Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT Federal International Finance (FIF) Kota PematangSiantar

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Ashofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996.

Badrulzaman, Mariam Darus, Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001.

Barkatulah, Abdul Halim, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Bandung : Nusa Media, 2008.

Fuady, Munir, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000.

---, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori (Leasing, Factoring, Modal Ventura, Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995.

---, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007

Fuady, M dkk, Pengantar Bisnis, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,

Bandung : Alumni, 1994.

Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986.

Ikhsan, Achmad, Hukum Perdata I B, Jakarta : Pembimbing masa, 1969.

Lexy, J Maleong, Metode Penilitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1996.

Kamello, Tan (Penyunting), Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa Ke masa, Jakarta : Pustaka Bangsa 2003.

Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia Buku Kesatu Hukum Dagang Menurut KUHD Dan KUHPerdata, Jakarta : Sinar


(2)

Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Mashudi dan Muhammad Chidir Ali (alm), Bab-Bab Hukum Perikatan

(Pengertian Elementer), Bandung : Mandar Maju, 1995.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Bandung : sumur, 1981.

Rachmad, Budi. Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, Jakarta : Navindo Pustaka Mandiri, 2002.

Remy, Sutan, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993.

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat, Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

---, Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinargrafika : Jakarta, 2009.

Saliman, Abdul Rasyid dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Kasus), Jakarta : PT Gramedia Pustaka,2005.

Samsul, Inosentius, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggungjawab Mutlak, Universitas Indonesia : Fakultas Hukum, Pascasarjana, 2004.

Satrio, J, Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995.

Setiawan,R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta : Bina Cipta, 1977.

Simatupang, Burton Richard, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta : Rineka Cipta, 2003.


(3)

---, Hukum Perjanjian, Jakarta : Pembimbing Masa, 1980.

Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Suteti, Adrian, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor : Ghalia Indonesia Anggota Ikapi, 2008.

Syahrani,Riduan. Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung : Alumni, 1992.

Tiong, Oey Hoey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985.

Wibowo, VArrianto Mukti, Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic Commerce, Depok, Jawa Barat : Fakultas Ilmu Komputer UI, 1999.

Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Anvulend Recht) Dalam Hukum Perdata, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan

Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan


(4)

Internet

Jejak Setapak Perlindungan Konsumen Dalam Kacamata Aspek Hukum Perdata,

Beta Politikana

Herman-notary.blogspot.com/2009/06/dasar-hukum-perjanjian-pembiayaan-kosumen.html

www.konsumen cerdas.co.cc/2009/01/01/archive.html


(5)

BAB III

GAMBARAN PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) DAN ANALISIS PEMANFAATAN KONTRAK BAKU DALAM PERJANJIAN

PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) KOTA PEMATANGSIANTAR A. Uraian Singkat PT Federal International Finance (FIF) Kota

Pematangsiantar.

PT Astra International Tbk (perseroan) sebagai induk dari PT Astra International Tbk (perseroan) bermula dari sebuah perusahaan dagang yang didirikan tanggal 20 Februari 1957 oleh almarhum Tjia Kian Tie dan Wiliam Soerdjaya setelah itu bidang usahanya berkembang dan beralih ke investasi. Kini PT Astra International Tbk (perseroan) adalah sebuah perusahaan publik yang memiliki enam bidang usaha yaitu devisi otomotif, jasa keuangan alat berat, agribisnis, teknologi informasi dan infrastruktur. Dalam pengembangan usahanya selama ini PT Astra International Tbk bermitra usaha dengan perusahaan-perusahaan yang mempunyai reputasi internasional. Sebagai perusahaan-perusahaan yang telah Go Public dengan laba bersih pada tahun 2004 mencapai 5.406 (lima ribu empat ratus enam) triliun dan jumlah karyawan yang telah mencapai lebih dari 105.993 (seratus lima ribu Sembilan ratus Sembilan puluh tiga) , perusahaan ini semakin eksis dalam dunia usaha di Indonesia. Berbagai penghargaan telah diterima perusahaan ini baik dari lembaga nasional juga internasional semakin memantapkan perusahaan yang berpengaruh di dunia usaha.

Sesuai dengan cita-cita perseroan Sejahtera Bersama Bangsa, perseroan ini aktif daalm berbagai kegiatan pengambangan masyarakat. Program tersebut tidak


(6)

operasional anak perusahaan perseroan diseluruh Indonesia. Tanggung jawab sosial tersebut dilakukan melalui usaha kecil dan menengah program pendidikan dan kebudayaan serta pemberdayaan masyrakat disekitar lokasi perusahaan. Upaya peningkatan dan kemajuan perusahaan PT Astra International Tbk menjalankan berbagai strategi yang ditekankan kepada peningkatan kompetisi inti yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas dan pengembangan sinergi, peningkatan awal penerimaan teknologi informasi, penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dengan memperhatikan etika kerja dan bisnis serta peningkatan standar yang bermanfaat bagi karyawan dilingkungan perusahaan. Secara struktural PT Astra Internasional Tbk ini mempunyai berbagai devisi usaha yang saling mendukung satu dengan lainnya.

Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah devisi keuangan yang berkaitan dengan pembiayaan konsumen sepeda motor. Bisnis PT Astra International Tbk di bidang jasa keuangan ini meliputi pembiayaan mobil dan sepeda motor, asuransi umum dan asuransi jiwa. Grup ACC membiayai 26 % (dua puluh enam persen) dari total mobil yang dibeli secara kredit dari dealer Astra. Devisi yang mengelola bisnis dalam jasa pembiayaan sepeda motor ini adalah PT Federal International Finance (FIF) yang telah memberikan kontribusi sebesar 37 % (tiga puluh tujuh persen) terhadap total penghasilan dari grup Astra. PT Federal International Finance adalah anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh perseroan dengan jaringan usaha 73 (tujuh puluh tiga) kantor cabang dan 195 (seratus sembilan puluh lima) poin layanan di seluruh Indonesia. Permintaan untuk sepeda motor yang terus meningkat dengan laju pertumbuhan dua digit tiap


(7)

tahun. Secara umum kepemilikan sepeda motor di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kondisi perekonomian dikawasan ini. Di tahun 2003 penghasilan bersih meningkat 58 % (lima puluh delapan persen) mencapai Rp. 1,11 (satu koma sebelas) triliun sementara kredit macet hanya 1,4 % (satu koma empat persen) dari jumlah pembiayaan. Untuk mempertahankan pertumbuhan ini PT. Federal International Finance berhasil memperoleh tambahan melalui penerbitan obligasi sebesar Rp 750 (tujuh ratus lima puluh ) milyar yang diamortasi lebih dari empat tahun. Total pembiayaan dari PT Federal International Finance (FIF) meningkat 43 % (empat puluh tiga persen) dari tahun sebelumnya dan mewakili 62, 3 % (enam puluh dua koma tiga persen) jumlah sepeda motor yang dibeli dengan sistem pembiayaan dan 52,3 % (lima puluh dua koma tiga persen) dari semua sepeda motor Honda yang dibeli ditahun 2006.84

PT Federal Internasional Finance (FIF) adalah perusahaan pembiayaan yaitu badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga Gambaran langkah yang dilakukan PT Federal Iinternational Finance (FIF) sehingga menjadi besar dalam pembiyaan sepeda motor adalah membantu para nasabah untuk dapat merealisasikan impiannya memerlukan upaya besar dibelakang layar. Penyelarasan antara pendanaan dan pembiayaan, pengelolaan resiko secara mantap peringkat kredit yang baik, otomasi yang efektif dan jaringan dealer yang bersemangat.

84


(8)

pembiayaan. Dimana kegiatan usaha perusahaan pembiayaan adalah ; sewa guna usaha/leasing, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Pada saat ini kegiatan yang dilakukan PT Federal Internasional Finance (FIF) adalah kegiatan usaha pembiayaan konsumen. Yang dimaksud kegiatan pembiayaan konsumen adalah pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau berkala oleh konsumen. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di wilayah kantor PT Federal International Finance (FIF) cabang Kota Pematangsiantar.

B. Analisis Pemanfaatan Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International Finance (FIF) Dari Aspek Perlindungan Konsumen.

Pada prinsipnya secara tradisional perjanjian dilakukan oleh dua pihak atau lebih berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak, dengan asas kebebasan berkontrak tersebut para pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan isi, bentuk dan lain-lain hal yang berkenaan dengan perjanjian sesuai dengan kesepakatan. Kedudukan para pihak dalam membuat perjanjian seimbang, artinya salah satu pihak tidak berada di atas atau di bawah, menekan atau ditekan.85

Secara ekonomis proses negosiasi dilakukan atas dasar pertemuan kehendak yang sama, bukan dipaksakan untuk menerima kehendak pihak lainnya. Namun kini paradigma itu telah berubah seiring dengan perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat bisnis sehingga terdapat kecenderungan bahwa dalam transaksi bisnis proses negosiasi tidak dilakukan secara seimbang di antara para

85


(9)

pihak. Perjanjian pada era bisnis pada saat ini, salah satu pihak telah mempersiapkan persyaratan dan isi perjanjian dengan model bentuk yang sudah ditentukan atau dicatat sedemikian rupa sehingga pihak lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk merubahnya dan hanya diminta untuk menyetujui saja. Proses negosiasi dalam pembuatan perjanjian demikian lazim dalam hukum perjanjian sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar.86

Istilah perjanjian baku dalam bahasa Belanda disebut standaard contract

atau standaard voorwaaren, dalam bahasa Inggris disebut standard contract atau

standard form of contract. Istilah ini dipopulerkan oleh Mariam Darus dalam pidato pengukuhan Guru Besar tahun 1980 dan dalam pidato tersebut kata baku diartikan sebagai patokan, ukuran dan acuan, namun istilah ini masih belum memiliki keseragaman dalam penggunaannya.87

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar, Hondius yang merumuskan perjanjian baku adalah “konsep janji tertulis, disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan kedalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu”. Menurut Mariam Darus yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah “perjanjian yang isinya dilakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”.

88

86

www.konsumen cerdas.co.cc/2009_01_01_archive.html 87

Tan Kamello (Penyunting), Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa Ke masa,(Jakarta : Pustaka Bangsa 2003). Hal. 16.

Sedangkan menurut Sutan Remy Sjahdeini pengertian perjanjian baku adalah “perjanjian yang hampir seluruh klausulanya sudah


(10)

dilakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan”.89

Dari pandangan para penulis tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang salah satu pihak telah mendominasi isi dan bentuk perjanjian, sehingga pihak lain hanya dapat menerima saja tanpa ada kemampuan untuk merubah sama sekali. Disinilah selalu dipersoalkan perjanjian baku dari segi hukum perjanjian, apakah perjanjian baku itu sah atau cacat hukum.

90

Salah satu bentuk perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan bagi pelaku bisnis dalam hubungan dengan konsumen adalah perjanjian pembiayaan konsumen dalam bentuk yang baku / sudah standar. Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari bagi para pelaku usaha. Karena penggunaan perjanjian baku merupakan cara mencapai tujuan ekonomis yang efisien, praktis, cepat serta tidak bertele-tele. Namun bagi para ahli hukum khususnya yang berpandangan secara normatif, dalam perjanjian yang memuat klausula baku, maka ada kecenderungan bahwa dalam proses negosiasi pembuatan perjanjian tersebut tidak mengindahkan norma-norma asas hukum perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata jika perjanjian itu dilakukan dalam bentuk standar.91

89

Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.66.

90

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 111.

91


(11)

PT Federal International Finance (FIF) adalah perusahaan bisnis yang bergerak di bidang pembiayaan konsumen. Setiap konsumen yang yang menginginkan barang modal antara lain kendaraan bermotor roda dua dengan merek Honda dapat mengajukan permohonan kepada kreditur untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Untuk dapat menerima fasilitas pembiayaan tersebut, PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar memberlakukan perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat secara tertulis, sedangkan pihak debitur sendiri tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian tersebut. Dari segi para pihak tidak ikut serta dalam membuat isi perjanjian yang dituangkan dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut telah terjadi ketidakseimbangan pengaturan antara hak dan kewajiban para pihak. Bahkan pelaku usaha juga mencerminkan adanya pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata.

Namun sebaliknya ada juga ahli hukum yang menafsirkan lain arti dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yaitu, ketika disodorkan surat perjanjian oleh pelaku usaha (PT FIF), kemudian setelah dibaca atau tanpa dibaca debitur langsung menandatangani formulir tersebut. Penandatanganan itu sudah merupakan bukti bahwa pihak yang menandatangani (debitur) telah terikat dengan isi perjanjian atau pihak debitur telah menerima isi perjanjian. Oleh karena itu, perjanjian demikian sah dan jika dibatalkan harus juga berdasarkan kesepakatan para pihak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua


(12)

belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Dari aspek kemasyarakatan dapat dikemukakan dari pandangan Zeylemaker bahwa “dasar konsumen mau menandatangani atau menerima dokumen perjanjian baku / standar adalah karena ajaran penundukan kemauan”. Artinya bahwa konsumen mau tunduk kerena adanya pengaturan yang aman dalam lalu lintas masyarakat yang disusun oleh orang yang ahli dalam bidangnya dan tidak berlaku secara sepihak sehingga orang tidak dapat berbuat selain tunduk. Pandangan lain yang mendukung perjanjian baku secara kemasyarakatan adalah Stein yang mengatakan bahwa “kebutuhan praktis dalam lalu lintas masyarakatlah yang menyebabkan pihak lain terikat pada semua syarat baku tanpa mempertimbangkan apakah ia memahami syarat-syarat yang diajukan atau tidak, asal ia dapat mengetahui”.92

Berbeda dengan Stein, Hondius mengomentari pendapat Zeylemaker. Menurut Hondius bahwa pendapat Zeylemaker dapat dipakai sebagai dasar keterikatan konsumen tetapi dengan ketentuan bahwa “keterikatan itu dilengkapi dengan asas kepercayaan”. Jadi penandatanganan atau penerimaan atau tidak hanya terikat karena ia mau, melainkan juga ia harus percaya pada pihak itu berdasarkan perhitungannya.93

Konsumen tidak dapat berbuat apapun kecuali hanya menerima isi perjanjian pembiayaan konsumen. Yang menjadi permasalahan adalah apakah dengan tundukknya konsumen pada isi perjanjian itu kemudian apabila terjadi

92

www.Hukumonline.com/berita/baca/holt 7990/Penindakan Klusul-klausl baku terlarang masih minim.

93


(13)

perselisihan dapat merasa aman dan dilindungi secara hukum ketika konsumen membutuhkan suatu barang untuk dibiayai oleh suatu perusahaan. Memang konsumen tidak banyak mempertimbangkan aspek yuridis, yang terpenting adalah kebutuhan akan barang dapat dipenuhi secara praktis. Bahkan konsumen pada umumnya tidak membaca dan jika membaca banyak yang tidak memahami. Daripada tidak jadi mendapat barang modal lebih baik menandatangani formulir. Biasanya yang penting diketahui adalah jumlah angsuran yang harus dibayarkan berapa lama jangka waktunya.

Dengan melihat kenyataan bahwa bargaining position (posisi tawar) konsumen pada prakteknya jauh di bawah para pelaku usaha, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen merasakan perlunya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku / perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam Bab V tentang ketentuan pencantuman klausula baku yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 18. Pasal 18 tersebut secara prinsip mengatur dua macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat klausula baku dalam perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat (1) mengatur larangan pencantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat (2) mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang.94

Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa pelaku usaha dalam

94


(14)

menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat / mencantumkan klausula baku. Selanjutnya Pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak / bentuknya sulit terlihat dengan jelas, atau pengungkapannya yang sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini merupakan penegasan dari Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata yakni “suatu sebab adalah terlarang. Apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Ini berarti ketentuan perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang Pasal 18 ayat (1) dan (2) dianggap tidak pernah ada mengikat para pihak, pelaku usaha dan konsumen yang melaksanakan transaksi perdagangan barang atau jasa tersebut.95

Ini berarti bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen/perjanjian transaksi usaha perdaganagan barang atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku / klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1), serta tidak berbentuk sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang tentang perlindungan konsumen tersebut.96

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) dan (2) tersebut di atas, maka perjanjian pembiayaan

95

Ibid, hal. 97 96


(15)

konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar yang memuat secara baku tidaklah bertentangan dan sudah sesuai dangan peraturan yakni pada ketentuan umum hukum perjanjian buku III KUH Perdata dan ketentuan khususnya yakni Pasal 18 terhadap kontrak baku Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tantang Perlindungan Konsumen. Dan hal ini dapat dibuktikan bahwa klausula baku yang dibuat tersebut dapat di baca oleh konsumen dengan jelas dan tidak ada hal-hal disembunyikan yang dapat merugikan konsumen dalam format perjanjian tersebut (terdiri atas 9 (sembilan) pasal), dan sebelumnya pihak PT Federal International Finance (FIF) telah memberikan informasi mengenai barang yang akan mendapat pembiayaan dari PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar sebelum konsumen menandatangani perjanjian pembiayaan konsumen tersebut.

Namun dalam kenyataan dan pelaksanaannya, walaupun sudah ada pengaturan terhadap perlindungan konsumen khususnya mengenai perjanjian baku, konsumen masih sering dirugikan atas pelaksanaan perjanjian baku / pelaksanaan perjanjian standar yang dibuat oleh pelaku usaha. Pelaku usaha berusaha untuk mengalihkan tanggung jawabnya. Hal ini sesungguhnya memberikan dampak yang negatif bagi konsumen. Adapun kerugian yang ditimbulkan dari pemanfaatan kontrak baku dalam perjanjian pembiayaan ini adalah kedudukan debitur (konsumen) dan kreditur tidak seimbang, dimana posisi dominan pihak pelaku usaha membuka peluang yang luas bagi kreditur untuk menyalahgunakan kedudukannya. Suatu pelaku usaha bisa saja melakukan tindakan yang tidak jujur atau curang sehingga dapat membahayakan keselamatan


(16)

diri konsumen.97 Pemanfaatan perjanjian dengan menggunakan klausula baku seharusnya dapat menciptakan sistem perlindungan konsumen dan menciptakan kepastian hukum namun dalam kenyataan konsumen tidak dilindungi dan bahkan kepastian hukum hanya untuk kepentingan pelaku usaha saja98

C. Perlindungan Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Pemanfaatan Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar.

.

Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan dalam pemanfaatan perjanjian pembiyaan konsumen tersebut di atas, maka pemerintah perlu turut campur dalam pengawasan perlindungan konsumen agar pelaku usaha benar-benar memberikan informasi secara terang dan jelas tanpa menyembunyikan suatu hal yang dapat membahayakan keselamatan konsumen dalam memanfaatkan barang yang akan dikonsumsi.

Kunci pokok perlindungan konsumen adalah bahwa konsumen dan pengusaha saling membutuhkan. Produksi tidak akan ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya. Inilah yang menyebutkan bahwa hubungan antara konsumen dan pelaku usaha adalah hubungan terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan lainnya. Pelaku usaha (produsen) sangat membutuhkan dan sangat

97

Adrian Suteti, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Ghalia Indonesia Anggota Ikapi, 2008), hal. 47

98


(17)

tergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan.99

Dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar perjanjian tersebut dituangkan dalam bentuk yang baku / sudah standar. Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari bagi PT Federal International Finance (FIF) karena perjanjian baku bersifat efisien, prkatis cepat serta tidak bertele-tele. Akibat dari perjanjian baku / perjanjian standar ini, maka kedudukan dari konsumen (debitur) menjadi lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha (kreditur), maka Undang-undang Perlindungan Konsumen merasakan perlunya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku yang dibuat oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan baku ini diatur dalam Bab V tentang ketentuan pencantuman klausula baku yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 18. Pasal 18 tersebut Hubungan antara pelaku usaha terjadi sejak proses prodsuksi, distribusi dan penawaran.

Sampai pada tahapan penyaluran atau distribusi tersebut menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal. karena sifatnya massal ini maka peran negara sangat diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan kosumen pada umumnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan konsumen berdasarkan undang-undang. Peraturan ini perlu karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha karena mengenai proses sampai akhir produksi barang dan jasa yang dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun.

99


(18)

secara prisip mengatur dua macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat perjanjian yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat (1) mengatur larangan perncantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat (2) mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. 100

Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat / mencantumkan kluasula baku. Selanjutnya Pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak / bentuknya sulit terlihat dengan jelas, atau pengungkapannya yang sulit dimengerti. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini merupakan penegasan dari Pasal 1320 Jo 1337 KUH Perdata yakni “suatu sebab adalah terlarang. Apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Ini berarti ketentuan perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang Pasal 18 ayat (1) dan (2) dianggap tidak pernah ada mengikat para pihak yakni pelaku usaha dan konsumen yang melaksanakan transaksi perdagangan barang atau jasa tersebut.

101

Ini berarti bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen/perjanjian transaksi usaha

100

Abdul Halim Barkatullah,Op.Cit,hal. 96 101


(19)

perdaganagan barang atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku / klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1), serta tidak berbentuk sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang tentang perlindungan konsumen tersebut.102

1. Debitur (konsumen) dapat memilih jenis barang atau jasa yang dibutuhkannya untuk dapat menerima fasilitas pembiayaan dari PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar khususnya fasilitas pembiayaan sepeda motor roda dua dengan merek Honda sesuai dengan kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya melalui angsuran ;

Dengan adanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara hukum membolehkan pelaku usaha membuat perjanjian dengan klausula baku / standar asalkan sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun kedudukan konsumen itu lemah, namun sesungguhnya sangat memberikan manfaat bagi konsumen itu sendiri berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar antara lain :

2. Dengan adanya pemberian informasi yang jelas, jujur dan benar baik itu mengenai jenis barang maupun terhadap jangka waktu angsuran dari

dealer resmi Honda terhadap debitur yang akan mendapatkan pembiayaan konsumen, maka konsumen (debitur) akan dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam perjanjian pembiayaan sepeda motor roda dua dengan


(20)

merek Honda. Begitu juga jika barang yang dibelinya tersebut cacat, rusak atau telah membahayakan debitur maka debitur berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Namun jenis ganti kerugian yang diklaim debitur (Konsumen) tentunya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiatar.

3. Dengan adanya perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor roda dua dengan merek Honda pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar melaui dealer resmi Honda, maka debitur mendapatkan pemanfaatan untuk dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hal ini sesuai dengan motto dari PT Federal International Finance (FIF) untuk memberikan pelayanan pada masyarakat dalam hal pembiayaan konsumen.

4. Terhadap tata cara pembayaran dalam ketentuan Pasal 3 dalam perjanjian pembiyaan konsumen PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar maka jika terjadi keterlambatan pembayaran angsuran hutang pembiayaan dengan tidak mengurangi ketentuan wanprestasi dan berakhirnya perjanjian, debitur setuju untuk membayar denda keterlambatan dari jumlah angsuran yang telah jatuh tempo per hari. Hal ini memberikan manfaat kepada debitur untuk manjalankan kewajibannya untuk melunasi hutangnya dengan jangka waktu angsuran yang telah ditetapkan dan jika jatuh tempo maka konsumen harus membayar denda atas keterlambatan pemabayaran angsuran.


(21)

5. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen, maka negara memiliki kekuasaan untuk mengawasi pelaku usaha yakni PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar untuk tidak merugikan debitur, sebaliknya debitur harus melaksanakan kewajibannya untuk tidak mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain. Dengan adanya ketentuan Pasal 6 ayat (1) ini dalam perjanjian pembiayan konsumen PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar maka konsumen akan mengetahui bahwa ia tidak dapat menggadaikan, menyewakan atau mengalihkan barang jaminan kepada pihak lain.

6. Debitur dapat mengetahui kapan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar berakhir sebagaimana hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 7 tentang berakhirnya perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar.

7. Terhadap penyelesaian sengketa dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar debitur dapat mengetahui bahwa segala perselisihan yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini para pihak setuju untuk memilih domisili hukum yang tetap dan umumnya meliputi kantor cabang pemberi fasilitas atau ditempat lainnya yang ditunjuk oleh pemberi fasilitas.


(22)

BAB IV

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL

FINANCE (FIF) KOTA PEMATANGSIANTAR

A. Prosedur Permohonan Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International3 Finance (FIF) Kota Pematangsiantar

Untuk memperoleh kredit pembiayaan dengan pembiayaan konsumen, maka pihak calon debitur harus terlebih dahulu mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilalui. Salah satunya ialah untuk mengetahui apa saja yang menjadi syarat perjanjian pembiayaan konsumen yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan kosumen tersebut, dalam hal ini ialah PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar.

Agar terhindar dari segala yang tidak diinginkan, maka seorang calon debitur haruslah membaca dengan teliti atau secara detail apa saja yang menjadi isi perjanjian pembiayaan konsumen tersebut, dan perusahaan pembiayaan konsumen harus memberikan informasi secara jelas dan terang kepada debitur mengenai perjanjian pembiayaan tersebut.

Prosedur permohonan pembiayaan yang dilakukan PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar yang diberi nama dengan Perjanjian Pembiayaan Konsumen yaitu :

1. Seorang calon debitur yang ingin memiliki kendaraan bermotor roda dua tetapi tidak memiliki uang cukup untuk membeli secara kontan mendatangi sebuah supplier yaitu dealer resmi PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar yang menyediakan kendaraan


(23)

bermotor roda dua baru dengan merek Honda yang merupakan penyedia secara fisik kendaraan bermotor dari perusahaan pembiayaan konsumen Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar.

2. Setelah calon debitur menentukan kendaraan bermotor roda dua yang sesuai dengan pilihannya, maka jika ia ingin memperoleh bantuan pembiayaan, dengan adanya kerjasama antara debitur resmi Honda dan PT Federal Internatioanal Finance (FIF) kota Pematangsiantar, maka calon debitur dapat memohon bantuan pembiayaan kepada dealer, dan pihak

dealer akan memberikan daftar harga dan mengarahkan struktur kredit yang terbaik bagi calon calon debitur. Kemudian pihak debitur akan memberikan penjelasan mengenai persyaratan kredit untuk menjadi calon debitur. Lalu pihak dealer akan memberikan Formulir Permohonan Pembiayaan (FPP) untuk diisi oleh calon debitur. Lalu calon debitur mengisi Formulir Permohonan Pembiayaan (FPP). Data-data yang harus diisi oleh calon debitur antara lain :

a. Data pribadi meliputi : Nama pemohon sesuai KTP/SIM, nama panjang, nama panggilan, nomor identitas (nomor KTP), tempat tanggal lahir, umur, status, jumlah tanggungan, alamat lengkap, nomor telepon, status rumah, lama menempati, nama ibu kandung, pendidikan terakhir, nama pasangan dan pengguna unit.

b. Data pekerjaan meliputi : tipe pekerjaan, nama perusahaan, bidang usaha, jabatan,massa kerja, nomor telepon perusahaan, skala usaha dan alamat perusahaan ;


(24)

c. Alamat pengiriman jika barang dan atau jasa yang akan mendapatkan pembiayaan dari lembaga pembiayaan meliputi : alamat, penerima unit, hubungan, alasan (jika pemohon dan penerima unit berbeda) ; d. Data keuangan meliputi : penghasilan pemohon per bulan, penghasilan

pasangan per bulan, pengeluaran per bulan. Nomor rekening bank dan nomor kartu kredit.

e. Data keluarga dekat yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat (tidak serumah) meliputi : nama, hubungan, alamat dan nomor telepon rumah / handphone.

f. Yang paling terpenting dalam permohonan perjanjian pembiayaan di PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar ini harus ada surat persetujuan suami atau istri yang meliputi : nama istri/ suami, pekerjaan dan alamat Jika ada penjamin, maka harus dicantunkan data penjamin dalam Formulir Permohonan Pembiayaan (FPP)

Setelah data diri pemohon diisi dengan lengkap, maka debitur akan mengisi data-data kendaraan yang akan dibiayai, data-data ini di isi berguna sebagai salah satu pertimbangan perusahaan pembiayaan konsumen dalam hal menyetujui atau menolak permohonan pembiayaan.

Disamping mengisi data-data yang diharuskan dalam Formulir Permohonan Pembiayaan (FPP), pemohon juga melengkapi dokumen-dokumen lain yang dicantumkan di dalam formulir pembiayaan yaitu :


(25)

a. Jika pemohon perorangan berstatus sebagai pegawai negeri, harus menyertakan :

1) Fotokopi KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada) ; 2) Fotokopi kartu keluarga ;

3) Keterangan penghasilan dan slip gaji ;

4) Surat Kepegawaian Terakhir (SK Pegawai Negeri Sipil), Rekap gaji (bulan terakhir) / kartu pegawai ;

5) Rekening Koran / tabungan (3 bulan terakhir), nota pembelian dan nota penjualan (1 bulan terakhir) ;

b. Jika pemohon berstatus sebagai karyawan swasta, maka ia harus menyertakan :

1) Fotokopi KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada) ; 2) Fotokopi kartu keluarga ;

3) Keterangan penghasilan dan slip gaji ;

4) Rekening Koran / tabungan (3 bulan terakhir), nota pembelian dan nota penjualan (1 bulan terakhir) ;

c. Jika pemohon seorang wiraswasta harus menyertakan : 1) Fotokopi KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada) ; 2) Fotokopi kartu keluarga ;

3) Keterangan penghasilan per bulan ;

4) Rekening Koran / tabungan (3 bulan terakhir), nota pembelian dan nota penjualan (1 bulan terakhir) ;


(26)

5) Surat keterangan usaha yang dilegalisir oleh RT setempat dan foto usaha (harus ada jika ada tempat usaha) ;

6) Surat keterangan pengasilan (bermaterai) ;

7) Surat perjanjian kerjasama / bukti kontrak kerja sama jika adatergantung segmen bisnis.

d. Jika pemohon berstatus Badan Hukum, maka harus menyertakan :

1) Bukti identitas badan hukum, yang terdiri dari akte pendirian perusahaan dan akte perusahaan terakhir yang telah mendapat pengesahan dari departemen kehakiman ;

2) KTP direksi yang masih berlaku jika direksi adalah warga Negara Indonesia, fotokopi izin atau resi KTP atau surat keterangan domisili atau tempat tinggal yang dikeluarkan oleh kantor kelurahan/desa setempat, passport (jika direksi adalah warga Negara asing) ;

3) NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) badan hukum, nomor izin operasional yang masih berlaku, surat keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku.

4) Untuk bukti pendapatan, yaitu : laporan keuangan, rekening Koran, foto tempat usaha / perusahaan, surat perjanjian kerja sama yang masih berlaku (jika ada dan tergantung segmen bisnis calon debitur). e. Jika pemohon berstatus seorang warga Negara asing, maka ia harus

menyertakan :

1). Kartu ijin menetap sementara dan kartu ijin tinggal sementara dan IMTA (Ijin Menetap Tinggal Asing) yang masih berlaku ;


(27)

2). Fotocopy passport yang masih berlaku ;

3). NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), jika total pokok hutang lebih besar dari 50 juta

3. Setelah semua data diisi dan ditandatangani oleh semua pihak, maka Formulir Permohonan Pembiayaan (FAPP) yang asli dikembalikan lagi kepada pihak dealer untuk proses selanjutnya, dan lembar tembusan Form Permohonan Pembiayaan (FPP) disimpan oleh calon debitur. Setelah itu pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar setelah mendapat pemberitahuan dari dealer tentang adanya calon debitur, pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar akan langsung melakukan survey (pengecekan) dengan jadwal yang telah disepakati sebelumnya diberitahukan terlebih dahulu kepada calon debitur.

Survey (pengecekan) terhadap calon debitur dilakukan kerumah dan ke tempat usaha atau perusahaan calon debitur, dimana survey ini dilakukan untuk menganalisa kapasitas calon debitur. Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah :

a. Untuk memastikan keberadaan debitur dan memastikan akan kebutuhan barang konsumen ;

b. Untuk mempelajari keberadaan barang kebutuhan konsumen yang dibutuhkan oleh debitur, terutama harga, kredibilitas supplier, atau pemasok dan layanan purna jual ;


(28)

c. Untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat kebenaran laporan calon debitur dibandingkan dengan laporan yang telah disampaikan.

4. Setelah survey (pengecekan) dilakukan, tahap selanjutnya adalah tahap pembuatan costumer profile (profil pelanggan) disertai dengan denah lokasi calon debitur. Berdasarkan pemeriksaaan lapangan, marketing department akan membuat costumer profile dimana isinya menggambarkan :

a. nama calon debitur istri / suami ; b. alamat dan nomor telepon ; c. pekerjaan ;

d. alamat kantor ;

f. kondisi pembiayaan yang diajukan ; g. jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen.

5. Setelah pembuatan customer profile, tahap selanjutnya adalah pengajuan proposal kepada kredit komite. Pada tahap ini marketing department akan mengajukan proposal terhadap permohonan yang diajukan debitur kepada kredit komite. Proposal ini biasanya terdiri dari :

a. Tujuan pemberian fasilitas pembiayaan ;

b. Struktur pembiayaan yang mencakup harga barang, nett pembiayaan, bunga, jangka waktu, tipe dan jenis barang ;


(29)

c. Latar belakang debitur disertai dengan keterangan mengenai kondisi pekerjaan dan denah lokasi (lingkungan) tempat tinggalnya ;

d. Analisa resiko ; e. Saran dan kesimpulan.

dari tahap pengajuan proposal kepada kredit komite maka selanjutnya adalah keputusan kredit komite. Keputusan kredit komite adalah dasar bagi kreditur untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan debitur ditolak maka harus dibertahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui, maka marketing departement akan meneruskan tahapnya yakni tahap pengikatan. Pada pengikatan ini perjanjian pembiayaan konsumen dapat dilakukan secara bawah tangan yang dilegalisir oleh notaris atau dapat dikatakan secara notariil. Di dalam perjanjian yang telah disepakati, maka telah tercantum angsuran tiap bulan yang harus dibayar dalam jangka waktu tertentu setelah pembayaran uang muka terhadap barang atau jasa yang akan mendapat fasilitas pembiayaan konsumen.

6. Setelah terjadi penandatanganan perjanjian pembiayaan, maka PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar akan membayar kepada

supplier secara kontan harga barang atas nama debitur dan supplier

menyerahkan kendaraan bermotor roda dua merek Honda tersebut kepada debitur, hanya saja surat-surat yang berhubungan dengan barang tersebut seperti BPKP dan copy faktur pembelian dipegang oleh PT Federal


(30)

International Finance (FIF) kota Pematangsiantar sebagai jaminan hutang secara fidusia. Dan BPKB sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor roda dua akan diserahkan PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar kepada debitur setelah debitur melunasi hutangnya.

Dengan proses pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut di atas, maka debitur sudah dapat menikmati barang objek pembiayaan itu, akan tetapi debitur harus membayar angsuran untuk melunasi hutangnya kepada kreditur untuk dapat memperoleh bukti kepemilikan barang tersebut.

B. Pemberian Jaminan oleh Debitur dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT FIF Kota Pematangsiantar

Pemberian fasillitas kredit akan selalu membutuhkan adanya jaminan. Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam pemberian fasilitas kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur agar dana yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, dengan perkataan lain pihak kreditur atau pemilik dana, terutama lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukumnya.103

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. KUH Perdata juga mengatur mengenai pemberian jaminan ini yang terdapat dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “segala kebendaan si berhutang (debitur), baik

103

Abdul Rasyid Saliman Dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Kasus), (Jakarta : PT Gramedia Pustaka,2005 ), hal. 14


(31)

yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.” Ketentuan dalam pasal tersebut merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur. Di samping jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata, dalam ilmu jaminan, dikenal pula jaminan yang bersifat khusus. Yang dimaksud dengan jaminan kebendaan khusus ini adalah penunjukan / penentuan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga, yang dimaksudkan sebagai jaminan hutangnya kepada kreditur, dimana jika debitur wanprestasi atas pembayaran hutangnya, hasil dari benda objek jaminan tersebut harus terlebih dahulu dibayar kepada kreditur yang bersangkutan untuk melunasi pembayaran hutangnya, sedangkan jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan kepada kreditur yang lain.

Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa, khususnya kredit konsumsi. Untuk itu dapat dibagi kedalam jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan.

Dalam jaminan utama, sebagai suatu kredit, maka pokok jaminannya adalah kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen), bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Jadi di sini prinsip pemberian kredit berlaku, misalnya prisip 5C yaitu Collateral (jaminan


(32)

atau agunan), Capacity (kapasitas/kecakapan), Character (Watak), Capital

(Modal) dan Condition of economy (keadaan ekonomi).104

Suatu pemberian kredit berarti menanggung resiko tidak dibayarnya pengembalian kredit bank di sengaja maupun tidak. Sebagai cara mengatasi resiko yang mungkin terjadi PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar mewajibkan debitur untuk memberikan hak kepemilikannya secara fidusia atas barang atau barang-barang lain kepada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar. Dalam fidusia ini penyerahan barang jaminan dilakukan secara constituentum possessorium, artinya barang-barang

Jaminan pokok dalam transaksi pembiayaan konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut. Jika dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan tersebut dibuat dalam bentuk Fiduciary Transfer of Ownership (Fidusia). Karena adanya fidusia ini maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberi dana) hingga kredit lunas.

Dalam perjanjian pembiayaan konsumen sering juga dimintakan jaminan tambahan, walaupun tidak seketat jaminan untuk pemberian kredit bank. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi seperti ini berupa pengakuan hutang, kuasa menjual barang dan Assigment of Procceed (Cassie) dari asuransi. Di itu juga dimintakan persetujuan istri atau suami untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris untuk konsumen perusahaan sesuai dengan anggaran dasarnya.

104


(33)

yang diserahkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, yang diserahkan hanya hak miliknya (dalam arti terbatas saja).105

Jaminan fidusia dalam praktek yang dilaksanakan PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar sangat menguntungkan debitur karena debitur selain dapat menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang dibeli dari hasil pembiayaan tersebut untuk keperluan sehari-hari, ia tak perlu lagi memerlukan barang lain seperti sertifikat tanah, deposito atau barang berharga lainnya untuk Sedangkan jaminan fidusia sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan yaitu “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda bergerak maupun tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan”. Jaminan fidusia yang diberlakukan ini adalah jaminan yang bersifat esesor yaitu bahwa jaminan ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan bergantung pada perjanjian pokok dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan.

Ketentuan mengenai pemberian jaminan fidusia PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar bahwa faktur pembelian dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) / dokumen kendaraan yang akan dibuat dan dikeluarkan atas nama debitur, akan dijadikan jaminan secara fidisia, namun selama hutang debitur belum dibayar lunas, maka dokumen kendaraan akan disimpan kreditur untuk digunakan apabila diperlukan dan debitur tidak berhak dan tidak dapat dengan alasan apapun meminta dan meminjam dokumen kedaraan tersebut.

105


(34)

dijadikan jaminan untuk mendapatkan pembiayaan dati PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar mensyaratkan penyerahan hak milik (BPKB) sebagai jaminan tanpa perlu jaminan lainnya lagi. Begitu juga dengan pihak kreditur, dia tidak lagi memerlukan jaminan lain, cukup dengan hanya menyerahkan hak milik (BPKB) kepadanya, maka kreditur sudah dapat memberikan pembiayaan tersebut kepada pihak kreditur.

C. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar Dan Mekanisme Penyelesaiaannya.

Prestasi adalah salah satu hal pokok dan terpenting dalam perjanjian termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen karena prestasi adalah wajib dan harus dipenuhi oleh debitur.106

Menurut Pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah “seseorang yang memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu”. Sebaliknya dianggap wanprestasi yaitu apabila seseorang yaitu :

Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). Jika terjadi wanprestasi, maka sepatutnya harus ada suatu proses yang dilakukan sehingga pihak yang dirugikan mendapatkan kembali haknya.

107

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya ;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan ;

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat ; atau

106

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : alumni, 1992), hal. 228

107

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Perdata, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 356-357.


(35)

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi atau ingkar janji merupakan tindakan tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian. Debitur lalai atau sengaja tidak sengaja tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan.

Seorang yang melakukan wanprestasi itu mempunyai akibat yang merugikan.108

Di dalam perjanjian pembiayaan konsumen tidak dipenuhinya prestasi dapat datang dari kedua belah pihak baik dari kreditur maupun kreditur. Hal tersebut dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian pembiayaan konsumen. Kelalaian pemenuhan prestasi pada prakteknya lebih sering datang dari pihak debitur. Bentuk umum prestasi umum wanprestasi yang terjadi pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar adalah sebagi berikut :

Untuk mengetahui sejak saat kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi itu atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan, maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata “debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

109

1. Debitur lalai atau tidak dan / atau gagal memenuhi satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian pembiayaan dan perjanjian pemberian jaminan fidusia ;

2. Debitur tidak atau lalai melakukan pembayaran angsuran hutang pembiayaan pada tanggal jatuh tempo angsuran ;

108

Mashudi dan Muhammad Chidir Ali (alm), Bab-Bab Hukum Perikatan (Pengertian Elementer), (Bandung : Mandar Maju, 1995), hal. 64.

109


(36)

3. Debitur mengalihkan dengan cara apapun, menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemberi fasilitas ;

4. Perbuatan mengalihkan dengan cara apapun, menggadaikan atau menyewakan barang jaminan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi fasilitas merupakan perbuatan pidana.

Dalam hal pihak debitur lalai atau wanprestasi akibatnya ialah pihak kreditur berhak menuntut kepada pihak debitur agar melakukan pelunasan atas seluruh atau sisa hutang pembiayaan yang masih ada, baik yang telah jatuh tempo maupun yang belum jatuh tempo. Untuk seketika dan sekaligus dan pihak kreditur berhak untuk menarik atau mengambil barang jaminan kembali.

Apabila debitur telah melakukan salah satu bentuk wanprestasi sebagaimana disebut di atas, maka upaya yang dilakukan oleh pihak kreditur yaitu pihak perusahaan pembiayaan akan memberikan pernyataan lalai kepada pihak debitur. Dengan demikian, wanprestasi oleh pihak debitur yang berhutang itu harus dengan formal dinyatakan telah lalai lebih dahulu yaitu dengan memperingatkan debitur bahwa kreditur menghendaki pembayaran seketika. Singkatnya bahwa hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau somatie.

Cara pemberian teguran terhadap debitur yang wanprestasi tersebut telah diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa “teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis”. Dalam hal ini PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar memperingatkan debitur dengan


(37)

Surat Peringatan I (SK I), apabila pihak debitur tidak menanggapi surat peringatan I (SP I) tersebut, maka akan dilanjutkan dengan surat peringatan II (SP II), jika tidak ditanggapi juga oleh pihak debitur, maka pihak kreditur memberikan Surat Peringatan Terakhir (SPT) sebagai peringatan terakhir kepada debitur yang menunggak membayar angsuran hutang pembiayaan. Apabila Surat Peringatan Terakhir tidak juga ditanggapi pihak debitur, maka pihak kreditur yaitu pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar akan melakukan eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek pembiayaan yang ada ditangan debitur.110

Wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian tersebut menyebabkan perjanjian pembiayaan tersebut berakhir. Disebabkan dengan adanya wanprestasi oleh pihak debitur tersebut maka menyebabkan kerugian pada pihak kreditur. Maka mekanisme penyelesaian masalah yang timbul dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor roda dua dengan merek Honda pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dikenal dengan istilah

Collection management atau Account Receivable (A/R) Management yaitu suatu proses pengelolaan untuk mencegah atau mengurangi kerugian perusahaan yang

Adakalanya dalam proses penarikan kendaraan bermotor tersebut menjadi terhambat karena debitur dengan sengaja menghalang-halangi upaya pihak kreditur untuk melakukan penarikan kendaraan bermotor akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban debitur. Apabila eksekusi tidak dapat dilakukan juga, maka kreditur akan melakukan eksekusi lewat gugatan biasa kepengadilan.


(38)

mungkin timbul dari keterlambatan pembayaran oleh debitur. Perlu diketahui,

collection ini tidak sama dengan penagihan, karena proses collection-nya dapat terjadi jika terjadi debitur menunggak pembayaran.

Pada dasarnya setiap debitur berkewajiban untuk melunasi angsuran atau cicilan kreditnya sehingga bukan merupakan dari officier untuk menagih. Apabila tidak atau belum terjadi penunggakan. PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar menjelaskan bahwa penanganan terhadap debitur yang bermasalah di bagi menjadi 8 (delapan) tahap, yakni :

a. Debitur jatuh tempo (1-3 hari )

Desk coll mengingatkan debitur lewat telepon serta mengkonfirmasikan bahwa angsuran telah jatuh tempo dan meminta debitur untuk segera melakukan pembayaran dengan tetap selalu menjaga hubungan yang baik antar PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dengan debitur agar angsuran-angsuran berikutnya selalu membayar tepat waktu dan mengusahakan agar debitur membayar angsurannya.

b. Debitur over due (4-13 hari)

Pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar langsung akan menguhubungi debitur kerumah langsung melalui

Costumer Marketing Officier untuk mengingatkan agar sedapat mungkin membayar angsuran dan jatuh tempo pembayaran serta jasa sanksi kepada debitur apabila melakukan keterlambatan lagi serta diberikan surat peringatan (SP) kepada debitur.


(39)

Untuk debitur yang tidak membayar angsuran setelah jatuh tempo maka pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar harus sudah dapat menganalisa penyebab over due termasuk kandaraan dan keberadaan debitur A/R officier akan melakukan cross check apakah kendaraan (motor) masih ada atau tidak, dipakai oleh siapa serta mengingatkan debitur untuk tetap bertanggungjawab dengan memberikan Surat peringatan II (SP II) dilakukan dan harus jelas siapa yang menerima (ada tanda penerimanya), dicetak dan harus terkirim tanpa kecuali (Via Pos / team collection) yang melakukan usaha penagihan. d. Debitur over due (22-30 hari)

Kondisi ini sudah merupakan peringatan bagi team collection untuk dapat menyelesaikan permasalahan secepatnya agar tidak lebih dari 30 hari. Pihak utusan PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar harus mengadakan kunjungan yang lebih intensif untuk mengecek keberadaan kendaraan dan debitur dan sekaligus mengeluarkan surat peringatan terakhir (SPT). Dengan jangka waktu peringatan adalah 7 (tujuh) hari, termasuk koordinasi selanjutnya bila diperlukan.

e. Debitur over due (31-61 hari)

Debitur dalam posisi ini sudah masuk dalam katagori debitur yang memiliki kemampuan pembayaran angsuran yang buruk, surat peringatan pertama sampai surat peringatan terakhir sudah seharusnya sampai pada debitur. Dan apabila debitur tidak juga membayar angsuran hutangnya maka pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar


(40)

dapat melakukan penarikan kendaraan. Sebelum melakukan penarikan, perlu dipersiapkan data-data pendukung proses penarikan, dan diusahakan pendekatan dengan debitur agar proses penarikan berjalan lancar. Apabila susah diajak secara baik-baik, maka perlu dilakukan negosiasi secara kekeluargaan dan bila proses negosiasi ini tidak berhasil maka perlu melibatkan tim khusus untuk penarikan yang dibantu oleh aparat desa (jika perlu). Setelah kendaraan bermotor tersebut ditarik dari debitur maka dibuat berita acara serah terima kembali kendaraan sambil menunggu reaksi debitur maksimal 7 (tujuh) hari untuk menyelesaikan di kantor PT FIF kota Pematangsiantar, setelah lewat 7 (tujuh) hari segera dikirim somatie.

f. Debitur over due (61-90 hari)

Debitur dalam posisi ini biasanya kendaraan sudah digadaikan atau dipindahtangankan, raib ataupun karena kasus asuransi. Maka pihak PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar akan memonitor keberadaan debitur dan keberadaan kendaraan atau motornya. Usaha penekanan tetap dilakukan pada debitur supaya tetap membayar angsuran kendaraan sambil mencari keberadaan kendaraan atau motornya. Apabila debitur sudah ditangani, maka harus segera dilakukan tindakan pemrosesan melalui lawyer atau pengacara. Untuk debitur yang tetap membandel bila perlu dilakukan proses hukum penahanan karena sudah melakukan tindak pidana penggelapan kendaraan jaminan.


(41)

Debitur dalam posisi ini biasanya sudah tidak ada kendaraan dan juga debitur sudah raib. Maka PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar bekerjasama dengan pihak aparat kepolisian akan mencari keberadaan debitur.

h. Debitur over due lebih dari 180 hari.

Debitur dalam posisi ini adalah debitur yang telah dilakukan pencarikan keberadaannya, namun tetap wajib dilakukan usaha-usaha untuk mencari keberadaan kendaraan.

Demikianlah upaya-upaya yang dilakukan oleh PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dalam menangani masalah wanprestasi yang dilakukan oleh debitur sehingga PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dapat meminimalisir kerugian yang sangat besar walaupun sebagaimana diketahui bahwa perusahaan pembiayaan biasanya mengalami resiko lebih besar dari pada bank.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Dasar hukum perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar terdiri atas dua segi hukum yaitu segi hukum perdata dan segi di luar KUH Perdata. Berdasarkan segi hukum perdata terdiri atas dua sumber yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata. Asas kebebasan berkontrak harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1320 KUH Perdata Jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata Jo Pasal 1337 KUH Perdata. Adapun yang mengatur perjanjian pembiayaan ini dalam bidang hukum perdata adalah perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata yaitu dalam perjanjian pinjam pakai dan perjanjian jual beli bersyarat. Terhadap pengaturan di luar KUH Perdata, perjanjian pembiayaan konsumen ini diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Keputusan Presiden NO. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Kententuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pembiayaan yang telah diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun 1995, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

2. Kedudukan kontrak baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar


(43)

merupakan mode perjanjian yang tidak dapat dihindari karena kedudukan kontrak baku memberikan tujuan yang ekonomis, efisien, praktis cepat serta tidak bertele-tele. Walaupun perjanjian pembiayaan konsumen ini dituangkan dalam klausula baku, tidak hanya memberikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari debitur (konsumen) saja, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha yakni PT Federal Internatioanal Finance (FIF) kota Pematangsaiantar (kreditur) juga diatur yang dalam pelaksanaannya, sebelum mendapatkan pembiayaan konsumen ini, seorang calon debitur harus mengikuti prosedur proses permohonan perjanjian pembiayaan konsumen yang telah ditentukan oleh PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar. Dan sebagai jaminan dari pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen ini PT Federal International Finance (FIF) mewajibkan konsumen (debitur) untuk memberikan jaminan dengan penyerahan hak milik Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) secara fidusia. Setelah debitur melunasi hutangnya maka hak milik yang dijaminkan tersebut akan diserahkan kepada debitur.

3. Debitur yang kedudukannya sebagai pihak yang berhutang adakalanya lalai dalam memenuhi prestasinya, dan kelalaian ini jika dibiarkan akan menyebabkan debitur terbukti melakukan wanprestasi. Sebahagian besar dari bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur adalah keterlambatan pembayaran angsuran hutang. Untuk mencegah kerugian perusahaan yang begitu besar akibat dari perbuatan wanprestasi dari debitur, maka PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar jika telah jatuh tempo angsuran belum


(44)

dibayar juga oleh debitur, maka kreditur memberikan surat peringatan yang dalam pelaksanaannya surat peringatan ini diberikan pihak kreditur sebanyak tiga kali. Dan jika dalam jangka waktu tiga kali pengiriman surat peringatan tersebut dan telah diterima oleh debitur tidak juga dihiraukan oleh debitur, maka PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dapat melakukan eksekusi untuk menarik kembali objek perjanjian. Adapun upaya pencegahan perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur maka PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar membentuk tim khusus dalam mengatasi penanganan debitur bermasalah yang dikenal dengan istilah Collection management atau account Receivable (A/R) management

yang dibagi dalam delapan tahapan waktu penyelesaian. Dimana collection management ini tidak sama dengan penagihan karena proses collection-nya dapat terjadi jika debitur menunggak pembayaran.

B. Saran

1. Terhadap perjanjian pembiayaan konsumen, PT Federal International Finance sebagai pelaku usaha dalam membuat perjanjian standar hendaknya tidak mengesampingkan kewajiban-kewajiban pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen (debitur) karena sesungguhnya pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Pelaku usaha perlu menjual barang usahanya kepada konsumen dan konsumen memerlukan barang / jasa yang dihasilkan pelaku usaha.


(45)

2. Lembaga pembiayaan konsumen yakni PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar hendaknya lebih selektif dalam memberikan kredit konsumen dan memberikan pelayanan yang baik secara terang dan jelas kepada konsumen sebagai calon debitur dalam pemberian kredit pembiayaan sepeda motor roda dua dengan merek Honda demi menjaga keselamatan konsumen;

3. Hendaknya calon debitur sebelum mengadakan perjanjian pembiayaan konsumen terhadap kreditur, membaca terlebih dahulu isi perjanjian secara detail dan teliti. Jika ada hal-hal yang tidak diketahui debitur dalam perjanjian pembiyaan konsumen tersebut, maka debitur dapat menanyakan kepada kreditur. Apabila dirasakan sudah sesuai baru diadakan perjanjian pembiayaan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dikemudian hari. Dan sebagai debitur yang menerima pembiayaan dana dari kreditur (PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsaiantar), debitur hendaknya menyadari bahwa ia mempunyai kewajiban untuk melunasi angsuran hutang kepada kreditur dari perjanjian pembiayaan konsumen.


(46)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN SERTA PEMBIAYAAN KONSUMEN

A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Defenisi perikatan tidak ada dirumuskan sedemikian rupa dalam undang-undang, tapi dirumuskan sedemikian rupa dalam ilmu pengetahuan hukum yakni terletak dalam buku III KUH Perdata. Suatu perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi itu”.24

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian ini, ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan perikatan.

Dengan demikian dalam suatu perikatan terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lain. Pihak yang wajib berprestasi disebut debitur dan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.

25

24

Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 203

25 Ibid


(47)

Dengan demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan. Dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka, sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian, dan undang-undang hanya hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang dibuat oleh masyarakat. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, karena perjanjian merupakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat tanpa ketentuan para pihak yang bersangkutan. 26

Pada Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Maksudnya bahwa suatu perjanjian adalah suatu

recht handeling artinya suatu perbuatan yang oleh orang-orang yang bersangkutan dengan tujuan agar timbul akibat hukum. Dengan demikian suatu perjanjian adalah hubungan timbak balik atau bilateral. Maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban yang merupakan konsekuensi dari hak-hak yang diperolehnya.27

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak lengkap dan

26

J.Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 5


(48)

terlalu luas.28

“yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekeyaan antara dua pihak, dalam mana salah satu pihak berjanji, dianggap tidak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut perlaksanaan janji tersebut”.

Tidak lengkap karena rumusan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Defenisi itu juga dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang juga merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dapat dinilai dengan uang.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa :

29

Menurut M.Yahya Harahap, “perjanjian mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan sesuatu hal pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.30

Subekti mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal”.31

Dengan demikian perjanjian mengandung kata sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih dalam melaksanakan sesuatu hal tertentu. Perjanjian itu merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk melaksanakan prestasi. Pasal

28

Mariam Darus Badrulzaman Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001),hal.65

29

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, (Bandung : sumur, 1981), hal. 11

30

M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 20 31


(49)

1338 KUH Perdata menegaskan bahwa : “semua perjanjian itu yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Akan tetapi hal tersebut harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 (empat ) syarat yaitu :

“a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri ; b. Kecakapan untuk membuat ssuatu perjanjian ; c. Suatu hal tertentu ;

d. Sesuatu sebab yang halal”.

Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif (syarat mengenai orang yang melakukan perjanjian). Apabila salah satu syarat subjektif ini tidak dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan sebab halal digolongkan kedalam syarat objektif (benda yang dijadikan objek perjanjian). Jika salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan sendirinya menjadi batal denegan kata lain perjanjian telah batal sejak dibuatnya perjanjian tersebut. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan perjanjian.32

32


(50)

2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian dapat dikaji berdasarkan hukum perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata (civil law) yakni diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu :

“a. Adanya kata sepakat dari mereka yang mengadakan perjanjian ; b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan; c. Perjanjian yang diadakan harus mempunyai objek yang tertentu ; d. Yang diperjanjikan itu adalah suatu sebab yang halal”.33

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri

Sepakat maksudnya adalah bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian saling menghendaki sesuatu yang secara timbal balik, adanya kemauan atas kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Kesesuaian disini adalah pernyataannya, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun terjadinya kesepakatan karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak.

Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Perjanjian itu benar-benar atas kemauan sukarela pihak-pihak. Hal ini berpedoman dengan ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena:

33


(51)

“ 1) Kekhilafan / kekeliruan (dwaling) ; 2) Pemerasan / paksaan (dwang) ;

3) Penipuan (bedrug)”.

Unsur kekhilafan / kekeliruan dibagi dalam dua bagian yakni, kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona. Dan kekhilafan mengenai barangnya dinamakan error in substantia. Mengenai kekhilafan / kekeliruan yang dapat dibatalkan harus mengenai inti sari pokok perjanjian. Jadi harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafan / kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal (Pasal 1322 KUH Perdata).

Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian (Pasal 1324 KUH Perdata).

Mengenai pengertian penipuan (bedrug) ini terjadi apabila menggunakan perbuatan secara muslihat sehingga pada pihak lain menimbulkan suatu gambaran yang tidak jelas dan benar mengenai suatu hal. Untuk mengatakan bahwa telah terjadi suatu penipuan maka harus ada kompleks dari muslihat-muslihat itu.

R.Subekti mengatakan bahwa “penipuan (bedrug) terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, disertai dengan


(52)

kelicikan-kelicikan sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberikan perizinan”.34

b. Kecakapan para pihak membuat perjanjian

Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar (palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang. Misalnya perbuatan memperjualbelikan sebuah rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-suratnya.

Subjek yang melakukan perjanjian harus cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan tertentu. Orang yang cakap dan berwewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan atau sudah kawin. Adapun orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum :

1) Anak dibawah umur ;

2) Orang yang di taruh di bawah pengampunan ;

34


(53)

3) Istri (Pasal 1330 KUH Perdata), yang dalam perkembangannya sudah diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA Nomor 3 Tahun 1963.35

Subjek hukum terbagi dua, yaitu manusia dan badan hukum. Menurut Pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Jadi menurut ketentuan pasal ini, semua orang dianggap mampu atau cakap untuk mengikatkan diri untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dinyatakan oleh undang-undang.

Dilihat dari sudut rasa keadilan memang benar-benar perlu bahwa orang yang membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya itu harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menjalankan segala tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu.36

Apabila dilihat dari sudut ketertiban umum, maka oleh karena orang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, sehingga sudah seharusnya orang itu sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya.

37

35

Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 34

36

Achmad Ikhsan, Hukum Perdata I B, (Jakarta : Pembimbing masa, 1969), hal 20

Tegasnya syarat kecakapan untuk membuat perjanjian mengandung kesadaran untuk melindungi hak bagi dirinya maupun dalam hubungannya dengan keselamatan keluarganya.


(54)

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “barang yang menjadi objek suatu perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan”

Dalam Pasal 1332 KUH Perdata dikatakan bahwa “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi objek perjanjian”. Dengan demikian barang-barang yang diluar diperdagangkan tidak dapat menjadi objek perjanjian. Misalnya barang-barang yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak, seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan bandara udara.38

d. Suatu sebab yang halal

Dengan demikian perjanjian yang objeknya tidak tertentu atau jenis tidak tertentu maka dengan sendirinya perjanjian itu tidak sah. Objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian.

Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan

38


(55)

para pihak yang membuat perjanjian.39

Pengertian sebab pada syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian tiada lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Jadi dalam hal ini harus dihilangkan salah sangka bahwa yang dimaksud sebab itu di sini adalah suatu sebab yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tersebut. Bukan hal ini yang dimaksud oleh undang-undang dengan sebab halal. Sesuatu yang menyebabkan sesorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa yang untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dihiraukan oleh undang-undang. Undang-undang hanya menghiraukan tindakan tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan sebab atau kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.

Perjanjian tanpa sebab yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

40

Dari keempat syarat sahnya perjanjiian di atas tidak ada diberikan suatu formalitas yang tertentu di samping kata sepakat para pihak mengenai hal-hal Yang di maksud dengan halal atau yang diperkenankan oleh undang-undang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”. Akibat hukum terhadap perjanjian berkausa tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum atau perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian itu dimuka hakim.

39

Salim, Op.Cit, hal. 25. 40


(56)

pokok perjanjian tersebut. Tetapi ada pengecualiannya terhadap undang-undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu yang dinamakan perjanjian formal. Misalnya perjanjian perdamaian yang dilakukan secara formal.

3. Asas-asas Hukum Perjanjian

Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa latin principium, bahasa Inggris principle dan bahasa Belanda beginsel, yang artinya yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat.

Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas yakni, pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak (the broad reason). Kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum

(the based of rule of law).

Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya. Ada beberapa asas umum Hukum Perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni :


(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL

FINANCE (FIF) KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

INDA DIAN MAYASARI

NIM : 060200065

DEPARTEMEN : HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Nip : 1962 0421 1988 03 1 004 (Prof.Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.M.S

1962 0421 1988 03 1 004 1969 0820 1995 12 1001 Dr. Dedi Harianto, SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, yang bertujuan untuk melengkapi tugas-tugas dalam rangka memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak yang sangat tidak ternilai harganya. Dan pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Runtung Sitepu,SH,M.Hum Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Tan Kamello, SH,M.S sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah mengorbankan banyak waktu dan fikiran untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Babak Dedi Harianto SH,M.Hum Dosen Pembimbing II, yang telah mengorbankan waktu dan fikiran untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para Dosen, Asisten Dosen dan seluruh staf Administratif di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah berjasa mendidik dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(3)

Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya Penulis haturkan kepada kedua orang tua (Ibunda Yatinah syahria, S.Ag dan ayahanda Hamiddin Purba) Penulis yang telah membesarkan dan membimbing penulis sejak dalam buaian hingga sekarang ini, kasih sayangmu sepanjang masa. Dan juga kepada saudara-saudariku semua kak Fitri, Bang Hasnul yang telah membantu tempat penelitian, adikku Uci yang telah memberikan dorongan semangat serta waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga Penulis haturkan kepada abang Muhammad Jakfar, S.Pd yang selalu memaksa Penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga dengan sahabatku dan juga sebagai kekasihku Shabri Abdurrahman, Amd (Pak Senyum) semua semangat dan dukungan yang diberikan sungguh luar biasa, jika penulis malas mengerjakan skripsi ini Pak Senyum akan memarahi Penulis.

Terhadap adik-adikku di BTM Aladdin Syah SH,(windy, Irma, Beby, vika,wirda, lidya  maaf namanya tidak dapat disebuti semuanya. Terima kasih atas doanya sehingga akhirnya skripsi ini selesai juga.

Oleh karena keterbatasan pembahasan dan pengertahuan serta pengalaman, penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Namun Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berguna bagi pembaca.

Medan, Maret 2010 Penulis

Inda Dian Mayasari NIM : 060200065


(4)

DAFTAR ISI

PRAKARTA……….………...i

DAFTAR ISI ……….……….……….iii

ABSTRAK ………..……….….v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….……….1

B. Perumusan Masalah ……….……….8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….………9

D. Keaslian Penulisan ………..…………10

E. Tinjauan Kepustakaan ……….……...11

F. Metode Penulisan ……….………..14

G. Sistematika Penulisan ………..………..16

BAB II : PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN SERTA PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ………....19

2. Syarat Sahnya Perjanjian ………...…23

3. Asas-Asas Hukum Perjanjian ………...….29

4. Berakhirnya Perjanjian ………...35

B. Pengaturan Pembiayaan Konsumen Dalam Mendukung Transaksi Konsumen 1. Pengertian Pembiayaan Konsumen ………...………43

2. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen …………...….47

3. Manfaat Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dalam Mendukung Transaksi Konsumen ………..…...51

4. Para Pihak Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen ……….….57

BAB III : GAMBARAN PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) DAN ANALISIS PEMANFAATAN KONTRAK BAKU DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) KOTA PEMATANGSIANTAR. A. Uraian Singkat PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar………...61


(5)

B. Analisis Pemanfaatan Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar Dari Aspek Perlindungan Konsumen…..………...64 C. Perlindungan Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Pemanfaatan

Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar…...72

BAB VI : PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) KOTA PEMATANGSIANTAR

A. Prosedur Permohonan Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar ………....78 B. Pemberian Jaminan Oleh Debitur Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar ………..…..86 C. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda

Motor Pada PT Federal International Finance (FIF) Kota Pematangsiantar Dan Mekanisme Penyelesaiannya…………...…90

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….………98 B. Saran ………..………100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

ABSTRAK

PT. Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang memfokuskan kegiatan bisnisnya di bidang pembiayaan konsumen guna membiayai kredit sepeda motor roda dua khusus merek HONDA. Pembiayaan ini disebut dengan perjanjian pembiayaan konsumen yang dituangkan dalam bentuk standar / baku. Terhadap kontrak baku ini kedudukan konsumen sangat lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Maka untuk mengatasi itu dibuatlah Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dari perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Federal International Finance (FIF) yang bertujuan untuk memahami dasar hukum yang mengatur pembiayaan konsumen, memahami hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian, memahami wanprestasi dan akibat hukum terjadinya wanprestasi serta cara penyelesaiannya.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Pengumpulan data diadakan dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan umum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan peraturan-peraturan yang berlaku diluar KUH Perdata yang berkaitan dan berhubungan dengan lembaga pembiayaan konsumen. Sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku, pendapat para sarjana, majalah, Koran dan situs internet dan kamus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pembiayaan konsumen ini didasarkan atas asas kebebasan berkontrak dan jika disepakati akan menjadi undang-undang bagi mereka dan harus dipatuhi serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan yang ada, ketertiban dan kesusilaan. Namun dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar sering kali terjadi wanprestasi oleh debitur. Cara penyelesaian jika terjadi wanprestasi yaitu dengan suatu pengelolan untuk mencegah atau mengurangi kerugian perusahaan yang mungkin timbul dari keterlambatan pembayaran oleh debitur yang disebut dengan istilah Collection management atau account receivable (A/R) management. Dimana collection ini tidak sama dengan penagihan karena proses collection-nya dapat terjadi jika debitur menunggak pembayaran dan penanganan debitur bermasalah ini dibagi dalam delapan waktu tahapan. Negosiasi juga dilakukan PT Federal International Finance (FIF) kota Pematangsiantar dengan debitur sebelum terjadi penarikan terhadap sepeda motor akibat penunggakan pembayaran oleh debitur.