Paradigma Konstruktivis KAJIAN PUSTAKA

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Konstruktivis

Metodologi kualitatif berasal dari pendekatan interpretif subjektif. Pendekatan interpretif ini mempunyai dua varian, yakni konstruktivis dan kritis. Setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing. Salah satu paradigma yang sering digunakan untuk membantu memecahkan masalah penelitian adalah paradigma kontruktivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum postivis. Paradigma konstruktivisme menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri. Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami serta mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Pendekatan subjektif muncul karena menganggap manusia berbeda dengan suatu benda. Manusia dianggap bebas dan aktif dalam berperilaku dan memaknai realitas sosial. Realitas merupakan hasil interaksi antarindividu. Jika kaum objektif memandang realitas sosial adalah teratur, dapat diramalkan dan relatif tetap, maka kaum subjektif memandang realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi sesama manusia. Pandangan subjektif menekankan penciptaan makna, artinya individu-individu melakukan pemaknaan terhadap segala perilaku yang terjadi. Hasil pemaknaan ini merupakan pandangan manusia terhadap dunia sekitar. Struktur sosial yang didalamnya terdapat peran –peran, hukum- hukum, aturan-aturan, lembaga masyarakat merupakan hasil negoisasi antar makna, karena itu bukanlah realitas yang tetap dan tidak bebas dari subjektivitas manusia. Struktur sosial adalah produk konstruksi sosial Kriyantono, 2010: 55. Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini dikatakan oleh Berger dan Lukman sebagai konstruksi sosial. Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik. Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat yang bersifat keseharian, hidup, dan berkembang di masyarakat. Seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakukan secara simultan. Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui pemahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna –makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsensus. Makna subjektif adalah makna yang menginterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalui interaksi-interaksi sosial. Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikonstruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku di antara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam praktek-praktek kehidupan subjek penelitian Rejeki, 2004:110. Sebagai contoh, menyatakan bahwa konsep seorang perempuan atau sebuah quark telah dikonstruksi sama dengan mengatakan bahwa perempuan atau quark itu sendiri juga dikonstruksi. Klaim bahwa entitas – entitas itu diciptakan oleh aktivitas manusia yang disengaja memang lebih kuat. Dalam kasus perempuan, mudah saja mengetahui bagaimana perempuan bisa jadi berubah haluan sehingga dapat dikonstruksi. Konstruksi ini adalah salah satu skenario yang masuk akal namun sama sekali bukan sesuatu yang baru. Kita mulai dengan mengkonstruksi konsep seorang perempuan. Kita memasukkan semua sifat appurtenance tradisional feminitas ke dalam konsep ini : kasih sayang, sifat manja, kecerdasan sosial, orientasi arah yang buruk, dan selanjutnya. Secara alami, mereka yang menjadi sasaran konsep ini akan tahu bahwa konsep ini berlaku pada mereka. Pengetahuan ini membuat mereka bertingkah laku sedemikian sesuai dengan sifat yang masuk kategori konsep, sehingga berbeda tingkah laku mereka akan berbeda jika saja mereka tidak dikategorikan demikian. Mungkin saja konstruksi ini membuat mereka memiliki orientasi arah yang buruk dengan cara meruntuhkan kepercayaan diri mereka. Hasilnya adalah konstruksi sosial yang bukan sekedar dilakukan atas konsep perempuan, tapi juga atas perempuan – perempuan. Perempuan berubah menjadi salah satu jenis makhluk yang tidak akan ada jika pola tertentu aktivitas manusia yang disengaja tidak terwujud Kukla, 2003:6. Konstruktivisme filosofis bersifat relativisme ontologis tentang entitas dan proses. Kita tidak memikirkan suatu fenomena yang dipelajari ilmuwan sebagai manifestasi yang tidak niscaya dari entitas dan proses yang ada secara objektif. Entitas dan proses teoretis justru dibentuk atau disusun oleh ilmuwan secara post hoc setelah entitas atau proses itu sendiri, menunjuk kesesatan berpikir bahwa suatu kejadian yang mengikuti kejadian lain adalah akibatnya. Sisi relativistik kedua konstruktivisme ini erat kaitannya dengan rasionalitas ilmiah. Menurut para rasionalis non relativistic, harus dibuat keputusan ilmiah yang dapat dipertahankan, apalagi jika memang benar. Sesuai dengan standar universal yang mengatur penggunaan bukti ilmiah secara benar. Konstruktivis yang menyatakan bahwa mereka menganut semacam relativisme tentang rasionalitas, menolak universalitas standar semacam itu Kukla, 2003:7. Konstruktivisme dapat juga dibedakan berdasarkan jenis – jenis faktanya. Setiap orang adalah konstruktivis dalam beberapa hal. Hampir dipercaya secara universal bahwa fakta – fakta sosial tertentu-fakta tentang lembaga sosial, bahasa, kelas sosial, pemerintahan, sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem kekerabatan adalah apa yang didasarkan pada tindakan, kepercayaan, dan niat kita sendiri. Semua yang memproklamirkan diri sebagai musuh konstruktivisme tidak ingin mengakui bahwa fakta-fakta linguistik telah dikonstruksi. Seseorang menyebut dirinya konstruktivis karena mereka menganggap cakupan aktivitas konstruktif kita secara signifikan lebih besar daripada cakupan yang diduga pada umumnya. Pembedaan ini adalah kategori – kategori dalam konteks pendebatan tentang konstruktivisme. Sebagai awal, terdapat fakta – fakta ilmiah yakni fakta yang ditemukan atau diciptakan pada tahap ini, Anda bisa menentukan pilihan Anda oleh institusi sains. Sedangkan fakta – fakta ilmu sosial disebut fakta – fakta sosial. Fakta ilmiah dan fakta sosial dibedakan dari fakta sehari – hari. Penemuan atau penciptaan fakta sehari – hari ini berlangsung di luar batas – batas kelembagaan sains atau kegiatan epistemik professional lainnya. Terakhir ada fakta tentang dunia yang tidak dapat diakses dengan metode apapun yang tersedia, namanya fakta noumenal. Fakta noumenal yang dikonstruksi merupakan fakta tentang aktivitas manusia yang tidak bisa diakses oleh pengetahuan manusia. Berbagai pandangan konstruktivis dapat diketahui dengan menegaskan atau menolak sifat konstruksi dari berbagai kombinasi fakta ilmiah, sosial, sehari-hari dan noumenal. Konstruktivisme kuat adalah tesis bahwa semua fakta yang pernah kita punyai telah dikonstruksi. Konstruktivisme sangat kuat adalah tesis yang lebih kuat bahwa semua fakta telah dikonstruksi , tidak ada realitas independen. Konstruktivisme ilmiah adalah tesis yang hanya menegaskan bahwa semua fakta ilmiah dikonstruksi. Konstruktivisme ilmiah tetap terbuka pada pertanyaan apakah fakta sosial atau fakta sehari – hari bersifat independen atau dikonstruksi. Konstruktivisme instrumental sebab konstruktivisme ini mengakui adanya kaitan yang erat dengan pandangan instrumentalis tradisional tentang sains Kukla, 2003:40. Paradigma ini hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paham ini menyatakan bahwa paham positivisme dan postpositivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkapkan realitas dunia, dan diganti dengan paham yang bersifat konstruktif. Paradigma konstruktivisme interpretative memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial dalam setting kehidupan sehari-hari yang wajar atau alamiah, agar bisa menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka Salim, 2001:42

2.2 Kajian Pustaka