BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasn, maka penulis menyimpulkan beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
Masalah Lalu Lintas di Jalan Raya merupakan masalah yang kompleks keadaannya sebagai akibat faktor-faktor yang saling mempengaruhi terutama faktor manusia yang
menggunakan jalan raya diakibatkan rendahnya kesadaran hukum berlalu lintas, di samping faktor sarana prasarana dan pengawasan lalu lintas. Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22
Tahun 2009 menunjukkan anasir-anasir pidana yang ditentukan dalam KUHP tersebut adalah : Karena salahnya, sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian. Kelalaian
yang mengakibatkan luka berat atau matinya orang lain terhadap si pelaku yang dapat dijatuhi sanksi pidana. Efektifitas suatu perundang-undangan lalu lintas hanya dapat dilakukan dan
diterapkan bila peraturan tersebut sesuai dengan perilaku dan sikap masyarakat dan telah diterima oleh masyarakat.
Penerapan hukum Pidana terhadap tindak pidana terhadap kecelakaan lalu lintas dalam perkara putusan No.3969Pid.B2010PN.Medan dalam Pasal 310 ayat 3 dan ayat 4 Undang-
undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 sesuai dengan faktor perbuatan-
Universitas Sumatera Utara
perbuatan terdakwa dan sanksi yang diberikanpun belum sesuai dengan pidana materil mengingat ilmu hukum mengenal adanya asas yang menyatakan bahwa peraturan yang lebih
khusus diutamakan dari peraturan yang umum sifatnya lex spesialis degorat lex generalis, dalam artian Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No.22 Tahun 2009 lex spesialis
mengenyampingkan KUHPidana lex generalis. Adapun dalam kasus ini tuntutan hukum yang dibuat penuntut umum dalam bentuk surat dakwaan pada tindak pidana yang karena
kesalahannya kelalaian yang menyebabkan matinya orang dan melanggar Pasal 310 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam memutus perkara, Majelis Hakim mempunyai banyak pertimbangan dengan terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar,
dan hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang diperkuat dengan adanya keyakinan hakim, sehingga dinyatakan bersalah. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara ini,
yaitu perbuatan terdakwa yang mengakibatkan matinya orang lain dan mengakibatkan orang lain mendapatkan luka sedemikian rupa.
Perkembangan paradigma pemidanaan dalam hukum pidana di Indonesia hingga saat ini lebih berorientasi terhadap pelaku tindak pidana indivualisasi pidana.Hal itu terlihat sejak
diundangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP.
Perkembangan paradigma pemidanaan yang sudah mengarah kepada korban dan masyarakat meenjadi isu yang tidak lagi nasional, namun internasional.Keadilan restoratif
Restoratif Justice ditawarkan sebagai suatu pendekatan yang dianggap dapat memenuhi tuntutan tersebut.Keadilan restoratif adalah konsep pemikiran yang merespon pengembangan
paradigma pemidanaan dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan korban dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada saat ini.
23
1. Nilai-nilai yang terkait dengan penerapan keadilan restoratif dalam praktek yang disebut sebagai fundamental procedural safeguard yang terdiri dari:
Keadilan restoratif merupakan konsep yang akan diaplikasikan melalui proses nyata. Sehingga untuk dapat menyatakan proses pendekatan restoratif, maka hal-
hal dibawah ini adalah ciri dari proses yang menggunakan pendekatan restoratif. Pertama, sanksi pidana yang tidak hanya sebagai unsur pembalasan bagi pelaku tindak pidana.Kedua, pidana itu
juga harus memuat unsur pencegahan, rehabilitasi, usaha yang ditujukan untuk menghilangkan rasa bersalah pelaku dan stigma negatif yang timbul pada diri pelaku.Ketiga, membangun
pengertian antar sesama anggota masyarakat dan mendorong hubungan yang harmonis antar warga masyarakat.
Keadilan restoratif bukanlah konsep yang baru. Keberadaanya barangkali sama tuanya dengan hukum itu sendiri. Marc Levin menyatakan bahwa pendekatan yang dulu dinyatakan
sebagai usang, kuno dan tradisional kini justru dinyatakan sebagai pendekatan yang progresif. Di Indonesia, karakteristik dari hukum adat di tiap daerah pada umumnya amat mendukung
penerapan restorative justice. Pendekatan restorative justicediasumsikan sebagai pergeseran paling muktakhir dari berbagai model dan mekanisme yang bekerja dalam sistem peradilan
pidana dalam menangani perkara pidana pada saat ini. Keadilan restoratif memiliki ciri khas nilai-nilai tertentu untuk membedakan dasar
pemildran keadilan restoratif dengan dasar pemikiran teori pemidanaan yang sudah ada, berikut ini adalah nilai-nilai dari pendekatan keadilan restoratif sebagai berikut:
a Non domination
23
Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergerseran Paradigma Pemidanaan, VC. Lubuk Agung, Bandung, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
Bahwa dalam penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan keadilan restoratif diharapkan semua pihak dalam posisi yang sama dan sederajat. Dimana keputusan
diambil secara bersama antara para pihak yang terlibat pelaku, korban, dan masyarakat. b
Honouring legally scesific upper limits on saction Ketika seseorang menerima penggunaan keadilan restoratif, maka harus pula disadari
untuk menerima keputusan yang dihasilkan. Seorang pelaku pidanatidak diposisikan untuk menerima pembalasan, akan tetapi baginya dibangun rasa penyesalan, dan
menyadari kesalahan yang dibuatnya sebagai bagian dari tujuan bersama. c
Respecful listening Tujuan dari pendekatan restoratif membutuhkan rasa saling menghormati dan berempati
antara pihak. Dalam pendekatan ini yang dibutuhkan bukan hanya, keberanian untuk mengemukakan pendapat dan keinginan, akan tetapi kemauan untuk mendengarkan
keluhan dan keinginan dari pihak lain. 2. Nilai yang terkait untuk melupakan kejadian pada masa lalu
Melupakan kejadian masa lalu, namun bukan berarti membiarkan saja tanpa penyelesaian. Kemauan untuk melupakan kejadian masa lalu, bukan berarti alasan untuk
menelantarkan dan mencegah proses penyelesaian yang sudah beriangsung. Diterimanya suatu kesepakatan mengandung arti suatu tugsa untuk membawa nilai baru dan paradigma masyarakat
sekitarnya terhadap tindak pidana yang sudah terjadi. 3. Nilai yang terkandung dalam keadilan restoratif adalah mencegah ketidakadilan, maaf-
memaafkan dan rasa berterimakasih. Restorative justicetelah menjadi suatu kebutuhan daam masyarakat. Hal ini erat kaitannya
dengan prinsip dan tujuan pemidanaan dari peradilan adat yang menjadi akar dari adanya
Universitas Sumatera Utara
penerapan keadilan restoratif yang berbeda dengan sistem formal yang ada sehingga dampak dari putusan yang dihasilkan pun akan sangat berbeda dalam hal ini penulis tidak melihat apakah
dampak yang dimaksud merupakan dampak positif ataupun negatif. Meskipun dalam beberapa hal, keberadaan keadilan restoratif ini dalam masyarakat masih tetap menjadi pilihan karena
tujuan akhir yang tidak dapat diperoleh bila suatu perkara diselesaikan melalui sistem peradilan pidana, seperti:
a. memberikan suatu keuntungan yang langsung dirasakan baik korban, pelaku maupun masyarakat umum. Bentuk-bentuk ganti rugi yang nyata dalam benruk pengembalian
barang yang dicuri, perbaikan kendaraan hingga pemberian uang duka dalam hal korban meninggal dunia, menjadi realita.
b. Mekanisme penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative
justicememberikan peran masyarakat yang lebih luas. Dalam mekanisme penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice, maka posisi masyarakat bukan
hanya sebagai peserta laku atau peserta korban saja. Masyarakat dapat diberikan peran yang lebih luas untuk menjadi pemantau atas pelaksanaan suatu hasil kesepakatan
sebagai bagian dari penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan ini. c. Proses penanganan perkara dengan pendekatan restoratif justice dapat dilakukan secara
cepat dan tepat. Karena tidak melalui prosedur birokrasi yang berbelit-belit maka proses penyelesaian perkara pidana terutama yang diselesaikan diluar lembaga pengadilan baik
didalam sistem peradilan pidana maupun penyelesaian oleh masyarakat sendiri atau bahkan oleh lembaga adat dapat dilakukan dengan singkat.
Universitas Sumatera Utara
Secara konseptual, keadilan restoratif ini adalah keadilan yang bisa melihat keadilan secara menyeluruh.Keadilan secara menyeluruh ini juga mencakup kemungkinan perbaikan yang
dilakukan oleh pihak terhukum.kepada korban. Dengan adanya kesempatan itu, konsep keadilan lebih bisa diterima semua pihak.Tidak seperti sekarang, di mana seseorang bisa saja melakukan
balas dendam pada terhukum setelah korban keluar dari penjara, atau si korban merasa trauma berlebihan karena tindak pidana yang terjadi. Wajah lain dari hukum dan proses hukum yang
formal adalah terdapatnya fakta bahwa keadilan formal di Indonesia ternyata mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah, dan yang lebih parah lagi penuh
dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Konsep restorative justiceini diharapkan dapat menjadi solusi alterantif bagi kebijakan
politik hukum legislasi untuk menyelesaikan masalah dalam hukum pidana.Karena, kebijakan legislasi yang pada prinsipnya merupakan kebijakan menentukan arah dan penguatan politik
hukum nasional. Dengan demikian, kebijakan legislasi tersebut harus mencerminkan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Dengan diterapkan restorative
justicedengan beberapa landasarn berfikir sebagaimana disebutkan di atas maka sistem peradilan pidana dan pemidanaan diharapkan memberikan arah yang tepat dalam rangka memberikan
keadilan bagi masyarakat dengan tujuan terciptanya kesejahteraan masyarakat.
B. Saran