Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari Limbah Cair Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia

(1)

PENENTUAN KADAR NH

3

(AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA

INDONESIA

TUGAS AKHIR

JULIANTI TARIHORAN

102401045

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENENTUAN KADAR NH

3

(AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA

INDONESIA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

JULIANTI TARIHORAN

102401045

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari

Limbah Cair Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Julianti Tarihoran

Nomor Induk Mahasiswa : 102401045

Program Studi : D-3 Kimia Analis

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2013

Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,

FMIPA USU

Ketua,

Dra.Emma Zaidar Nst,M.S Prof.Dr.Basuki Wirjosentono,MS

NIP.195512181987012001 NIP. 195204181980021001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan,MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR NH3 (AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA INDONESIA

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

JULIANTI TARIHORAN 102401045


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

tugas akhir ini dengan judul Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari Limbah Cair

Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terimakasih yang takterhingga kepada orang tua tercinta yaitu Ayahanda Ali Akbar Tarihoran dan Ibunda Derhani Siregar yang telah mendidik penulis dan memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.Basuki Wirjosentono, MS selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah begitu sabar dan banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran serta masukan kepada penulis sehingga telah dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua departemen kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Ibu Cut Fatimah Zuhra,M.Sc selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam kelancaran kegiatan akademik. Ibu Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si selaku ketua program studi D3 Kimia Analis dan Seluruh staf pengajar dan karyawan di FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan bantuannya kepada penulis. Akhirnya yang tidak terlupakan kepada sahabat-sahabat penulis Hanifah, Rafika, Dian dan yona serta Rekan – rekan Mahasiswa/i D3 Kimia Analis stambuk 2010 Fak. MIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia Analis.


(6)

PENENTUAN KADAR COD ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT SULTAN SULAIMAN DENGAN

MENGGUNAKAN SPECTROQUANT NOVA 60

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar COD (Chemical Oxygen Demand ) pada limbah cair Rumah Sakit Sultan Sulaiman dengan menggunakan Spectrofoquant Nova 60.

Dengan adanya pemanasan selama 2 jam pada suhu 148oC yang dilakukan di

dalam termoreaktor diperoleh bahwa kadar COD pada limbah cair yaitu minggu pertama dengan rata-rata 40,150 mg/L, minggu kedua 45,249 mg/L dan minggu ketiga 53,558 mg/L. Kadar COD yang diperoleh masih berada dibawah kadar maksimum. Dari hasil yang diperoleh dapat menunjukkan bahwa air limbah rumah sakit tersebut tidak melebihi standart yang telah ditetapkan oleh KEP-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit.


(7)

DETERMIINING COD CONTENT ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) FROM LIQUID WASTE IN SULTAN SULAIMAN’S HOSPITAL

BY SPECTROQUANT NOVA 60

ABSTRACT

The determination of COD level ( chemical oxygen demand ) waste water from Sultan Sulaiman’s hospital with Spectroquant Nova 60. Has been made carried

out by heating for two hour at 148oC do into reactor’s COD result that COD

level of waste water at the first week have average 40,150 mg/L, the second is 45,249 mg/L and the third 53,558 mg/L. COD level resulted below maximum level. From the result showed that waste water not effluent from standart quality required of KEP-58/MenLH/12/1995 about quality standart waste water from hospital.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1. Latek/Karet 4

2.1.1. Sejarah Karet 6

2.1.2. Jenis-Jenis Karet 7

2.2. Pengolahan Latek 9

2.2.1. Cara Memperlakukan Lateks 9

2.2.2. Pengolahan sit 15

2.3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Karet 23

2.3.1. Pengolahan Air Limbah Karet 24

2.3.2. Pemanfaatan Limbah Karet 26

2.4. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Lingkungan 27

2.4.1. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel 27

Air Limbah

2.5. Amoniak 28

2.5.1. Amoniak Bebas 31

2.5.2. Amoniak Albuminoida 31

2.8. Spektrofotometri Untuk Penentuan NH3 32

Bab 3. Metode Penelitian 34

3.1. Alat 34

3.2. Bahan 35

3.3. Prosedur Penelitian 35

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 36


(9)

4.2. Pembahasan 36

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 38

5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran 39

Dafar Pustaka 40


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Kandungan Bahan-bahan dalam Lateks Segar 4


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Rumus Molekul Lateks Poli Isoprene 4


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman Lampiran

1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Karet 41


(13)

PENENTUAN KADAR COD ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT SULTAN SULAIMAN DENGAN

MENGGUNAKAN SPECTROQUANT NOVA 60

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar COD (Chemical Oxygen Demand ) pada limbah cair Rumah Sakit Sultan Sulaiman dengan menggunakan Spectrofoquant Nova 60.

Dengan adanya pemanasan selama 2 jam pada suhu 148oC yang dilakukan di

dalam termoreaktor diperoleh bahwa kadar COD pada limbah cair yaitu minggu pertama dengan rata-rata 40,150 mg/L, minggu kedua 45,249 mg/L dan minggu ketiga 53,558 mg/L. Kadar COD yang diperoleh masih berada dibawah kadar maksimum. Dari hasil yang diperoleh dapat menunjukkan bahwa air limbah rumah sakit tersebut tidak melebihi standart yang telah ditetapkan oleh KEP-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit.


(14)

DETERMIINING COD CONTENT ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) FROM LIQUID WASTE IN SULTAN SULAIMAN’S HOSPITAL

BY SPECTROQUANT NOVA 60

ABSTRACT

The determination of COD level ( chemical oxygen demand ) waste water from Sultan Sulaiman’s hospital with Spectroquant Nova 60. Has been made carried

out by heating for two hour at 148oC do into reactor’s COD result that COD

level of waste water at the first week have average 40,150 mg/L, the second is 45,249 mg/L and the third 53,558 mg/L. COD level resulted below maximum level. From the result showed that waste water not effluent from standart quality required of KEP-58/MenLH/12/1995 about quality standart waste water from hospital.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui daya dukungnya. Pencemaran yang mengakibatkan penurunan

kualitas air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources) seperti: limbah

industri, limbah usaha peternakan, perhotelan, rumah sakit dan limbah tersebar (non point sources) seperti: limbah pertanian, perkebunan dan domestik.

Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buang industri pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan terlebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat itu sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkebangan suatu kota. (Suharno.2012)

Dalam operasi pemprosesan karet, digunakan banyak air untuk pencucian, pembersihan dan pengenceran. Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air sisa pemprosesan, sedikit lateks yang tidak menggumpal dan serum yang mengandung bahan-bahan organik dan anorganik. Sifat limbah berbeda-beda,


(16)

tergantung pada jenis proses yang digunakan dalam pabrik. Pada umumnya limbah ini bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3. Hal ini disebabkan oleh penggunaan asam formiat atau sulfat, masing-masing untuk penggumpalan lateks kebun dan lateks skim. Kadar padatan, terutama padatan terlarut dalam air limbah ini tinggi. BOD yang juga tinggi menunjukkan bahwa padatan terlarut terutama terdiri dari zat organik yang dapat diuraikan secara biologis. Kadar nitrogen amonia dalam limbah karet biasanya tinggi karena amonia digunakan untuk pengawetan lateks. Selain itu, buangan cair ini juga mengandung banyak bakteri indikatif seperti bakteri E.Coli dan streptococus. (Potter.1994)

Salah satu parameter yang digunakan di industri karet yaitu kadar NH3

dari limbah cair industri. Kadar NH3 ini penting dianalisa karena kadar NH3 yang

tinggi dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan mahluk hidup di dalamnya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menentukan kadar NH3

pada limbah cair industri karet yang terdapat pada kolam out let, serta untuk mengetahui apakah limbah cair tersebut telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh industri karet tersebut.

1.2. Permasalah

Dengan adanya kegiatan industri yang menghasilkan limbah cair, berapa besar

kadar NH3 (amoniak) pada limbah cair industri karet, apakah masih memenuhi

standar baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/1995.


(17)

1.3. Tujuan

a. Untuk menentukan kadar NH3 (Amoniak) yang terdapat pada kolam out

let limbah cair industri pengolahan karet.

b. Untuk mengetahui sumber NH3 (Amoniak) yang terdapat dalam limbah

cair industri pengolahan karet.

1.4. Manfaat

Analisa ini dapat memberikan pengetahuan bahwa limbah cair industri karet telah layak dibuang ke badan air tanpa melakukan pencemaran perairan di sekitar lingkungan, setelah dilakukan beberapa analisa dan proses pengendalian air limbah.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latek/Karet

Latek merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh latek) pada kulit tanaman

karet (Havea brasiliensis L). Partikel karet murni (isoprene) tersuspensi dalam

serum lateks dan bergabung membentuk rantai panjang yang disebut poliisoprene

(C5H8) seperti gembar 2.1.

H3C H H3C H

C = C C = C

--- CH2 H2C --- CH2 H2C ---

Gambar 2.1 : Rumus Molekul Lateks Poli Isoprene

Untuk mengetahui susunan bahan-bahan yang terkandung dalam lateks dapat dilihat pada Tabel 2.1.

No Bahan Lateks segar

(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kandungan karet Resin Protein Abu Zat gula Air 35,62 1,65 2,03 0,70 0,34 59,62 Tabel 2.1. kandungan bahan-bahan dalam lateks segar (Setyamidjaja.1993)


(19)

Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.

Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prekoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dank rep, sedangkan dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masaalah. Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan

karat

b. Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak goncangan

c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung

d. Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit

(Na2SO3). (Budiman.2012)

Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini


(20)

menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks.

Untuk memperoleh karet, partikel-partikel karet yang terdapat di dalam lateks dipisahkan dari cairannya dengan cara penggumpalan baik secara sengaja maupun alami. Pada prinsipnya, penggumpalan terjadi akibat terganggunya faktor penunjang kestabilan sistem koloid lateks, misalnya penurunan pH. Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan. Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah.

Penggumpalan sengaja yang lazim dilakukan saat ini adalah dengan penambahan asam, seperti asam format dan asetat untuk menurunkan pH lateks. Sedangkan lateks dapat menggumpal secara alami akibat terbentuknya senyawa-senyawa asam hasil perombakan karbohidrat dan lipid yang terdapat di dalam lateks oleh mikroorganisme. (Nazaruddin.1998)

2.1.1. Sejarah Karet

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Indonesia pernah


(21)

menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri yaitu di daratan Amerika Serikat.

Posisi Indonesia sebagai produsen karet nomor satu di dunia akhirnya terdesak oleh dua negara tetangga, Malaysia dan Thailand. Mula-mula Malaysia menggeser posisi Indonesia ke nomor dua. Tetapi secara tak terduga Thailand menyodok Malaysia dan kini menjadi produsen karet terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia hingga saat ini tetap bertahan pada posisi kedua. Posisi ketiga diduduki Malaysia yang terlempar dari posisi nomor satu dan dua.

2.1.2. Jenis-jenis Karet

Saat ini karet yang digunakan di industri terdiri karet alam dan karet sintesis. Penggunaan karet sintesis jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan karet alam. Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya cendrung tetap stabil. Dalam hal pengadaan, karet sintesis jarang mengalami kesulitan untuk pengiriman atau suplai barang. Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintesis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan keret sintesis adalah

a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah

c. Mempunyai daya aus yang tinggi

d. Tidak mudah panas


(22)

Walaupun demikian, karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cendrung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. (Tim Penulis PS.2013)

Secara umum karet sintesis dibedakan menjadi dua, yaitu karet sintesis untuk kegunaan umum dan kegunaan khusus.

a. karet sintesis untuk kegunaan umum

dinamakan untuk kegunaan umum karena karet sintesis ini dapat digunakan untuk bermacam-macam kebutuhan. Ada beberapa jenis karet sintesis yang bahkan dapat menggantikan fungsi karet alam. Beberapa jenis karet sintesis untuk kegunaan umum sebagai berikut:

1. SBR atau Styrena Butadiene Rubber

SBR merupakan jenis karet sintesis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. SBR memiliki ketahanan kikis yang baik dengan kalor dan panas yang ditimbulkannya rendah.

2. BR (Butadiene Rubber)

BR memiliki daya lekat lebih rendah dibandingkan dengan BSR, sehingga dalam penggunaannya BR biasa harus dicampur dengan karet alam.

3. IR (Isoprene Rubber)

Karet jenis sintesis ini memiliki banyak kemiripan dengan karet alam karena sama-sama merupakan pilimer isoprene. IR bahkan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan karet alam, yaitu bahannya lebih murni dan viskositasnya lebih bagus.


(23)

Karet sintesis untuk kegunaan khusus ini memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki oleh karet sintesi untuk kegunaan umum, yakni than terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, dan kedap terhadap gas. Beberapa jenis karet untuk kegunaan khusus ini diantaranya IIR (Isobutene Isoprene Rubber), NBR (Nytril Butadine Rubber), CR (Chloroprene Rubber) dan EPR (Ethylene Propylene Rubber). (Setiawan.2005)

2.2. Pengolahan Latek

Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan dapat dibagi dua yaitu:

a. Penggumpalan spontan

b. Penggumpalan buatan (Budiman.2012)

2.2.1. cara memperlakukan lateks

a. pengumpulan lateks dikebun

untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihan harus diperhatikan. Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti dapat dilakukan pengumpulan kedua.

Lateks dari mangkok dituangkan kedalam ember pemupul. Untuk membersihkan lateks dalam mangkok harus menggunakan spatel, jangan sekali-kali menggunakan kain, rumput-rumputan atau daun-daun kering. Bila lateks dalam ember pemumpul sudah terkumpul banyak, lateks dipindahkan kedalam


(24)

ember pengumpul yang ukurannya lebih besar. Waktu menuangkan lateks dari ember pemupul ke dalam ember pengumpul harus ditumpahkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya prakoagulasi.

Setelah selesai pengumpulan lateks, ember-ember pengumpul janganlah ditaruh ditempat yang panas atau kena sinar matahari langsung, karena kenaikan suhu didalam cairan lateks dapat mengakibatkan pemuaian butir-butir karet sehingga akan terjadi prakoagulasi. Dalam keadaan tertentu, pada saat pengumpulan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan larutan obat koagulan (misalnya asaam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan.

Bahan kimia yang digunakan sebagai antikoagulan adalah larutan soda

(Na2CO3), amoniak (NH3) dan natrium sulfit (Na2SO3). Kebtuhan antikoagulan

untuk tiap liter lateks kebun adalah sebanyak 5-10cc larutan soda 10% atau 5-10cc larutan amoniak 2-2,5% atau 5-10cc larutan natrium sulfit 10%.

b. penerimaan lateks

pengawasan untuk setiap penyadap perlu dilakukan, baik pemeriksaan atas produksi maupun kadar karet dari lateks hasil sadapannya. Untuk maksud tersebut, para penyadap perlu mengumpulkan hasil sadapannya ditempat tertentu


(25)

yang diterima oleh mandor yang bersangkutan. Dari lateks hasil penyadapan dapat ditentukan:

1. Bobot atau isi lateks

Caranya adalah sebagai berikut: penyadap menuangkan lateks dari ember-ember pengumpul kedalam ember-ember-ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2 mm, maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena prakoagulasi. Dengan demikian hasil penyadapan seorang penyadap dapat diketahui.

2. Kadar Karet Kering (KKK)

Dari lateks hasil penyadapan seorang penyadap diambil contoh lateks sebanyak 50 cc dengan takaran yang diketahui volumenya. Lateks tersebut kemudian dimasukkan dalam mangkok yang bernomor sesuai dengan nomor penyadap. Kemudian dibubuhi 10 cc asam cuka 2% atau asam semut 1%. Koagulasi berlangsung dengan cepat. Koagulum diambil, diremas-remas dan kemudian digiling dalam kilang tangan saampai terbentuk lembaran yang tipis. Lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat basahnya. Dengan menggunakan angka factor pengeringan yang berlaku diperkebunan yang bersangkutan, maka kadar karet kering dari lateks akan segera diketahui.

c. Pengangkutan lateks

setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada dilokasi tempat pengumpulan hasil dikebun, kemudian diangkut dengan tangki pengangkut kepabrik. Dalam


(26)

pengangkutan lateks kepabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi didalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi dalam tangki.

d. pengumpulan gumpalan karet mutu rendah

selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa:

1. Skrep (scrap)

Skrep adalah bahan bekuan lateks pada irisan/alur sadapan. Skep berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap saat sebelum penyadapan dilakukan.

2. Lump Tanah

Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan.

3. Lump Mangkok

Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang yang mangkoknya dibiarkan tetap berada pada pohon (tidak diangkat).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks

lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa factor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah:


(27)

1. Factor dikebun (Janis klon, system penyadap, kebersihan pohon)

2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim

kemarau keadaan lateks tidak stbil).

3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan

(yang terbuat dari aluminium dan baja tahan karat).

4. Pengangkutan

5. Kualitas air dalam pengolahan

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan

7. Komposisi lateks.

Kandungan karet kering untuk sheet dank rep adalah ± 93%, sedangkan kandungan air antara 0,3-0,9%. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna dipermukaan lembaran. Bintik-bintik ini merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdangangan.

f. Bahan-bahan kimia dan air sebagai bahan olahan

1. senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan

Pemekaian bahan antikoagulan harus dibatasi, karena pemakaiannya berarti memakan biaya, perlu penambahan dosis asam dalam proses koagulasi, dan mempengaruhi proses pengeringan. Pemberian antikoagulam kedalam lateks biasanya dilakukan pada musim rontok daun, sesudah berlangsung hujan malam,


(28)

pengangkutan lateks dalam jarak yang jauh, dan hasil penyadapan kebun-kebun muda.

Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah:

a. Soda (Natrium Karbonat, Na2CO3)

Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas

produk yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang (CO2) dalam

lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan (koagulum).

b. Amoniak (NH4OH)

Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan. 0,7% NH3

biasa digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks membutuhkan 5 - 10 cc larutan amoniak 2 - 2,5%.

c. Natrium Sulfit (Na2SO3)

Bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. Untuk pemakaian segera dibuat larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5 – 10 cc Natrium Sulfit 10%.

2. Bahan senyawa penggumpal (koagulan)

a. Asam Semut (disebut juga asam formiat, CHOOH)

berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih bereaksi asam pada pengenceran.

b. Asam cuka (disebut juga asam asetat, CH3COOH)

Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang, dan mudah diencerkan dalam air.


(29)

Dalam pengolahan karet, air berperan sangat penting dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar.

Syarat – syarat air untuk pengolahan adalah:

a. Sebagai bahan pengencer lateks, pelarut dan pengencer bahan-bahan

kimia, air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garam-garam terutama garam kapur, karena akan sangat mempermudah terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan bintik-bintik oksidasi.

b. Air untuk pengolahan di pabrik persyaratannya tidak terlalu ketat, akan

tetapi tidak boleh mengandung kotoran. Air yang bersih dapat diperoleh dari sumbernya atau dari sungai dengan cara disaring dan diendapkan dalam bak-bak, atau dengan penambahan tawas.

2.2.2. Pengolahan Sit

Sit (sheet) adalah salah satu produk karet alam yang telah lama dikenal dipasar. pengolahan sit oleh perkebunan besar dilaksanakan dipabrik pengolahan dengan menggunakan peralatan yang lebih baik dan dengan kapasitas yang lebih besar. Oleh karena itu, sit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan kapasitas produksinya pun tinggi. Cara pengolahan sit oleh perkebunan besar pada garis besarnya meliputi urutan pekerjaan: penerimaan lateks, pengenceran, pembekuan, penggiingan, pengasapan dan pengeringan, sortasi, dan pengepakan. Penjelasan masing-masing tingkat pengolahan akan diuraikan satu per satu dibawah ini.

1. Penerimaan lateks

Lateks hasil penyadaapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan tangki ke pabrik. Lateks yang dimasukkan kedalam bak


(30)

penerimaan harus melalui saringan untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lain kedalam bak penerimaan. Dari lateks yang telah terkumpul dalam bak penerimaan diambil contoh untuk mengetahui kadar karet kering. Hal ini penting untuk memperhitungkan kebutuhan air dalam proses pengenceran lateks.

2. Pengenceran lateks

Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku (Kadar Karet Standart) sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sit, yaitu sebesar 13%, 15%, 16% atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat. Adapun maksud dari pengenceran lateks adalah:

a. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga gilingan tidak terlalu berat.

b. Memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat

didalam lateks.

c. Memudahkan meratanya koagulan (asam pembeku) yang dibubuhkan

untuk proses koagulasi.

Pengenceran lateks yang dilaksanakan dalam bak-bak perlemahan, yang sekali gus juga dapat dijadikan bak pembekuan.

Cara pengenceran yang umum dilaksanakan dipabrik adalah sebagai berikut:

a. Bak pembekuan di isi dengan air bersih yang banyaknya sesuai dengan

keperluan, sehingga tercapai kadar karet baku yang telah ditentukan.

b. Lateks dialirkan dari bak pencampur ke dalam bak pengencer melalui

talang. Sebelum masuk kedalam bak, lateks harus melaui saringan untuk mencegah masuknya bekuan/lump atau kotoran lainnya ke dalam bak


(31)

pembekuan. Saringan harus selalu bersih agar lateks selalu mengalir dengan lancer.

c. Setelah lateks masuk ke dalam bak pengencer/pembekuan yang telah terisi

air tersebut, kemudian diaduk perlahan-lahan dengan alat pengaduk. Buih-buih yang terjadi diambil dan ditempatkan dalam wadah yang tersedia untuk diolah lebih lanjut.

Dalam pengenceran lateks, jumlah air yang diperlukan harus sesuai dengan keperluan sehingga diperoleh kadar karet baku untuk pembuatan sit. Pengenceran yang terlalu encer akan mengakibatkan bekuan yang terlalu lunak dan dalam penggilingan mudah robek. Akan tetapi bila bekuan terlalu keras, akan mengakibatkan pemakaian tenaga gilingan yang lebih besar dan print atau batikan yaitu terjadinya kembang pada permukaan lembaran sit kurang dalam, dan akibatnya waktu untuk pengeringan lebih lama.

Banyaknya air yang diperlukan untuk pengenceran lateks diperhitungkan menurut rumus:

Ap =� − �

� � L Dimana:

Ap = banyaknya air pengencer

c = kadar karet kering (KKK)

g = kadar karet baku

L = volume lateks yang diencerkan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah kerja dalam proses pengenceran adalah sebagai berikut:


(32)

b. Isi bak dengan air bersih sebanyak yang diperlukan

c. Masukkan lateks kedalam bak melalui saringan

d. Aduklah dengan pengaduk yang telah disediakan

e. Buanglah busa yang timbul di permukaan bak dengan alat pembuang busa.

3. Pembekuan lateks

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi obat pembeku seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya proses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Supaya dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet, sehingga partikel-partikel atau butir-butir karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhkan asam semut 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang akan diencerkan.

Cara pembekuan pada tangki pembekuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tangki yang telah diisi lateks yang telah diencerkan di aduk beberapa kali.

Buanglah usa-busa yang timbul dengan alat pembuang busa. Pengadukan pertama cukup 4 kali bolak balik.

b. Bubuhkan kedalam lateks yang telah diencerkan tersebut asam semut atau

asam cuka sesuai dengan yang diperlukan. Tiap liter lateks kadar karet baku 16% memerlukan 60 cc asam semut 1% atau asam cuka 2%.


(33)

Aduklah agar asam tersebut merata di dalam larutan lateks. Pengadukan dilakukan 6-10 kali bolak balik.

c. Buanglah busa yang timbul dengan segera

d. Pasanglah sekat-sekat dengan cepat tapi teratur mulai dibagian tengah

menuju pinggir sedemikian rupa, sehingga tiap ruang diantara sekat terisi lateks yang tinggi permukaannya sama. Dengan demikian, lembaran-lembaran koagulum yang dihasilkan ukurannya cukup seragam

e. Biarkan lateks membeku selama 2-3 jam. Bila telah membeku, tambahkan

air bersih kedalam tangki sampai permukaan bekuan sedikit terendam

f. Setelah sekat-sekat diangkat akan diperoleh lembaran-lembaran koagulum

yang siap untuk digiling

4. Penggilingan

Koagulum diangkat dari tangki/bak pembekuan dan melalui talang-talang yang sengaja dipasang didorongkan mendekati mesin giling. Mesin giling sit terdiri dari satu unit yang dipasang secara berurutan.

Guna dari gilingan atau kilang ini adalah:

a. Untuk menggiling lembaran koagulum menjadi

lembaran-lembaran sit yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebalnya tebalnya tertentu

b. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat dalam koagulum

c. Untuk membuang busa yang tertinggal

d. Untuk memberikan gambaran (print, batikan, kembang) pada permukaan

lembaran sit


(34)

Lembaran sit yang keluar dari mesin giling mengandung ± 30% air, yaitu air yang melekat pada permukaan lembaran dan air yang terdapat diantara butir-butir karet di dalam lembaran. Untuk mendapatkan lembaran yang sungguh-sungguh kering, air yang terdapat pada lembaran harus dikeluarkan. Disamping itu, lembaran perlu pula diawetkan agar tahan terhadap kerusakan karena gangguan cendawan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Oleh karena itu dalam pembuatan sit diperlukan adanya proses pengasapan dan pengeringan.

Proses pengasapan dimaksudkan juga untuk memberikan warna coklat terang yang diinginkan. Dengan pengasapan, lembaran-lembaran terdesinfeksi karena didalam asap terkandung komponen formaldehid, phenol, zat warna, dan zat asam organic. Untuk mendapatkan desinfeksi yang kuat, pada tingkat

pengasapan suhu tidak boleh kurang dari 40oC.

Partikel-partikel asap merupakan partikel padat terdisfersi didalam campuran gas yang berasal dari pembakaran kayu bakar. Partikel-partikel asap ini mempunyai kutub polar, sehingga dengan lembaran-lembaran sit yang masih basah akan terjadi koagulasi asap yang menyebabkan warna coklat pada permukaan lembaran. Teknik pengasapan dan pengeringan harus disesuaikan dengan dengan sifat sifat tersebut, agar diperoleh sit kering yang warnanya baik.

Selama proses pengasapan dan pengeringan suhu dan pertukaran udara diatur sebagai berikut:

a. Hari pertama

Suhu dalam ruangan tempat pengasapan dipertahankan pada suhu

40-45oC. pada tingkat ini air yang terdapat pada permukaan lembaran sit dapat


(35)

sedikit terbuka. Pada fase ini harus diusahakan agar oven sebanyak mungkin mengeluarkan asap dan suhu cukup panas, sehingga asap dapat naik keruangan penggantungan sit. Pada tingkat pengasapan pertama ini, difusi air dari dalam lembaran tidak merupakan factor pembatas, sehingga bagian asap dengan mudah dapat diserap oleh permukaan lembaran-lembaran sit, dan lembaran-lembaran sit ini kemudian berubah warna menjadi coklat.

b. Hari kedua

Selama 24 jam yang kedua, suhu didalam pengasapan diantara gantungan

lembaran-lembaran sit dinaikkan sampai 50-55oC. air yang melekat pada

permukaan mulai menguap. Proses penguapan bertambah sempurna bila uap mudah dikeluarkan dari ruangan. Keadaan demikian dapat dicapai dengan membuka ventilasi, sehingga uap air dari runangan mudah keluar.

c. Hari ketiga dan seterusnya

Selama masa ini suhu di dalam kamar dinaikkan sampai 55-60oC, tanpa

memasukkan pengasapan kedalamnya. Tujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat diantara butiran-butiran karet di dalam lembaran. Karena proses pengeluarannya hanya mungkin dengan jalan difusi, maka proses pengeringannya

berlangsung perlahan-lahan, dengan suhu dipertahankan sekitar 60oC. ventilasi

diatur sedikit terbuka untuk memungkinkan udara beredar.

Setelah lembaran sit mencapai kekeringan sesuai dengan ditentukan, dapur dimatikan dan kamar dibiarkan menjadi dingin. Lembaran-lembaran sit yang telah

kering dan berwarna coklat, yang disebut Ribbed Smoked Sheet dikeluarkan dan

diangkut keruangan sortasi.


(36)

Lamanya pengeringan di dalam kamar asap/pengeringan dipengaruhi oleh:

a. Tebal tipisnya lembaran sit

b. Bentuk pola atau print dari lembaran sit

c. Keras lunaknya lembaran sit

d. Cara dan rapatnya penggantungan

e. Pengaturan ventilasi/aliran udara

f. Pengaturan derajat panas/dapur api

g. Dinding isolasi panas ruangan pengeringan

h. Bahan bakar yang digunakan

i. Keadaan cuaca

6. Sortasi

Lembaran-lembaran sit yang telah selesai diasap, sesampainya diruang sortasi ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir pengolahannya. Setelah penimbangan selesai, lembaran-lembaran sit dibawa keruang sortasi. Pelaksanaan sortai ini dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sit berdasarkan tingkat kualitasnya.

Didalam ruangan sortasi terdapat meja sortasi, yang dilengkapi dengan

kaca baur yang dipasang miring 45oC dengan garis vertical. Dari bawah meja

dimasukkan sinar tembus yang berasal dari sinar matahari (pada siang hari) atau dari lampu neon 10 Watt. Bila digunakan lampu neon, sinar lampu harus dibiaskan lebih dahulu, tidak boleh langsung. Dengan demikian, sinar yang menembus permukaan meja sortasi adalah sinar diffuse yang kemudian menembus lembaran-lembaran sit yang diperiksa.


(37)

Setelah lembaran sit disortasi dikamar sortasi, tahap selanjutnya adalah pengepakan atau pembungkusan. Sebelum dibungkus lembaran-lembaran sit dilipat untuk memudahkan mengaturnya dalam peti waktu pengepakan. Sebelum pengepresan, sejumlah sit untuk tiap-tiap bendela ditimbang sesuai dengan berat yang dikehendaki. (setyamidjaja.1993)

2.3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Karet

Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan limbah. Limbah yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian besar komponennya terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet. Prosespembuatan karet membutuhkan air yang tidak sedikit. Pabrik pengolahan skala kecil dengan kapasitas produksi yang sedikit saja membutuhkan air dalam jumlah yang besar.

Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan, serta mendinginkan mesin-mesin. Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah. Dalam jangka waktu yang lama limbah akan menumpuk dan menimbulkan masalah baru yang harus mendapat perhatian khusus.

Air limbah yang dibuang langsung ke suatu tempat akan menyebabkan polusi di lingkungan sekitarnya. Berbagai macam kotoran dan zat kimia yang berbahaya juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi mahluk hidup disekitarnya. Air limbah karet juga menimbulkan bau yang kurang enak.


(38)

2.3.1. Pengolahan Air Limbah Karet

Agar air limbah pengolahan karet bisa dibuang ke saluran-saluran air umum tanpa membahayakan lingkungan, maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Prinsip pengolahan air limbah adalah memisahkan partikel-partikel yang berbahaya atau tidak diinginkan dari air atau mengubahnya menjadi zat-zat yang dapat dimanfaatkan. Nilai BOD dan pH limbah dibuat menjadi nilai normal yang tidak membahayakan. Pencemaran lingkungan yang bisa timbul sedapat mungkin dicegah.

Dibanding dengan jenis karet yang lain, sisa proses pembuatan lateks pekat merupakan limbah yang paling berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) serta

pH air lateks pekat yang dibuat secara pusingan lebih besar dari pada limbah pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan seperti halnya pembuatan lateks pekat. Pengolahan air limbah lateks pusingan antara lain dilakukan dengan sistem

kolam anaerob/aerob, oxidation ditch, anaerobic filter dan rotating biodisc.

Untuk mengolah air limbah diperlukan tempat untuk menampungnya. Tempat penampungan bisa menggunakan kolam, bak atau tangki. Sarana pengolahan air limbah yang memadai seharusnya memiliki kolam pengolahan limbah tersendiri. Dalam sistem pengolahan ini dibuat dua kolam penampungan yang terpisah. Kolam pertama untuk proses anaerob dan kolam kedua untuk proses aerob. Kapasitas kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi


(39)

air limbah selama 18-20 hari. Sedangkan kapasitas kolam aerob diharapkan dapat menampung produksi air limbah selama 8-10 hari. Kolam anaerob dibuat dibuat lebih besar dari pada kolam aerob karena pada kolam anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ketiga semakin besar. Sedangkan pada kolam aerob pengurangan nilai BOD setelat hari keempat justru semakin kecil. Setelah kadar BOD dan parameter lainnya seperti pH, amoniak menurun sampai angka yang diperkenankan sebagai limbah yang dapat dibuang maka pengolahan dapat dilanjutkan dengan limbah produksi periode berikutnya.

Pabrik yang mengolah karet sheet dan karet spesifikasi teknis tidak terlalu mengalami kesulitan dalam masalah limbah. Air limbah pengolahan karet sheet dan spesifikasi dapat dibuang kesaluran pembuangan air umum hanya dengan pengolahan yang sederhana. Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada pembuatan karet sheet. Pertama berupa serum dari hasil penggumpalan lateks yang relatif bebas dari butir-butir karet. Limbah ini biasanya dibuang. Kedua, berupa lateks yang sangat encer dan biasanya merupakan hasil pencucian tangki pengangkut dan penampung lateks serta sarana yang dipakai untuk pengolahan karet di tempat pengolahan. Lateks encer memiliki kadar karet kering yang masih lumayan, sekitar 0,5-2%. Jenis limbah yang kedua ini sebenarnya bisa dimanfaatkan.

Pemanfaatan lateks yang sangat encer sisa pengolahan sheet dilakukan dengan cara penggumpalan. Prinsip pengolahan adalah adalah penampungan limbah dan penggumpalan lateks sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan olah karet. Karena air limbah mengandung lateks yang sangat encer, maka penggumpalan jarang menggunakan asam. Dengan asam waktu yang diperlukan


(40)

untuk menggumpal sempurna akan lama. Selain itu, asam yang dibutuhkan persatuan berat karet juga cukup banyak. Adapun bahan penggumpal yang baik untuk penggumpalan limbah adalah Buckom LAWT-60 yang dikenal dengan merek dagang Busan.

Buckom LAWT-60 digunakan untuk menetralkan muatan pada permukaan butir-butir karet yang terkandung didalam limbah. Besarnya jumlah muatan berbanding langsung dengan berat kering limbah lateks. Dalam tempo yang relatif singkat, kurang dari setengah jam, akan diperoleh gumpalan lateks yang sempurna. Bila menggunakan asam format membutuhkan waktu 3-4 jam.

Selain hasil karet yang didapat, masih ada sisa limbah lagi dari perlakuan

ini. Namun, limbah sisa pengolahan lanjut ini memiliki nilai BOD, COD, NH3

yang lebih rendah, pHnya juga hampir mencapai netral.

2.3.2. Pemanfaatan Limbah Karet

Air limbah karet lateks pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman setelah diolah. Berdasarkan penelitian, unsur N, P, K, dan Mg ternyata terdapat didalam limbah. Walaupun masih dalam taraf uji coba, beberapa tempat yang telah melakukan pengolahan limbah memberikan sisa air limbah ini kepada tanaman karet sebagai pupuk.

Pemberian air limbah olahan sebagai pupuk dapat diberikan pada tanaman karet dipembibitan, tanaman yang belum menghasilkan (TBM), dan tanaman yang sudah menghasilkan lateks. Pemanfaatan limbah karet sisa pengolahan sheet berupa gumpalan lateks merupakan tambahan bahan olahan. Bila tidak diolah, bagian ini akan terbuang percuma dan tidak memberikan nilai tambah sama sekali. Pengolahan limbah juga memungkinkan air sisa pengolahan memiliki nilai


(41)

BOD, COD, NH3 yang lebih rendah serta pH yang mendekati normal.

(Tim Penulis PS.2013)

2.4. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Lingkungan

Pada umumnya, perdebatan mengenai suatu data hasil pengujian difokuskan pada pengambilan sampel yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, apabila lokasi dan titik pengambilan sampel dinyatakan tidak representatif, data hasil pengujiaanya pun tidak dapat menggambarkan kualitas lingkungan sesungguhnya. Karena itu, penentuan lokasi dan titik pengambilan memiliki arti penting.

2.4.1. Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

Air limbah atau limbah cair industri adalah limbah yang dihasilkan pada setiap tahap produksi yang berupa air sisa, air bekas proses produksi, atau air bekas pencucian peralatan industri. Sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup, air limbah industri harus dipantau pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dari lokasi pemantauan dan titik pengambilan harus dapat menggambarkan kualitas air limbah yang akan disalurkan ke perairan penerima.

Pemilihan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah bertujuan:

a. Mengetahui efisiensi proses produksi. Caranya, sampel diambil dari bak

kontrol air limbah sebelum masuk ke pipa atau saluran gabungan yang menuju ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengambilan sampel di lokasi itu dilakukan apabila suatu industri menghasilkan berbagai jenis produk dengan proses produksi dan karakteristik limbah yang berbeda.


(42)

Semakin kecil konsentrasi air limbah dan beban pencemaran, efisiensi produksi semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya.

b. Mengevaluasi efisiensi IPAL. Dalam hal ini sampel diambil pada titik

masuk (inlet) dan keluar (outlet) IPAL dengan memperhatikan waktu

retensi. Sampel harus diambil pada waktu proses industri berjalan normal.

c. Mengendalikan pencemaran air. Untuk itu sampel diambil pada:

1. Titik perairan penerima sebelum air limbah masuk ke badan air.

Pengambilan itu untuk mengetahui kualitas perairan sebelum dipengaruhi oleh air limbah.

2. Titik akhir saluran pembuangan limbah (outlet) sebelum air limbah

disalurkan ke perairan penerima. Sampel diambil di situ untuk mengetahui kualitas effluent. Apabila dari hasil pengujiannya melebihi nilai baku mutu lingkungan dapat disimpulkan bahwa industri terkait melanggar hukum.

3. Titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke badan air, namun

sebelum menerima air limbah lainnya. Pengambilan tersebut untuk mengetahui kontribusi air limbah terhadap kualitas perairan penerima. (Hadi.2007)

2.5. Amoniak

Zat anti koagulan yang satu ini termasuk banyak digunakan. Apabila segala sesuatunya dilakukan dengan benar dan cermat maka hasil yang didapat dengan menggunakan amoniak akan memuaskan. Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi amoniak secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis omoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 mL larutan amoniak 2,5% untuk setiapliter lateks. Misalkan amoniak yang digunakan


(43)

berkadar 20% maka jumlah amoniak yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 mL. Bila dengan dosis seperti ini prakoagulasi belum bisa dicegah, dosisnya dapat dinaikkan 2 kali lipat atau menggunakan larutan amoniak yang berkadar 5%. (Tim penulis PS.2013)

Amoniak NH3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH

rendah dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3) Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga dari oksidasi

zat organis ( HaObCcNd ) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air

buangan industri dan penduduk, sesuai reaksi sebagai berikut:

HaObCcNd + ( c + �4 - �2 - 34 d ) O2 c CO2 + ( �2 - 32 d ) H2O + d NH3

Zat organis bakteri

Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar beberapa air

buangan. Air tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel

pada butir-butir tanah liat selama infiltrasi air kedalam tanah dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada amoniak yang

tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang

enak, sehingga kadar NH3 harus rendah, pada air minum kadarnya hars nol dan

pada air sungai harus dibawah 0,5 mg/l. (Alaert.1986)

Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion

amonium adalah bertuk transisi dari amonia. Amoniak banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium fosfat, amonium nitrat, dan amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amonia diperairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah dan air,


(44)

yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi, ditunjukkan dalam persamaan reaksi:

N organik + O2 NH3-N + O2 NO2-N + O2 NO3-N

Amonifikasi nitrifikasi

Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga

menghasilkan gas amoniak dan gas-gas lain, misalnya N2O, NO2, NO, dan N2.

Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amoniak. Sumber amoniak yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amoniak yang terdapat dalam mineral masuk kebadan air melalui erosi tanah. Diperairan alami, pada suhu dan tekanan normal amoniak berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium. Kesetimbangan antara gas amonia dan gas amonium ditunjukkan dalam persamaan reaksi

NH3 + H2O NH4+ + OH

-Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amoniak juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap didasar perairan. Amoniak diperairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amoniak dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amoniak keatmosfer juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan


(45)

Aminiak bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4+) dapat

terionisasi. (Efendi.2003)

Analisa air limbah berurusan dengan lima kelompok nitrogen yang berbeda-beda yaitu amoniak bebas, amoniak albuminoida, nitrogen organik, nitrat dan nitrit. Hubungan-hubungan yang timbul diantara berbagai bentuk campuran nitrogen dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam alam pada umumnya digambarkan dengan diagram siklus nitrogen yang terkenal. Di dalam air limbah kebanyakan dari nitrogen itu pada dasarnya terdapat dalam bentuk organik atau nitrogen protein dan amoniak. Setingkat demi setingkat nitrogen organik itu dirubah menjadi nitrogen amoniak, dan dalam kondisi-kondisi aerobik, oksidasi dari amoniak menjadi nitrit dan nitrat terjadi sesuai waktunya. Penentuan-penentuan dari pada nitrogen dibuat untuk mengendalikan tingkat pemurnian yang tercapai dalam proses-proses pembenahan biologis, nitrifikasi yang menunjukkan tingkat keseimbangan selokan yang tinggi.

2.5.1. Amoniak Bebas

Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, dihasilkan dari pembusukan secara bakterial zat-zat organik. Air limbah yang masih baru (segar) secara relatif berkadar amoniak bebas rendah dan berkadar nitrogen organik tinggi. Nitrogen amoniak berkurang kadarnya ketika air limbah dibenahi sedangkan keseimbangannya tercapai.

2.5.2. Amoniak Albuminoida

Amoniak albuminoida dianggap sebagai suatu ukuran bagi nitrogen organik yang mudah membusuk dan terdapat dalam air limbah. Ia hanya mewakili sebagian dari


(46)

pada seluruh nitrogen organik pada zat mana amoniak albuminoida itu mempunyai hubungan-hubungan yang dapat berlain-lainan. Dalam air limbah yang kasar, nitrogen albuminoida itu pada umumnya berjumlah kira-kira setengah dari pada seluruh jumlah nitrogen organik. (Mahida.1981)

2.6. Spektrofotometri Untuk Penentuan NH3

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenanya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer.

Sebuah spektrometer optis adalah sebuah instrument yang mempunyai sistem optis yang dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnet yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpikih dari jangka spektral itu. Sebuah fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau suatu fungsi intensitas ini. Bila digabung dalam spektrofotometer, spektrometer dan fotometer itu digunakan secara gabungan untuk menghasilkan suatu isyarat yang berpadanan dengan selisih antara radiasi yang diteruskan oleh bahan pembanding dan radiasi yang diteruskan oleh contoh pada panjang-panjang gelombang yang terpilih.


(47)

Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Kedua hukum yang terpisah yang mengatur absorpsi itu biasanya dikenal sebagai hukum Lambert dan Hukum Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hukum Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap tranmisi maupun absorpsi cahaya. (Vogel.1994)


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada analisis yang saya lakukan terhadap penentuan kadar NH3 (amoniak) yang

terdapat dalam limbah cair pengolahan karet PT. Bandar Sumatera Indonesia menggunakan spektrofotometri visibel nova 60 di Kantor Lingkungan Hidup Serdang Badagai, digunakan beberapa alat dan bahan sebagai berikut.

3.1. Alat-Alat

a. Tabung test Pyrex

b. Pipet volume 5 mL Pyrex

c. Sendok Mikrospon Merck

d. Cell Merck

e. Spektrofotometri visibel Nova 60

f. Tisue

g. Bola Karet

h. Arloji

i. Pipet Tetes


(49)

3.2. Bahan

a. Sampel air limbah PT. Bandar Sumatera Indonesia

b. Reagent Test Kit

Pereaksi NH4-1

Pereakssi NH4-2

Pereaksi NH4-3

c. Aquadest

3.3. Prosedur Penelitian

a. dipipet 5 ml sampel kedalam tabung test

b. ditambahkan 0,5 ml NH4-1 dengan pipet

c. dicampur

d. ditambahkan 1 mL NH2-2 dengan pipet

e. dihomogenkan

f. didiamkan selama 5 menit

g. dipindahkan larutan kedalam cell yang sesuai

h. dipilih metode dengan auto selector

i. ditempatkan cell kedalam ruang cell


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Percobaan

Pada analisa yang saya lakukan terhadap penentuan kadar NH3 (amoniak) yang

terdapat pada limbah cair pengolahan karet menggunakan Spektrofotometri visibel Nova 60 di Laboratorium Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serdang Bedagai, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel Analisa kadar Amoniak (NH3)

No Sampel Konsentrasi 1

(mg/L) Konsentrasi 2 (mg/L) Konsentrasi 3 (mg/L) 1 2 3 Outlet minggu-1 Outlet minggu-2 Outlet minggu-3 0,978 0,763 1,247 0,979 0,763 1,246 0,978 0,765 1,248 4.2. Pembahasan

Dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan pokok pengolahan Lingkungan Hidup pada undang-undang No. 4 tahun 1982. PP/20/1990 tentang pengendalian pencemaran air dan keputusan MENLH No. Kep. 51/MENLH/10/1991 tentang penetapan baku mutu limbah cair kegiatan industri dan pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan yang akhirnya menuju pencapaian sertifikat ISO 14000, perlu ditetapkan pedoman limbah pabrik dan lingkungan. Pengelolaan limbah pabrik dan lingkungan, ruang lingkupnya meliputi pengendalian proses


(51)

pengolahan dan sanitasi pabrik (in-plant control dan house keeping) serta sistem pengendalian limbah termasuk pengoperasian, pemeliharaan dan pemantauan IPAL dan lingkungan serta pemanfaatan air limbah. (Potter.1994)

Dari penelitian diperoleh hasil kadar amonia pada sampel outlet kolam IPAL pada minggu-1 adalah sebesar 0,978 mg/L, minggu-2 adalah sebesar 0,763 mg/L dan pada minggu-3 adalah sebesar 1,247 mg/L. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan amonia pada limbah cair pengolahan karet telah memenuhi baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/1995 dimana kadar amonia maksimum pada air limbah industri karet adalah sebesar 10 mg/L.

Semakin tinggi kandungan amonia dalam air limbah, ini akan menyebabkan keracunan pada mahluk hidup terutama pada mahluk hidup yang diperairan. Oleh sebab itu parameter ini tercantum pada spesifikasi mutu limbah yang sesuai dengan baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/1995.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari analisis yang dilakukan menggunakan alat Spektrofotometri visibel

Nova 60, diperoleh kadar amonia dari outlet minggu-1 adalah sebesar 0,978 mg/L, minggu-2 adalah sebesar 0,763 mg/L dan pada minggu-3 adalah sebesar 1,247 mg/L. Hal ini membuktikan bahwa kandungan amonia pada limbah cair pengolahan karet telah memenuhi baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/199 dimana kadar amonia maksimum pada air limbah industri karet adalah sebesar 10 mg/L.

b. Sumber amoniak pada limbah cair berasal dari penambahan amoniak

untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan limbah. Limbah yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian besar komponennya terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet. Proses pembuatan karet membutuhkan air yang tidak sedikit. Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan. Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah cair.


(53)

5.2. Saran

Dalam penentuan kadar amoniak dalam sampel limbah cair industri sebaiknya di analisis segera atau pun dapat dilakukan pengawetan sampel dengan

menggunakan H2SO4(P) dalam waktu maksimal 28 hari dan didinginkan pada suhu


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alearts, G. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya. Usaha-Nasional. 184-189. Budiman, H.S.P. 2012. Budidaya Karet Unggul. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.

185-191.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta. Kanisus. 148-152.

Hadi , A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama. 81-83.

Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Ed ke1. Cetakan 4. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. 20-21.

Potter, C. 1994. Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia. Canada. Dalhousie University. 13-17.

Nazaruddin. 1998. Karet. Jakarta. Swadaya. 148-149.

Setiawan, D.H. dan Agus. A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta. Agromedia. 33-42.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta. Kanisius. 151-179.

Spillane, J.J. 1998. Komoditi Karet. Yogyakarta. Kanisius. 76.

Tim Penulis PS. 2013. Panduan Lengkap Karet. Jakarta. Penebar Swadaya. 7-17. Vogel.1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed ke4. Buku Kedokteran


(55)

(56)

Lampiran 1

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Karet

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Prameter Kadar Maksimum

(mg/L)

Baban Pencemaran maksimum (Kg/Ton) BOD 5

COD TSS

Amonia Total (sebagai N)

150 300 150 10

6,0 12,0

6.0 0,4 pH 6,0-9,0


(57)

Lampiran 2

Bagan Pengolahan Karet Sheet

Dari kebun scraps Lateks

air air air air (Spillane.1989) Guntingan dapat diabaikan Sheet baku Sheetavros 2-2-5 mm Compo A 5% Sortasi dan memembungkus Menggiling, mengasap mengeringkan Tangki Bak-bak pencampur saringan Air pencuci Lump + busa Sisa dalam cup dan ember Lateks 97% Scraps 2% Karet tanah ½%


(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari analisis yang dilakukan menggunakan alat Spektrofotometri visibel Nova 60, diperoleh kadar amonia dari outlet minggu-1 adalah sebesar 0,978 mg/L, minggu-2 adalah sebesar 0,763 mg/L dan pada minggu-3 adalah sebesar 1,247 mg/L. Hal ini membuktikan bahwa kandungan amonia pada limbah cair pengolahan karet telah memenuhi baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/199 dimana kadar amonia maksimum pada air limbah industri karet adalah sebesar 10 mg/L.

b. Sumber amoniak pada limbah cair berasal dari penambahan amoniak untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan limbah. Limbah yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian besar komponennya terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet. Proses pembuatan karet membutuhkan air yang tidak sedikit. Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan. Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah cair.


(2)

5.2. Saran

Dalam penentuan kadar amoniak dalam sampel limbah cair industri sebaiknya di analisis segera atau pun dapat dilakukan pengawetan sampel dengan menggunakan H2SO4(P) dalam waktu maksimal 28 hari dan didinginkan pada suhu

40C.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alearts, G. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya. Usaha-Nasional. 184-189. Budiman, H.S.P. 2012. Budidaya Karet Unggul. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.

185-191.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta. Kanisus. 148-152.

Hadi , A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama. 81-83.

Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Ed ke1. Cetakan 4. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. 20-21.

Potter, C. 1994. Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia. Canada. Dalhousie University. 13-17.

Nazaruddin. 1998. Karet. Jakarta. Swadaya. 148-149.

Setiawan, D.H. dan Agus. A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta. Agromedia. 33-42.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta. Kanisius. 151-179.

Spillane, J.J. 1998. Komoditi Karet. Yogyakarta. Kanisius. 76.

Tim Penulis PS. 2013. Panduan Lengkap Karet. Jakarta. Penebar Swadaya. 7-17. Vogel.1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed ke4. Buku Kedokteran


(4)

LAMPIRAN


(5)

Lampiran 1

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Karet

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Prameter Kadar Maksimum (mg/L)

Baban Pencemaran maksimum (Kg/Ton) BOD 5

COD TSS

Amonia Total (sebagai N)

150 300 150 10

6,0 12,0

6.0 0,4 pH 6,0-9,0


(6)

Lampiran 2

Bagan Pengolahan Karet Sheet

Dari kebun scraps Lateks air air air air (Spillane.1989) Guntingan dapat diabaikan Sheet baku Sheetavros 2-2-5 mm Compo A 5% Sortasi dan memembungkus Menggiling, mengasap mengeringkan Tangki Bak-bak pencampur saringan Air pencuci Lump + busa Sisa dalam cup dan ember Lateks 97% Scraps 2% Karet tanah ½%