian ini ditujukan kepada para remaja yang memiliki akun di media baru Instagram. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan konsumsi Instagram pada remaja, deskripsi identitas remaja melalui Instagram dan makna Instagram dalam perilakunya. Metodologi penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan paradigma konstruktivis, dimana sumber data diperoleh dari wawancara mendalam dengan mengutamakan kedalaman (kualitas) dari para informan.

Instagram merupakan salah satu dari media baru mengunggah dan berbagi foto – foto kepada pengguna lainnya. Instagram adalah jejaring sosial yang paling menyedihkan. Peneliti memilih Instagram karena menurut majalah Amerika, Instagram dianggap sebagai ajang kesombongan.


(11)

x

This research titled Adolescent Identity Construction Media Instagram users in the city of Medan. Currentyly the adolescents life can’t be separated from the new media. New media provide possibilities for play, communication, social support, and knowledge sharing among adolescents.

Researcher focus on how Instagram help adolescents to construct their identity. The objective of this research are the teenagers whosa has an Instagram account.

The purpose of this research is to describe the instagram consumption to adolescents, adolescent identity description through instagram , and instagram used to their behaviours. This is a qualitative research methodology and using the constructivist paradigm, which the sources came from in-depth interviews with emphasing qua lity from the adolescents. Instagram is one of the new social media to share photos or videos to other users.

American Magazine said that Instagram is a social network that is most distressing. That’s the reason why researcher pick this topic.


(12)

xi

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

KATA PENGANTAR... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah... 1

1.2 Fokus Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian... .... 7

2.2 Kajian Pustaka... 11

2.2.1 Teori Komunikasi ... 12

2.2.2 Teori Komunikasi Massa…... 13

2.2.3 Teori New Media………... 20

2.2.4 Teori Intrapersonal Communication……….. 22

2.2.5 Teori Konstruksi Identitas…………... 24

2.2.5 Teori Identitas Diri………... 25

2.2.6 Kerangka Pemikiran ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... .... 27

3.2 Objek Penelitian... .... 30

3.3 Subjek Penelitian……….. 30

3.4 Unit Analisis... .... 32

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 32

3.6 Keabsahan Data………... 35

3.7 Teknik Analisis Data………... 36


(13)

xii

4.2 Hasil Penelitian……… 42 4.3 Pembahasan Penelitian... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 69 5.2 Saran... 70 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii Tabel Kategorisasi Hasil Penelitian


(15)

xiv - Transkrip Hasil Wawancara

- Biodata Peneliti


(16)

ix

Penelitian ini berjudul Konstruksi Identitas Diri Remaja Pengguna Media Instagram di kota Medan. Saat ini kehidupan remaja tidak lepas dari media baru. Media baru memberikan kemungkinan untuk bermain, berkomunikasi, dukungan sosial, dan berbagi pengetahuan di kalangan remaja.

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Instagram membantu remaja mengkonstruksi identitasnya?”. Penelitian ini ditujukan kepada para remaja yang memiliki akun di media baru Instagram. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan konsumsi Instagram pada remaja, deskripsi identitas remaja melalui Instagram dan makna Instagram dalam perilakunya. Metodologi penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan paradigma konstruktivis, dimana sumber data diperoleh dari wawancara mendalam dengan mengutamakan kedalaman (kualitas) dari para informan.

Instagram merupakan salah satu dari media baru mengunggah dan berbagi foto – foto kepada pengguna lainnya. Instagram adalah jejaring sosial yang paling menyedihkan. Peneliti memilih Instagram karena menurut majalah Amerika, Instagram dianggap sebagai ajang kesombongan.


(17)

x

This research titled Adolescent Identity Construction Media Instagram users in the city of Medan. Currentyly the adolescents life can’t be separated from the new media. New media provide possibilities for play, communication, social support, and knowledge sharing among adolescents.

Researcher focus on how Instagram help adolescents to construct their identity. The objective of this research are the teenagers whosa has an Instagram account.

The purpose of this research is to describe the instagram consumption to adolescents, adolescent identity description through instagram , and instagram used to their behaviours. This is a qualitative research methodology and using the constructivist paradigm, which the sources came from in-depth interviews with emphasing qua lity from the adolescents. Instagram is one of the new social media to share photos or videos to other users.

American Magazine said that Instagram is a social network that is most distressing. That’s the reason why researcher pick this topic.


(18)

1

PENDAHULUAN

1.1Konteks Masalah

Mencari tahu identitas adalah perkembangan yang normal tugas untuk remaja. Sebagai contoh, adalah khas untuk remaja untuk mencoba identitas yang berbeda berdasarkan pada budaya pop, mengembangkan profil online dapat menjadi cara untuk mencoba identitas, menguji gambar, dan mendapatkan umpan balik dari orang lain.

Perkembangan anak dalam kehidupan manusia memang benar – benar memerlukan perhatian sepenuhnya dari pihak keluarganya, terutama peran orang tua. Sebab masa yang akan datang itu terletak pula pada anak sebagai generasi penerus bangsa. Dibandingkan dengan remaja dari tahun 90-an. Digital Pribumi memiliki keunggulan dalam kedekatan sementara navigasi praktek self- presentation online (cf. Bennett et al., 2008). Ketika teknologi menjadi begitu tertanam dalam rutinitas sehari-hari, perbedaan antara online maupun secara offline hasil signifikan kabur (Livingstone, 2008), meminimalkan perbedaan bahasa antara dua dunia.

Remaja saat ini tumbuh dengan media baru, terjalinnya ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ketika ingin mengetahui jam berapa film diputar, para remaja pergi ke internet. Ketika ingin melihat skor olahraga terbaru, mereka pergi ke internet. Ketika ingin bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, mereka pergi ke internet. Mereka pergi ke internet ketika ingin berhubungan dengan teman, mengunduh (download) musik, berbelanja mode terbaru, mengenal lebih jauh tentang bintang pop kesukaan mereka, atau mempelajari bahasa apa yang digunakan di negara. Ada banyak bahan rujukan online sehingga tidak perlu pergi ke perpustakaan. Namun, para pengguna harus memastikan bahwa informasi yang mereka cari berasal dari situs web yang terpercaya dan dapat dipertanggung jawabkan karena setiap orang dapat mengatakan tentang hampir apapun secara online. Kelemahan internet lainnya adalah sebagian besar buku fiksi maupun non fiksi, karya klasik maupun terbaru tidak tersedia secara online, setidaknya bahkan bagian dari internet gratis. Beberapa remaja bahkan menggunakan internet untuk mengungkapkan rahasia paling pribadi mereka agar dibaca orang di seluruh dunia.

Internet adalah sesuatu yang mengagumkan, kata seorang anak laki – laki berusia 15 tahun yang dikutip dalam Teenage Life Online, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pew Internet dan American Life Project.


(19)

Siapa yang menyangka bahwa pada abad ke-20, sebuah alat dapat diciptakan, alat yang memungkinkan kita berbicara dengan orang-orang di negara lain tanpa biaya sambungan jarak jauh, alat yang memungkinkan kita membeli produk tanpa harus ke toko, alat yang menyediakan informasi tentang hampir segala topik tanpa harus pergi ke perpustakaan.

Internet telah menjadi semacam bagian penting dari kehidupan anak muda. Jika kakek mereka adalah generasi pertama yang tumbuh bersama radio, dan orangtua mereka adalah generasi pertama yang tumbuh bersama televisi, remaja adalah generasi Internet pertama. Sulit dipercaya bahwa World Wide Web, yang bersama dengan e-mail menempati rangking teratas sebagai fitur internet paling popular, juga baru berusia belasan tahun.

Sebuah kajian pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Harris Interactive and Teenage

Research Unlimited untuk perusahaan media internet Yahoo menemukan bahwa anak muda

berusia 13 hingga 24 tahun menghabiskan lebih banyak waktu online setiap minggu dibandingkan menonton televisi, rata-rata 17 banding 14 jam. Remaja dan orang dewasa muda saat ini tidak dibanjiri oleh melimpahnya pilihan media, tetapi cukup merasa dikuasai oleh media dan mampu melakukan beragam tugas. Penggunaan internet di antara anak muda semakin berkembang. Jupiter Research memperkirakan akan terdapat 22 juta remaja Amerika melakukan online pada tahun 2008, naik dari 18 juta pada tahun 2003. Bahkan remaja yang masih sangat muda melakukan online: secara lengkap 35% dari anak-anak usia 2 hingga 5 tahun di Amerika Serikat menggunakan internet, kata laporan tahun 2003 oleh Corporation for Public Broadcasting.

Perkembangan identitas adalah tugas utama remaja dan media baru memberikan kemungkinan untuk presentasi diri. Penelitian terbaru pada homepage pribadi dan media sosial menunjukkan bahwa platform ini sering digunakan alat untuk remaja untuk melakukan presentasi diri. Namun, penelitian tentang faktor-faktor yang menentukan bentuk spesifik dari presentasi diri dan tingkat pengungkapan diri secara online masih langka. Penelitian ini menggambarkan bagaimana aspek secara online presentasi diri dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian remaja. Semakin banyak jumlah remaja menggunakan internet untuk mencari informasi, membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, mengobrol dengan teman melalui e-mail dan pesan instan, serta berhubungan dnegan jaringan online anak muda di seluruh dunia (Hernandez, 2007: 32).

Media baru memberikan kemungkinan untuk bermain, berkomunikasi, dukungan sosial, dan berbagi pengetahuan di kalangan remaja. Remaja telah terjalin media baru dalam kehidupan mereka sehari-hari, mulus mengintegrasikan secara online dan komunikasi secara


(20)

media (Livingstone, 2003). Berkomunikasi dengan orang lain adalah alasan utama bagi remaja untuk menggunakan media baru (Subrahmanyam & Greenfield, 2008) dan isi dari komunikasi ini adalah sebagian besar tentang identitas - manajemen (Livingstone, 2002). Remaja pengguna media baru melampaui internet. Dalam lingkungan yang kaya media, remaja menggunakan beberapa media secara bersamaan bukan berurutan (Livingstone, 2003). Misalnya mereka mendengarkan radio di internet sambil sms ke teman-teman mereka di ponsel mereka.

Teknologi telah menjadi jauh lebih penting dalam dekade terakhir untuk remaja, dan mereka adalah pengguna berat media baru. Penggunaan media baru berubah. Masyarakat lanskap media di hari ini lebih kompleks. Media lama dan media baru tampaknya untuk menggabungkan. Kecenderungan ini dapat mempengaruhi penggunaan dan pendekatan media baru oleh remaja, yang pada gilirannya dapat menghasilkan beberapa efek psikologis. Pertanyaan muncul tentang bagaimana seperti penggunaan media baru mempengaruhi perkembangan sosial remaja, khususnya. Perkembangan identitas mereka, remaja tugas perkembangan inti (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Baru bentuk media komunikasi berubah dengan cepat (Lampe, Ellison & Steinfield, 2008), dan remaja menggunakannya untuk mengeksplorasi identitas mereka.

Identitas merupakan bagian penting dari konsep diri (Zhao, Grasmuck, & Martin , 2008). Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda tentang diri anda. Konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Karena itu, Anita Taylor mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself” (Rakhmat. 1988:113).

Semua pikiran individu dan perasaan dalam referensi untuk diri sendiri sebagai objek membentuk konsep diri. Identitas adalah bagian dari diri yang kita dikenal oleh orang lain. Sebuah cara penting untuk mengeksplorasi identitas adalah melalui interaksi sebaya. Identitas diri adalah ciri khas yang dimiliki remaja dan memberi perbedaan yang jelas tentang dirinya dengan remaja lain.

Remaja selalu mencurahkan perhatian pada presentasi diri. Perbedaan dengan media baru adalah bahwa banyak menciptakan dan jaringan identitas online melalui profil pengguna, avatar dan konten online lainnya tampaknya menjadi sarana tak terpisahkan dari pengelolaan satu identitas, gaya hidup dan hubungan sosial.


(21)

Media baru mengubah norma-norma interaksi sosial dan memberikan bentuk baru dari presentasi diri. Melalui profil mereka di situs jaringan sosial, orang dapat hadir sendiri menggunakan cara-cara langsung dan tidak langsung.

Instagram merupakan salah satu dari media baru yang dirilis pada 6 Oktober 2010. Kata Insta berasal dari kata “Instan” yang artinya cepat (dalam kategori membuat foto cepat). Kata Gram berasal dari kata “Telegram” yang berarti mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Bila digabungkan menjadi Instan-Telegram disingkat menjadi Instagram.

Jadi Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri kemudian memodifikasinya dengan efek – efek cantik yang sudah disediakan gratis oleh Instagram yang memungkinkan foto yang tadinya biasa saja menjadi menarik. Kegunaan utama dari Instagram adalah sebagai tempat untuk mengunggah dan berbagi foto – foto kepada pengguna lainnya.

Selain itu pengguna juga bisa share location guna memberi tahu kepada pengguna Instagram yang melihat fotonya dimana lokasi foto itu diambil, dan sebagai respon atau umpan balik dari pengguna yang menjadi follower terhadap foto yang diunggah, pengguna Instagram lainnya dapat memberikan komentar dan memberi tanda suka (like) kepada foto tersebut bahkan membubuhi dengan stiker – stiker lucu dari aplikasi Instagram. Penggunanya juga bisa berbagi di berbagai jaringan sosial, dan berbagi dengan sesama pengguna. Awalnya aplikasi ini hanya ada di gadget produksi Apple (iPad, iPhone) tapi sekarang sudah tersedia di Android.

Instagram adalah jejaring sosial yang paling menyedihkan. Pernyataan ini dilontarkan di dalam sebuah majalah Amerika dan Instagram dianggap sebagai ajang unjuk kesombongan

Studi tentang komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication) juga kurang begitu banyak mendapat perhatian, kecuali dari kalangan yang berminat dalam psikologi behavioristik. Karena itu literatur yang membicarakan tentang komunikasi intrapersonal bisa dikatakan sangat langka ditemukan (Cangara, 1998: 31).

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Instagram membantu remaja mengkonstruksi


(22)

identitasnya?” dan penelitian ini akan ditujukan kepada para remaja yang memiliki akun di media baru Instagram.

1.3Tujuan Penelitian

Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir yang berangkat dari hal-hal yang khusus (fakta empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep). Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsumsi Instagram.

2. Untuk mengetahui bagaimana deksiprisi identitas remaja melalui Instagram. 3. Untuk mengetahui bagaimana memaknai kehadiran Instagram dalam perilakunya.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan pembuktian terhadap beberapa teori yang membahas tentang komunikasi intrapersonal.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konstruksi identitas remaja, dan dapat memperluas wawasan serta berguna bagi mahasiswa.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu pertimbangan kalangan remaja dalam mengkonsumsi media baru.


(23)

6

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Konstruktivis

Metodologi kualitatif berasal dari pendekatan interpretif (subjektif). Pendekatan interpretif ini mempunyai dua varian, yakni konstruktivis dan kritis.

Setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing. Salah satu paradigma yang sering digunakan untuk membantu memecahkan masalah penelitian adalah paradigma kontruktivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum postivis.

Paradigma konstruktivisme menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri. Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami serta mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.

Pendekatan subjektif muncul karena menganggap manusia berbeda dengan suatu benda. Manusia dianggap bebas dan aktif dalam berperilaku dan memaknai realitas sosial. Realitas merupakan hasil interaksi antarindividu. Jika kaum objektif memandang realitas sosial adalah teratur, dapat diramalkan dan relatif tetap, maka kaum subjektif memandang realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi sesama manusia. Pandangan subjektif menekankan penciptaan makna, artinya individu-individu melakukan pemaknaan terhadap segala perilaku yang terjadi. Hasil pemaknaan ini merupakan pandangan manusia terhadap dunia sekitar. Struktur sosial (yang didalamnya terdapat peran –peran, hukum-hukum, aturan-aturan, lembaga masyarakat) merupakan hasil negoisasi antar makna, karena itu bukanlah realitas yang tetap dan tidak bebas dari subjektivitas manusia. Struktur sosial adalah produk konstruksi sosial (Kriyantono, 2010: 55).

Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini dikatakan oleh Berger dan Lukman sebagai konstruksi sosial.


(24)

Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik.

Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat yang bersifat keseharian, hidup, dan berkembang di masyarakat. Seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakukan secara simultan.

Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui pemahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna –makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsensus. Makna subjektif adalah makna yang menginterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalui interaksi-interaksi sosial. Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikonstruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku di antara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam praktek-praktek kehidupan subjek penelitian (Rejeki, 2004:110). Sebagai contoh, menyatakan bahwa konsep seorang perempuan atau sebuah quark telah dikonstruksi sama dengan mengatakan bahwa perempuan atau quark itu sendiri juga dikonstruksi. Klaim bahwa entitas – entitas itu diciptakan oleh aktivitas manusia yang disengaja memang lebih kuat. Dalam kasus perempuan, mudah saja mengetahui bagaimana perempuan bisa jadi berubah haluan sehingga dapat dikonstruksi. Konstruksi ini adalah salah satu skenario yang masuk akal (namun sama sekali bukan sesuatu yang baru). Kita mulai dengan mengkonstruksi konsep


(25)

seorang perempuan. Kita memasukkan semua sifat (appurtenance) tradisional feminitas ke dalam konsep ini : kasih sayang, sifat manja, kecerdasan sosial, orientasi arah yang buruk, dan selanjutnya.

Secara alami, mereka yang menjadi sasaran konsep ini akan tahu bahwa konsep ini berlaku pada mereka. Pengetahuan ini membuat mereka bertingkah laku sedemikian (sesuai dengan sifat yang masuk kategori konsep), sehingga berbeda tingkah laku mereka akan berbeda jika saja mereka tidak dikategorikan demikian. Mungkin saja konstruksi ini membuat mereka memiliki orientasi arah yang buruk dengan cara meruntuhkan kepercayaan diri mereka. Hasilnya adalah konstruksi sosial yang bukan sekedar dilakukan atas konsep perempuan, tapi juga atas perempuan – perempuan. Perempuan berubah menjadi salah satu jenis makhluk yang tidak akan ada jika pola tertentu aktivitas manusia yang disengaja tidak terwujud (Kukla, 2003:6).

Konstruktivisme filosofis bersifat relativisme ontologis tentang entitas dan proses. Kita tidak memikirkan suatu fenomena yang dipelajari ilmuwan sebagai manifestasi yang tidak niscaya dari entitas dan proses yang ada secara objektif. Entitas dan proses teoretis justru dibentuk atau disusun oleh ilmuwan secara post hoc ( setelah entitas atau proses itu sendiri, menunjuk kesesatan berpikir bahwa suatu kejadian yang mengikuti kejadian lain adalah akibatnya). Sisi relativistik kedua konstruktivisme ini erat kaitannya dengan rasionalitas ilmiah.

Menurut para rasionalis non relativistic, harus dibuat keputusan ilmiah yang dapat dipertahankan, apalagi jika memang benar. Sesuai dengan standar universal yang mengatur penggunaan bukti ilmiah secara benar. Konstruktivis yang menyatakan bahwa mereka menganut semacam relativisme tentang rasionalitas, menolak universalitas standar semacam itu (Kukla, 2003:7).

Konstruktivisme dapat juga dibedakan berdasarkan jenis – jenis faktanya. Setiap orang adalah konstruktivis dalam beberapa hal. Hampir dipercaya secara universal bahwa fakta – fakta sosial tertentu-fakta tentang lembaga sosial, bahasa, kelas sosial, pemerintahan, sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem kekerabatan adalah apa yang didasarkan pada tindakan, kepercayaan, dan niat kita sendiri. Semua yang memproklamirkan diri sebagai musuh konstruktivisme tidak ingin mengakui bahwa fakta-fakta linguistik telah dikonstruksi. Seseorang menyebut dirinya konstruktivis karena mereka menganggap cakupan aktivitas konstruktif kita secara signifikan lebih besar daripada cakupan yang diduga pada umumnya. Pembedaan ini adalah kategori – kategori dalam konteks pendebatan tentang konstruktivisme.


(26)

Sebagai awal, terdapat fakta – fakta ilmiah yakni fakta yang ditemukan atau diciptakan (pada tahap ini, Anda bisa menentukan pilihan Anda) oleh institusi sains. Sedangkan fakta – fakta ilmu sosial disebut fakta – fakta sosial. Fakta ilmiah dan fakta sosial

dibedakan dari fakta sehari – hari.

Penemuan atau penciptaan fakta sehari – hari ini berlangsung di luar batas – batas kelembagaan sains atau kegiatan epistemik professional lainnya. Terakhir ada fakta tentang dunia yang tidak dapat diakses dengan metode apapun yang tersedia, namanya fakta noumenal. Fakta noumenal yang dikonstruksi merupakan fakta tentang aktivitas manusia yang tidak bisa diakses oleh pengetahuan manusia. Berbagai pandangan konstruktivis dapat diketahui dengan menegaskan atau menolak sifat konstruksi dari berbagai kombinasi fakta ilmiah, sosial, sehari-hari dan noumenal. Konstruktivisme kuat adalah tesis bahwa semua fakta yang pernah kita punyai telah dikonstruksi. Konstruktivisme sangat kuat adalah tesis yang lebih kuat bahwa semua fakta telah dikonstruksi , tidak ada realitas independen. Konstruktivisme ilmiah adalah tesis yang hanya menegaskan bahwa semua fakta ilmiah dikonstruksi. Konstruktivisme ilmiah tetap terbuka pada pertanyaan apakah fakta sosial atau fakta sehari – hari bersifat independen atau dikonstruksi. Konstruktivisme instrumental sebab konstruktivisme ini mengakui adanya kaitan yang erat dengan pandangan instrumentalis tradisional tentang sains (Kukla, 2003:40).

Paradigma ini hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paham ini menyatakan bahwa paham positivisme dan postpositivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkapkan realitas dunia, dan diganti dengan paham yang bersifat konstruktif. Paradigma konstruktivisme (interpretative) memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial dalam setting kehidupan sehari-hari yang wajar atau alamiah, agar bisa menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka (Salim, 2001:42)

2.2 Kajian Pustaka

Kerangka Teori adalah suatu kumpulan teori dan model literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teori, secara logis dikembangkan, digambarkan dan di elaborasi jaringan–jaringan dari asosiasi antara variabel yang dihasilkan melalui survei atau telaah literatur (Silalahi, 2009: 92).


(27)

Membangun kerangka teoritis akan membantu meningkatkan pengetahuan dan pengertian peneliti terhadap gejala dan hubungan antar gejala yang diamati.

Teori adalah gagasan atau ide untuk memandu orang memahami berbagai hal dan memberikan keputusan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan. Teori selalu berubah dari waktu ke waktu. Perubahan teori terjadi ketika orang menemukan hal baru atau mendapatkan perspektif baru. Teori dapat menentukan pola – pola dari peristiwa sehingga kita dapat mengetahui apa yang diharapkan akan terjadi. Teori membantu peneliti memutuskan apa yang penting dan apa yang tidak (Morissan, 2009: 1).

Dalam riset kualitatif, dimana proses risetnya berawal dari suatu observasi atau gejala, maka fungsi teori adalah membuat generalisasi-generalisasi yang abstrak melalui proses induksi. Riset kualitatif bersifat menjelajah (exploratory), dimana pengetahuan mengenai persoalan masih sangat kurang atau belum ada sama sekali dan teori-teorinya pun belum ada. Jadi teori sifatnya tidak mengekang si peneliti. Teori berfungsi sebagai pisau analisis, membantu peneliti untuk memaknai data, dimana seorang peneliti tidak berangkat (dilandasi) dari suatu jenis teori tertentu.

Peneliti bebas berteori untuk memaknai data dan mendialogkannya dengan konteks sosial yang terjadi. Teori membantu memperkuat interpretasi peneliti sehingga dapat diterima sebagai suatu kebenaran bagi pihak lain (peneliti melakukan blocking interpretation). Karena itu, dalam riset kualitatif tidak dikenal dengan istilah landassan teori. Dari proses pemaknaan data ini, dimungkinkan melahirkan teori-teori baru (Kriyantono, 2010: 46).

2.2.1. Teori Komunikasi

Wilbur Schramm mengatakan bahwa manusia itu tidak mungkin tidak berkomunikasi. Manusia dalam kehidupan sehari – hari tidak mungkin tidak berkomunikasi, kendati tengah berada di tengah keramaian kota besar, dan seolah merasa kesepian di kota itu. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia bahkan di tengah suasana masyarakat dimana persaingan makin ketat dalam memperoleh peluang berusaha dan meningkatkan karir, teknik–teknik komunikasi persuasif, taktis dan dialogis makin dibutuhkan. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tiddak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Schramm: 1982).


(28)

Walaupun istilah komunikasi sudah sangat akrab di telinga, namun membuat definisi mengenai komunikasi teryata tidaklah semudah yang diperkirakan. Stephen W. Little John mengatakan bahwa: communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, posses numerous meanings (komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata komunikasi bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti).

2.2.2 Teori Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah sebuah proses yang sering kali utamanya dianggap sebagai individualis, tidak personal, dan terisolasi, sehingga mendorong solidaritas serta rasa kebersamaan yang lebih rendah (Denis McQuail, 2011).

Menurut Karlinah dalam Karlinah dkk (1999) menyebutkan fungsi komunikasi massa secara khusus, adalah meyakinkan (to persuade), menganugerahkan status membius (narcotization), menciptakan rasa kebersatuan, privatisasi dan privatisasi dan hubungan parasosial.

Komunikasi masssa memiliki kapasitas untuk menyatukan individu yang tersebar di dalam khalayak yang lebih besar atau menyatukan pendatang baru ke dalam komunitas urban dan imigran ke dalam negara baru dengan menyediakan seperangkat nilai, ide dan informasi dan membantu membentuk identitas.

Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca / pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa (Nuruddin, 2003: 6)

Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang merupakan ciri dari komunikasi massa (mass communication), yang dilakukan melalui medium massa seperti televisi atau koran. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk – bentuk komunikasi lainnya adalah sama.


(29)

Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut (Nuruddin, 2003:16) : a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.

Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerjasama dengan beberapa orang.

b. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya penonton televisi itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan, kepercayaan dan agama yang berbeda pula.

c. Pesannya bersifat umum.

Pesan – pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Pesannya ditujukan pada khalayak yang plural.

d. Komunikasinya berlangsung satu arah.

Dalam media cetak seperti koran komunikasi hanya berjalan satu arah.

Kita tidak bisa langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Jadi komunikasi yang hanya berjalan satu arah itu akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback).

e. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan – pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

f. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis

Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik).

g. Komunikasi massa dikontrol oleh Gate Keeper

Gate Keeper atau sering disebut pentapis informasi sangat berperan dalam

penyebaran informasi melalui media massa. Gate Keeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami dan untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan – pesannya.

Kini pernyataan tentang fungsi komunikasi massa bagi masyarakat disandingkan dengan fungsi media massa pada tingkatan individu. Kita lakukan pergantian dari wide angle lens (sudut pandang lensa jauh) kepada close up lens (sudut pandang lensa dekat) dan kita


(30)

fokuskan pada bagaimana individu menggunakan media komunikasi massa. Dengan perkataan lain, kita berpindah dari analisis makro ke analisis mikro. Pada setiap tingkatan individu kita, ia melakukan pendekatan fungsional yang diberi nama uses and gratification model. Dalam bentuk paling sederhana, uses and gratification model adalah memosisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Dominick, 2000:40).

Pengharapan dan ketakutan (terutama yang kedua) yang berlebihan dalam literatur umum dan penelitian mengenai pengaruh media terhadap anak-anak, terlepas dari isu kekerasan dan kejahatan. Banyak penelitian telah dilakukan terhadap penggunaan dan respon anak-anak kepada media (terutama televisi) dari awal hingga kini (misalnya Himmelweit et al, 1958; Schramm et al, 1961; Noble, 1975; Brown, 1976; Carlsson dan von Feilitzen, 1998; Buckhingham, 2002; Livingstone, 2002). Di antara ide-ide yang diungkapkan dan diuji mengenai efek yang tidak dinginkan adalah pengharapan dari media berikut ini (McQuail, 2011:243) :

- Peningkatan dalam isolasi sosial

- Pengurangan waktu terhadap pekerjaan rumah - Sifat pasif yang semakin meningkat

- Berkurangnya waktu untuk bermain dan berolahraga (penggantian) - Mengurangi waktu untuk membaca (karena televisi)

- Melemahkan otoritas orang tua

- Pengetahuan dan pengalaman seksual secara dini - Kebiasaan makan tidak sehat dan obesitas

- Dukungan akan kecemasan terhadap citra diri yang berujung pada anoreksia - Kecenderungan depresif

Efek yang menguntungkan yang dilekatkan pada media termasuk: - Persyaratan sebagai basis untuk interaksi sosial

- Mempelajari mengenai dunia yang lebih luas - Mempelajari sikap dan perilaku prososial - Efek pendidikan

- Membantu membentuk identitas - Membangun imajinasi


(31)

Banyak hipotesis di atas dapat didukung sebagai masuk akal menurut teori pembelajaran sosial dan jumlah yang telah diteliti (lihat Perse, 2001). Tidak ada kesimpulan umum yang mungkin dan tidak ada satupun yang dapat dianggap benar-benar terbukti atau benar-benar salah. Pengalaman penelitian mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap banyak pengaruh lain yang berkontribusi terhadap salah satu dari efek ini.

Penggunaan media yang berlebihan sering kali dinilai sebagai sesuatu yang berbahaya dan tidak sehat (terutama bagi anak-anak), mendorong kecanduan, keterasingan dari realitas, mengurangi kontak sosial, pengalihan dari pendidikan, dan pergeseran aktivitas yang lebih berguna. Televisi telah menjadi tertunduh utama, tetapi film dan komik dahulu juga dianggap demikian, sementara video game, komputer dan internet telah menjadi pelaku kriminal terakhir.

Terdapat pertanyaan mengenai masa depan khalayak, terutama dalam sorotan perubahan teknologi komunikasi, menghasilkan kekayaan dan interaktivitas (Livingstone, 2003). Salah satu proposisi adalah bahwa khalayak (sekelompok pengguna) akan menjadi semakin terpecah belah dan semakin terfragmentasi dan kehilangan identitas nasional, lokal atau budaya. Di sisi lain, jenis baru integrasi berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama. Lebih banyak pilihan untuk pembentukan khalayak berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari kesamaan kesukaan tersedia untuk lebih banyak orang, dan akan terdapat lebih banyak kebebasan dan pilihan.

Kini pernyataan tentang fungsi komunikasi massa bagi masyarakat disandingkan dengan fungsi media massa pada tingkatan individu. Kita lakukan pergantian dari wide angle lens (sudut pandang lensa jauh) kepada close up lens (sudut pandang lensa dekat) dan kita fokuskan pada bagimana individu menggunakan media komunikasi massa. Dengan perkataan lain, kita berpindah dari analisis makro ke analisis mikro. Pada setiap tingkatan individu kita melakukan pendekatan fungsional yang diberi nama uses and

gratification model.

Dalam bentuk paling sederhana, uses and gratification model adalah memposisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Dominick, 2000:40).

Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut media gratifications. Sejumlah peneliti mengklasifikasikan berbagai penggunaan dan kepuasan ke dalam empat kategori


(32)

sistem : cognition (pengetahuan), diversion (hiburan), social utility (kepentingan sosial), dan withdrawal (pelarian).

Cognition(kognisi/pengetahuan). Kognisi mendasari tindakan seseorang untuk mengetahui

sesuatu. Seseorang menggunakan media massa untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai bagian dari kognisi. Lebih jauh, kognisi yang dimiliki individu dalam menggunakan media secara langsung sama dengan fungsi pengawasan (surveillance function) pada tingkat analisis makro. Alasan-alasan ini merupakan bentuk current events (peristiwa-peristiwa terkini) dari kepuasan kognitif mereka.

Ada pula orang-orang yang mengemukakan alasan-alasan menggunakan media sebagai berikut:

(1) Saya ingin belajar bagaimana melakukan sesuatu, yang sebelumnya tak pernah dilakukan.

(2) Saya ingin memuaskan rasa ingin tahu saya.

(3) Media membuat saya ingin belajar lebih tentang sesuatu. (4) Media memberi saya ide-ide.

Pernyataan-pernyataan tersebut mengilustrasikan bentuk kognisi kedua bagi pengguna media untuk memuaskan hasrat memperoleh pengetahuan.

Diversion (hiburan). Kebutuhan dasar lainnya pada manusia adalah hiburan. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yang dikemukakan para peneliti sebagai berikut:

(1) Stimulation atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari kegiatan rutin.

(2) Relaxation (santai) atau pelarian dari tekanan dan masalah.

(3) Emotional release (pelepasan emosi) dari perasaan dan energi yang terpendam.

Social utility (kepentingan sosial). Pakar psikologi mengidentifikasi penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dan yang lainnya dalam masyarakat. Fungsi media untuk memenuhi kebutuhan ini disebut social utility. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program televisi, film terbaru atau program radio siaran terbaru. Media menjadi

conversational currency (pembicaraan topik yang hangat). Media memberikan kesamaan


(33)

Withdrawal (pelarian). Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai, tetapi juga sebagai withdrawal (pelarian). Orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dan orang-orang lain atau menghindari aktivitas lain.

Elemen dasar seluruh isi media massa, baik itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, atau hasil analisis berupa artikel opini, adalah bahasa (verbal dan non verbal). Isi instagram menggabungkan bahasa tulisan, gambar, dan bunyi-bunyian

(audiovisual). Dengan bahasa para pengguna mengkonstruksikan setiap realitas yang

dialaminya.

Fungsi lainnya dari tanda adalah mencapai suatu tujuan. Untuk kepentingan si pengguna (informan), tanda berfungsi :

(1) Untuk menyadarkan (sense) follower akan sesuatu yang dinyatakannya untuk kemudian supaya memikirkannya.

(2) Untuk menyatakan perasaan (feeling) atau sikap dirinya terhadap suatu objek. (3) Untuk memberitahukan (convey) sikap informan terhadap khalayaknya.

(4) Untuk menunjukkan tujuan atau hasil yang diinginkan oleh si informan, baik disadari atau tidak.

Bagi kepentingan follower, tanda berfungsi : (1) Menunjukkan (indicating) pusat perhatian (2) Memberi ciri (characterizing)

(3) Membuat dirinya sadar akan permasalahan (realizing) (4) Memberi nilai (valuing) positif atau negative

(5) Mempengaruhi (influencing) khalayak untuk menjaga atau mengubah status quo (6) Untuk mengendalikan suatu kegiatan (fungsi), dan

(7) Untuk mencapai suatu tujuan (purposing) yang ingin dicapainya dengan memakai kata-kata tersebut.

Kraus dan Davis mengelompokkan cara media mengkonstruksikan realitas sosial ke dalam lima cara, yaitu :

- Pencitraan

- Pembuatan realitas komunikasi - Penganugerahan status


(34)

- Agenda setting

Dengan dalilnya yang terkenal, “world outside and pictures in our heads.”, Walter Lippmann sudah sejak lama menyadari fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh terhadap khalayak. Fungsi media, menurutnya adalah pembentuk makna (the meaning construction of the press); bahwasanya interpretasi media massa terhadap berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka. Walaupun secara tidak khusus menyebut fungsi bahasa dalam menentukan gambaran suatu realitas, Lippman tentu tak bisa membantah bahwa penggambaran itu pasti dilakukan melalui bahasa, baik itu verbal ataupun non verbal. Sementara media adalah wahana dimana bahasa itu didayagunakan dalam mengkonstruksikan realitas.

2.2.3 Teori New Media

Media baru adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan digitalisasi dan ketersediaannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat komunikasi. Kontribusi pokoknya adalah untuk menjembatani jurang lebar yang terbuka antara dunia publik dan privat, antara dunia kehidupan dan dunia sistem serta organisasi. Jurang ini dapat bertambah akibat jalan dari jalan tol elektronik baru. Media baru dapat membantu merekatkan kembali individu setelah efek tercerai – berai akibat dari efek modernisasi.

Terdapat pertanyaan mengenai masa depan khalayak, terutama dalam sorotan perubahan teknologi komunikasi, menghasilkan kekayaan dan interaktivitas (Livingstone, 2003). Salah satu proposisi adalah bahwa khalayak (sekelompok pengguna) akan menjadi semakin terpecah belah dan semakin terfragmentasi dan kehilangan identitas nasional, local atau budaya. Di sisi lain, jenis baru integrasi berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama. Lebih banyak pilihan untuk pembentukan khalayak berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama. Lebih banyak pilihan untuk pembentukan khalayak berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari kesamaan kesukaan tersedia untuk lebih banyak orang, dan akan terdapat lebih banyak kebebasan dan pilihan (Hal. 155)


(35)

Dari serangkaian teknologi baru yang memusingkan, internet muncul di pertengahan 1990-an sebagai medium massa baru yang amat kuat. Apakah internet itu? Ia adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menggabungkan komputer. Dengan beberapa kali mengklik tombol mouse kita akan masuk ke lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia. Perbedaan signifikan dari media massa adalah internet bersifat interaktif. Internet mempunyai kapasitas untuk memampukan orang berkomunikasi, bukan sekedar menerima pesan belaka, dan mereka bisa melakukannya secara real time (Morissan, 2009:262) Internet berasal dari jaringan computer Departemen Pertahanan AS yang diciptakan pada 1969 yang disebut ARPAnet, singkatan dari Advanced Research

Project Agency Network yang hanya menautkan empat komputer, di Universitas

California di Los Angeles (UCLA), Universitas California di Santa Barbara, Universitas Utah dan Lembaga Penelitian Stanford (Stanford Research Institute/SRI). Pesan Internet pertama, antara UCLA dan SRI, juga merupakan pesan pertama yang gagal. Selama lebih dari dua dasawarsa setelah itu, hanya seidkit akademikus dan ahli komputer yang melakukan online. Melakukan log masuk (log on), mengirim e-mail, dan menggali informasi mengharuskan pemakai mengetik rangkaian panjang perintah-perintah yang rumit. Kemudian pada tahun 1991, sebuah tim di European

Particle Physics Laboratory (CERN) yang dipimpin oleh Tim Berners Lee

mengembangkan sistem komputer yang berhubungan melalui pranala (hyperlink) yang mereka sebut World Wide Web. Dua tahun kemudian, Mosaic yang merupakan peramban (browser) pertama dengan grafik antarmuka (graphic interface), dibuat menggunakan web semudah menunjuk dan mengklik. Itu adalah permulaan revolusi komunikasi (Hernandez. 2007:34).

Pentagon membangun jaringan untuk bertukar informasi dengan kontraktor militer dan universitas yang melakukan riset militer. Pada 1983, National Science

Foundation, yang diberi tugas mempromosikan sains, mengambil alih proyek ini.

Jaringan National Science Foundation ini menarik lebih banyak pengguna, banyak diantaranya yang punya jaringan internal sendiri. Misalnya, kebanyakan universitas yang bergabung dengan jaringan NSF punya jaringan komputer intrakampus. Jaringan NSF kemudian menjadi konektor untuk ribuan jaringan lainnya. Untuk sistem backbone yang menghubungkan jaringan – jaringan, Internet adalah nama yang tepat. Pada 1996, Internet telah tumbuh dengan lalu lintas data yang padat. Para teknisi


(36)

jaringan universitas mendesain backbone berkecepatan tinggi untuk menghubungkan jaringan-jaringan riset. Jaringan ini dinamakan Internet dan mulai dijalankan pada 1999, membawa data dengan kecepatan 2,4 gigabits per detik – empat kali lebih cepat ketimbang pendahulunya. Konsorsium yang memiliki internet mencakup 203 universitas riset, 526 akademi, dan 551 komunitas universitas. Penggunaannya tak lagi sekadar berbagi informasi tetapi juga pembelajaran jarak jauh. Bahkan dengan upgrade sampai 10 gigabits per detik pada 2003, tetap terjadi kepadatan arus data (Vivian, 2008:266).

Sekitar tahun 1995 itulah anak-anak muda mulai melakukan online dalam jumlah besar. Gallup survei pada tahun 1995 menemukan 9 persen remaja mengatakan bahwa mereka telah menggunakan Internet sebelumnya,dibandingkan 94 persen yang telah mendengarkan radio, dan 93 persen yang telah menonton televisi. Pada tahun 1997, 55 persen remaja mengatakan mereka pernah menggunakan Internet dalam hidupnya, meskipun hanya 29 persen yang memiliki akses di rumah. Saat ini , Internet berdiri dengan kokoh sebagai bentuk baru media massa, bergabung dengan televisi, radio dan media cetak. ( Hernandez, 2007:34)

2.2.4 Teori Intrapersonal Communication

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi di dalam komunikator atau lazim disebut komunikasi dengan diri sendiri. Misalnya, Anda bertanya kepada diri sendiri, ‘Dalam situasi ini, apa yang sebaiknya saya lakukan? Dalam komunikasi intrapribadi, Anda bertindak sebagai komunikator dan sekaligus komunikan, orang kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Komunikasi intrapribadi merupakan dasar komunikasi antarpribadi. Ketika berbicara dengan orang lain, sesungguhnya Anda telah merampungkan suatu proses berkomunikasi dengan diri sendiri, ‘Apa yang ingin saya tanyakan? Pesan apa yang akan saya sampaikan? Bagaimana sebaiknya cara menyampaikannya?‘ Proses ini berlangsung dengan cepat, nyaris tanpa disadari lagi, kecuali ketika Anda pertama kali belajar berbicara atau pertama kali menggunakan bahasa asing yang belum terlalu Anda kuasai (Vardiansyah, 2004: 30).

Terjadinya proses komunikasi di sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Objek


(37)

dalam hal ini bisa saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun dalam diri seseorang.

Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelha mendapat rangsangan dari panca indera yang dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang. Dalam proses pengambilan keputusan, seringkali seseorang dihadapkan pada pilihan ya atau tidak. Keadaan seperti ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Cara ini hanya bisa dilakukan dengan metode komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri.

Melalui komunikasi dengan diri sendiri, orang dapat berpikir dan mengendalikan diri bahwa apa yang ingin dilakukan mungkin saja tidak menyenangkan orang lain. Jadi komunikasi dengan diri sendiri dapat meningkatkan kematangan berpikir sebelum menarik keputusan. Ia merupakan proses internal yang dapat membantu dalam menyelesaikan suatu masalah (Cangara,1998:30). Kita melakukan komunikasi intrapersonal apabila kita berbicara dengan diri kita sendiri untuk mengembangkan pemikiran dan ide – ide kita sendiri. Komunikasi intrapersonal ini mendahului ucapan atau tindakan kita. (Vivian,2008:450).

2.2.5 Teori Konstruksi Identitas

Teori Identitas sosial ini dipelopori oleh Henri Tajfel (1995). Menurut teori ini, identitas sosial seseorang ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan – hubungan sosial yang rumit (Sarwono, 2005: 90).

Kita mendapatkan sebagian besar identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya, seperti keluarga, komunitas, subkelompok budaya, dan berbagai ideologi berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya ada satu dimensi atau beberapa dimensi identitas-gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin – maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam ‘proses untuk menjadi’ (the process of becoming), yaitu ketika kita


(38)

memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat(Morissan, 2009: 85).

Menurut teori ini, identitas sosial seseorang sering ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan-hubungan sosial yang rumit (Sarwono, 2005: 90).

Kita mendapatkan sebagian identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya seperti keluarga, komunitas, sub kelompok budaya, dan berbagai ideologi berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya da satu dimensi atau beberapa dimensi identitas gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin, maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam ‘proses untuk menjadi’ (the process of becoming), yaitu ketika kita memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat.

2.2.5 Teori Identitas Diri

George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui (an organism having self) interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Jadi kita mengenal diri kita lewat orang lain, yang menjadi cermin yang memantulkan bayangan kita.

Charles Horton Cooley menyebut konsep diri itu sebagai the looking glass self, seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita jelek. Kedua, kita Membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Rakhmat, 1998: 99). Dengan mengamati diri kita, dan memberikan gambaran tentang penilaian diri kita itulah yang disebut konsep diri.

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran desktiptif, tetapi juga penilaian Anda tentang diri Anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Seperti definisi menurut Anita Taylor, konsep diri sebagai “all you think and


(39)

feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself” (1977:98).

Ada dua komponen konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem).

Secara signifikan ditentukan oleh apa yang seseorang pikirkan mengenai pikiran orang lain terhadapnya, jadi menekankan pentingnya respon orang lain yang diinterpretasikan secara subjektif sebagai sumber primer data mengenai diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi, Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri.

Kesan yang orang lain miliki tentang diri kita dan cara mereka bereaksi terhadap kita sangat bergantung pada cara kita berkomunikasi dengan mereka, termasuk cara kita berbicara dan cara kita berpakaian. Proses umpan balik ini dapat berubah arah. Ketika kita melihat orang lain bereaksi terhadap kita dan kesan yang mereka miliki tentang kita, kita boleh jadi mengubah cara kita berkomunikasi karena reaksi orang lain itu tidak sesuai dengan cara kita memandang diri kita. Jadi citra yang anda miliki tentang diri anda dan citra yang orang lain miliki tentang diri anda berkaitan dalam komunikasi (Mulyana, 2005: 11).

2.2.6 Kerangka Pemikiran Komunikasi Massa

Media Baru

Penggunaan Instagram Komunikasi Intrapersonal

Konstruksi Identitas


(40)

23

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu hanya memaparkan proses, makna atau situasi. Penelitian ini tidak mencari hubungan atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2004:24). Metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian yang mempelajari secara intensif atau mendalam satu anggota dari kelompok sasaran suatu subjek penelitian (Silalahi, 2009:186).

Penelitian kualitatif merupakan suatu metode yang melibatkan suatu pendekatan interpretif dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya.

Metodologi penelitian bertujuan untuk menggambarkan bagaimana peneliti akan mengumpulkan serta menganalisis data yang ada. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.

Peneliti adalah bagian integral data, artinya peneliti ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti menjadi instrument penelitian yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian ini bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat dibuat bersamaan atau sesudah penelitian. Desain dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan penelitian (Kriyantono. 2010: 57).

Pada jenis deskripitif, peneliti diharapkan bisa mengemukakan konseptualisasi yang lebih jelas dan telah memiliki definisi konseptual dari gejala yang akan diteliti (yang sekaligus memperlihatkan dimensi-dimensi atau subdimensi dari konsep/gejala permasalahan yang akan diteliti).


(41)

Definisi konseptual ini diperoleh setelah periset membuat kerangka konsep atau landasan teori. Biasanya dalam riset deskriptif, konsep yang akan diriset hanya tunggal, karenanya tidak ada upaya mencari analisis hubungan antar konsep (Kriyantono. 2010: 83)

Analisis kualitatif adalah analisis yang tidak menggunakan model matematik, model statistik dan ekonometrik atau model – model tertentu lainnya. Analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik pengolahan datanya, seperti pada pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini sekedar membaca tabel – tabel, grafik – grafik, atau angka – angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian dan penafsiran (Hasan, 2002:98).

Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Kasus memiliki batas, lingkup kajian, dan pola pikir tersendiri, sehingga dapat mengungkapkan realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik serta menantang. Studi kasus biasanya banyak mengungkapkan hal-hal yang sangat detail serta melihat apa yang tidak bisa diungkapkan oleh metode lain, dan dapat menangkap makna yang ada di belakang kasus dalam kondisi objek secara netral.

Dilihat dari aspek pemilihan kasus sebagai objek penelitian, ada tiga macam studi kasus yaitu Intrinsic Case Study, Instrumental Case Study dan Collective Case Study (Salim, 2001:101).

Intrinsic Case Study dilakukan untuk memahami secara lebih baik tentang

suatu kasus tertentu. Jadi studi terhadap kasus ini karena peneliti ingin mengetahui secara intrinsik mengenai fenomena, keteraturan dan kekhususan dari suatu kasus, bukan untuk alasan eksternal lainnya. Instrumental Case Study untuk alasan eksternal, bukan karena kita ingin mengetahui tentang hakikat kasus tersebut. Kasus yang ada dijadikan sebuah instrument untuk memahami hal lain di luar kasus, misal membuktikan sebuah teori yang sebelumnya sudah ada. Collective Case Study untuk menarik kesimpulan atau generalisasi terhadap fenomena atau populasi dari kasus tersebut. Jenis studi kasus ini ingin membentuk sebuah teori berdasarkan persamaan dan keteraturan yang didapat dari setiap kasus yang diselidiki. Penelitian ini termasuk collective case study yang ingin menarik kesimpulan tentang bagaimana instagram membantu remaja mengkonstruksi identitas mereka.

Berdasarkan jumlah atau besaran kasus yang tercakup dalam proses pengkajian, studi kasus dapat dilihat sebagai 4 macam model pengembangan


(42)

(Mooney, 1988) yaitu Kasus Tunggal dengan Single Level Analysis, Kasus Tunggal dengan Multi level Analysis, Kasus Jamak dengan Single Level Analysis dan Kasus Jamak dengan Multi LevelAnalysis.

(1) Studi Kasus Tunggal dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting.

(2) Studi Kasus Tunggal dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

(3) Studi Kasus Jamak dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting.

(4) Studi Kasus Jamak dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai masalah penting. Penelitian ini termasuk studi kasus tunggal dengan single level analysis dimana yang ingin diteliti adalah informan remaja pengguna instagram dan media instagram.

Studi kasus tunggal dan kasus jamak dengan unilevel analysis dan multilevel analysis memiliki tiga jenis model pengkajian yang berbeda yaitu explorative (mengadakan penjajakan fenomena yang diteliti), descriptive (menggambarkan deskriptif fenomena yang diteliti) dan explanative (menjelaskan fenomena yang diteliti). Penelitian ini merupakan descriptive.

Penelitian studi kasus merupakan metode riset yang menggunakan berbagai sumber data yang dapat digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2008: 66).

3.2.Objek Penelitian

Objek penelitian adalah karakteristik tertentu yang memiliki skor, atau ukuran yang berbeda untuk individu yang berbeda. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah konstruksi identitas diri.


(43)

Hasil penelitian kualiatif lebih bersifat kontekstual dan kausistik yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan, karena itu pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel melainkan informan. Untuk studi kasus, jumlah individu yang menjadi informan dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang-orang yang dapat dijadikan informan adalah orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja yang mudah diakses (Bodgan, 1992:5).

Subjek penelitian adalah oknum yang memiliki sifat/ karakteristik/ keadaan yang akan diteliti itu (objek penelitian). Dalam penelitian ini, yang akan dimintai informasi atau data yang berkenaan dengan konstruksi identitas diri adalah remaja.

Banyak pandangan yang mengungkapkan batasan usia remaja. Diantaranya adalah WHO (Sarwono, 2011) mengungkapkan batasan usia remaja didasarkan masa kesuburan. Kurun usia tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal usia 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun. Berbeda dengan WHO, Monks dkk ( 1999) mengungkapkan batasan remaja dibagi atas tiga bagian, yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir.

a. Remaja awal (12 – 15 tahun)

Pada masa ini remaja mengalami perubahan dan pertumbuhan jasmani yang snagat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada masa ini remaja tidak ingin disebur kanak – kanak walaupun kenyataanya individu belum bisa meninggalkan pola kekanak – kanakannya. Selain itu pada masa remaja ini belum tahu apa yang diinginkannya, remaja sering merasa sunyi, ragu – ragu, tidak puas dan merasa kecewa (Kartono, 1990).

b. Remaja pertengahan (15 – 18 tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini bersifat kekanak – kanakan namun sudah mulai timbul unsur baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menemukan nilai – nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Dari perasaan yang penuh keraguan pada usia remaja awal maka pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri yang lebih berbobot. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang telah dilakukannya. Selama pada masa ini remaja mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya (Kartono,1990). c. Remaja akhir (18 – 21 tahun)


(44)

Remaja pada masa ini sudah merasa mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri, dengan itikad baik dan keberanian.

Remaja mulai memahami arah kehidupannya, dan menyadari tujuan

hidupnya. Remaja sudah mulai mempunyai pendirian sendiri berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya. (Kartono, 1990).

3.4.Unit Analisis

Teknik pemilihan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara purposif. Sumber data yang digunakan disini tidak sebagai sumber data yang mewakili populasinya, tetapi mewakili informasi. Berdasar kepada akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber yang mantap (HB. Sutopo, 2006: 64).

Unit analisis pada penelitian saya adalah identitas diri remaja.

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Data ini merupakan bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai anggota masyarakat tertentu yang menjadi objek riset.

Secara garis besar data dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:

(a) data yang diperoleh dari interviews (b) data yang diperoleh dari observasi

(c) data yang berupa dokumen, teks, atau karya seni yang kemudian dinarasikan (dikonservasikan ke dalam bentuk narasi).

Transkrip dari hasil interview atau percakapan dengan subjek, catatan lapangan yang dibuat ketika observasi, catatan berkenaan dengan shot adegan, dokumen – dokumen organisasi atau bentuk-bentuk perkumpulan, semuanya adalah data (Pawito, 2007: 96).

Pada dasarnya metode-metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sekaligus juga adalah metode analisis data dengan kata lain prosedur metode sekaligus juga adalah strategi analisis data itu sendiri, sehingga proses pengumpulan data juga sekaligus adalah proses analisis data. Proses pengumpulan data adalah proses analisis data, karena itu setelah data dikumpulkan, berarti peneliti sudah mengumpulkan datanya.


(45)

Wawancara mendalam dan observasi ini merupakan wujud pendekatan konstruktivis, yaitu menganggap bahwa realitas ada dalam pikiran subjek yang diteliti.

1. Metode Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator, sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Biasanya yang diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi di antara subjek yang diriset. Peneliti ketika memulai penelitian sebelumnya mengamati informan mana yang memahami tentang objek penelitian, untuk bisa berbagi informasi awal tentang objek penelitian maupun infoman penelitian.

Suatu kegiatan observasi baru bisa dimasukkan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian bila memenuhi syarat sebagai berikut (Kriyantono. 2010: 110):

- Observasi digunakan dalam riset dan telah direncakan secara sistematik. - Observasi harus berkaitan dengan tujuan riset yang telah ditetapkan.

- Observasi yang dilakukan harus dicatat secara sistematis dan dihubungkan dengan proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai sesuatu yang hanya menarik perhatian.

- Observasi dapat dicek dan dikontrol mengenai validitas dan reliabilitasnya. 2. Metode Wawancara adalah percakapan antara peneliti-seseorang yang berharap

mendapatkan informasi dan informan-seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek. Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Agar mendapatkan data yang diharapkan, peneliti menggunakan teknik interview

guide yaitu dengan membuat panduan pertanyaan wawancara untuk menggali

pertanyaan guna mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dengan begitu, fokus penelitian dapat lebih terjaga dan dapat digunakan dalam waktu yang terbatas serta lebih sistematis.

Wawancara dalam riset kualitatif , yang disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara secara intensif (intensive-interview) dan kebanyakan tak berstruktur. Tujuannya untuk mendapatkan data kualitatif yang mendalam.


(46)

Metode wawancara mendalam adalah metode riset dimana periset melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus menerus (lebih dari satu kali) untuk menggali informasi dari responden (informan/intensive interviews). Metode ini memungkinkan periset mendapatkan alasan detail dari jawaban informan yang antara lain mencakup opininya, motivasinya, nilai-nilai ataupun pengalaman-pengalamannya.

Dalam pelaksanaannya, metode wawancara mendalam ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara responden (orang yang diwawancarai hanya sekali) dengan informan (orang yang ingin periset ketahui/pahami dan yang akan diwawancarai beberapa kali. (Kriyantono. 2010: 64).

Wawancara mendalam dilakukan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan secara intensif dan peneliti tidak mempunyai kontrol atas informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Dengan demikian, keabsahan wawancara mendalam adalah keterlibatan pewawancara dalam kehidupan informan (Bungin, 2008:108).

3.6.Keabsahan Data

Untuk menjadikan penelitian kualitatif ini dapat dinilai baik, Poerwandari mengingatkan harus ada lima kriteria yang terpenuhi (Poerwandari, 2001: 102-106). 1. Keterbukaan yaitu intensitas peneliti dalam mendiskusikan hasil temuannya ini dengan orang lain yang dianggap menguasai bidangnya.

2. Konformabilitas, yaitu kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya sehingga memungkinkan pihak lain melakukan penelitian

3. Kebenaran yang dimaksud disini adalah kebenaran yang sebagian besar tergantung pada perspektif orang yang terlibat di dalamnya, dan oleh karenanya tergantung pada konteks situasi sekaligus internal pemberi definisi.


(47)

4. Kredibilitas yang terletak pada keberhasilan mencapai maksud, kemampuan mengeksplorasi masalah, mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Peneliti berhasil menggali semua informasi yang dibutuhkan dalam satu kali wawancara mendalam.

5. Transfebilitas, sejauh mana penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok dapat diaplikasikan ke dalam kelompok lain dengan memperhatikan setting atau konteks dalam mana studi akan dipindahkan haruslah relevan atau memiliki kesamaan.

Penilaian kesahihan riset kualitatif biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan data dan analisis interpretasi data. Jenis-jenisnya adalah :

a. Kompetensi Subjek Riset

Artinya subjek riset harus kredibel, caranya dengan menguji jawaban-jawaban pertanyaan berkait dengan pengalaman subjek.

b. Trustworthiness

Yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkap realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan. Trustworthiness ini mencakup dua hal:

- Authenticity, yaitu memperluas konstruksi personal yang dia ungkapkan.

Periset memberi kesempatan dan memfasilitasi pengungkapan konstruksi personal yang lebih detail, sehingga memengaruhi mudahnya pemahaman yang lebih mendalam.

- Analisis Triangulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya yang tersedia). c. Intersubjectivity Agreement

Semua pandangan, pendapat atau data dari suatu subjek didialogkan dengan pendapat, pandangan, atau data dari subjek lainnya. Tujuannya untuk menghasilkan titik temu antar data (intersubjectivity agreement).

d. Conscientization

Adalah kegiatan berteori, ukurannya : dapat melakukan ‘blocking interpretation’, mempunyai basis teoretis yang mendalam dan kritik harus tajam. Kegiatan berteori ini harus bisa memaparkan dua hal, yaitu :

- Historical situatedness (Ideographic) : sesuaikan analisis dengan konteks sosial dan budaya serta konteks waktu dan historis yang spesifik sesuai kondisi dimana riset terjadi.


(48)

- Unity theory & praxis : memadukan teori dengan contoh praktis (Kriyantono. 2010: 73).

3.7.Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui perangkat metodologi tertentu.

Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi. Tahap analisis data memegang peranan penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama penilaian kualitas tidaknya riset. Artinya kemampuan peneliti memberi makna kepada data merupakan kunci apakah data yang diperolehnya memenuhi unsur reliabiliatas dan validitas atau tidak. Reliabilitas dan validitas data kualitatif terletak pada diri periset sebagai instrument riset.

Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Analisis data kualitatif memaparkan tentang kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas dan dideskripsikan. Saat memberikan makna pada data yang dikumpulkan maka pada saat itulah peneliti menganalisis data. Proses analisis data ini diawali dengan mengevaluasi data yang diperoleh guna memastikan keakuratan data. Setelah itu, data diedit lalu ditafsirkan dan kemudian dipaparkan sebagai hasil penelitian serta membuat kesimpulan akhir.

Proses Analisis Data Kualitatif Fakta Empiris

Berbagai Data di Lapangan

Analisis/Klasifikasi Data/Kategorisasi

Ciri-ciri umum

Pemaknaan / Interpretasi Ciri-ciri umum

Kesahihan Data : -Kompetensi Subjek -Authenticity & Triangulasi -Intersubjectivity

Agreement

BERTEORI & KONTEKSTUAL


(1)

Tabel Kategorisasi Hasil Penelitian No

.

Kategori Arini Melati Winda Syahfitri Nanda

1. Makna Instagram Memshare foto Mengabadikan best moment Memposting foto Media sosial Share moment dan promosi bisnis 2. Status Sosial Tidak

mempengaru hi

Menjadi eksis Tidak mempengaru hi Lupa jati diri Memberi label/ memvonis 3. Jumlah

follower

120 108 199 506 662

4. Jumlah following

120 69 134 100 262

5. Intensitas Menggunakan Instagram

Jarang Sejam sekali Setiap hari Setiap hari Jarang

6. Media sosial lain yang digunakan Twitter, Line, Facebook, Soundcloud, Snap

Path Path, Line, Askfm, Snap chat,

Soundcloud

Skype Path, Twitter, Askfm, Facebook, Friendster, Whatsapp, Yahoo 7. Online shop Tidak pernah

beli

Pernah beli Pernah beli Pernah beli dan ditipu

Pernah beli 8. Edit Foto Otomatis jadi

suka edit

Tambah suka edit foto

Suka Suka Menjadi

pandai edit 9. Lama

menggunakan instagram

2 Tahun 2-3 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 1,5 Tahun

10. Gadget yang digunakan

Samsung Galaxy

Samsung Core Samsung Core

Samsung W

iPhone dan Android 11. Awal mengenal

instagram

Teman sekelas

Teman Teman Pacar Teman

12. Fungsi/keguna an menggunakan instagram Melihat feeds, fashion, artis & update info terbaru Melihat feeds teman dan akun pengguna lain Melihat feeds, akun teman, trend dan akun teman lama Stalking orang lain Melihat feeds, akun pengguna lain, beautiful place & update artis 13. Alasan

menggunakan Instagram Trend dan supaya eksis Bisa mengekspresik an diri,

gaul-Trend Supaya doi bisa

melihat

Eksis dan mengenal teman


(2)

gaulan dan mengabadikan moment perkemban gan saya dan sebaliknya perkemban gan zaman. berbagai kalangan

14. Dampak memakai Instagram Mudah bergaul, nambah teman dan mengerti informasi terbaru Menjalin komunikasi kembali dengan teman lama dan jadi suka foto. Menjadi fashionable Jadi suka foto, narsis. Eksis

15. Pengaruh dalam pergaulan Berbeda dengan dunia nyata dan canggung Eksis dan semakin akrab dengan teman-teman Eksis dan teman jadi tahu talenta saya Ada teman yang iri Ada teman yang iri

16. Foto di akun pribadi

Foto artis dan diri sendiri Foto kebersamaan Foto selfie, foto perform Foto diri sendiri Foto pribadi 17. Citra pemilik

instagram

Biasa aja Nerd dan ekspresi saja Gadis yang bertalenta Anak yang sederhana Tidak kampungan Tidak Private Private Private Private Private


(3)

Pedoman Wawancara 1. Sejak kapan Anda memakai instagram?

2. Anda tahu instagram darimana dan gadget apakah yang Anda pakai? 3. Berapa banyak follower Anda? Apakah Anda mengenal follower itu? 4. Apa yang Anda lakukan saat membuka instagram?

5. Mengapa memilih instagram?

6. Bagaimana instagram mempengaruhi status Anda di dunia nyata atau dalam pergaulan Anda?

7. Apakah instagram mempengaruhi hubungan Anda dengan teman-teman Anda? 8. Apa tujuan Anda memakai instagram?

9. Apa kepuasan yang Anda rasakan sebelum dan sesudah memakai instagram? 10.Citra seperti apa yang ingin Anda tunjukkan tentang diri Anda memakai instagram?


(4)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

NAMA : Arisai Olga Hakase Pasaribu

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NIM : 100904116

PEMBIMBING : Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D

NO. TGL.PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF

PEMBIMBING 1.

1 Maret 2014 Bimbingan revisi proposal penelitian

2. 11 Maret 2014 Bimbingan Hasil Wawancara

3. 5 Mei 2014 Bimbingan BAB I,II & III

4. 16 Mei 2014 ACC BAB I, II dan III

5. 4 Juni 2014 Bimbingan Hasil Penelitian

6. 15 Juni 2014 Bimbinga n Kategorisasi Hasil Penelitian

7. 21 Juni 2014 Bimbingan BAB IV

8. 24 Juni 2014 Bimbingan BAB V

9. 25 Juni 2014 ACC revisi BAB IV & V

10 30 Juni 2014 Bimbingan revisi BAB I, II, III

11. 4 Juli 2014 Bimbingan revisi BAB I, II, III, IV 12. 7 Juli 2014 Bimbingan revisi V


(5)

13. 9 Juli 2014 Bimbingan Revisi Abstrak


(6)

BIODATA

Nama : Arisai Olga Hakase Pasaribu Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 28 Oktober 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Anak ke : 5 dari 5 bersaudara

Pendidikan :

- Formal

1996-1998 TK St. Yoseph I Jl. Pemuda Medan 1998-2004 SD St. Yoseph I Jl. Pemuda Medan 2004-2007 SMP St. Thomas 1 Medan

2007-2010 SMA Negeri 5 Medan 2010-2014 Universitas Sumatera Utara - Informal

2013-2014 : John Robert Power School

Nama Orangtua :

Ayah : Ir. Bona Mayus Pasaribu EPSc Ibu : Tioman Roselina Pangaribuan

Alamat : Jl. Perjuangan No. 6 ( Bel. AUTO 200) SM. Raja Medan 20217