Kelas Kontrol Hasil Analisis Data
didapatkan nilai posttest sebesar 75 sedangkan kelas kontrol dengan metode konvensional sebesar 63. Dilihat dari peningkatan nilai mean, kelas
eksperimen meningkat sebesar 35,94 poin sedangkan kelas kontrol sebesar 25,2. Terlihat bahwa pada kelas eksperimen peningkatan nilai mean pada tes
pemahaman konsep lebih besar dibandingkan pada kelas kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh SM Raimi bahwa penggunaan
model PBL memberikan ketuntasan belajar yang tinggi.
4
Berdasarkan pada tabel 4.9 sebelum dilakukan pembelajaran PBL pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas kontrol didapatkan
hasil uji hipotesis bahwa pada data pretest didapatkan nilai t
tabel
t
hitung
1,670,6. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan proses
pembelajaran menggunakan model PBL pada kelas kontrol dan metode konvensional pada kelas kontrol pada tabel 4.10 didapatkan hasil uji hipotesis
pada posttest yakni dengan nilai t
tabel
t
hitung
4,851,67. Hasil tersebut menandakan terdapat pengaruh yang signifikan pada kelas eksperimen
terhadap pemahaman konsep siswa dibanding pada kelas kontrol. Hal ini seperti yang dikatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Aji Trihatmo
bahwa berdasarkan analisa angket menyatakan bahwa rata-rata siswa merasa lebih paham terhadap materi yang diajarkan dengan model pembelajaran
berbasis masalah.
5
Model PBL yang berlandaskan kontruktivistik membuat siswa terbimbing untuk menemukan suatu pengetahuan secara mandiri melalui kerja
4
S.M.Raimi,Problem Based Learning Strategy and Quantitative Ability In College of Education Student Learning of Integrated Science, Ilorin Journal of Education,h.9.
5
Aji Trihatmo,dkk.,Penggunaan Model Problem Based Learning pada Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis, Journal Chemistry in Education, 2012, h.10.
sama yang kolaboratif dalam kelompok.
6
Siswa menjadi terbiasa berfikir sistematis ketika dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan materi
bersangkutan dalam hal ini kesetimbangan kimia sehingga dapat lebih memahami konsep dengan mudah dibandingkan pada kelas kontrol. Penyajian
dan pembuatan hasil karya setelah proses penyelidikan juga membantu siswa untuk memiliki kemampuan berfikir sistematis dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan sehingga pencapaian pemahaman konsep yang diperoleh menjadi lebih baik. Pada metode konvensional siswa terbiasa hanya mendapat
transfer informasi oleh guru sehingga kurang dalam memaksimalkan pembangunan pengetahuan yang membuat pemahaman siswa tidak maksimal.
Penggunaan model PBL lebih baik bagi pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan metode konvensional. Hal ini terlihat dari pencapaian
pemahaman konsep siswa pada setiap indikator pembelajaran yang diujikan. Perbedaan tersebut dapat dilihat gambar 4.3 berikut ini:
Gambar 4.3 Perbandingan Pencapaian Pemahaman Konsep Siswa
6
Rusman,dkk.,Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi,Jakarta:Raja Grafindo Persada,2012, Cet. 2, h.37
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Indikator 1
Indikator 2
Indikator 3
Indikator 4
Indikator 5
Eksperimen Kontrol
Secara umum dapat dilihat bahwa pencapaian pemahaman konsep siswa pada seluruh indikator pembelajaran pada kelas eksperimen lebih besar
dibandingkan pada kelas kontrol. Pada indikator satu yakni menjelaskan kesetimbangan dinamis, pencapaian siswa pada kelas eksperimen sebesar
93,75 sedangkan pada kelas kontrol hanya 74,19 . Penggunaan model PBL dimana siswa mencoba menganalisis tentang peristiwa yang terjadi pada
soda membuat siswa termotivasi untuk memahami konsep kesetimbangan dinamis. Dan proses ini diikuti oleh penyelidikan yang dilakukan bersama
yang membuat siswa mencari berbagai sumber pembelajaran sebagai pedoman memahami konsep tersebut sehingga pemahaman siswa lebih baik
dibandingkan apabila siswa hanya menerima transfer pengetahuan dari guru. Pada indikator dua yakni menetapkan kesetimbangan homogen dan
heterogen pencapaian kelas eksperimen sebesar 89,1 sedangkan pada kelas kontrol 83,87 . Terlihat perbedaan yang ada cukup sedikit antara kedua
kelas tersebut. Kemampuan yang diperlukan pada indikator ini adalah kecermatan dalam melihat fasa dari reaksi dan menentukan fasa yang dapat
mengalami perubahan saat terjadi reaksi sehingga didapatkan sebuah ketetapan kesetimbangan.
Pada model PBL siswa lebih terbiasa berfikir analisis dibanding model konvensional dengan diawali oleh pengenalan masalah dan merinci apa-apa
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah. Siswa dapat memulai menyelesaikannya dengan mencermati fasa-fasa yang ada dengan
membedakan fasa zat yakni solid dan liquid yang konsentrasinya bersifat tetap sehingga tidak berpengaruh pada tetapan kesetimbangan. Hal tersebut dalam
konteks kesetimbangan heterogen, dalam kesetimbangan homogen siswa dapat dengan mudah menyelesaikannya karena semua reaksi yang berfasa
sama akan mempengaruhi pada tetapan kesetimbangan. Pada indikator tiga yakni meramalkan arah pergeseran kesetimbangan
dengan menggunakan azas Le Chatelier, pemahaman siswa kelas eksperimen