BAB - I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan dan memaksimalkan keuntungan pemilik perusahaan. Keuntungan perusahaan tercermin
dalam laba bersih pada laporan keuangan, sedangkan keuntungan pemilik perusahaan lebih spesifik lagi tercermin dalam laba untuk pemegang saham biasa atau disebut
sebagai Earning Per Share EPS atau laba per lembar saham. Perkembangan mengenai EPS merupakan hal yang menarik untuk diikuti oleh para investor, dimana EPS
merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh pemegang saham tiap lembar saham yang dimiliki. Kinerja EPS tiap perusahaan tercermin dalam besar kecilnya laba, yang
dapat dilihat pada laporan keuangan perusahaan. Earning Per Share merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan pihak manajemen dalam mencapai keuntungan
bagi para pemilik perusahaan, selain itu earning per share juga bisa dijadikan sebagai indikator tingkat nilai perusahaan.
Pentingnya EPS ini membuat para manajer keuangan di suatu perusahaan selalu mengusahakan tercapainya kinerja terbaik perusahaan, khususnya dalam hal
pemanafaatan modal atau aset perusahaan. Secara umum ada dua faktor yang bisa mempengaruhi besar kecilnya tingkat EPS, yakni struktur modal dan tingkat laba bersih
sebelum bunga dan pajak. Kedua faktor tersebut pada dasarnya sama-sama menekankan pada alternatif sumber pendanaan melalui hutang atau modal pinjaman,
dimana perubahan dalam penggunaan hutang akan mengakibatkan perubahan laba per lembar saham, dan juga mengakibatkan perubahan harga saham perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Motivasi utama perusahaan memperoleh pendanaan melalui hutang adalah potensi biaya yang lebih rendah, hal tersebut dikarenakan bunga yang merupakan biaya
modal pinjaman memiliki jumlah yang tetap, dan jika biaya bunga lebih kecil daripada pengembalian yang diperoleh dari pendanaan hutang, maka selisih lebih atas
pengembalian akan menjadi keuntungan bagi investor ekuitas, selain itu bunga merupakan biaya yang dapat mengurangi laba sebelum pajak, sedangkan dividen biaya
modal saham tidak, dampaknya pada beban pajak yang ditanggung perusahaan akan lebih kecil sehingga pada akhirnya laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham
akan semakin besar, atau dengan kata lain akan tercipta EPS yang maksimum. Apabila pihak manajemen memutuskan untuk melakukan pinjaman hutang
sebagai alternatif pendanaan, maka bisa dikatakan perusahaan telah melakukan financial leverage. Penggunaan hutang dalam investasi merupakan sebagai tambahan
untuk mendanai aset perusahaan dan diharapkan dengan bertambahnya aset perusahaan akan meningkatkan aktivitas operasional perusahaan Total Assets
Turnover sehingga pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan perusahaan laba ataupun keuntungan bagi pemilik perusahaan EPS. Dengan kata lain financial leverage
yang dilakukan perusahaan akan efektif bekerja jika pada saat yang bersamaan pihak manajemen mampu memanfaatkan perputaran aset perusahaan dengan efektif.
Financial levarage dianggap menguntungkan apabila laba yang diperoleh lebih besar dari pada beban tetap yang timbul akibat penggunaan utang tersebut, namun
disisi lain penggunaan financial leverage dapat berpotensi negatif. Hal ini dikarenakan penggunaan financial leverage yang tidak disertai dengan peningkatan dalam aktivitas
operasional usaha atau perusahaan tidak mampu memaksimalkan tingkat perputaran aset yang dimiliki. Hubungan antara ketiganya, yaitu financial leverage, perputaran total
Universitas Sumatera Utara
aset, dan EPS merupakan hubungan yang saling bersinergi dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Berdasarkan informasi yang Peneliti peroleh di awal tahun 2010, bahwa dari sepuluh 10 indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia terdapat empat sektor yang
menguat atau mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu perkebunan, pertambangan, industri dasar, dan konstruksi. Indeks sektor perkebunan mencatat
penguatan tertinggi yaitu 4 Kompas, Jumat 8 Januari 2010. Sebelum memutuskan berinvestasi, tentunya para investor telah menilai bagaimana kinerja perusahaan
investee, termasuk kinerja EPS perusahaan. Perusahaan perkebunan dan pertambangan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial di Indonesia dan mendapat prioritas
utama dari kalangan investor maupun kreditor khususnya oleh pihak perbankan dalam pemeberian kredit.
Selain itu, dalam melakukan penelitian ini, saya juga melakukan pengamatan terhadap perkembangan earning per share pada perusahaan perkebunan dan
pertambangan periode 2006 sampai tahun 2009, yang datanya Peneliti peroleh dari situs Bursa Efek Indonesia, kesimpulan yang Peneliti peroleh adalah adanya peningkatan
EPS secara rata – rata pada sektor perkebunan dan pertambangan pada tahun 2008 dan 2009, hal ini memperkuat apa yang telah diberitakan oleh Kompas yang Peneliti
sebutkan sebelumnya. Penelitian mengenai pengaruh financial leverage terhadap EPS sebelumnya
pernah dilakukan oleh beberapa Peneliti, diantaranya oleh Reviska Mega Vani yang menggunakan Debt to Equity Ratio DER sebagai variabel financial leverage, Mira Firani
2006 menggunakan Long Term Debt to Equity Ratio LDER, serta Ezy Niranda 2008 yang menggunakan Degree Of Financial Leverage DFL sebagai variabel financial
Universitas Sumatera Utara
leveragenya. Dari ketiga penelitian tersebut menghasilkan hasil penelitian yang berbeda- beda. Hal inilah yang kemudian membuat Peneliti tertarik untuk meneliti kembali
pengaruh financial leverage terhadap EPS dengan menggunakan Debt to Assets Ratio DAR sebagai variabel financial leverage yang belum pernah digunakan oleh ketiga
Peneliti sebelumnya, serta menambahkan variabel total assets turnover sebagai variabel independen.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh financial leverage dan total asset turnover
terhadap earning per share pada perusahaan perkebunan dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI periode 2006-2009.
B. Rumusan Masalah