enzim feroketalase menghasilkan heme Dharma 1989; Widmann 1999. Heme disintesis di mitokondria dan penggabungan dengan globin terjadi dalam
sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang Hoffbrand dan Pettit 1996. Eritoblast kemudian menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti sel
menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin,
inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia
masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam
stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis menyelip melalui pori membran. Retikulum endoplasma tersisa di dalam
retikulosit terus menghasilkan hemoglobin selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi
eritrosit dan membelah secara mitosis.
3. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap persentase hematokrit
tikus yang dipapar asap rokok
Persentase hematokrit dalam penelitian ini memiliki rerata yang bervariasi. Rerata persentase hematokrit yang diperoleh pada kelompok perlakuan KP1, KP2
dan KP3 sebesar 41,66-46,02 sedangkan pada kelompok kontrol positif sebesar 43,48-45,08 dan kelompok kontrol negatif yang hanya dipapar asap rokok
sebesar 40,38-42,44 yang cenderung lebih rendah dibawah normal Tabel 8. Penurunan persentase hematokrit di bawah nilai normal dapat
mengindikasikan terjadinya anemia. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo 1988, persentase
hematokrit tikus putih normal antara 45-47. Persentase hematokrit yang rendah tersebut dapat disebabkan adanya proses destruksi eritrosit yang sudah tua.
Persentase hematokrit yang rendah juga dapat disebabkan oleh darah yang terlalu encer karena jumlah eritrositnya rendah Dharma et al. 2010. Penurunan nilai
hematokrit dapat dijumpai pada kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah Wientarsih et al. 2013. Besarnya persentase hematokrit tergantung pada jumlah
eritrosit total dan jumlah kebutuhan oksigen bagi metabolisme tubuh. Menurut
Preet dan Prakash 2011, jumlah eritrosit juga memiliki korelasi dengan kadar hemoglobin yang terukur.
Hasil uji statistik dengan menggunakan One Way Anova persentase hematokrit, terdapat perbedaan bermakna pada kelompok kontrol negatif dengan
taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 p5 terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Hal ini karena pada masing-masing
kelompok KP1, KP2, KP3 diberi ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis yang berbeda sedangkan kelompol kontrol negatif tanpa diberi ekstrak kulit buah
rambutan hanya paparan asap rokok. Pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna dimana hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan tersebut memberikan efek yang sama dalam meningkatkan persentase hematokrit dalam kisaran normal. Namun dari
hasil rerata persentase hematokrit pada Gambar 16 terjadi peningkatan hingga hari ke 30. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase hematokrit seiring
dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan pada kelompok perlakuan sesuai dengan hasil uji regresi linier. Hasil uji regresi linier data
persentase hematokrit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan persentase hematokrit dengan model persamaan regresi liniernya
adalah Y = 44,50 + 0,50X, bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat meningkatkan persentase hematokrit.
Peningkatan persentase hematokrit ini disebabkan karena pada ekstrak kulit buah rambutan terdapat kandungan polifenol yang berperan sebagai pendonor atom
hidrogen H
+
kepada radikal bebas agar menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak, sehingga membran lipid eritrosit dapat terlindungi dari
radikal bebas. Namun dari hasil R
2
diperoleh sebesar 0,388 = 38,8, hal ini menunjukkan nilai yang rendah dibawah 50. Jadi kandungan senyawa di dalam
ekstrak kulit buah rambuatan kurang berpengaruh terhadap peningkatan persentase hematokrit dan masih ada 61,2 disebabkan oleh pengaruh atau faktor
lain yang tidak diketahui dan tidak diamati dalam penelitian ini, sehingga ekstrak kulit buah rambutan kurang berpontensi untuk dikembangkan sebagai agen
proteksi.
Berdasarkan pola grafik dan nilai yang didapat dari keseluruhan penelitian ini terlihat sejalan dengan peningkatan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan
persentase hematokrit darah. Terjadinya peningkatan dan penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit dalam batas normal pada
kelompok KP1, KP2 dan KP3. Berdasarkan hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka
dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena adanya kerja antioksidan
polifenol. Antioksidan merupakan senyawa kimia yang mampu menghambat terbentuknya senyawa radikal bebas yang tidak stabil melalui reaksi reduksi yakni
transfer atom hidrogen H
+
kepada radikal bebas untuk menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak. Antioksidan dapat melindungi suatu membran
tertentu khususnya yang berlemak dari serangan oksidasi termasuk serangan dari radikal bebas Muhtadi et al. 2014. Senyawa polifenol telah diketahui memiliki
berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya
oksigen singlet serta pendonor elektron Thitilertdecha et al 2010. Salah satu senyawa aktif polifenol dalam kulit buah rambutan yaitu flavonoid.
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa polifenol yang dapat ditemukan di kulit buah rambutan yang berperan sebagai antioksidan Dewi
et al. 2013. Flavonoid inilah yang dapat mencegah terjadinya stress oksidatif. Flavonoid yang terdapat pada ekstrak kulit buah rambutan diduga dapat
menghambat proses terjadinya peroksidasi lipid, sehingga radikal bebas tidak dapat berkembang menjadi radikal bebas yang baru. Mekanisme kerja dari
flavonoid sebagai antioksidan dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung bekerja di dalam
tubuh dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui beberapa mekanisme seperti peningkatan ekspresi gen antioksidan melalui aktivasi nuclear
factor eryhtrid 2 related factor 2 Nrf2 sehingga terjadi peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti SOD superoxide
dismutase Sumardika 2012. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung yaitu dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak
berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang. Bilamana menerima atom hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif
Suparmi et al. 2012. Flavonoid yang terbentuk dalam tumbuhan berasal dari asam amino
aromatik fenilalanin dan tirosin dan malonat. Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang terdiri 15 atom karbon yang terangkai dalam 3 cincin C6-C3-C6
yang ditandai dengan A,B,C Gambar 18. Berbagai kelas flavonoid berbeda dalam tingkat oksidasi dan pola substitusi pada cincin C, sedangkan perbedaan
setiap senyawa dalam kelas adalah berbeda dalam substitusi pada cincin A dan B. Hubungan antara flavonoid dan aktivitas peredaman radikal bebas free radical
scavenging menunjukkan bahwa diantara senyawa flavonoid terdapat perbedaan aktivitas, perbedaan tergantung pada struktur dan substituen pada cincin
heterosiklik cincin C dan cincin B. Ada 2 gugus fungsi utama pada flavanoid yang menentukan potensi peredaman radikal beba
s yaitu: a. gugus hidroksil 3‟,4‟ orto-dihidroksi pada cincin B flavonoid, yang mempunyai sifat sebagai donor
elektron dan merupakan target radikal; b. ikatan rangkap 2,3 yang terkonjugasi dengan gugus 4-okso gugus 1,4-piron pada cincin C dan c. gugus hidroksil
pada posisi 3 dan 5 pada cincin heterosiklik yang berperan pada delokalisasi elektron.
Gambar18. Struktur flavonoid Sumber: Simanjuntak 2012 Aktivitas antioksidan flavonoid berkaitan dengan bentuk struktur
senyawanya. Potensi antioksidan flavonoid dengan substitusi polihidroksilasi dipengaruhi oleh lokasi substitusi hidroksi pada cincin B dan kemampuan
memerangkap radikal yang dihasilkan oleh gugus hidroksi fenolik Miyake dan Shibamoto 1997. Dari berbagai penelitian substitusi hidroksil OH pada posisi
orto dalam cincin B memberikan aktivitas antioksidan yang besar, hal ini disebabkan meningkatnya stabilitas bentuk radikal flavonoid dan polifenol
melalui delokalisasi elektron yang menyertai pembentukan radikal. Penambahan gugus OH dalam posisi para juga meningkatkan aktivitas antioksidan. Posisi orto
dan para mempunyai aktivitas pemerangkapan yang tinggi dibanding posisi meta Ogata et al. 1997. Aktivitas antioksidan yang tinggi dihasilkan adanya ikatan
rangkap C2-C3 dan gugus okso pada cincin C, sebagai contoh kuersetin flavanol dengan jumlah gugus OH yang sama dengan katekin tetapi memiliki tingkat
aktivitas yang lebih tinggi. Reduksi kuersetin menjadi dihidrokuersetin menunjukkan ikatan rangkap C2-C3 dapat meningkatkan aktivitas antioksidan
Aruoma dan Cuppet 1997. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah rambutan mampu
meningkatkan dan mempertahankan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok dengan dosis 45 mgkgBB yang
paling efektif untuk mencegah terjadinya anemia, namun belum dijadikan sebagai pengobatan penurunan jumlah darah atau anemia pada manusia. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan ekstrak kulit buah rambutan sebagai pengobatan penyakit anemia ke tingkat hewan yang lebih tinggi
yaitu kelinci untuk mencari bukti efek terapeutik afficacy dan keamanan safety serta efek samping side effect yang terjadi.
Beberapa hal yang berkaitan dengan keterbatasan penelitian ini misalnya terkait dengan alat yang digunakan yaitu Hematology Analyzer BC 2600 tidak
spesifik untuk mengukur parameter hematologi khususnya pada hewan karena alat ini merupakan alat untuk mengukur parameter hematologi pada manusia, sehingga
data yang diperoleh dari hasil penelitian ini kurang akurat dan teliti, serta ekstrak kulit buah rambutan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan isolasi
senyawa aktif chemical marker dari kulit buah rambutan yang memiliki aktivitas antioksidan paling kuat, sehingga tidak diketahui senyawa mana yang spesifik
dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data dan hasil penelitian, simpulan dari penelitian ini bahwa ekstrak kulit buah rambutan dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit darah pada tikus putih yang dipapar asap rokok. Dosis yang efektif dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan
nilai hematokrit darah yaitu 45 mgkgBB.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diajukan yaitu
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa aktif chemical marker dari kulit buah rambutan yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan paling kuat dalam meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah. Selain itu cara ekstraksi dalam
penelitian harus diperhatikan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam penelitian.
2. Apabila akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemeriksaan hematologi, sebaiknya menggunakan alat Hematology Analyzer Sysmax KX-
21
®
yang spesifik untuk parameter hematologi pada hewan, sehingga data hasil penelitian yang didapat benar-benar akurat dan teliti.
3. Perlu diadakan penelitian serupa pada penelitian lebih lanjut ke tingkat hewan yang lebih tinggi yaitu kelinci, karena sudah diketahui sebelumnya bahwa
ekstrak kulit buah rambutan dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah tikus.
4. Rokok dapat menyebabkan penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit darah yang mengakibatkan kejadian anemia, oleh karena
itu diharapkan kepada pengkonsumsi rokok untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut karena banyak menyebabkan kerugian pada kesehatan.
54