Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu ciri umum yang melekat dalam masyarakat pedesaan Indonesia adalah permodalan yang lemah. 1 Hal ini disebabkan oleh aktifitas ekonomi yang cenderung statis karena gambaran pedesaan di Indonesia pada umumnya ditentukan oleh pola agraris yang ada. Padahal, permodalan merupakan unsur yang utama dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan itu sendiri. 2 Walaupun demikian, di daerah pedesaan banyak pihak yang telah beroperasi menawarkan permodalan atau dana melalui sistem kredit. Kekurangan modal ini sangat membatasi ruang gerak aktifitas usaha masyarakat pedesan, yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dengan kepemilikan dana yang terbatas, sementara sumber dana dari luar yang biasa membantu mengatasi kekurangan modal ini tidak mudah diperoleh, telah membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan itu dengan cepat. 3 1 Modal lemah merupakan suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan produksi untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. 2 Dalam dunia ekonomi, modal dapat dikatakan sebagai seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh orang-perorang atau perusahaan, sehingga keberadaannya menjadi faktor produksi yang paling penting. Lihat dalam: Anwas Adiwilaga, Ilmu Usaha Tani, Bandung: Alumni, 1975, hal. 82-112 3 Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi kepada suatu masa tertentu yang akan disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. Lihat: Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Kredit dan Teknik Managemen Kredit, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal. 3 Sistem Universitas Sumatera Utara kredit menjadi metode pengembangan ekonomi yang paling efektif di wilayah pedesaan, karena proses pengembalian pinjaman dilakukan secara bertahap, sehingga paling cocok diterapkan di daerah pedesaan dengan kemampuan ekonomi yang rendah. Rentenir atau pelepas uang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses permodalan dalam pedesaan. 4 Di saat inilah lembaga kredit formal, baik yang berasal dari perusahaan keuangan BANK maupun lembaga pedesaan dapat menunjukkan kinerjanya. Solusi permodalan seperti ini di Indonesia umumnya disebut sebagai kredit umum pedesaan KUPEDES, yaitu kredit modal yang diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil yang sudah ada di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas kredit mini kredit midi dan jenis kredit yang lain maupun usaha-usaha dari calon nasabah baru. Adapun tujuannya ialah untuk membiayai keperluan investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua sektor Penduduk pedesaan biasanya memberikan jaminan berupa harta benda yang dimilikinya atau memberikan bunga pinjaman yang cukup besar kepada kreditor perorangan tersebut, sehingga terkadang menyulitkan dikemudian hari apabila efektifitas modal tidak berjalan dengan baik, yang menyebabkan akumulasi pinjaman dan bunga semakin besar dan sulit untuk ditanggulangi. 4 “Rentenir adalah orang yang mencari nafkah dengan membungakan uang.” lihat: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hal. 949 Universitas Sumatera Utara ekonomi di pedesaan, selain juga diharapkan dapat mengurangi ruang gerak para kreditor perorangan atau rentenir di pedesaan. 5 Walaupun lembaga kredit formal telah cukup membantu dalam pengadaan modal di pedesaan, namun demikian, banyak juga lembaga kredit nonformal yang berdiri sendiri untuk mempermudah pengadaan modal dengan persyaratan administrasi yang lebih mudah. Semenjak ditetapkannya Undang-Undang No.11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia dan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Terhadap Urusan Kredit, sistem kredit di Indonesia telah berada pada posisi yang legal dan dapat menjamin investasi positif di seluruh wilayah Indonesia. Sejak saat itu lembaga-lembaga kredit formal mulai memperlihatkan fungsinya dalam meningkatkan roda perekonomian nasional, termasuk di wilayah pedesaan yang memiliki banyak masalah dalam hal permodalan. 6 5 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 47-50. 6 Lembaga kredit nonformal adalah lembaga kredit yang bukan berada dalam naungan pemerintah dan dikelola secara swadaya oleh masyarakat yang bersangkutan. Biasanya lembaga kredit nonformal ini hanya melayani proses kredit di wilayah-wilayah tertentu dan diawasi serta diselenggarakan oleh masyarakatnya sendiri sebagai anggota demi kemajuan ekonomi wilayah mereka sendiri. Selain itu, aparatur desa dapat berperan dalam menjaga dan mengawasi kinerja lembaga-lembaga kredit nonformal ini, demi kenyamanan masyarakat dalam menjalankan aktifitas ekonominya dan proses investasi yang positif di pedesaan. Universitas Sumatera Utara Salah satu lembaga kredit nonformal yang sangat berperan dalam membangun perekonomian dalam wilayah pedesaan, terutama di Indonesia adalah Koperasi Credit Union. Lembaga ini pada dasarnya merupakan lembaga kredit yang mengusahakan pengadaan modal bagi para anggotanya secara swadaya, sehingga tidak memerlukan proses administrasi yang rumit. Selain itu, proses kredit yang berjalan dapat terjamin keamanan dan kenyamanannya karena anggota-anggotanya memiliki latar belakang yang cenderung sama, baik dalam lingkungan tempat tinggal, profesi maupun kegiatan kelembagaan, sehingga mereka sudah saling mengenal sifat satu sama lainnya. Koperasi Credit Union pertama kali terbentuk di Eropa, tepatnya di Jerman pada tahun 1849. Gagasan ini dipelopori oleh Walikota Flammersfield yang bernama Frederich Wilhelm Raiffeisen. Model pengusahaan modalnya sangat sederhana dan dikenal dengan 3 tiga prinsip utama Credit Union, yaitu; 1. Tabungan modal, yang diperoleh hanya dari anggotanya sendiri. 2. Pinjaman, yang hanya diberikan kepada anggotanya sendiri. 3. Watak, sebagai jaminan terbaik bagi peminjam. Sementara itu, Kredit Credit Union di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh seorang Pastor katolik asal Jerman bernama Karl Albrecht Karim Arbie S.J. pada tahun 1967, yang selanjutnya di tahun 1970 membentuk CUCO Credit Union Concelling Office di Jakarta. Pada tahun 1981, diadakan Konvensi Nasional Koperasi Kredit yang melahirkan Badan Koordinasi Universitas Sumatera Utara Koperasi Kredit Indonesia BK3I dengan Robby Tulus sebagai ketuanya. Adapun fungsi dari Credit Union Conceling Office BK3I, yaitu: 1. Memberikan konsultasi. 2. Menyediakan bahan dan program pelatihan. 3. Menyelanggarakan kursus-kursus dan pelatihan. 4. Menyebarkan informasi tentang Credit Union. 5. Merintis pembentukan badan koordinasi koperasi kredit di daerah. 7 Di Propinsi Sumatera Utara, sistem Koperasi Credit Union sebenarnya telah berkembang dengan cukup baik. Salah satu contoh model Koperasi Credit Union yang cukup dikenal di wilayah pedesaan ialah Koperasi Credit Union Gunanta Ras di Desa Namo Rambe. Sejak berdiri pada tahun 1988, pengaruh yang positif tampak jelas dengan meningkatnya ketersediaan modal dalam menjamin berkembangnya proses investasi jangka panjang. Selain disebabkan oleh proses kredit yang lebih mudah, manajemen dalam kelembagaan ini juga berjalan dengan baik. Dengan kata lain, Koperasi Credit Union Gunanta Ras menjadi salah satu lembaga kredit nonformal yang menonjol dalam membangun ekonomi pedesaan di Indonesia. Sebelum hadirnya Koperasi Credit Union Gunanta Ras, kehidupan penduduk Desa Namo Rambe tidak lepas dari lilitan hutang. Kekurangan modal adalah faktor utama yang menyebabkan mereka jatuh ketangan para “ijon” atau para “rentenir.” Tidak jarang untuk membayar hutang yang mereka 7 Mengenai penjelasan yang lebih lengkap tentang sejarah Credit Union internasional dan di Indonesia dapat diakses melalui website: www.kreditunion.com Universitas Sumatera Utara pinjam dari para rentenir tesebut, mereka terpaksa menjual tanah mereka. Ini sangatlah membahayakan, karena pada umumnya para penduduk Desa Namo Rambe hidup dari sektor pertanian, dan apabila tanah yang digunakan sebagai tempat mereka mencari nafkah terjual maka sangatlah membahayakan bagi mereka, karena para petani akan mengalami kehilangan mata pencaharian mereka. Melihat keadaan yang memprihatinkan ini, maka dibentuklah progam Koperasi CU Credit Union Gunanta Ras di Desa Namo Rambe pada tahun 1988 yang di bentuk dari Lembaga Gereja Partisipasi Pembangunan GBKP. Anggota Partisipasi Pembangunan Parpem yang pertama membawa dan memperkenalkan program Koperasi Credit Union ini adalah Ibu Sarintan Br Barus. Sebelum berdirinya koperasi ini, beliau sudah aktif memperkenalkan apa itu sistem Koperasi Credit Union dan apa-apa yang menjadi kelebihan kalau kita membentuk dan masuk menjadi anggota.

1.2. Rumusan Masalah.