Asas-asas Hukum Perjanjian Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

pokok perjanjian tersebut. Tetapi ada pengecualiannya terhadap undang-undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu yang dinamakan perjanjian formal. Misalnya perjanjian perdamaian yang dilakukan secara formal.

3. Asas-asas Hukum Perjanjian

Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa latin principium, bahasa Inggris principle dan bahasa Belanda beginsel, yang artinya yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat. Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas yakni, pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak the broad reason. Kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum the based of rule of law. Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya. Ada beberapa asas umum Hukum Perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni : Universitas Sumatera Utara a. Asas personalia Asas personalia dijumpai pada Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi : “pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya dan akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. 41 1 Untuk dan atas namanya serta kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal ini, maka ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku baginya secara pribadi ; Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata menunjuk pada asas personalia, namun ketentuan pasal tersebut juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Pada umumnya sesuai dengan asas personalia, yang diberikan dalam Pasal 1315 KUH Perdata, masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu dapat dibedakan atas : 2 Sebagai wakil dari pihak tertentu ; 3 Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa. 41 Salim, Op.Cit, hal. 13. Universitas Sumatera Utara b. Asas konsensualitas Menurut asas ini, perjanjian sudah timbul dan mengikat sejak tercapainya konsensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai objek perjanjian meskipun kesepakatan itu telah dicapai secara lisan semata-mata. Asal dari kesepakatan mengenai objek perjanjian ini dapat ditetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Misalnya dalam perjanjian jual beli, 42 perjanjian dianggap sudah lahir sejak adanya penawaran atas barang dari penjual, dan oleh pembeli penawaran tesebut disetujui saat itulah dianggap perjanjian telah dilahirkan. Asas konsensualitas memperlihatkan, bahwa adanya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam perjanjian tersebut. Segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah tercapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian untuk menjaga kepentingan pihak debitur atau yang berkewajiban memenuhi prestasi diadakanlah bentuk-bentuk formalitas dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Ketentuan yang mengatur asas ini dapat terlihat pada pasal mengenai sahnya suatu perjanjian yakni Pasal 1320 KUH Perdata. 42 Kansil, Hukum Dagang Indonesia Buku Ke satu Hukum Dagang Menurut KUHD dan KUH Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 1994, hal. 195. Universitas Sumatera Utara c. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : “1 Membuat atau tidak membuat suatu perjanjian ; 2 Mengadakan perjanjian dengan siapapun ; 3 Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya ; 4 Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan”. Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir pada zaman yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groth, Thomas Hobes, John Locke dan Rosseau. 43 Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUH Perdata. Jika asas konsensualitas dasar keberadaan pada poin pertama pasal tersebut yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, maka asas kebebasan berkontrak dasarnya dalam rumusan poin keempat Pasal 1320 KUH Perdata yaitu suatu sebab yang tidak terlarang. 43 Salim,Op.Cit.hal. 9. Universitas Sumatera Utara Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah suatu perbuatan yang terlarang, seperti yang termuat dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu : “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum ”. Asas kebebasan berkontrak ini memungkinkan para pihak untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. 44 d. Asas pacta sunt servanda perjanjian berlaku sebagai undang-undang Asas pacta sunt servanda perjanjian berlaku sebagai undang-undang diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan : “suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal tersebut merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian”. Jadi perjanjian adalah sumber perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat secara sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal ini salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, 44 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip KeterbukaanAanvulend Recht Dalam Hukum Perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 275 Universitas Sumatera Utara maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. 45 Setiap kreditur yang tidak memperoleh pelaksanaan kewajiban oleh debitur dapat berhak memaksakan pelaksanaannya dengan meminta bantuan Suatu prestasi untuk melaksanakan suatu kewajiban selalu memiliki dua unsur penting. Pertama, berhubungan dengan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh debitur schuld. Dalam hal ini ditentukan siapa debitur yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi, tanpa mempersoalkan apakah pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut oleh kreditur yang berhak atas pelaksanaan kewajiban tersebut. Kedua, berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban, tanpa memperhatikan siapa debiturnya haftung. Pada umumnya dalam setiap perikatan, pemenuhan prestasi yang berhubungan dengan kedua hal tersebut terletak pada debitur, berarti debitur yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan adalah juga yang seharusnya dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya didasarkan yang lahir dari hubungan hukum diantara pihak dalam perikatan tersebut. Dalam kontrak demikian, berarti suatu perjanjian tanpa haftung adalah perjanjian yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh kreditur. Perjanjian yang dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang pelaksanaannya ditentukan oleh undang-undang suatu negara. 45 Gunawan Widjaja, Op.cit, hal. 282 Universitas Sumatera Utara pada pejabat negara yang berwewenang, yang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapa jauh suatu prestasi yang telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan, atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat dilaksanakan, semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitur.

4. Berakhirnya Perjanjian