SEJARAH IBU SUSU ASI, KONSEP

79 Mengenai status kemurnian ASI menurut Ibnu al-Qasim bahwa apabila air susu dilarutkan dalam air atau lannya, kemudian diminumkan kepada anaknya maka tidak menyebabkan hukum tahrim. Begitu juga dengan Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jika ASI tersebut dicairkan, dikentalkan atau dibuat keju maka tidak menyebabkan hukum tahrim, karena hal semacam itu tidak dapat disebutkan sebagai kegiatan menyusui secara alami dan bayi pun tidak merasa puas. Sedangkan menurut Imam Syafi‟I bahwa penetapan mahram tidak disyaratkan susu itu dalam kondisi alami, baru keluar dari puting bahkan meskipun ASI tersebut telah masam, mengental, menguap, menjadi keju atau tercampur air dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu tersebut telah sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan telah tercapai. Karena status dari ASI itu sendiri tidak hilang.

C. SEJARAH IBU SUSU

Awal mulanya istilah Ibu Susu sudah dipraktikkan dan sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat Arab Kota untuk mengirimkan anak-anak mereka yang baru lahir kedaerah gurun untuk disusui hingga disapih, serta menghabiskan masa kanak-kanak mereka ditengah-tengah suku badui tak terkecuali Mekkah. 97 97 Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta; PT Serambi Ilmu Semesta, 2003 Ed.II, hlm. 42-43 80 Tradisi Ibu Susu ini terjadi karena desakan ekonomi dan apalagi sejak musim wabah penyakit dan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik dan timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia, maka para wanita-wanita yang sedang menyusui bertebaran mencari bayi anak orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai. 98 Seyogianya bayi itu disusukan kepada selain ibunya dua-tiga hari setelah kelahirannya. Itu yang terbaik karena susu ibunya sendiri waktu itu masih sangat kental, selain memuat berbagai macam formulasi yang berbeda dengan susu wanita yang berprofesi khusus menyusui. Orang-orang arab sangat memperhatikan soal itu. 99 Menurut riwayat yang paling kuat mengenai waktu kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu jatuh pada hari Senin malam tepatnya pada tanggal 12 Rabi‟ul Awwal. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, almarhum bapaknya Abdullah meninggal dunia ketika istrinya Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad yang baru berumur 2 dua bulan. Lalu beliau di asuh oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib dan disusukan oleh Bani Sa‟ad karena pada waktu itu yakni waktu kelahiran beliau berbarengan dengan musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian. 100 98 Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah; Suatu Penafsiran Baru, bandung; mizan, 1984, hlm. 84-85 99 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Fiqh Bayi, Jakarta; Fikr, 2007, hlm. 332 100 Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam, Jakarta; Robbani Perss, 1999, Cet. I, hlm. 31-32 81 Beberapa suku memiliki reputasi yang sangat baik dalam hal menyusui dan mengasuh anak, diantaranya adalah Bani Sa‟ad ibn Bakr. Mereka adalah suku Hawazin terpencil yang tinggal disebelah tenggara Mekkah. Siti Aminah ibu Nabi Muhammad ingin mempercayakan putranya untuk diasuh seorang wanita dari suku tersebut, yaitu kepada Halimah binti Abi Zu‟aib as-Sa‟diyah yang berangkat bersama suaminya Haris dan dia baru saja dikaruniai seorang bayi laki-laki yang mereka rawat sendiri. 101 Dari penjelasan diatas, dapat difahami bahwa adanya praktik ibu susu tidak terlepas dari sejarah yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan karena desakan ekonomi di wilayah Arabia kala itu, serta kondisi alam yang kurang bersahabat dengan timbulnya wabah penyakit yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik yaitu datangnya musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian, serta timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia. Inilah yang melandaskan para ibu-ibu kala itu untuk mencari anak orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai. 101 Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, hlm. 43- 44 82

BAB III DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA AIMI