Pandangan Tarde tersebut banyak dikritik belakangan ini kerena kecenderungan manusia meniru orang lain sebagai suatu bawaan sejak lahir tidak
cocok dengan kenyataan, karena seringkali pengamatan terhadap orang lain justru membuat kita menghindari untuk meniru perilaku tersebut. Pandangan ini
menganggap bahwa pernyataan Tarde tidak dipertegas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peniruan, cara seseorang dalam memilih model tertentu
yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku yang akan disamainya itu. Hal tersebut membuat teori yang dikemukakan Tarde ditinggalkan secara
perlahan-lahan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh teori yang berpendapat bahwa kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang
dipelajari learned, atau diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu.
Dalam teori ini, tayangan Opera Van Java OVJ merupakan tayangan yang banyak ditonton oleh kalangan remaja dan dewasa. Adegan-adegan kekerasan
baik verbal maupun non-verbal yang ditampilkan dalam tayangan tersebut dengan mudah ditiru dan dipraktekkan dalam pergaulan mereka sehari-hari. Dalam
penelitian ini akan terlihat apakah faktor peniruan ini melalui diri penonton atau sisi kecenderungan yang dibawa melalui proses pengkondisian media agar orang
melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu.
E. Perilaku Agresif
Agresif sebenarnya merupakan perilaku sosial yang kompleks karena menyangkut aspek biologis, sosial, dan elemen kognisi. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa perilaku agresif haruslah dipahami sebagai tindakan liar
manusia yang dilampiaskan terhadap sesama. Jadi semacam energi biologis manusia yang ingin dipuasakan.
13
Tujuan perilaku agresif adalah untuk mencederai atau melukai korbannya. Dengan demikian perilaku agresif dapatlah disimpulkan sebagai kemarahan yang
meluap-luap dan melampiaskannya dalam bentuk penyerangan yang tidak wajar dengan tujuan untuk melukai seseorang secara fisik dan psikis. Perilaku agresif
acapkali ditimbulkan oleh kegagalan sehingga menimbulkan reaksi primitif berupa kemarahan dan emosi yang meledak-ledak. Kemarahan tek terkendali
menyebabkan fungsi penalaran atau intelegansi terganggu sehingga menyebabkan fungsi penalaran atau intelegansi terganggu sehingga menyebabkan seseorang
bertindak sewenang-wenang.
14
Kekerasan dan agresivitas tampaknya dua variabel yang selalu berhubungan erat dan terpisahkan. Keduanya menyatu ibarat dua sisi mata uang sehingga
dimana ada kekerasan di situ ada agresivitas. Sebaliknya, di mana ada agresivitas, pasti di situ kekerasan berkembang dengan subur. Aksioma ini dalam kenyataan
hidup sehari-hari memang hampir tak terbantahkan kebenarannya. Artinya, pengalaman empiris menunjukkan bahwa kekerasan selalu diikuti oleh tindakan
agresif, demikian juga perilaku agresif selalu diikuti oleh tindak kekerasan.
15
Perilaku agresif bisa juga dijelaskan dari sisi kognitif. Jika seorang anak terlalu sering menonton tayangan kekerasan, kekerasan akan menjadi hal biasa
bagi sang anak. Akibatnya, si anak akan kehilangan kepekaan desensitized,
13
E. B Surbakti, Awas Tayangan Televisi: Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anda, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008, h. 130.
14
Ibid., h. 131.
15
Ibis., h. 131-132.
terhadap perbuatan yang bisa mengakibatkan orang lain mengalami cedera Berkowitz, 1984. Jika kepekaan anak-anak telah hilang, otomatis hal tersebut
menyebabkan mereka tidak lagi memiliki perasaan bersalah atau takut untuk melakukan kekerasan.
16
F. Social Learning Theory