GAMBARAN PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE FIF DAN

BAB III GAMBARAN PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE FIF DAN

ANALISIS PEMANFAATAN KONTRAK BAKU DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE FIF KOTA PEMATANGSIANTAR A. Uraian Singkat PT Federal International Finance FIF Kota Pematangsiantar. PT Astra International Tbk perseroan sebagai induk dari PT Astra International Tbk perseroan bermula dari sebuah perusahaan dagang yang didirikan tanggal 20 Februari 1957 oleh almarhum Tjia Kian Tie dan Wiliam Soerdjaya setelah itu bidang usahanya berkembang dan beralih ke investasi. Kini PT Astra International Tbk perseroan adalah sebuah perusahaan publik yang memiliki enam bidang usaha yaitu devisi otomotif, jasa keuangan alat berat, agribisnis, teknologi informasi dan infrastruktur. Dalam pengembangan usahanya selama ini PT Astra International Tbk bermitra usaha dengan perusahaan- perusahaan yang mempunyai reputasi internasional. Sebagai perusahaan yang telah Go Public dengan laba bersih pada tahun 2004 mencapai 5.406 lima ribu empat ratus enam triliun dan jumlah karyawan yang telah mencapai lebih dari 105.993 seratus lima ribu Sembilan ratus Sembilan puluh tiga , perusahaan ini semakin eksis dalam dunia usaha di Indonesia. Berbagai penghargaan telah diterima perusahaan ini baik dari lembaga nasional juga internasional semakin memantapkan perusahaan yang berpengaruh di dunia usaha. Sesuai dengan cita-cita perseroan Sejahtera Bersama Bangsa, perseroan ini aktif daalm berbagai kegiatan pengambangan masyarakat. Program tersebut tidak hanya bagi masyarakat kantor pusat, namun juga bagi komunitas lokal di sekitar Universitas Sumatera Utara operasional anak perusahaan perseroan diseluruh Indonesia. Tanggung jawab sosial tersebut dilakukan melalui usaha kecil dan menengah program pendidikan dan kebudayaan serta pemberdayaan masyrakat disekitar lokasi perusahaan. Upaya peningkatan dan kemajuan perusahaan PT Astra International Tbk menjalankan berbagai strategi yang ditekankan kepada peningkatan kompetisi inti yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas dan pengembangan sinergi, peningkatan awal penerimaan teknologi informasi, penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dengan memperhatikan etika kerja dan bisnis serta peningkatan standar yang bermanfaat bagi karyawan dilingkungan perusahaan. Secara struktural PT Astra Internasional Tbk ini mempunyai berbagai devisi usaha yang saling mendukung satu dengan lainnya. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah devisi keuangan yang berkaitan dengan pembiayaan konsumen sepeda motor. Bisnis PT Astra International Tbk di bidang jasa keuangan ini meliputi pembiayaan mobil dan sepeda motor, asuransi umum dan asuransi jiwa. Grup ACC membiayai 26 dua puluh enam persen dari total mobil yang dibeli secara kredit dari dealer Astra. Devisi yang mengelola bisnis dalam jasa pembiayaan sepeda motor ini adalah PT Federal International Finance FIF yang telah memberikan kontribusi sebesar 37 tiga puluh tujuh persen terhadap total penghasilan dari grup Astra. PT Federal International Finance adalah anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh perseroan dengan jaringan usaha 73 tujuh puluh tiga kantor cabang dan 195 seratus sembilan puluh lima poin layanan di seluruh Indonesia. Permintaan untuk sepeda motor yang terus meningkat dengan laju pertumbuhan dua digit tiap Universitas Sumatera Utara tahun. Secara umum kepemilikan sepeda motor di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kondisi perekonomian dikawasan ini. Di tahun 2003 penghasilan bersih meningkat 58 lima puluh delapan persen mencapai Rp. 1,11 satu koma sebelas triliun sementara kredit macet hanya 1,4 satu koma empat persen dari jumlah pembiayaan. Untuk mempertahankan pertumbuhan ini PT. Federal International Finance berhasil memperoleh tambahan melalui penerbitan obligasi sebesar Rp 750 tujuh ratus lima puluh milyar yang diamortasi lebih dari empat tahun. Total pembiayaan dari PT Federal International Finance FIF meningkat 43 empat puluh tiga persen dari tahun sebelumnya dan mewakili 62, 3 enam puluh dua koma tiga persen jumlah sepeda motor yang dibeli dengan sistem pembiayaan dan 52,3 lima puluh dua koma tiga persen dari semua sepeda motor Honda yang dibeli ditahun 2006. 84 PT Federal Internasional Finance FIF adalah perusahaan pembiayaan yaitu badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga Gambaran langkah yang dilakukan PT Federal Iinternational Finance FIF sehingga menjadi besar dalam pembiyaan sepeda motor adalah membantu para nasabah untuk dapat merealisasikan impiannya memerlukan upaya besar dibelakang layar. Penyelarasan antara pendanaan dan pembiayaan, pengelolaan resiko secara mantap peringkat kredit yang baik, otomasi yang efektif dan jaringan dealer yang bersemangat. 84 Annual Report, 2006: 22 Universitas Sumatera Utara pembiayaan. Dimana kegiatan usaha perusahaan pembiayaan adalah ; sewa guna usahaleasing, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Pada saat ini kegiatan yang dilakukan PT Federal Internasional Finance FIF adalah kegiatan usaha pembiayaan konsumen. Yang dimaksud kegiatan pembiayaan konsumen adalah pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau berkala oleh konsumen. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di wilayah kantor PT Federal International Finance FIF cabang Kota Pematangsiantar. B. Analisis Pemanfaatan Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International Finance FIF Dari Aspek Perlindungan Konsumen. Pada prinsipnya secara tradisional perjanjian dilakukan oleh dua pihak atau lebih berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak, dengan asas kebebasan berkontrak tersebut para pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan isi, bentuk dan lain-lain hal yang berkenaan dengan perjanjian sesuai dengan kesepakatan. Kedudukan para pihak dalam membuat perjanjian seimbang, artinya salah satu pihak tidak berada di atas atau di bawah, menekan atau ditekan. 85 Secara ekonomis proses negosiasi dilakukan atas dasar pertemuan kehendak yang sama, bukan dipaksakan untuk menerima kehendak pihak lainnya. Namun kini paradigma itu telah berubah seiring dengan perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat bisnis sehingga terdapat kecenderungan bahwa dalam transaksi bisnis proses negosiasi tidak dilakukan secara seimbang di antara para 85 Subekti,Op.Cit,hal.84 Universitas Sumatera Utara pihak. Perjanjian pada era bisnis pada saat ini, salah satu pihak telah mempersiapkan persyaratan dan isi perjanjian dengan model bentuk yang sudah ditentukan atau dicatat sedemikian rupa sehingga pihak lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk merubahnya dan hanya diminta untuk menyetujui saja. Proses negosiasi dalam pembuatan perjanjian demikian lazim dalam hukum perjanjian sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar. 86 Istilah perjanjian baku dalam bahasa Belanda disebut standaard contract atau standaard voorwaaren, dalam bahasa Inggris disebut standard contract atau standard form of contract. Istilah ini dipopulerkan oleh Mariam Darus dalam pidato pengukuhan Guru Besar tahun 1980 dan dalam pidato tersebut kata baku diartikan sebagai patokan, ukuran dan acuan, namun istilah ini masih belum memiliki keseragaman dalam penggunaannya. 87 Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar, Hondius yang merumuskan perjanjian baku adalah “konsep janji tertulis, disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan kedalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu”. Menurut Mariam Darus yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah “perjanjian yang isinya dilakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”. 88 86 www.konsumen cerdas.co.cc2009_01_01_archive.html 87 Tan Kamello Penyunting, Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa Ke masa,Jakarta : Pustaka Bangsa 2003. Hal. 16. 88 Ibid, 17 Sedangkan menurut Sutan Remy Sjahdeini pengertian perjanjian baku adalah “perjanjian yang hampir seluruh klausulanya sudah Universitas Sumatera Utara dilakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan”. 89 Dari pandangan para penulis tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang salah satu pihak telah mendominasi isi dan bentuk perjanjian, sehingga pihak lain hanya dapat menerima saja tanpa ada kemampuan untuk merubah sama sekali. Disinilah selalu dipersoalkan perjanjian baku dari segi hukum perjanjian, apakah perjanjian baku itu sah atau cacat hukum. 90 Salah satu bentuk perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan bagi pelaku bisnis dalam hubungan dengan konsumen adalah perjanjian pembiayaan konsumen dalam bentuk yang baku sudah standar. Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari bagi para pelaku usaha. Karena penggunaan perjanjian baku merupakan cara mencapai tujuan ekonomis yang efisien, praktis, cepat serta tidak bertele-tele. Namun bagi para ahli hukum khususnya yang berpandangan secara normatif, dalam perjanjian yang memuat klausula baku, maka ada kecenderungan bahwa dalam proses negosiasi pembuatan perjanjian tersebut tidak mengindahkan norma-norma asas hukum perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata jika perjanjian itu dilakukan dalam bentuk standar. 91 89 Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal.66. 90 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 111. 91 Ibid, hal. 113 Universitas Sumatera Utara PT Federal International Finance FIF adalah perusahaan bisnis yang bergerak di bidang pembiayaan konsumen. Setiap konsumen yang yang menginginkan barang modal antara lain kendaraan bermotor roda dua dengan merek Honda dapat mengajukan permohonan kepada kreditur untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Untuk dapat menerima fasilitas pembiayaan tersebut, PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar memberlakukan perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat secara tertulis, sedangkan pihak debitur sendiri tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian tersebut. Dari segi para pihak tidak ikut serta dalam membuat isi perjanjian yang dituangkan dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut telah terjadi ketidakseimbangan pengaturan antara hak dan kewajiban para pihak. Bahkan pelaku usaha juga mencerminkan adanya pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata. Namun sebaliknya ada juga ahli hukum yang menafsirkan lain arti dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yaitu, ketika disodorkan surat perjanjian oleh pelaku usaha PT FIF, kemudian setelah dibaca atau tanpa dibaca debitur langsung menandatangani formulir tersebut. Penandatanganan itu sudah merupakan bukti bahwa pihak yang menandatangani debitur telah terikat dengan isi perjanjian atau pihak debitur telah menerima isi perjanjian. Oleh karena itu, perjanjian demikian sah dan jika dibatalkan harus juga berdasarkan kesepakatan para pihak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua Universitas Sumatera Utara belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”. Dari aspek kemasyarakatan dapat dikemukakan dari pandangan Zeylemaker bahwa “dasar konsumen mau menandatangani atau menerima dokumen perjanjian baku standar adalah karena ajaran penundukan kemauan”. Artinya bahwa konsumen mau tunduk kerena adanya pengaturan yang aman dalam lalu lintas masyarakat yang disusun oleh orang yang ahli dalam bidangnya dan tidak berlaku secara sepihak sehingga orang tidak dapat berbuat selain tunduk. Pandangan lain yang mendukung perjanjian baku secara kemasyarakatan adalah Stein yang mengatakan bahwa “kebutuhan praktis dalam lalu lintas masyarakatlah yang menyebabkan pihak lain terikat pada semua syarat baku tanpa mempertimbangkan apakah ia memahami syarat-syarat yang diajukan atau tidak, asal ia dapat mengetahui”. 92 Berbeda dengan Stein, Hondius mengomentari pendapat Zeylemaker. Menurut Hondius bahwa pendapat Zeylemaker dapat dipakai sebagai dasar keterikatan konsumen tetapi dengan ketentuan bahwa “keterikatan itu dilengkapi dengan asas kepercayaan”. Jadi penandatanganan atau penerimaan atau tidak hanya terikat karena ia mau, melainkan juga ia harus percaya pada pihak itu berdasarkan perhitungannya. 93 Konsumen tidak dapat berbuat apapun kecuali hanya menerima isi perjanjian pembiayaan konsumen. Yang menjadi permasalahan adalah apakah dengan tundukknya konsumen pada isi perjanjian itu kemudian apabila terjadi 92 www.Hukumonline.comberitabacaholt 7990Penindakan Klusul-klausl baku terlarang masih minim. 93 Ibid Universitas Sumatera Utara perselisihan dapat merasa aman dan dilindungi secara hukum ketika konsumen membutuhkan suatu barang untuk dibiayai oleh suatu perusahaan. Memang konsumen tidak banyak mempertimbangkan aspek yuridis, yang terpenting adalah kebutuhan akan barang dapat dipenuhi secara praktis. Bahkan konsumen pada umumnya tidak membaca dan jika membaca banyak yang tidak memahami. Daripada tidak jadi mendapat barang modal lebih baik menandatangani formulir. Biasanya yang penting diketahui adalah jumlah angsuran yang harus dibayarkan berapa lama jangka waktunya. Dengan melihat kenyataan bahwa bargaining position posisi tawar konsumen pada prakteknya jauh di bawah para pelaku usaha, maka Undang- Undang Perlindungan Konsumen merasakan perlunya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam Bab V tentang ketentuan pencantuman klausula baku yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 18. Pasal 18 tersebut secara prinsip mengatur dua macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat klausula baku dalam perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat 1 mengatur larangan pencantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat 2 mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. 94 Dalam ketentuan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa pelaku usaha dalam 94 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Bandung : Nusa Media, 2008, hal. 96. Universitas Sumatera Utara menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat mencantumkan klausula baku. Selanjutnya Pasal 18 ayat 2 dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak bentuknya sulit terlihat dengan jelas, atau pengungkapannya yang sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini merupakan penegasan dari Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata yakni “suatu sebab adalah terlarang. Apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Ini berarti ketentuan perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang Pasal 18 ayat 1 dan 2 dianggap tidak pernah ada mengikat para pihak, pelaku usaha dan konsumen yang melaksanakan transaksi perdagangan barang atau jasa tersebut. 95 Ini berarti bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumenperjanjian transaksi usaha perdaganagan barang atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat 1, serta tidak berbentuk sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-undang tentang perlindungan konsumen tersebut. 96 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat 1 dan 2 tersebut di atas, maka perjanjian pembiayaan 95 Ibid, hal. 97 96 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.Cit, hal. 57 Universitas Sumatera Utara konsumen pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar yang memuat secara baku tidaklah bertentangan dan sudah sesuai dangan peraturan yakni pada ketentuan umum hukum perjanjian buku III KUH Perdata dan ketentuan khususnya yakni Pasal 18 terhadap kontrak baku Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tantang Perlindungan Konsumen. Dan hal ini dapat dibuktikan bahwa klausula baku yang dibuat tersebut dapat di baca oleh konsumen dengan jelas dan tidak ada hal-hal disembunyikan yang dapat merugikan konsumen dalam format perjanjian tersebut terdiri atas 9 sembilan pasal, dan sebelumnya pihak PT Federal International Finance FIF telah memberikan informasi mengenai barang yang akan mendapat pembiayaan dari PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar sebelum konsumen menandatangani perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Namun dalam kenyataan dan pelaksanaannya, walaupun sudah ada pengaturan terhadap perlindungan konsumen khususnya mengenai perjanjian baku, konsumen masih sering dirugikan atas pelaksanaan perjanjian baku pelaksanaan perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha. Pelaku usaha berusaha untuk mengalihkan tanggung jawabnya. Hal ini sesungguhnya memberikan dampak yang negatif bagi konsumen. Adapun kerugian yang ditimbulkan dari pemanfaatan kontrak baku dalam perjanjian pembiayaan ini adalah kedudukan debitur konsumen dan kreditur tidak seimbang, dimana posisi dominan pihak pelaku usaha membuka peluang yang luas bagi kreditur untuk menyalahgunakan kedudukannya. Suatu pelaku usaha bisa saja melakukan tindakan yang tidak jujur atau curang sehingga dapat membahayakan keselamatan Universitas Sumatera Utara diri konsumen. 97 Pemanfaatan perjanjian dengan menggunakan klausula baku seharusnya dapat menciptakan sistem perlindungan konsumen dan menciptakan kepastian hukum namun dalam kenyataan konsumen tidak dilindungi dan bahkan kepastian hukum hanya untuk kepentingan pelaku usaha saja 98 C. Perlindungan Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Pemanfaatan Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor PT Federal International Finance FIF Kota Pematangsiantar. . Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan dalam pemanfaatan perjanjian pembiyaan konsumen tersebut di atas, maka pemerintah perlu turut campur dalam pengawasan perlindungan konsumen agar pelaku usaha benar-benar memberikan informasi secara terang dan jelas tanpa menyembunyikan suatu hal yang dapat membahayakan keselamatan konsumen dalam memanfaatkan barang yang akan dikonsumsi. Kunci pokok perlindungan konsumen adalah bahwa konsumen dan pengusaha saling membutuhkan. Produksi tidak akan ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya. Inilah yang menyebutkan bahwa hubungan antara konsumen dan pelaku usaha adalah hubungan terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan lainnya. Pelaku usaha produsen sangat membutuhkan dan sangat 97 Adrian Suteti, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Ghalia Indonesia Anggota Ikapi, 2008, hal. 47 98 Ibid Universitas Sumatera Utara tergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan. 99 Dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar perjanjian tersebut dituangkan dalam bentuk yang baku sudah standar. Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari bagi PT Federal International Finance FIF karena perjanjian baku bersifat efisien, prkatis cepat serta tidak bertele-tele. Akibat dari perjanjian baku perjanjian standar ini, maka kedudukan dari konsumen debitur menjadi lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha kreditur, maka Undang-undang Perlindungan Konsumen merasakan perlunya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku yang dibuat oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan baku ini diatur dalam Bab V tentang ketentuan pencantuman klausula baku yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 18. Pasal 18 tersebut Hubungan antara pelaku usaha terjadi sejak proses prodsuksi, distribusi dan penawaran. Sampai pada tahapan penyaluran atau distribusi tersebut menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal. karena sifatnya massal ini maka peran negara sangat diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan kosumen pada umumnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan konsumen berdasarkan undang- undang. Peraturan ini perlu karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha karena mengenai proses sampai akhir produksi barang dan jasa yang dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun. 99 Abdul Halim Barkatulah,Op.Cit,hal. 45. Universitas Sumatera Utara secara prisip mengatur dua macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat 1 mengatur larangan perncantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat 2 mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. 100 Dalam ketentuan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat mencantumkan kluasula baku. Selanjutnya Pasal 18 ayat 2 dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak bentuknya sulit terlihat dengan jelas, atau pengungkapannya yang sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini merupakan penegasan dari Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata yakni “suatu sebab adalah terlarang. Apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Ini berarti ketentuan perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang Pasal 18 ayat 1 dan 2 dianggap tidak pernah ada mengikat para pihak yakni pelaku usaha dan konsumen yang melaksanakan transaksi perdagangan barang atau jasa tersebut. 101 Ini berarti bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumenperjanjian transaksi usaha 100 Abdul Halim Barkatullah,Op.Cit,hal. 96 101 Ibid, hal. 97 Universitas Sumatera Utara perdaganagan barang atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat 1, serta tidak berbentuk sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-undang tentang perlindungan konsumen tersebut. 102 1. Debitur konsumen dapat memilih jenis barang atau jasa yang dibutuhkannya untuk dapat menerima fasilitas pembiayaan dari PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar khususnya fasilitas pembiayaan sepeda motor roda dua dengan merek Honda sesuai dengan kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya melalui angsuran ; Dengan adanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara hukum membolehkan pelaku usaha membuat perjanjian dengan klausula baku standar asalkan sesuai dengan Pasal 18 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun kedudukan konsumen itu lemah, namun sesungguhnya sangat memberikan manfaat bagi konsumen itu sendiri berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar antara lain : 2. Dengan adanya pemberian informasi yang jelas, jujur dan benar baik itu mengenai jenis barang maupun terhadap jangka waktu angsuran dari dealer resmi Honda terhadap debitur yang akan mendapatkan pembiayaan konsumen, maka konsumen debitur akan dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam perjanjian pembiayaan sepeda motor roda dua dengan 102 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.Cit, hal. 57 Universitas Sumatera Utara merek Honda. Begitu juga jika barang yang dibelinya tersebut cacat, rusak atau telah membahayakan debitur maka debitur berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Namun jenis ganti kerugian yang diklaim debitur Konsumen tentunya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiatar. 3. Dengan adanya perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor roda dua dengan merek Honda pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar melaui dealer resmi Honda, maka debitur mendapatkan pemanfaatan untuk dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hal ini sesuai dengan motto dari PT Federal International Finance FIF untuk memberikan pelayanan pada masyarakat dalam hal pembiayaan konsumen. 4. Terhadap tata cara pembayaran dalam ketentuan Pasal 3 dalam perjanjian pembiyaan konsumen PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar maka jika terjadi keterlambatan pembayaran angsuran hutang pembiayaan dengan tidak mengurangi ketentuan wanprestasi dan berakhirnya perjanjian, debitur setuju untuk membayar denda keterlambatan dari jumlah angsuran yang telah jatuh tempo per hari. Hal ini memberikan manfaat kepada debitur untuk manjalankan kewajibannya untuk melunasi hutangnya dengan jangka waktu angsuran yang telah ditetapkan dan jika jatuh tempo maka konsumen harus membayar denda atas keterlambatan pemabayaran angsuran. Universitas Sumatera Utara 5. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen, maka negara memiliki kekuasaan untuk mengawasi pelaku usaha yakni PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar untuk tidak merugikan debitur, sebaliknya debitur harus melaksanakan kewajibannya untuk tidak mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain. Dengan adanya ketentuan Pasal 6 ayat 1 ini dalam perjanjian pembiayan konsumen PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar maka konsumen akan mengetahui bahwa ia tidak dapat menggadaikan, menyewakan atau mengalihkan barang jaminan kepada pihak lain. 6. Debitur dapat mengetahui kapan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar berakhir sebagaimana hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 7 tentang berakhirnya perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar. 7. Terhadap penyelesaian sengketa dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance FIF kota Pematangsiantar debitur dapat mengetahui bahwa segala perselisihan yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini para pihak setuju untuk memilih domisili hukum yang tetap dan umumnya meliputi kantor cabang pemberi fasilitas atau ditempat lainnya yang ditunjuk oleh pemberi fasilitas. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN