Sasaran akhir konsep keadilan restoratif ini mengharapkan berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara, menghapuskan stigmacap dan mengembalikan pelaku kejahatan menjadi
manusia normal, pelaku kejahatan dapat menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya serta mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas,
menghemat keuangan negara tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh korban, korban cepat mendapatkan ganti kerugian, memberdayakan masyarakat dalam
mengatasi kejahatan, dan pengintegrasian kembali pelaku kejahatan dalam masyarakat.Konsep restorative justiceini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif bagi kebijakan politik hukum
legislasi untuk menyelesaian masalah dalam hukum pidana.Karena, Kebijakan legislasi yang pada prinsipnya merupakan kebijakan menentukan arah dan penguatan politik hukum
nasional.Dengan demikian, kebijakan legislasi tersebut harus mencerminkan nilai-nilai huku m yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.Dengan diterapkannya restorative
justicedengan beberapa landasan berfikir sebagaimana disebutkan diatas, maka sistem peradilan pidana dan pemidanaan diharapkan memberikan arah yang tepat dalam rangka memberikan
keadilan bagi masyarakat dengan tujuan terciptanya kesejahteraan masyarakat.
C. Tindak Pidana yang Diselesaikan Melalui Proses Restorative Justice
Penegakan hukum merupakan aktualisasi dari aturan hukum yang masih berada dalam tahap cita-cita, dan diwujudkan secara nyata dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan cita-cita
atau tujuan hukum itu sendiri.Tujuan hukum pada hakikatnya adalah untuk menyatakan sesuatu aturan untuk menjamin kepastian hukum.
Elemen dasar dari penegakan hukum pidana seharusnya merupakan proses penemuan fakta, yang tidak memihak impartial dan penuh dengan resolusi atau pemecahan masalah yang harus
dilakukan secara adil fair dan patut equitable. Apapun teori kejadian yang dipakai, definisi
Universitas Sumatera Utara
keadilan harus mencakup kejujuran fairness, tidak memihak impartiality, serta pemberian sanksi dan hadiah yang patut appropriate reward and punishment.
Muladi, menyatakan bahwa penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika. Hal ini didasarkan atas empat alas an, yaitu :
1. Sistem peradilan pidana secara khas melibatkan penggunaan paksaan, atau kekerasan coercieon, dengan kemungkinan terjadinya kesempatan untuk menyalahgunakan
kekuasaan abuse of power 2. Hampir semua professional dalam penegakan hukum pidana merupakan pegawai
emerintah public servant yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani
3. Bagi setiap orang, etika dapat digunakan sebagai alat guna membantu memecahkan dilemma etis yang dihadapi seseorang di dalam kehidupan profesionalnya enlightened
moral judgment. 4. Dalam kehidupan profesi sering dikatakan bahwa a set of ethical requirements are as
part of its meaning. Penegakan hukum terhadap aturan-aturan hukum tidak terbatas pada tindakan dengan
menghukum dan memasukkan ke dalam penjara sebanyak-banyaknya.Namun yang lebih subtansial adalah sebagaimana upaya penegak hukum dapat menimbing warga masyarakat agar
tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Secara umum dalam konsep restorative justicetidak membatasi dan menempatkan tindakan pidana apa saja yang dapat diselesaikan.
Setiap tindak pidana dapat diselesaikan dengan penyelesaian di luar peradilan formal melalui proess restorative justice, hanya saja peaksanaan proses tersebut harus sesuai dengan prinsip
utama restorative justice.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama restorative justice adalah perbaikan atau penggantian kerugian yang diderita oleh korban, pengakuan pelaku terhadap luka yang diderita oleh masyarakat akibat pelaku
terhadap luka yang diderita oleh masyarakat akibat tindakannya, konsiliasi dan rekonsiliasi pelaku, korban dan masyarakat.Restorative justice bertujuan memberdayakan para korban,
pelaku, keluarga dan masyarakat untuk memperbaiki tindakan melanggar hukum dengan mengunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan
bermasyarakat. Restorative justice juga bertujuan merestorasi kesejahteraan masyarakat, memperbaiki manusia sebagai anggota msayarakat dengan cara menghadapkan anak sebagai
pelaku berupa pertanggungjawaban kepada korban atas tindakannya. Korban yang biasanya terabaikan dalam proses peradilan, berperan serta dalam proses peradilan.
Tindakan pidana yang diselesaikan melalui proses restorative justice yaitu victim offender mediation di Negara Jerman menurut hasil penelitian adalah melukai badan bodily injury,
pencurian theft, pengrusakan barang damage to property, perampokan atau pemerasan robbery extortion, tindak pidana yang tergolong berat felonies, dan kesejahteraan kekerasan
lain violent crimes. Di Negara Australia pelanggaran yang dapat dialihkan kepada restorative justice adalah tindak pidana selain yang terjadi cukup serius, karena jika cukup serius seperti
pembunuhan, percobaan pembunuhan, pelanggaran konsumsi alkohol dan keselamatan jalan raya maka harus ditangani oleh pengadilan.Pelanggaran selain itu diputuskan dengan diskresi oleh
polisi. Di Negara Polandia tidak ada batasan untuk tindak pidana kasus apa yang dilakukan proses restorative justice untuk anak. Asalkan luka atau bahaya yang timbul diakui oleh pelaku
kemudian korban dapat diketahui dan pertanggungjawaban oleh pelaku tidak bertentangan dengan hukum misalnya tidak boleh pertanggungjawabannya pelaku dipukuli, disakiti secara
fisik dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan restorative justice yang dilaksanakan dengan kurangnya pelatihan dalam mengatasi konflik dan teknik memfasilitasimediasi dan pelaksanaannya kurang sempurna akan
menyebabkan kurangnya keberhasilan dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, peran pelaksana restorative justice sangat membantu sukses atau tidaknya dalam pelaksanaan. Sebagai contoh,
korban akan mempunyai pengalaman dimarginalkan experience marginatisation apabila dia tidak diundang dalam proses restorative justice. Selain itu, apabila tidak dipersiapkan dengan
baik mengenai hak-hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam mediasi maka proses tidak akan menemukan hasil sebagaimana yang diharapkan. Apabila korban tidak mendapat
pendampingan, baik oleh walinya, lembaga anak maupun pihak pendukungnya maka akan membuat perasaan diintimidasi dan dikorbankan kembali pada korban, terlebih lagi jika pelaku
yang hadir dan pihak keluarganya berkeinginan keras untuk mencapai kesepakatan.Tanpa semua sumber daya manusia yang ikut berperan, maka restorative justice hanya sebagai nama dari
proses tanpa hasil yang terbaik bagi semua pihak yang ikut serta.
Universitas Sumatera Utara
BABIV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS PENGEMUDI KENDARAAN
YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk
menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
24
Dalam Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru 19911992 dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
25
24
http:saidulfiendjs.blogspot.com200908pertanggungjawaban-pidana
25
Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Garfindo, Jakarta, 1996, hal. 11
Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya
Universitas Sumatera Utara
itu.Sedangkan, syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
Pasal 27 konsep KUHP 19821983 mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara
subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang-undang yang dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu.
26
Didalampenjelasannya dikemukakan:
Tindakpidanatidakberdirisendiri,itubarubermaknamanakala terdapat pertanggungjawabanpidana.Iniberartisetiaporangyang
melakukantindakpidanatidakdengansendirinyaharusdipidana.Untuk dapatdipidanaharus adapertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidanalahirdenganditeruskannyacelaan
vewijbaarheidyangobjektifterhadapperbuatanyangdinyatakansebagaitindakpidanayangberlaku,d ansecarasubjektifkepadapembuattindak
pidanayangmemenuhipersyaratanuntukdapat dikenaipidanakarenaperbuatannya.
KonsepRancanganKUHPBaruTahun20042005,didalamPasal 34memberikandefinisipertanggungjawabanpidanasebagaiberikut: Pertanggungjawaban pidana
ialah diteruskannya celaan yang objektifyangadapadatindak pidana dansecarasubjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidanakarena
perbuatannyaitu.
27
Dalam bahasa Belanda, istilah pertanggungjawaban pidana menurut Pompee terdapat padanan katanya, yaitu aansprakelijk, verantwoordelijk, dan toerekenbaar.
28
26
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1987, hal. 75
27
Naskah Rancangan KUHP Baru Buku I dan II Tahun 20042005 penjelasan
28
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka cipta, Jakarta, 1994, hal. 131
Orangnya yang aansprakelijkatau verantwoordelijk, sedangkan toerekenbaar bukanlah orangnya, tetapi
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang dipertanggungjawaban kepada orang. Biasa pengarang lain memakai istilah toerekeningsvatbaar. Pompee keberatan atas pemakaian istilah yang terakhir, karena bukan
orangnya tetapi perbuatan yang toerekeningsvatbaar.
29
“Berbicara tentang konsep liability atau “pertanggungjawaban”dilihat dari segi falsafat
hukum, seorang
filosof besar
dalam bidanghukumpada
abadke- 20,RoscouPound,dalamAnIntroductiontothePhilosophyof
Law, telah
mengemukakanpendapatnya ”I….
Use the
simpleword“liability”forthesituationwherebyoneexactlegallyandotheris legallysubjectedtotheexaction
Kebijakan menetapkan suatu sistem pertanggungjawabanpidana sebagai salah satu kebijakan kriminal merupakan persoalanpemilihan dari berbagai alternatif. Dengan
demikian, pemilihan dan penetapan sistem pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan
dariberbagaipertimbangan yangrasionaldanbijaksanasesuaidengan
keadaandanperkembanganmasyarakat Sehubungan dengan masalah
tersebut di atas maka Romli Atmasasmitamenyatakansebagaiberikut:
31
Bertitik tolakpadarumusantentang“pertanggungjawaban”atauliabilitytersebutdiatas,Poundmembahasnyad
arisudutpandangfilosofisdansistem hukumsecaratimbalbalik.Secarasistematis,Poundlebihjauh
menguraikan perkembangan konsepsi liability. Teori pertama,menurutPound,bahwa liabilitydiartikansebagaisuatukewajibanuntukmembayarpembalasanyangakanditerimapelakudaris
eseorangyang telah
“dirugikan”. Sejalan
dengan semakin
efektifnya
29
Romli Atmasasmita, Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana, Cetakan Pertama, Yayasan LBH, Jakarta, 1989, hal. 79
31
Ibid, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
perlindunganundang-undang terhadap kepentingan masyarakat akan suatukedamaiandan ketertiban,danadanyakeyakinanbahwa“pembalasan” sebagaisuatualat
penangkal,makapembayaran“gantirugi”bergeserkedudukannya,semulasebagaisuatu“hakistimewa ”kemudianmenjadisuatu“kewajiban”.Ukuran“gantirugi”tersebu
tidaklagidarinilaisuatu pembalasan yangharus “dibeli”, melainkan darisudut kerugianataupenderitaan yang ditimbulkan
oleh perbuatan pelaku yang bersangkutan.[8] Bahwa peraturan hukum yang mengatur kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat
menimbulkan kerugian materi, bahkan ada yang sampai dengan meninggal dunia disamping luka berat dan ringan danatau cacat seumur hidup.Pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas dapat
dilihat dari beberapa peraturan tentang lalu lintas itu sendiri dan beberapa penerapan yang terdapat didalam kitab undang – undang hukum pidana.
A. Dasar Hukum dan Pengaturan Sanksi Pidana bagi Pengemudi Kendaraan yang Ditinjau dari KUHP dan UU No. 22 Tahun 2009
Adakalanya suatu akibat tindak pidana adalah begitu berat merugikan kepentingan seseorang, seperti kematian seorang manusia, sehingga diraskan tidak adil, terutama oleh ahli
waris korban, bahwa sipelaku yang dengan kurang berhati-hati menyebabkan orang lain meninggal, tidak diapa-apakan.
Dalam praktek tampak, apabila seorang pengemudi kendaraan bermotor menabrak orang yang mengakibatkan korbannya meninggal, banyak orang mengetahui kecelakaan tersebut maka
banyak orang mengeroyok sipelaku, sebingga babak belur. maka timbul adanya beberapa “culpa delicten”, yaitu tindak pidana yang berunsur culpa atau kurang berhati-hati, tetapi dalam
kenyataannya hukuman yang dijatuhkan kepada sipelaku tidak seberat seperti hukuman terhadap “doleuze delicten”, yaitu tindak pidana yang berunsur kesengajaan.
Dalam pasal 359 KUHP, yang berbunyi;
Universitas Sumatera Utara
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”.
32
1. Adanya kesalahan atau kelalaian. Adapun unsur-unsur dari Pasal 459 ini adalah:
Kesalahan merupakan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan.Dalam undang-undang ini dapat dilihat dalam kesengajaan dan
kealpaan.Kesengajaan adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Kesengajaan ada 3 bentuk yaitu;
2. Sengaja sebagai maksud ppzet als oogemerk 3. Segaja sebagai kepastian ppzet bij zekerheids
4. Sengaja sebagai kemungkinan opzet bij mogelijkheids berbuat salah karena kelalaian disebabkan karena tidak menggunakan kemampuan
yang dimilikinya ketika kemampuan itu seharusnya ia gunakan, kurang cermat berpikir, kurang pengetahuan bertindak kurang terarah dan tidak menduga secara nyata akibat fetal dari tindakan
yang dilakukan. 5. Menyebabkan matinya orang lain yang harus dipengaruhi oleh 3 syarat;
a. adanya wujud dari perbuatan. b. adanya akibat berupa matinya orang lain
c. adanya hubungan kiausula antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain. Matinya orang dalam pasal ini tidak dimaksudkan sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi
kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang berhati-hati atau lalatnya terdakwa culpa, maka pelaku tidak dikenakan pasal tentang pembunuhan pasal 338 atau 340 KUHP.
32
R. Soesilo, KitAb Undang-undang Hukum Pidana. Politeie, Bogor, I991,hal,148
Universitas Sumatera Utara
Pasal ini menjelaskan bahwa kematian orang lain adalah akibat dari kelalaian sipembuat dengan tidak menyebutkan perbuatan sipembuat tetapi kesalahannya.
Selanjutnya dalam pasal 360, dinyatakan bahwa : 1 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
hukum penjara selama-lamnya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamnya satu tahun
2 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya
atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau
hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 4500,-
K.U.H.P. Pasal 90,194,334,361,L.N.1960 No.1.
33
1. adanya kesalahan Adapun unsur-unsur dari Pasal 36 KUHP adalah; ;
Kesalahan merupakan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan.Dalam undang-undang ini dapat dilihat dalam kesengajaan dan
kealpaan.Kesengajaan adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Kesengajaan ada 3 bentuk yaitu;
1. sengaja sebagai maksud opzet als oogemerk
2. segaja sebagai kepastian opzet bij zekerheids
3. sengaja sebagai kemungkinan opzet bij mogelijkheids
2. menyebabkan orang lain terluka Terlukanya orang lain dapat berupa luka ringan dan luka berat. Luka berat dapat dilihat
sebagaiman diatur dalam Pasal 90 KUHP; 1. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang menimbulkan bahaya maut.
33
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan , pancarian 3. kehilangan salah satu panca indra
4. mendapat cacat berat 5. menderita sakit lumpuh
6. terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih 7. gugur atau matinya seorang perempuan
B. Kasus Posisi