terhadap perbuatan yang bisa mengakibatkan orang lain mengalami cedera Berkowitz, 1984. Jika kepekaan anak-anak telah hilang, otomatis hal tersebut
menyebabkan mereka tidak lagi memiliki perasaan bersalah atau takut untuk melakukan kekerasan.
16
F. Social Learning Theory
Diketahui bahwa anak-anak mempelajari sejumlah perilaku melalui tayangan, anak-anak mempelajari sejumlah perilaku melalui tayangan yang ditampilkan.
Selanjutnya mereka mendasarkan perilaku mereka dengan meniru apa yang mereka saksikan sebelumnya. Anak-anak yang percaya bahwa tayangan kekerasan
yang ditampilkan adalah realitas hidup yang sebenarnya akan bertindak lebih agresif. Demikian halnya, anak-anak yang memiliki perhatian demikian besar
terhadap tayangan kekerasan, akan termotivasi lebih agresif Huesmann, Lagerspetz Eron, 1984.
17
Teori yang digagas oleh Albert Bandura, yakni pakar psikologi ini. Mengemukakan bahwa manusia belajar tidak hanya melalui pengalaman
langsung, melainkan juga melalui peniruan modelling. Bandura berpijak pada pemikiran bahwa perilaku seseorang adalah gabungan hasil faktor-faktor kognisi
dan lingkungan. Mengemukakan pendapatnya melalui Social Learning Theory, Bandura lebih jauh mengatakan bahwa seorang anak dapat mempelajari perilaku
agresif melalui media. selanjutnya dalam kondisi tertentu mendasarkan perilakunya pada karakter-karakter yang ditonjolkan oleh media tersebut. Dalam
16
Ibid., h. 134.
17
Ibid., h. 136.
posisi inilah media menghasilkan suatu idola bagi perilaku agresif Hjelle, Ziegler, 1981: 237-274.
18
Ketika anak-anak menonton tayangan film-film misteri yang menakutkan secara terus menerus,mereka cenderung akan menjadi penakut. Sedang jika
mereka menonton tayangan kekeraan, mereka terinspirasi melakukan tindakan agresif. Sebaliknya ketika mereka menonton tayangan yang baik, mereka
terinspirasi untuk melakukan perbuatan yang baik.
19
Dalam proses belajar sosial Social Learning Process, Albert Bandura menggagas bahwa media massa merupakan agen sosialisasi utama selain orang
tua, keluarga besar, guru, sekolah, sahabat, dan seterusnya. Bandura membagi prosesnya ke dalam empat tahapan, yakni:
20
1. Proses Perhatian Attention
Pada tahapan ini seorang anak mengamati peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Peristiwa atau kejadian dapat saja berupa tindakan tertentu,
misalnya pemikiran abstract modelling seperti sikap, nilai-nilai atau pandangan hidup. Anak dapat mengamati peristiwa tersebut mungkin dari
orang tuanya, guru atau media. meskipun ada ratusan peristiwa yang dialami setiap hari, namun hanya beberapa saja yang menarik perhatian mereka
adalah kejadian yang mudah diingat, sederhana, menonjol, menarik, dan terjadi berulang-ulang. Tidak mengherankan tayangan kekerasan atau
sejenisnya yang menonjolkan agresivitas sangat menarik perhatian mereka
18
Ibid., h. 142-143.
19
Ibid., h. 143.
20
Ibid., h. 144-145.
karena mudah diingat, sangat menarik perhatian, apalagi jika disiarkan berulang-ulang.
2. Proses Mengingat Retention
Dari tahapan perhatian terhadap peristiwa, seorang anak akan menyimpan peristiwanya ke dalam memorinya dalam bentuk imajinasi atau lambang
secara verbal sehingga menjadi ingatan memory yang sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali. Dengan kata lain, gambaran membanting atau memukul
disimpan dalam visual imajinari, bahasa, dan suatu saat dapat dipanggil kembali.
3. Proses Reproduksi Motoris Motoris Reproductin
Pada tahapan ini, anak menyatakan kembali pengalaman-pengalaman yang sebelumnya perseptual. Hasil ingatan tadi akan meningkat menjadi bentuk
perilaku. Dengan kata lain, tayangan kekerasan yang tersimpan dalam imajinasi dinyatakan kembali sehingga menghasilkan perilaku agresif.
4. Proses Motivasional Motivational
Suatu motivasi sangat tergantung kepada peneguhan reinforcement yang mendorong perilaku seorang anak ke arah pemenuhan tujuan tertentu.
Perilaku akan terwujud apabila ada nilai peneguhan, misalnya self reinforcement adalah rasa puas diri.
G. Tayangan Kekerasan Televisi Terhadap Perubahan Perilaku Kekerasan