Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong pada Kekuatan Tarik

49

4.2.2 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong pada Kekuatan Tarik

Tensile Strength Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan pembebanan tepung kulit singkong pada kekuatan tarik tensile strength produk lateks karet alam. Gambar 4.6 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Kekuatan Tarik Tensile Strength Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Gambar 4.6 di atas menunjukkan hubungan waktu vulkanisasi serta pembebanan tepung kulit singkong terhadap kekuatan tarik dari produk lateks karet alam yang dihasilkan. Kekuatan tarik menunjukkan seberapa besar gaya yang diperlukan untuk memutuskan sampel per luas penampang. Pada sistem karet, ikatan sambung silang akan bertanggung jawab dalam memberikan sifat-sifat pada sistem karet. Ketika crosslink density meningkat, maka ikatan sambung silang yang akan menopang sistem karet akan semakin banyak sehingga sistem karet menjadi lebih tahan terhadap deformasi. Dalam hal ini, semakin tinggi crosslink density maka kekuatan tarik akan semakin tinggi. Namun ketika crosslink density melewati titik tertentu kekuatan tarik akan menurun. [11] Waktu vulkanisasi juga mempengaruhi sifat kekuatan tarik dari produk lateks karet alam. Waktu vulkanisasi yang berkepanjangan, di satu sisi dapat 5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 K ekuatan T ari k MP a Pembebanan Pengisi phr 10 menit 20 menit Universitas Sumatera Utara 50 membantu pembentukan ikatan sambung silang sehingga produk menjadi lebih kaku. Namun di sisi lain, waktu vulkanisasi yang lama juga dapat memicu reversi pada produk lateks karet alam, terutama pada suhu vulkanisasi yang tinggi. Selain itu, waktu vulkanisasi yang lama serta suhu vulkanisasi yang tinggi juga dapat memicu penuaan aging [35] Pada gambar di atas, waktu vulkanisasi yang lebih lama menunjukkan kekuatan tarik yang lebih unggul. Namun, ketika pembebanan pengisi mencapai 20 dan 25 phr, waktu vulkanisasi yang lebih lama menimbulkan turunnya kekuatan tarik. Pada pembebanan pengisi yang rendah, molekul karet lebih dominan sehingga peristiwa reversi dapat dihindari, namun pada pembebanan pengisi yang tinggi, molekul karet menjadi lebih terhalang satu sama lain, sehingga terjadi peristiwa reversi. Meningkatnya kekuatan tarik dari produk lateks karet alam dapat dilihatnya dengan meningkatnya crosslink density dari produk lateks karet alam. Sebelum melampaui titik kritis, kekuatan tarik akan berbanding lurus dengan crosslink density. Dengan membandingkan Grafik 4.4 dan Grafik 4.5, dapat dilihat bahwa crosslink density mencerminkan kekuatan tarik yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara 51 4.2.3 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong pada Pemanjangan Saat Putus Elongation at Break Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan pembebanan tepung kulit singkong pada pemanjangan saat putus elongation at break produk lateks karet alam. Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Pemanjangan Saat Putus Elongation at Break Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Gambar 4.7 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pemanjangan saat putus elongation at break produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi alkanolamida. Pemanjangan saat putus merupakan besarnya pertambahan panjang sampel yang diuji hingga sampel tepat putus. Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa pemanjangan saat putus cenderung menurun seiring dengan bertambahnya pembebanan pengisi dan bertambahnya waktu vulkanisasi. Dengan bertambahnya pengisi, maka sistem karet akan menjadi lebih padat, atau dengan kata lain histeresis meningkat. Histeresis didefinisikan oleh perbandingan komponen viskos dan komponen elastis. Histeresis dapat digunakan untuk melihat seberapa besar energi yang tidak disimpan sebagai deformasi namun sebagai panas. [11] Dengan menambahkan 200 400 600 800 1000 1200 5 10 15 20 25 P em an jangan S aat P u tus Pembebanan Pengisi phr 10 menit 20 menit Universitas Sumatera Utara 52 pengisi, maka komponen elastis sistem karet akan menurun sehingga menyebabkan sistem karet menjadi kaku. Waktu vulkanisasi yang lebih lama akan menyebabkan ikatan sambung silang yang lebih banyak. Sehingga lebih banyak ikatan yang menopang sistem karet sehingga menjadi kaku. Selain itu, waktu vulkanisasi yang lebih lama dapat memicu reversi ataupun penuaan. Ketika salah satu dari hal itu terjadi, ikatan sambung silang yang telah terbentuk menjadi kurang efektif ketika diberi beban sehingga sampel menjadi mudah putus. 4.2.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada M100 dan M300 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan pembebanan tepung kulit singkong pada M100 dan M300 produk lateks karet alam. Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada M100 dan M300 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Gambar 4.8 menunjukkan hubungan suhu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada modulus tarik tensile modulus produk lateks karet alam. Modulus tarik saat pemanjangan 100 M 100 merupakan jumlah gaya yang diberikan saat sampel memiliki pemanjangan sebesar 100. Modulus tarik saat pemanjangan 300 M 300 merupakan jumlah gaya yang diberikan saat sampel memiliki pemanjangan sebesar 300. 0.4 0.8 1.2 5 10 15 20 25 T ens il e M o d u lu s [ M Pa ] Filler Loading phr M100 10 menit M100 20 menit M300 10 menit M300 20 menit Universitas Sumatera Utara 53 Modulus tarik tensile modulus menunjukkan nilai keelastisan elasticity dari produk vulkanisat. Nilai modulus tarik yang kecil menunjukkan sifat bahan yang elastis elastic sedangkan nilai modulus tarik yang besar menunjukkan sifat bahan yang kaku dan getas stiff. Oleh karena itu, nilai modulus tarik memiliki hubungan berbanding terbalik dengan pemanjangan saat putus elongation at break. Modulus tarik memiliki hubungan yang erat dengan crosslink density. Menurut teori crosslink density, semakin besar crosslink density maka produk vulkanisat yang dihasilkan cenderung memiliki sifat kaku dan rapuh brittle. Oleh karena itu, ketika crosslink density meningkat sebelum melewati titik kritis, sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekerasan bahan akan meningkat lalu menurun. Namun, ada beberapa sifat yang berbanding lurus dengan crosslink density seperti modulus statis dan modulus dinamis. [39] Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa, modulus tarik semakin meningkat seiring dengan pembebanan pengisi serta waktu vulkanisasi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa modulus tarik berbanding lurus dengan kekuatan tarik, serta berbanding terbalik dengan pemanjangan saat putus. Kekuatan tarik cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya pembebanan pengisi serta pemanjangan saat putus menurun seiring dengan bertambahnya pembebanan pengisi, sehingga modulus tarik akan meningkat seiring dengan meningkatnya pembebanan pengisi. Karakterisasi FTIR Fourier Transform Infra Red produk lateks karet alam dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari produk lateks karet alam sebelum dan sesudah penambahan pengisi tepung kulit singkong dan penyerasi alkanolamida. Karakteristik FTIR dari produk lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara 54 Keterangan analisa gugus fungsi [33] : - 3294,41 cm -1 : regang amina N –H - 2731,20 cm -1 : regang aldehid C –H - 2515,18 cm -1 : regang alkohol O –H - 2353,16 cm -1 : regang alkohol O –H - 1735,93 cm -1 : regang ester C –O Gambar 4.9 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam Dari Gambar 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang menonjol pada bilangan gelombang 2353,16 cm -1 . Fenomena yang sama telah terjadi pada Gambar 4.3 dimana alkanolamida telah berhasil memodifikasi tepung kulit singkong. Di sini, terjadi hal yang sama namun ada terjadi fenomena baru yaitu perataan pada bilangan gelombang 3155,54 cm -1 . Pada bilangan gelombang 3155,54 cm -1 , awalnya produk lateks karet alam dan lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong memiliki bendolan. Namun dengan ditambahkannya alkanolamida, bendolan pada bilangan gelombang tersebut menghilang. Diduga bahwa alkanolamida telah bereaksi dengan sistem karet membentuk suatu ikatan baru, dimana sebelum penambahan alkanolamida tidak terjadi fenomena yang demikian. 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 T ran sm itans Bilangan Gelombang cm -1 Lateks + TKS Lateks + TKS + ALK Lateks 3294,41 2731,20 2515,18 2353,16 1735,93 3155,54 Universitas Sumatera Utara 55 Gambar 4.10 menunjukkan kemungkinan reaksi antara lateks karet alam, pengisi selulosa kulit singkong dan agen sambung silang crosslinking agents seperti sulfur S dan zink oksida ZnO. Reaksi sambung silang antara sulfur dan lateks karet alam membentuk ikatan sambung silang dan membuat putusnya ikatan rangkap C=C. Selain pembentukan ikatan sambung silang tersebut, selulosa kulit singkong juga membentuk ikatan yang baru dengan zink oksida ZnO membentuk Zn-cell complex. Oleh karena adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complex tersebut, bahan kuratif dan selulosa kulit singkong dapat terdispersi dalam lateks karet alam dan membentuk interaksi kimia chemical bonding yang kuat satu sama lain. Selain itu, bahan pencepat reaksi seperti zinc diethyldithiocarbamate ZDEC tidak hanya mempercepat reaksi sambung silang dan mempercepat putusnya ikatan rangkap C=C dalam lateks karet alam. Bahan pencepat reaksi juga berperan penting dalam mengikutsertakan bahan pengisi selulosa kulit singkong dalam jaringan sambung silang crosslink network produk lateks karet alam [40]. Gambar 4.10 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Kulit Singkong dan Bahan Kuratif [40] Universitas Sumatera Utara 56

4.3 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPY SEM

Dokumen yang terkait

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

3 50 110

Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Pembebanan Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong dengan Penambahan Alkanolamida sebagai Bahan Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Film Lateks Karet Alam

1 24 127

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 2 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 22

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 20

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 25