Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol 6000 Terhadap Sifat-sifat Fisik dan Pelepasan Natrium Diklofenak dari Cangkang Kapsul Alginat

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL 6000

TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK DAN PELEPASAN

NATRIUM DIKLOFENAK DARI CANGKANG KAPSUL

ALGINAT

SKRIPSI

OLEH: RIYAN TANADY

NIM 081501031

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL 6000

TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK DAN PELEPASAN

NATRIUM DIKLOFENAK DARI CANGKANG KAPSUL

ALGINAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: RIYAN TANADY

NIM 081501031

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK DAN PELEPASAN NATRIUM

DIKLOFENAK DARI CANGKANG KAPSUL ALGINAT OLEH:

RIYAN TANADY NIM 081501031

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 24 Juli 2013

Pembimbing I,

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.

NIP 195201171980031002

Pembimbing II

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.

NIP 195201171980031002

Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. NIP 195212041980021001

Drs. David Sinurat, M.Si., Apt. NIP 194912281978031002 Medan, April 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol 6000 Terhadap Sifat-sifat Fisik dan Pelepasan Natrium Diklofenak dari Cangkang Kapsul Alginat.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan, Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Prof. M. T. Simanjuntak, Apt., dan Drs. David Sinurat, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada kedua orangtua dan saudara yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Juli 2013 Penulis,

Riyan Tanady NIM 081501031


(6)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK DAN PELEPASAN NATRIUM

DIKLOFENAK DARI CANGKANG KAPSUL ALGINAT ABSTRAK

Natrium diklofenak, suatu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), memiliki efek samping dapat mengiritasi lambung dan penggunaan cangkang kapsul alginat dalam pembuatan sediaan kapsul natrium diklofenak dapat mengurangi efek samping dari natrium diklofenak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan Polietilen Glikol (PEG) 6000 pada cangkang kapsul terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dan kemudian diuji sifat fisik cangkang kapsul alginat berupa kesetimbangan kandungan air dan kerapuhan cangkang kapsul alginat.

Cangkang kapsul alginat dibuat dari natrium alginat 80 - 120cP dengan dan tanpa penambahan PEG 6000. Pengujian stabilitas fisik cangkang kapsul alginat meliputi pengamatan kesetimbangan kadar uap air dan kerapuhannya terhadap pengaruh kelembaban relatif (RH). Pengamatan sifat fisik cangkang kapsul dilakukan dengan menyimpan cangkang kapsul dalam climatic chamber

pada suhu 25ºC dengan kelembaban relatif (RH) 30, 45, 50, 60, 75, dan 90% selama 3 hari supaya cangkang kapsul dapat menyerap atau melepaskan uap air, kemudian cangkang kapsul yang telah disimpan diuji kerapuhan dan kadar uap airnya, kemudian cangkang kapsul yang berisi natrium diklofenak dilakukan uji disolusi dengan alat disolusi metode dayung dalam tahap asam dan tahap basa, kemudian kadar natrium diklofenak diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cangkang kapsul alginat yang ditambahkan PEG 6000 lebih tidak rapuh dibandingkan dengan cangkang kapsul yang tidak ditambahkan PEG 6000. Hal ini dapat dilihat pada kondisi penyimpanan dengan kelembaban relatif (RH) 50% kerapuhan cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 sebesar 50% dengan kandungan uap air sebesar 14,12% sedangkan cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 sebesar 33,34% dengan kandungan uap air sebesar 17,41%. Penambahan PEG 6000 pada pembuatan cangkang kapsul alginat juga dapat meningkatkan laju disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat. Hal ini dapat diketahui dari hasil disolusi pada menit ke-165, pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 hanya sebesar 54,54%. Sedangkan dari cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 sebesar 83,71%. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat yang diformulasi dengan penambahan PEG 6000 dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP XXXII.


(7)

EFFECTS OF PEG 6000 ADDITION TOWARDS PHYSICAL PROPERTIES AND SODIUM DICLOFENAC RELEASE FROM

ALGINATE HARD CAPSULE SHELLS ABSTRACT

Sodium diclofenac, a Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID), has irritating stomach side effect and the use of alginate capsule shells in preparing a sodium diclofenac capsule can reduce the side effect of natrium diclofenac. The objectives of this research were to evaluate the effect of PEG 6000 addition to the capsule shells towards sodium diclofenac release from the alginate capsules shells and to evaluate the physical properties of alginate capsule shells such as the water content equilibrium and the brittleness of the alginate capsule shells.

Alginate capsule shells were made from alginate 80 - 120 cP with and without the addition of PEG 6000. The study of alginate capsule shells physical properties included the evaluation of water vapor content equilibrium and brittleness towards relative humidity (RH). Physical properties evaluation was done by storing capsule shells in climatic chamber at 25ºC with relative humidity (RH) 30, 45, 50, 60, 75, and 90% for 3 days so the capsule shells could adsorp or desorp water vapor. Then the stored capsule shells was evaluated their brittleness and water vapor content. Then the dissolution test was done using paddle apparatus dissolution tester in acid stage and buffer stage medium, then the sodium diclofenac concentration was measured using UV spectrophotometer.

Results showed that alginate capsule shells that was added PEG 6000 was less brittle than the capsule shells without PEG 6000. This could be seen on storage at relative humidity (RH) 50%, the brittleness of alginate capsule shells without PEG 6000 was 50% and the water vapor content was 14.12% while the alginate capsule shells with PEG 6000 was 33.34% and the water vapor content was 17.41%. PEG 6000 addition in alginate capsule shells formulation increased dissolution of sodium diclofenac from alginate capsule shells. This could be known from dissolution result at 165 minute, sodium diclofenac release from alginate capsule shells without PEG 6000 was 54.54%. While alginate capsule shells with PEG 6000 was 83.71%. From this research, can be concluded that alginate capsule shells that is formulated with PEG 6000 meets the USP XXXII requirement.

Keywords: sodium diclofenac, alginate, physical properties, dissolution, PEG 6000


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Polietilen Glikol ... 6

2.2 Interaksi Uap Air-Padatan ... 8

2.3 Kesetimbangan Kandungan Uap Air ... 8


(9)

2.4.1 Warna ... 12

2.4.2 Kerapuhan ... 13

2.5 Disolusi ... 14

2.6 Natrium Diklofenak ... 18

2.6.1 Uraian umum ... 18

2.6.2 Farmakologi natrium diklofenak ... 19

2.6.3 Farmakokinetika natrium diklofenak ... 19

2.7 Kapsul ... 20

2.7.1 Kapsul delayed release ... 20

2.8 Natrium Alginat ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat-alat ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.3.1 Larutan CaCl2 0,15 M ... 26

3.3.2 Larutan HCl 0,1 M ... 26

3.3.3 Larutan Na3PO4 0,2 M ... 26

3.3.4 Dapar fosfat pH 6,8 ... 26

3.3.5 Larutan NaOH 0,1 N ... 26

3.3.6 Larutan NaOH 0,5 N ... 26

3.4 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat ... 27

3.4.1 Pembuatan larutan natrium alginat ... 27


(10)

3.4.3 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat ... 28

3.4.4 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat ... 28

3.4.5 Pengeringan cangkang kapsul alginat ... 29

3.5 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak ... 29

3.5.1 Pembuatan larutan induk baku natrium diklofenak .... 29

3.5.2 Pembuatan kurva serapan larutan natrium diklofenak dalam medium cairan lambung buatan (pH 1,2) ... 29

3.5.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan natrium diklofenak dalam medium cairan lambung buatan (pH 1,2) ... 30

3.5.4 Pembuatan kurva serapan larutan natrium diklofenak dalam medium cairan usus buatan (pH 6,8) ... 30

3.5.5 Pembuatan kurva kalibrasi larutan natrium diklofenak dalam medium cairan usus buatan (pH 6,8) ... 30

3.6 Pengisian Natrium Diklofenak dalam Cangkang Kapsul Alginat ... 31

3.7 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat ... 31

3.7.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat ... 31

3.7.2 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat ... 31

3.7.3 Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat ... 31

3.7.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat ... 31

3.7.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat ... 31

3.8 Uji Kerapuhan ... 32


(11)

3.8.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap

tekanan ... 32

3.9 Uji Disolusi ... 32

3.10 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air ... 33

3.10.1 Adsorpsi uap air ... 33

3.10.2 Desorpsi uap air ... 34

3.10.3 Uji kerapuhan dengan berbagai kadar uap air dalam cangkang kapsul ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat ... 36

4.1.1 Viskositas larutan natrium alginat ... 36

4.1.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat ... 36

4.2 Uji pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat ... 38

4.2.1 Pengaruh penggunaan PEG 6000 pada cangkang kapsul alginat terhadap pelepasan natrium diklofenak dari kapsul alginat ... 38

4.2.2 Perbedaan profil disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dan tablet salut enterik Voltaren® ... 40

4.3 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air ... 42

4.3.1 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat ... 42

4.3.2 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kerapuhan cangkang kapsul alginat dengan berbagai kadar uap air ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47


(12)

5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN ... 52


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tabel penerimaan beberapa sediaan delayed release menurut

USP XXXII ... 21 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat dengan konsentrasi

natrium alginat 4,5% tanpa penambahan PEG 6000 ... 37 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat dengan konsentrasi

natrium alginat 4,5% dengan penambahan PEG 6000 ... 37 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran no. 1 menurut Pfizer Inc.

Capsugel Division ... 38 4.4 Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air

dan kerapuhan cangkang kapsul kosong pada suhu 25°C ... 43 4.5 Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air

dan kerapuhan cangkang kapsul berisi pada suhu 25°C ... 44


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 4 2.1 Klasifikasi isoterm sorpsi uap air dan berbagai bentuknya ... 10 2.2 Skema histeresis antara adsorpsi dan desorpsi uap air ... 11 2.3 Kelembaban relatif (RH), kandungan uap air gelatin dan sifat

kapsul gelatin keras ... 14 2.4 Rumus bangun natrium diklofenak ... 18 2.5 Struktur alginat ... 22 2.6 Struktur G: α-L-asam guluronat dan M: β-D-asam

mannuronat ... 22 4.1 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap pelepasan natrium

diklofenak dari cangkang kapsul alginat ... 38 4.2 Perbedaan profil disolusi natrium diklofenak dari cangkang

kapsul alginat dengan tablet salut enterik Voltaren® ... 41 4.3 Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul

alginat pada suhu 25 ± 2°C (pengaruh RH terhadap banyaknya uap air yang diadsorpsi per g kapsul) ... 42 4.4 Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul

alginat pada suhu 25 ± 2°C (pengaruh RH terhadap kadar uap

air cangkang kapsul alginat) ... 43 4.5 Grafik pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang

kapsul kosong (pada suhu 25°C dengan kelembaban yang bervariasi) ... 45 4.6 Grafik pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang

kapsul berisi (pada suhu 25°C dengan kelembaban yang bervariasi) ... 45 4.7 Cangkang kapsul yang rapuh ... 46


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pengukuran viskositas larutan alginat ... 52

2. Penentuan spesifikasi cangkang kapsul ... 52

3. Cangkang kapsul alginat ... 56

4. Gambar alat pencetak kapsul dan lemari pengering kapsul ... 57

5. Gambar alat-alat untuk disolusi ... 58

6. Gambar alat uji kerapuhan ... 59

7. Gambar alat uji viskositas ... 60

8. Gambar alat uji spesifikasi kapsul ... 61

9. Kurva serapan natrium diklofenak dalam medium pH 1,2 ... 62

10. Pengukuran kurva kalibrasi natrium diklofenak dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 273,0 nm dalam medium pH 1,2 ... 62

11. Kurva serapan natrium diklofenak dalam medium pH 6,8 ... 63

12. Pengukuran kurva kalibrasi natrium diklofenak dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 276,2 nm dalam medium pH 6,8 ... 64

13. Data uji kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat ... 65

14. Persen kumulatif disolusi natrium diklofenak ... 81

15. Data AUC disolusi natrium diklofenak ... 93

16. Data Independent T-Test AUC disolusi natrium diklofenak dalam kapsul alginat dengan dan tanpa penambahan PEG 6000 ... 96


(16)

17. Data Independent T-Test AUC disolusi natrium diklofenak dalam kapsul alginat dengan penambahan PEG 6000 dan tablet salut enterik Voltaren® ... 97 18. Daftar tabel distribusi T ... 98


(17)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK DAN PELEPASAN NATRIUM

DIKLOFENAK DARI CANGKANG KAPSUL ALGINAT ABSTRAK

Natrium diklofenak, suatu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), memiliki efek samping dapat mengiritasi lambung dan penggunaan cangkang kapsul alginat dalam pembuatan sediaan kapsul natrium diklofenak dapat mengurangi efek samping dari natrium diklofenak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan Polietilen Glikol (PEG) 6000 pada cangkang kapsul terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dan kemudian diuji sifat fisik cangkang kapsul alginat berupa kesetimbangan kandungan air dan kerapuhan cangkang kapsul alginat.

Cangkang kapsul alginat dibuat dari natrium alginat 80 - 120cP dengan dan tanpa penambahan PEG 6000. Pengujian stabilitas fisik cangkang kapsul alginat meliputi pengamatan kesetimbangan kadar uap air dan kerapuhannya terhadap pengaruh kelembaban relatif (RH). Pengamatan sifat fisik cangkang kapsul dilakukan dengan menyimpan cangkang kapsul dalam climatic chamber

pada suhu 25ºC dengan kelembaban relatif (RH) 30, 45, 50, 60, 75, dan 90% selama 3 hari supaya cangkang kapsul dapat menyerap atau melepaskan uap air, kemudian cangkang kapsul yang telah disimpan diuji kerapuhan dan kadar uap airnya, kemudian cangkang kapsul yang berisi natrium diklofenak dilakukan uji disolusi dengan alat disolusi metode dayung dalam tahap asam dan tahap basa, kemudian kadar natrium diklofenak diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cangkang kapsul alginat yang ditambahkan PEG 6000 lebih tidak rapuh dibandingkan dengan cangkang kapsul yang tidak ditambahkan PEG 6000. Hal ini dapat dilihat pada kondisi penyimpanan dengan kelembaban relatif (RH) 50% kerapuhan cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 sebesar 50% dengan kandungan uap air sebesar 14,12% sedangkan cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 sebesar 33,34% dengan kandungan uap air sebesar 17,41%. Penambahan PEG 6000 pada pembuatan cangkang kapsul alginat juga dapat meningkatkan laju disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat. Hal ini dapat diketahui dari hasil disolusi pada menit ke-165, pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 hanya sebesar 54,54%. Sedangkan dari cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 sebesar 83,71%. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa cangkang kapsul alginat yang diformulasi dengan penambahan PEG 6000 dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP XXXII.


(18)

EFFECTS OF PEG 6000 ADDITION TOWARDS PHYSICAL PROPERTIES AND SODIUM DICLOFENAC RELEASE FROM

ALGINATE HARD CAPSULE SHELLS ABSTRACT

Sodium diclofenac, a Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID), has irritating stomach side effect and the use of alginate capsule shells in preparing a sodium diclofenac capsule can reduce the side effect of natrium diclofenac. The objectives of this research were to evaluate the effect of PEG 6000 addition to the capsule shells towards sodium diclofenac release from the alginate capsules shells and to evaluate the physical properties of alginate capsule shells such as the water content equilibrium and the brittleness of the alginate capsule shells.

Alginate capsule shells were made from alginate 80 - 120 cP with and without the addition of PEG 6000. The study of alginate capsule shells physical properties included the evaluation of water vapor content equilibrium and brittleness towards relative humidity (RH). Physical properties evaluation was done by storing capsule shells in climatic chamber at 25ºC with relative humidity (RH) 30, 45, 50, 60, 75, and 90% for 3 days so the capsule shells could adsorp or desorp water vapor. Then the stored capsule shells was evaluated their brittleness and water vapor content. Then the dissolution test was done using paddle apparatus dissolution tester in acid stage and buffer stage medium, then the sodium diclofenac concentration was measured using UV spectrophotometer.

Results showed that alginate capsule shells that was added PEG 6000 was less brittle than the capsule shells without PEG 6000. This could be seen on storage at relative humidity (RH) 50%, the brittleness of alginate capsule shells without PEG 6000 was 50% and the water vapor content was 14.12% while the alginate capsule shells with PEG 6000 was 33.34% and the water vapor content was 17.41%. PEG 6000 addition in alginate capsule shells formulation increased dissolution of sodium diclofenac from alginate capsule shells. This could be known from dissolution result at 165 minute, sodium diclofenac release from alginate capsule shells without PEG 6000 was 54.54%. While alginate capsule shells with PEG 6000 was 83.71%. From this research, can be concluded that alginate capsule shells that is formulated with PEG 6000 meets the USP XXXII requirement.

Keywords: sodium diclofenac, alginate, physical properties, dissolution, PEG 6000


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal pada sekitar 20% pasien (Grosser, et al., 2011) yang berupa nyeri epigastrik, mual, muntah dan diare. Pada beberapa orang juga terjadi pengiritasian dinding lambung yang menyebabkan ulser peptik dan perdarahan pada saluran cerna (Sweetman, 2009). Untuk mengurangi efek samping natrium diklofenak, maka pada saat sekarang ini umumnya natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan tablet salut enterik. Penundaan pelepasan dari obat ini dapat menurunkan iritasi lambung karena dapat mencegah terjadinya lokalisasi obat di lambung (Reynolds, 1993).

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air (Ansel, 2005). Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimanapun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti cangkang kapsul gelatin menjadi rapuh jika disimpan pada kondisi kelembaban relatif yang rendah (Chang, et al., 1998).

Kapsul gelatin umumnya dirancang untuk larut dalam asam lambung, melepaskan obat, yang akan diserap melalui dinding lambung. Tetapi, ada


(20)

beberapa zat aktif farmasi yang tidak cocok untuk pelepasan di lambung misalnya obat tertentu yang dapat mengiritasi mukosa lambung, tidak stabil atau reaktif pada pH asam lambung, dapat dipengaruhi oleh metabolisme di lambung, atau target obat dapat berlanjut sepanjang saluran pencernaan (WIPO, 2008).

Beberapa formulasi telah dikembangkan untuk membuat sediaan untuk obat yang tidak cocok bagi pelepasan di lambung. Salah satunya dengan membuat sediaan delayed release dengan salut enterik. Produk salut enterik dirancang untuk tetap utuh dalam lambung kemudian melepaskan zat aktif pada bagian atas usus halus (Meghal, et al., 2011). Sediaan obat berupa tablet natrium diklofenak telah dibuat dengan salut enterik menggunakan Eudragit L 30 D-55 dan menghasilkan tablet tidak larut dalam medium asam tetapi larut dalam medium basa dan memenuhi persyaratan delayed release

(Padmadisastra, et al., 2007).

Alginat merupakan polisakarida alami dari asam guluronat (G) dan manuronat (M), yang cukup berlimpah di alam dari alga coklat (Phaeophyceae). Alginat berasal dari alam sehingga aman untuk dikonsumsi. Cangkang kapsul alginat telah diuji tidak larut dalam medium lambung buatan (pH 1,2) dan larut dalam medium usus buatan (pH 6,8) (Bangun, dkk., 2005) sehingga tidak diperlukan penyalutan dalam pembuatan sediaan delayed release dari cangkang kapsul alginat.

Polietilen glikol (PEG) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk


(21)

meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik. Cangkang kapsul dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur (Martin, dkk., 1993).

Penelitian sebelumnya (Halim, 2012) melakukan pengujian natrium diklofenak dalam cangkang kapsul alginat sebagai sediaan delayed-release, namun pelepasannya belum dapat memenuhi persyaratan USP XXX (2007) yaitu terlepas tidak kurang dari 75% dalam waktu 45 menit pada medium cairan usus buatan.

Penelitian tentang pengaruh kadar uap air cangkang kapsul alginat terhadap kerapuhan cangkang kapsul alginat telah dilakukan sebelumnya (Hendra, 2010). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul alginat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap sifat-sifat fisik dan pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat untuk dibuat sebagai sediaan kapsul lepas tunda (delayed release) sebagai metode pemberian terhadap obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung. Dalam penelitian ini digunakan natrium diklofenak sebagai model obat.


(22)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah penggunaan PEG 6000 di dalam pembuatan cangkang kapsul berpengaruh terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat?

b. Apakah penambahan PEG 6000 mempengaruhi kadar uap air cangkang kapsul alginat yang kemudian mempengaruhi sifat-sifat fisiknya, seperti kerapuhan dan kesetimbangan kandungan uap airnya?

Polietilen Glikol 6000

2%

Pelepasan Natrium Diklofenak

Laju Pelepasan Natrium Diklofenak Kadar

Uap Air

-Kerapuhan -Kesetimbang

an Kadar Uap air

Cangkang Kapsul Alginat


(23)

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan PEG 6000 di dalam pembuatan cangkang kapsul berpengaruh terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

b. PEG 6000 mempengaruhi kadar uap air cangkang kapsul alginat yang dapat mempengaruhi mempengaruhi sifat-sifat fisiknya seperti kerapuhan dan kesetimbangan kandungan uap air.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh penambahan PEG 6000 di dalam pembuatan cangkang kapsul alginat terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

b. Mengetahui pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kerapuhan dan profil kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan terhadap pengembangan cangkang kapsul alginat, sehingga dapat menjadi salah satu bentuk penyampaian obat yang baru.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula HOCH2(CH2OCH2)nCH2OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang sangat besar, karena itu berat molekul dari PEG ini dapat berkisar antara 150-10.000. Senyawa yang memiliki berat molekul dari 150-700 berbentuk cairan, dimana senyawa yang berat molekulnya 1.000-10.000 berbentuk padatan. Senyawa glikol dengan berat molekul yang rendah biasanya digunakan untuk larutan kental dimana campuran glikol ini biasanya dimanfaatkan sebagai basis salep larut air (Grosser, et al., 2011).

Polietilen glikol 400 adalah polietilen glikol H(O-CH2-CH2)n OH dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Pemerian: cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik. Kelarutan: larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam hidrokarbon alifatik. Bobot molekul rata-rata: 380-420. Kandungan Lembab: Sangat higroskopis walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya bobot molekul, titik beku 4-8ºC (Depkes RI, 1979).

Polietilen glikol 4.000, 6.000 dan 8.000 berbentuk serbuk putih dengan tekstur seperti lilin dan berwarna seperti parafin. Sangat larut dalam air dan dalam diklorometan, dan sedikit larut dalam alkohol (Sweetman, 2009).


(25)

Polietilen glikol dapat menunjukkan aktivitas oksidasi jika terjadi inkompatibilitas. Aktivitas anti bakteri dari bactricin atau benzilpenicilin dapat dikurangi jika diformulasi dengan salep yang mengandung basis PEG ini. (Sweetman, 2009)

Salah satu polimer yang umum digunakan pada pembuatan dispersi padat adalah PEG. PEG disebut juga makrogol, merupakan polimer sintetik dari oksietilen dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH, dimana n adalah jumlah rata-rata gugus oksietilen. PEG umumnya memiliki bobot molekul antara 200-300.000. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600 (PEG 200-600) berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-20.000 atau lebih berupa padatan semi kristalin dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100.000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1.500-20.000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat (Leuner dan Dressman, 2000; Rowe, et al., 2003).

PEG merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik apabila ditambahkan dalam formulasi. Cangkang kapsul dengan menggunakan basis polietilen glikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur (Martin, dkk., 1993).


(26)

2.2Interaksi Uap Air-Padatan

Molekul air terdiri dari dua atom hidrogen, yang berikatan secara kovalen dengan atom pusat oksigen. Molekul air saling menarik satu sama lain melalui ikatan hidrogen, yang melibatkan polaritas dari molekul air (Airaksinen, 2005).

Uap air yang diadsorpsi pada permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat padat yang mengadsorpsi uap air tersebut disebut adsorben. Kecenderungan adsorpsi pada permukaan zat padat sangat tergantung pada tekanan uap air, temperatur dan perbedaan energi pengikatan interfacial. Proses adsorpsi terjadi antara molekul air dengan bagian hidrofilik permukaan zat padat melalui ikatan hidrogen (Airaksinen, 2005).

2.3 Kesetimbangan Kandungan Uap Air

Hubungan antara kelembaban dan kandungan uap air pada temperatur yang sama (isoterm) dikenal sebagai kesetimbangan isoterm sorpsi uap air (Equilibrium Moisture Sorption Isotherm) seperti yang dikemukakan oleh Bell dan Labuza (1992). Masing-masing produk mempunyai kesetimbangan kandungan uap air yang unik karena perbedaan interaksi (efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan) antara air dengan komponen padat pada kandungan uap air yang berbeda. Peningkatan aw biasanya diikuti dengan peningkatan kandungan uap air, walaupun tidak secara linier. Kesetimbangan kandungan uap air biasanya berbentuk sigmoidal untuk kebanyakan makanan, walaupun makanan tersebut mengandung gula dalam jumlah besar (Fontana, 2000).


(27)

Informasi mengenai mekanisme sorpsi uap air pada suatu bahan dapat diketahui dari bentuk kesetimbangan kandungan uap airnya, karena hal itu sangat tergantung pada interaksi antara molekul air dengan suatu bahan padat. Isoterm sorpsi fisis ini dapat digolongkan menjadi 6 tipe utama (I-VI), berdasarkan klasifikasi IUPAC. Isoterm tipe V dan VI tidak umum untuk dijumpai (Sing, et al., 1985).

Tipe I adalah tipe Langmuir, yang ditandai oleh adanya adsorpsi yang terbatas yang diasumsikan sebagai terbentuknya suatu lapisan tunggal yang sempurna. Tipe I memiliki adsorben dengan mikropori yang luas permukaannya relatif kecil, yang dapat menyimpan banyak uap air pada RH yang rendah (Sing, et al., 1985).

Isoterm tipe II, bentuk sigmoi85dal atau bentuk S umumnya berhubungan dengan sorpsi lapisan tunggal-multi lapisan pada bahan dengan permukaan yang tidak berpori atau makropori. Isoterm tipe II dan IV menunjukkan pengikatan tertentu pada kelembaban rendah yang diikuti dengan adsorpsi yang rendah pada kelembaban menengah, selanjutnya meningkat lagi pada kelembaban yang lebih tinggi. Adanya histeresis menunjukkan adanya mesopori dan umum terjadi pada isoterm tipe II dan IV (Sing, et al., 1985).

Berbeda dengan isoterm tipe IV, isoterm tipe II tidak memiliki penyerapan yang stabil pada aw yang tinggi. Isoterm tipe IV terjadi karena tertutupnya mesopori yang diikuti dengan kondensasi kapiler atau pengisian pori (Sing, et al., 1985).


(28)

Isoterm tipe III dan V menandakan adanya interaksi adsorbent-adsorbat yang lemah dan ditandai dengan penyerapan yang rendah pada kelembaban rendah dan terjadi peningkatan yang pesat pada kelembaban yang lebih tinggi. Isoterm tipe VI, isoterm bertingkat dimana terjadi sorpsi tingkat demi tingkat pada permukaan bahan tidak berpori yang seragam. Klasifikasi isoterm sorpsi uap air dan berbagai bentuknya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sing, et al., 1985).

Gambar 2.1. Klasifikasi isoterm sorpsi uap air dan berbagai bentuknya (Sing, et al., 1985).

Kesetimbangan dari adsorpsi uap air (dimulai dari keadaan kering) tidak sama persis dengan kesetimbangan yang dihasilkan dari desorpsi uap air (dimulai dari keadaan basah). Fenomena dari kandungan uap air yang berbeda dengan aw yang sama ini dikenal sebagai histeresis sorpsi uap air (moisture

sorption hysteresis) dan dimiliki oleh kebanyakan makanan. Skema histeresis antara adsorpsi dan desorpsi uap air dapat dilihat pada Gambar 2.2. (Fontana, 2000).


(29)

Gambar 2.2. Skema histeresis antara adsorpsi dan desorpsi uap air (Chaplin, 2005).

Ada beberapa alasan hal ini dapat terjadi, seperti perbedaan pengisian dan pengosongan uap air pada pori-pori, pengembangan bahan polimer, transisi keadaan gelas dan karet, dan supersaturasi beberapa zat terlarut selama desorpsi. Kesetimbangan kandungan uap air ini biasanya digambarkan dalam bentuk grafik, dengan memplot kandungan uap air sebagai suatu fungsi aw atau dalam suatu bentuk persamaan (Fontana, 2000).

Ada lebih dari 70 persamaan yang telah dikembangkan untuk memprediksi kesetimbangan kandungan uap air ini. Model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) merupakan salah satu model yang telah diterima secara luas untuk bahan dengan aktivitas air dari 0,1 sampai 0,9.

m= C1 k m0 aw

(1- k aw)(1- k aw+ C1 k aw)

Di mana C1 dan k adalah suatu konstanta dan mo adalah kadar uap air lapisan tunggal. Persamaan ini dapat diselesaikan menggunakan program regresi


(30)

non-linear terkomputerisasi ataupun dalam bentuk persamaan polinomial (Fontana, 2000).

2.4Stabilitas Fisik Cangkang Kapsul Umum 2.4.1 Warna

Warna, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap kualitas produk. Warna suatu bahan dapat berasal dari warna alamiahnya atau warna yang terjadi selama proses pengolahannya (Morales dan van Boekoel, 1998).

Temperatur dan kadar uap air yang relatif tinggi selama proses pengolahan dan penyimpanan yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (enzimatik dan non-enzimatik) (Bell dan Labuza, 1992).

Reaksi pengcoklatan adalah suatu reaksi dimana suatu bahan berubah menjadi coklat, baik melalui proses enzimatik maupun non-enzimatik. Pengcoklatan enzimatik ini melibatkan polifenol oksidase atau enzim lain yang menghasilkan melanin, sehingga menimbulkan warna coklat. Sedangkan pengcoklatan non-enzimatik dapat menimbulkan warna coklat tanpa adanya aktivitas enzim (Marshall, et al., 2000).

Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi kimia pengcoklatan non-enzimatik antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung pada jenis bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari kuning lemah sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, seperti temperatur, aktivitas air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia suatu bahan (Morales dan van Boekoel, 1998).


(31)

2.4.2 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, et al., 2009).

Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar 15 - 30°C dan 30% - 60% kelembaban relatif (RH) (Margareth, et al., 2009).

Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski (1989). Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50% selama 4 minggu. Kelembaban relatif (RH), kandungan


(32)

uap air gelatin dan sifat kapsul gelatin keras dapat dilihat pada Gambar 2.3. (Kontny dan Mulski, 1989).

Gambar 2.3. Kelembaban relatif (RH), kandungan uap air gelatin dan sifat kapsul gelatin keras (Kontny dan Mulski, 1989)

2.5 Disolusi

Uji disolusi yaitu uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu:

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.


(33)

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.


(34)

i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.

ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, dkk., 1993).

United States Pharmacopeia (USP) XXXII memberi beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket)

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37ºC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP XXXII. Tersedia


(35)

standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.

b. Metode Dayung (Paddle)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37ºC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP “basket and rack” dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan Andrew, 1988).


(36)

2.6 Natrium Diklofenak 2.6.1 Uraian bahan

Rumus Bangun :

Gambar 2.4. Rumus bangun natrium diklofenak (Depkes RI, 1995) Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2

Nama Kimia : Asam benzenasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amin] - garam monosodium

Nama lain : Natrium [o-(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat Berat Molekul : 318,13 (USP XXXII, 2009).

Pemerian : Serbuk kristal putih atau sedikit kuning, agak higroskopis

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam metanol, larut dalam etanol (9%), sedikit larut dalam aseton (British Pharmacopoeia, 2009).

pKa : 4,2 (Moffats, 2005).

2.6.2 Farmakologi natrium diklofenak

Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiradang Natrium diklofenak berpotensi terhadap COX-2 lebih besar daripada indometasin, naproksen ataupun OAINS lainnya. Mekanisme lainnya,


(37)

diklofenak tampaknya dapat mengurangi konsentrasi intrasel dari asam arakidonat bebas dalam leukosit, mungkin dengan mengubah pelepasan ataupun penyerapannya. Selektivitas dari diklofenak terhadap COX-2 menyerupai celecoxib. Namun, efek merugikan terhadap gastrointestinal serius tidak berbeda antara celecoxib dan diklofenak (Grosser, et al., 2011).

2.6.3 Farmakokinetika natrium diklofenak

Diklofenak secara cepat diserap ketika diberikan sebagai larutan oral, tablet salut gula, suppositoria rektal, atau dengan injeksi intramuskular. Penyerapannya lebih lambat ketika diberikan sebagai tablet salut enterik, terutama saat bentuk sediaan tersebut diberikan bersamaan dengan makanan. Walaupun diklofenak yang diberikan secara oral diserap sempurna, diklofenak akan mengalami metabolisme lintas pertama sehingga sekitar 50% dari obat mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk yang tidak berubah (Sweetman, 2009). Diklofenak juga diserap secara perkutan. Pada konsentrasi terapetik sekitar 99% obat terikat pada protein plasma. Diklofenak menembus cairan sinovial di mana konsentrasinya dapat bertahan bahkan didistribusikan ke dalam ASI. Waktu paruh plasmanya sekitar 1 hingga 2 jam. Diklofenak dimetabolisme menjadi 4’-hidroksidiklofenak, 5-hidroksidiklofenak, 3’-hidroksidiklofenak dan 4’,5-di3’-hidroksidiklofenak. Diklofenak diekskresikan dalam bentuk glukoronida dan konjugat sulfat, sebagian besar dalam urin (sekitar 60%) juga dalam empedu (sekitar 35%); kurang dari 1% diekskresikan sebagai diklofenak yang tidak berubah (Sweetman, 2009).


(38)

2.7 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat dimana obat ditutup dalam suatu cangkang yang keras maupun lunak. Cangkang tersebut biasanya dibuat dari gelatin; tetapi cangkang tersebut juga dapat dibuat dari pati ataupun zat lain yang cocok. Kapsul cangkang keras berukuran dari No. 5, yang paling kecil, hingga No. 000, yang paling besar, kecuali untuk ukuran penggunaan veteriner. Bagaimanapun, ukuran No. 00 merupakan ukuran terbesar yang secara umum dapat diterima oleh pasien (USP XXXII, 2009). Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan di pasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet (Gennaro, 2000). 2.7.1 Kapsul delayed-release

Kapsul dapat disalut, atau, lebih umumnya, granul yang dienkapsulasi dapat disalut untuk menahan pelepasan obat dalam cairan lambung dimana suatu penundaan penting untuk mengurangi masalah yang mungkin terjadi pada inaktivasi obat atapun iritasi mukosa lambung. Istilah “delayed-release” digunakan pada monografi Farmakope pada kapsul salut enterik yang ditujukan


(39)

untuk menunda pelepasan dari bahan obat hingga kapsul melewati lambung (USP XXXII, 2009). Tabel penerimaan beberapa sediaan delayed release dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tabel penerimaan sediaan delayed release menurut USP XXXII

No. Sediaan Medium Persyaratan

1 Kapsul delayed

release Aspirin

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

6,8

Terdisolusi tidak kurang dari 75% dalam waktu 90 menit

2

Tablet delayed release Natrium diklofenak

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

6,8

Terdisolusi tidak kurang dari 75% dalam waktu 45 menit

3

Tablet delayed release

Diritromisin

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

6,8

Terdisolusi tidak kurang dari 80% dalam waktu 45 menit

4

Kapsul delayed release

Eritromisin

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

6,8

Terdisolusi tidak kurang dari 80% dalam waktu 120 menit

5

Kapsul delayed release

Lansoprazole

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

6,8

Terdisolusi tidak kurang dari 80% dalam waktu 60 menit

6

Kapsul delayed release

Omeprazole

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 15% Basa pH

7,6

Terdisolusi tidak kurang dari 75% dalam waktu 30 menit

7

Tablet delayed release

Sulfasalazin

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH

7,5

Terdisolusi tidak kurang dari 85% dalam waktu 60 menit

8

Kapsul delayed release

Pankrealipase

Asam Terdisolusi tidak lebih dari 10% Basa pH 6 Terdisolusi tidak kurang dari 75%

dalam waktu 60 menit

2.8 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah.


(40)

tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum. Struktur alginat dapat dilihat pada Gambar 2.5(Belitz dan Grosch, 1987).

Gambar 2.5. Struktur alginat

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β -D-mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, et al., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG). Struktur G: α- L asam guluronat dan M: β- D asam mannuronat dapat dilihat pada Gambar 2.6. (Thom, et al., 1980).

Gambar 2.6. Struktur G: α-l asam guluronat dan M: β-d asam mannuronat Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat


(41)

dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat (Thom, et al., 1982). Pembentukan gel alginat dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980).

Untuk kepentingan farmasetik digunakan natrium alginat, dimana larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling stabil pada daerah pH 6-7, pada pH 4,5 asam bebasnya akan mengendap. Pemanasan yang kuat dan lama, terutama >70oC dihindari, karena akan mengalami kehilangan viskositas akibat terjadinya polimerisasi. Sediaan disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight, 1994).

Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Kapsul mengembang dan pecah dalam cairan usus buatan yaitu pH 4,5 dan pH 6,8 (Bangun, dkk., 2005)

Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat


(42)

masih utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu berarti kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam medium pH 1,2 (Bangun, dkk., 2005).

Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di dalam medium pH 4,5 dan 6,8 (cairan usus buatan). Hal ini disebabkan terjadi pertukaran ion kalsium dari kalsium alginat (kalsium guluronat) dengan ion natrium yang terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium alginat (natrium guluronat). Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat menyebabkan kapsul bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air, mengembang dan pecah (Bangun, dkk., 2005).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitis (Boeco), alat disolusi metoda dayung (Yamato), spektrofotometer (UV-1800 Shimadzu Spectrophotometer), oven (Memmeth), higrometer (Friedrichs), termometer, climatic chamber (Memmeth), pHmeter (Hanna), anak timbangan 50 g dan 2 kg, desikator, jangka sorong (Tricle), mikrometer (Delta), penunjuk waktu (stopwatch), waterbath (Erweka), alat pencetak kapsul yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm serta berdiameter 5,5 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan 6 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, cawan petri, cawan penguap, bola besi, labu tentukur (Pyrex), beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), dan botol timbang (Pyrex).

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium alginat 80-120 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd Japan), gliserin (Merck), kalsium klorida anhidrat (Merck), kalsium klorida dihidrat (Merck), asam klorida(Merck), natrium fosfat (Merck), kalium sulfat (Merck), kalium bromida (Merck), silika gel, alkohol 96% dan akuades.


(44)

3.3. Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Larutan CaCl2 0,15 M

Kalsium klorida dihidrat (CaCl2·2H2O) sebanyak 22,05 g dilarutkan dalam 1.000 ml akuades bebas CO2 (Depkes RI, 1995).

3.3.2 Larutan HCl 0,1 N

Asam klorida pekat sebanyak 8,35 ml diencerkan dengan akuades hingga 1.000 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Larutan Na3PO4 0,2 M

Dilarutkan 76 g natrium fosfat dodekahidrat (Na3PO4.12H2O) dalam akuades hingga diperoleh larutan sebanyak 1.000 ml (USP XXXII, 2009). 3.3.4 Dapar fosfat pH 6,8

Dicampur 250 ml larutan Na3PO4 0,2 M dengan 750 ml HCl 0,1 N, kemudian bila diperlukan, disesuaikan pH-nya dengan HCl 2 N atau NaOH 2 N sampai pH 6,8 ± 0,5 (USP XXXII, 2009).

3.3.5 Larutan NaOH 0,1 N

Natrium hidroksida sebanyak 4 g dilarutkan dalam akuades bebas CO2 hingga 1.000 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.6 Larutan NaOH 5 N

Natrium hidroksida (BM = 40) sebanyak 20 g dilarutkan dalam akuades bebas CO2 hingga 100 ml.


(45)

3.4 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat 3.4.1 Pembuatan Larutan Natrium Alginat Formula I:

Natrium alginat 80-120 cP 4,5 g

Gliserin 2 g

Natrium metabisulfit 0,1 g

TiO2 0,4 g

Akuades ad 100 ml

Beaker glass dikalibrasi 100 ml. Terlebih dahulu dimasukkan sedikit akuades ke dalam wadah (± 5 ml), lalu ditaburkan natrium alginat, dan ditambahkan gliserin, natrium metabisulfit, dan TiO2 yang telah dilarutkan dalam akuades. Kemudian dicukupkan dengan akuades hingga batas kalibrasi. Diamkan selama 24 jam dan homogenkan dengan menggunakan batang pengaduk.

Formula II :

Natrium alginat 80-120 cP 4,5 g

Gliserin 2 g

Natrium metabisulfit 0,1 g

TiO2 0,4 g

PEG 6000 2 g

Akuades ad 100 ml

Beaker glass dikalibrasi 100 ml. Terlebih dahulu dimasukkan sedikit akuades ke dalam wadah (± 5 ml), lalu ditaburkan natrium alginat, dan ditambahkan gliserin, natrium metabisulfit, PEG, dan TiO2 yang telah


(46)

dilarutkan dalam akuades. Kemudian dicukupkan dengan akuades hingga batas kalibrasi. Diamkan selama 24 jam dan homogenkan dengan menggunakan batang pengaduk.

3.4.2 Pengukuran viskositas larutan natrium alginat

Viskositas yang diukur adalah formula cangkang kapsul alginat 80-120 cp dengan konsentrasi natrium alginat 4,5%. Tanpa penambahan PEG 6000 Viskometer Brookfield diletakkan di meja. Kemudian dalam beaker glass diisi larutan alginat sebanyak 200 ml dan diletakkan di atas meja. Alat diturunkan sampai speendle terendam hingga mencapai batas tanda pada speendle. Selanjutnya diatur kecepatan putar dari speendle, ditekan tombol ON untuk memulai pengukuran. Kemudian dibaca skala yang ditunjukkan oleh jarum dan dikalikan dengan faktor koreksi sehingga didapatkan viskositas larutan natrium alginat.

3.4.3 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6,0 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 3 cm, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tersebut direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 75 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam akuades selama 24 jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.


(47)

3.4.4 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6,2 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 2,5 cm, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tesebut direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 75 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam akuades selama 24 jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.

3.4.5 Pengeringan cangkang kapsul alginat

Pengeringan cangkang kapsul dilakukan dengan cara memasukkan cangkang kapsul alginat basah dalam lemari pengering selama 1 hari dimana cangkang kapsul alginat basah tetap berada pada alat pencetak kapsul yang sebelumnya telah dilapisi dengan plastik. Sesudah kering, kapsul ditarik dari alat pencetak dan digabungkan badan dan tutup kapsul kemudian disimpan dalam botol plastik.

3.5 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak 3.5.1 Pembuatan larutan induk baku natrium diklofenak

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 50 mg, dilarutkan dengan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N dalam labu takar 100 ml, dikocok sampai larut, lalu ditambahkan akuades sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi yang diperoleh 500 mcg/ml (USP XXXII, 2009).


(48)

3.5.2 Pembuatan kurva serapan larutan natrium diklofenak dalam medium cairan lambung buatan (pH 1,2)

Larutan induk baku natrium diklofenak (3.3.3.1) dipipet 0,7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi natrium diklofenak adalah 14 mcg/ml. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV panjang gelombang 250-300 nm. 3.5.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan natrium diklofenak dalam

medium cairan lambung buatan (pH 1,2)

Larutan natrium diklofenak dibuat berbagai konsentrasi yaitu 1; 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14; 16 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku natrium diklofenak (3.3.3.1) masing-masing 0,05; 1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8 ml ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 273,0 nm.

3.5.4 Pembuatan kurva serapan larutan natrium diklofenak dalam medium cairan usus buatan (pH 6,8)

Larutan induk baku natrium diklofenak (3.3.3.1) dipipet 0,7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium pH 6,8 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Konsentrasi natrium diklofenak adalah 14 mcg/ml. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 250-300 nm.


(49)

3.5.5 Pembuatan kurva kalibrasi larutan natrium diklofenak dalam medium cairan usus buatan (pH 6,8)

Larutan induk baku natrium diklofenak (3.3.3.1) dibuat berbagai konsentrasi yaitu 2; 4; 6; 8; 10; 15; 20; 25; 30 mcg/ml dengan cara memipet Larutan Induk Baku masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,75; 1,0; 1,25; 1,5 ml ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium pH 6,8 sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 276,2 nm.

3.6 Pengisian Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat

Sebanyak 25 mg serbuk natrium diklofenak ditimbang dengan tepat menggunakan neraca listrik, kemudian dicampur homogen dengan 35 mg laktosa, lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul alginat melalui bagian ujung yang terbuka lalu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul dengan mendorong ke bagian badan cangkang kapsul yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu dengan baik. Kemudian diberi perekat larutan natrium alginat pada kapsul (Aruan, 2008).

3.7 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat

3.7.1 Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat

Panjang dan diameter cangkang kapsul diukur menggunakan jangka sorong.

3.7.2 Penimbangan berat cangkang kapsul alginat


(50)

3.7.3 Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat

Ketebalan cangkang kapsul diukur menggunakan mikrometer. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk masing-masing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di bagian perifer, kemudian di rata-ratakan.

3.7.4 Pengamatan warna cangkang kapsul alginat Warna cangkang kapsul diamati secara visual 3.7.5 Pengukuran volume cangkang kapsul alginat

Pengukuran volume cangkang kapsul dilakukan menggunakan pipet volume 1 ml dimana badan kapsul diisi dengan akuades sampai penuh.

3.8 Uji Kerapuhan

3.8.1 Cangkang kapsul kosong

Cangkang kapsul kosong diletakkan dalam kotak akrilik, kemudian dijatuhkan beban seberat 50 g dari ketinggian 10 cm. Diamati kerapuhan cangkang kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul.

3.8.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan)

Cangkang kapsul yang berisi natrium diklofenak dan laktosa diletakkan dalam kotak akrilik, kemudian ditekan dengan anak timbangan seberat 2 kg. Diamati kerapuhan cangkang kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul.


(51)

3.9 Uji Disolusi

Medium disolusi natrium diklofenak dalam kapsul alginat, Medium pH berganti, yaitu :

1. Medium pH 1,2 selama 2 jam 2. Medium pH 6,8 selama 5 jam Kecepatan pengadukan : 50 rpm Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,5°C Metoda : Dayung

Sampel : Natrium diklofenak dalam kapsul alginat Prosedur Uji Disolusi:

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium lambung pH 1,2 kemudian diatur suhu 37 ± 0,5ºC dan kecepatan pengadukannya 50 rpm. Pada kapsul alginat yang ingin didisolusi diberikan pemberat berbentuk ring kemudian dimasukan ke dalam medium. Pada saat kapsul jatuh ke dasar wadah medium, baru tekan tombol putar bersamaan dengan menghidupkan stopwatch. Disolusi medium lambung pH 1,2 dilakukan selama 2 jam, dan pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Depkes RI, 1995). Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 0,5 ml NaOH 5 N dan dicukupkan dengan medium pH 1,2 sampai garis tanda. Setelah itu medium diganti dengan medium pH 6,8 selama 5 jam


(52)

dan pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Aliquot kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan medium pH 6,8 sampai garis tanda. Untuk menjaga volume medium disolusi tetap konstan maka jumlah larutan yang diambil diganti dengan jumlah yang sama dari larutan medium. Ukur konsentrasi natrium diklofenak dengan Spektofotometer UV dengan panjang gelombang maksimum pada masing-masing pH yaitu 273,0 nm untuk pH 1,2 dan 276,2 nm pH 6,8. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali.

3.10 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air 3.10.1 Adsorpsi uap air

Cangkang kapsul dikeringkan pada suhu 60 ± 2ºC, RH 10-15% selama 4 jam dalam climatic chamber untuk menurunkan kandungan uap air mula-mula. Cangkang kapsul ditimbang kemudian disimpan dalam climatic chamber pada suhu 25 ± 2ºC dengan kelembaban relatif tertentu sampai tercapai kesetimbangan (berat konstan). Kelembaban relatif dinaikkan secara bertahap dari 30%→45%→60%→75%→90%. Fluktuasi berat dicatat untuk masing-masing kelembaban. Untuk menghitung kadar uap airnya, kapsul dikeringkan pada suhu 105ºC selama 4 jam sampai diperoleh berat konstan.

Kadar uap air= M0 -M M0

×100%

Di mana Mo adalah berat sebelum pengeringan dan M adalah berat setelah pengeringan.


(53)

3.10.2 Desorpsi uap air

Cangkang kapsul disimpan pada suhu 25 ± 2ºC, RH 90% dalam climatic chamber selama 3 hari untuk meningkatkan kandungan uap air mula-mula. Cangkang kapsul ditimbang kemudian disimpan dalam climatic chamber pada suhu 25 ± 2ºC dengan kelembaban relatif tertentu sampai tercapai kesetimbangan (berat konstan). Kelembaban relatif diturunkan secara bertahap dari 90%→75%→60%→45%→30%. Fluktuasi berat dicatat untuk masing-masing kelembaban. Untuk menghitung kadar uap airnya, kapsul dikeringkan pada suhu 105°C selama 4 jam sampai diperoleh berat konstan.

Kadar uap air= M0-M

M0 ×100%

Dimana Mo adalah berat sebelum pengeringan dan M adalah berat setelah pengeringan.

3.10.3 Uji kerapuhan dengan berbagai kadar uap air dalam cangkang kapsul

Cangkang kapsul disimpan dalam climatic chamber pada suhu 25ºC dengan kelembaban tertentu (RH 30, 45, 50, 60, 75 dan 90%) selama 3 hari supaya cangkang kapsul dapat menyerap/melepaskan uap air. Cangkang kapsul yang telah disimpan dalam berbagai kelembaban di climatic chamber

kemudian diuji kerapuhan dan kadar uap airnya. Uji kerapuhan dan kadar uap air yang dilakukan sama dengan uji kerapuhan cangkang kapsul mula-mula.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat 4.1.1 Viskositas larutan natrium alginat

Viskositas larutan natrium alginat diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Dari hasil pengukuran viskositas larutan alginat 80-120 cP yang tidak mengandung PEG 6000 diperoleh viskositas sebesar 14.250 Cp.

Pada viskositas tersebut, larutan alginat mempunyai sifat alir dan kekentalan yang sesuai untuk dapat dicetak menjadi cangkang kapsul. Viskositas dihitung berdasarkan skala yang diperoleh dari alat dan dikalikan dengan faktor koreksi yang telah ditentukan sehingga diperoleh viskositas dalam sentipois yang dapat dilihat pada Lampiran 1 pada halaman 52.

4.1.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat

Pengukuran panjang, diameter, berat dan warna cangkang kapsul dilakukan untuk badan cangkang kapsul, tutup cangkang kapsul dan cangkang kapsul keseluruhan. Pengukuran ketebalan dilakukan terhadap badan dan tutup cangkang kapsul. Sedangkan pengukuran volume hanya dilakukan terhadap badan cangkang kapsul, karena umumnya bahan obat hanya diisikan ke dalam badan cangkang kapsul sebelum ditutup dengan tutup kapsul. Air yang digunakan untuk mengukur volume cangkang kapsul diisi sampai meniskus atas, air menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan pembacaan volume cangkang kapsul.


(55)

Cangkang kapsul yang dibuat merupakan cangkang kapsul dengan ukuran 1. Hal ini bisa dilihat dari spesifikasi cangkang kapsul alginat dengan konsentrasi natrium alginat 4,5% tanpa dan dengan penambahan PEG 6000 pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat pula dilihat spesifikasi cangkang kapsul standar ukuran No.1 menurut Pfizer inc pada Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat dengan konsentrasi natrium alginat 4,5% tanpa penambahan PEG 6000

Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul alginat dengan konsentrasi natrium alginat 4,5% dengan penambahan PEG 6000

No Spesifikasi Tutup

Cangkang Badan Cangkang

Cangkang Kapsul Keseluruhan

1 Panjang (mm) 9,40 16,30 19,80

2 Diameter (mm) 6,70 6,40 -

3 Tebal (mm) 0,09 0,09 0,09

4 Berat (mg) 25,10 26,90 54,80

5 Warna Putih Putih Putih

6 Volume (ml) - 0,40 -

No Spesifikasi Tutup

Cangkang

Badan Cangkang

Cangkang Kapsul Keseluruhan

1 Panjang (mm) 9,40 16,30 19,80

2 Diameter (mm) 6,70 6,40 -

3 Tebal (mm) 0,095 0,095 0,095

4 Berat (mg) 25,50 28,80 56,30

5 Warna Putih Putih Putih


(56)

Tabel 4.3 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No.1 menurut Pfizer Inc. Capsugel Division

Ukuran kapsul

Tutup Kapsul Badan Kapsul Panjang Cangkang Kapsul Keseluruhan (mm) Panjang (mm) Diameter (mm) Panjang (mm) Diameter (mm)

0 9,78 6,91 16,61 6,63 19,40

Toleransi ± 0,46 ± 0,46 ± 0,46 ± 0,46 ± 0,30

4.2 Uji Pelepasan Natrium Diklofenak dalam Kapsul Alginat

4.2.1 Pengaruh penggunaan PEG 6000 pada cangkang kapsul alginat terhadap pelepasan natrium diklofenak dari kapsul alginat

Profil disolusi natrium diklofenak dalam kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 dan tidak mengandung PEG 6000 dilakukan dengan medium pH berganti yaitu tahap asam (pH 1,2) selama 2 jam (120 menit) kemudian diganti dengan tahap basa (pH 6,8) selama 2 jam (120 menit). Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat

0 20 40 60 80 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

K u m u la tif (%)

Waktu ( menit)

tanpa penambahan PEG 2% penambahan PEG 2%

Tahap asam (pH 1,2)

Tahap basa (pH 6,8)


(57)

Pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 dalam tahap asam (pH 1,2) pada menit ke-5 sebanyak 0,08% sampai menit ke-120 sebanyak 9,73%. Setelahnya dilakukan pergantian menjadi tahap basa (pH 6,8) terlihat pada menit ke-120 terlepas sebayak 10,28% dan pada menit 135 terlihat kapsul mulai pecah dan pada menit ke-165 (45 menit dalam tahap basa) terlepas sebanyak 54,54%. Kemudian perlahan meningkat sampai pada menit ke-240 menit terlepas sebanyak 97,08%. Sedangkan pelepasan natrium diklofenak dalam kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 dalam tahap asam (pH 1,2) pada menit ke-5 tidak terlihat adanya pelepasan natrium diklofenak kemudian pada menit ke-120 terdapat pelepasan sebanyak 1,28%. Setelah dilakukan pergantian menjadi tahap basa (pH 6,8) terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 4,71% dan pada menit ke-135 terlihat kapsul mulai pecah dan pada menit ke-165 (45 menit dalam tahap basa) terlepas sebanyak 87,79%. Kemudian perlahan meningkat sampai pada menit ke-240 terlepas sebanyak 99,86%.

Dari hasil disolusi dapat dilihat bahwa dalam medium lambung (pH 1,2) baik cangkang kapsul yang mengandung PEG 6000 maupun yang tidak mengandung PEG 6000 kapsul tidak pecah. Hal ini disebabkan karena ion kalsium berikatan dengan asam guluronat (sebesar 47,50 % dari keseluruhan jumlah kalsium dalam kapsul) yang menyebabkan kapsul alginat tidak pecah dalam cairan lambung buatan maupun cairan lambung karena sulit dilepaskan oleh asam guluronat tersebut (Bangun, 2012) hal ini menunjukkan bahwa kapsul alginat dapat digunakan untuk pembuatan sediaan delayed release.


(58)

Kemudian setelah pergantian medium usus buatan (pH 6,8) selama 45 menit terlihat pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 hanya 54,54% tidak memenuhi persyaratan USP XXXII (2009) dengan syarat pelepasan tidak kurang dari 75%. Sedangkan pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 di tahap basa (pH 6,8) selama 45 menit sebesar 83,79% yang memenuhi persyaratan USP XXXII (2009).

Dari perhitungan AUC didapatkan AUC persen kumulatif disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang tidak mengandung PEG 6000 adalah sebesar 7.712,38%menit sedangkan pada pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 adalah sebesar 9.431,46%menit. Dari pengujian statistik dengan metode independent T-Test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) didapatkan adanya pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

4.2.2 Perbedaan profil disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dengan tablet salut enterik Voltaren®

Terlihat adanya perbedaan laju pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dengan tablet salut enterik Voltaren® pada medium pH berganti. Pelepasan natrium diklofenak dari tablet salut enterik Voltaren® pada tahap asam (pH 1,2) pada menit ke-5 sebanyak 0% sampai menit ke-120 sebanyak 0,53%. Setelahnya dilakukan pergantian menjadi tahap basa (pH 6,8) terlihat pada menit 125 terlepas sebanyak 0,53% dan pada menit ke-130 terlihat tablet mulai pecah dan pada menit ke-165 (45 menit dalam tahap


(59)

basa) terlepas sebanyak 97,19%. Kemudian perlahan meningkat sampai pada menit ke-240 menit terlepas sebanyak 99,89%.

Sedangkan pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 pada tahap asam (pH 1,2) pada menit ke-5 tidak terlihat adanya pelepasan natrium diklofenak kemudian pada menit ke-120 terdapat pelepasan sebanyak 1,27%. Setelah dilakukan pergantian menjadi tahap basa (pH 6,8) terlihat pada menit ke-125 terlepas sebanyak 3,17% dan pada menit 135 terlihat cangkang kapsul mulai pecah dan pada menit ke-165 (45 menit pada tahap basa) terlepas sebanyak 87,78%. Kemudian perlahan meningkat sampai pada menit ke-240 terlepas sebanyak 101,48%.

Setelah dilakukan uji statistik profil pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dan tablet salut enterik Voltaren® menggunakan metode independent T-Test dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

menunjukkan ada perbedaan antara pelepasan natrium diklofenak. Sehingga, diketahui bahwa laju pelepasan natrium diklofenak dari tablet salut enterik Voltaren® lebih cepat dibandingkan laju pelepasan dari cangkang kapsul alginat. Perbedaan profil disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dengan tablet salut enterik Voltaren® dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(60)

Gambar 4.2 Perbedaan profil disolusi natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat dengan tablet salut enterik Voltaren®

4.3Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air

4.3.1 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat

Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul alginat mengikuti isoterm tipe II (bentuk sigmoidal atau bentuk S). Pada isoterm tipe II terjadi pengikatan tertentu pada kelembaban rendah yang diikuti dengan adsorpsi yang rendah pada kelembaban menengah, selanjutnya meningkat lagi pada kelembaban yang lebih tinggi.

Histeresis sorpsi uap air pada cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 dan yang tidak mengandung PEG 6000 dapat dilihat pada Gambar 4.3 di mana proses desorpsi uap air pada cangkang kapsul alginat lebih kuat daripada proses adsorpsi uap air. Adanya histeresis menunjukkan adanya mesopori (lebar pori 2 - 50 nm) pada cangkang kapsul alginat (Sing, et al., 1985).

0 20 40 60 80 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260

Waktu ( menit )

voltaren dengan penambahan PEG 2%

Tahap asam (pH 1,2)

Tahap basa (pH 6,8)

K

u

m

u

la

tif


(61)

Gambar 4.4. Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul alginat pada suhu 25 ± 2°C (pengaruh RH terhadap kadar uap air cangkang kapsul)

Gambar 4.3. Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul alginat pada suhu 25 ± 2ºC (pengaruh RH terhadap jumlah uap air yang diadsorpsi per g cangkang kapsul)

4.3.2 Pengaruh penambahan PEG 6000 terhadap kerapuhan cangkang kapsul alginat dengan berbagai kadar uap air

Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong dan cangkang kapsul berisi pada suhu 25°C dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.

0 100 200 300

0 25 50 75 100

Jum la h U ap A ir ya ng D ia ds or ps i pe r g C angka ng K aps ul (mg )

RH ( %) adsorbsi tanpa penambahan PEG

desorpsi tanpa penambahan PEG adsorbsi dengan penambahan PEG desorpsi dengan penambahan PEG

0 10 20 30 40

0 25 50 75 100

K ad ar u ap a ir(%)

RH ( %)

adsorbsi tanpa penambahan PEG desorpsi tanpa penambahan PEG adsorbsi dengan penambahan PEG desorpsi dengan penambahan PEG


(62)

Tabel 4.4. Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong pada suhu 25°C

Kondisi Penyimpanan

(RH) (%)

Kadar uap air (%) Kerapuhan(%) Tanpa Penambahan PEG Dengan Penambahan PEG Tanpa Penambahan PEG Dengan Penambahan PEG

30 12,39 14,94 100 100

45 13,42 16,86 100 100

50 14,12 17,41 50 33,34

60 17,14 20,51 33,34 33,34

75 26,01 30,12 0 0

90 30,18 33,50 0 0

Tabel 4.5. Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul berisi pada suhu 25°C

Kondisi Penyimpanan

(RH) (%)

Kadar Uap Air (%) Kerapuhan (%)

Tanpa Penambahan PEG Dengan Penambahan PEG Tanpa Penambahan PEG Dengan Penambahan PEG

30 12,39 14,94 100 66,6

45 13,42 16,86 0 0

50 14,12 17,41 0 0

60 17,14 20,51 0 0

75 26,01 30,12 0 0


(63)

Pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 dan yang tidak mengandung PEG 6000 dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa kadar uap air berpengaruh terhadap kerapuhan cangkang kapsul kosong. Hal yang sama juga diamati pada Gambar 4.6, dimana kadar uap air juga berpengaruh terhadap kerapuhan cangkang kapsul berisi.

Gambar 4.5. Grafik pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul kosong (pada Suhu 25oC dengan kelembaban yang bervariasi)

Gambar 4.6. Grafik pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul berisi (pada suhu 25oC dengan kelembaban yang

0 25 50 75 100

0 10 20 30 40

K er apuha n ( % )

Kadar uap air (%)

tanpa penambahan PEG dengan penambahan PEG 0 25 50 75 100

0 10 20 30 40

K er apuha n ( % )

Kadar uap air (%)

tanpa penambahan PEG

dengan


(64)

Pada kadar uap air < 20%, cangkang kapsul alginat rapuh. Sebaliknya, pada kadar uap air > 27%, cangkang kapsul alginat mulai melunak, dan lembab (tetapi tidak lengket). Oleh karena itu, cangkang kapsul alginat sebaiknya tidak disimpan pada kelembaban < 75%, karena pada kelembaban tersebut kadar uap air akan berkurang sehingga cangkang kapsul menjadi rapuh. Cangkang kapsul alginat juga sebaiknya jangan disimpan pada kelembaban > 90%, karena cangkang kapsul cenderung akan melunak pada kelembaban tersebut. Cangkang kapsul alginat rapuh dapat dilihat pada Gambar 4.7.

(a) (b)

Gambar 4.7. Cangkang kapsul yang rapuh

Keterangan: (a) Cangkang kapsul alginat kosong (b) Cangkang kapsul alginat berisi


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan:

a. Penambahan PEG 6000 dalam pembuatan cangkang kapsul meningkatkan pelepasan natrium diklofenak dari cangkang kapsul alginat.

b. Cangkang kapsul alginat yang ditambahkan PEG 6000 lebih tahan terhadap tekanan jika dibandingkan dengan cangkang kapsul yang tidak ditambahkan PEG 6000. Hal ini diakibatkan kemampuan PEG menyerap uap air yang meningkatkan ikatan antara molekul alginat.

5.2 Saran

Untuk menutupi kekurangan sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat, perlu diuji pengaruh bahan tambahan lain terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat seperti pengaruh konsentrasi gliserin.


(1)

D.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 60 ± 2,5%

No

.

Berat kapsul yang telah dikeringkan

(g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang diadsorpsi per g

kapsul (g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,7705 0,8768 0,8728 0,8484 0,8486 0,1013 2 0,8702 0,9799 0,9766 0,9568 0,9570 0,0997 3 0,7608 0,8480 0,8469 0,8398 0,8400 0,1041

Rata-rata 0,1017

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 1050C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g)

Kadar uap air (%)

1 0,8486 0,7223 17,47

2 0,9570 0,8158 17,30

3 0,8400 0,7133 17,77

Rata-rata 17,51

E.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 75 ± 2,5%

No. Berat kapsul yang

telah dikeringkan (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang diadsorpsi per g

kapsul 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,7705 0,8605 0,8724 0,9439 0,9441 0,2253 2 0,8702 0,9696 0,9821 1,0577 1,0579 0,2157 3 0,7608 0,8506 0,8613 0,9250 0,9252 0,2161


(2)

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g)

Kadar uap air (%)

1 0,9441 0,7223 30,70

2 1,0579 0,8158 29,67

3 0,9252 0,7133 29,72

Rata-rata 30,03

F.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 90 ± 2,5% No. Berat

kapsul yang telah dikeringkan

(g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang diadsorpsi

per g kapsul 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,7705 0,9465 0,9489 0,9632 0,9634 0,2503 2 0,8702 1,0605 1,0630 1,0783 1,0785 0,2394 3 0,7608 0,9297 0,9341 0,9608 0,9610 0,2631

Rata-rata 0,2509

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g)

Kadar uap air (%)

1 0,9634 0,7223 33,37

2 1,0785 0,8158 32,20

3 0,9610 0,7133 34,73


(3)

II.

Desorpsi Uap Air

A.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 30 ± 2,5%

No. Berat kapsul pada

RH 90% (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang didesorpsi per g kapsul

(g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,9634 0,8581 0,8484 0,8438 0,8436 0,1243 2 1,0785 0,9588 0,9541 0,9495 0,9485 0,1206 3 0,9610 0,8596 0,8504 0,8458 0,8438 0,1219

Rata-rata 0,1223

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g)

Kadar uap air (%)

1 0,8436 0,7223 16,79

2 0,9485 0,8158 16,26

3 0,8438 0,7133 18,31

Rata-rata 17,12

B.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 45 ± 2,5%

No. Berat kapsul pada

RH 90% (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang didesorpsi per g kapsul (g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,9634 0,8691 0,8725 0,8679 0,8677 0,0993 2 1,0785 0,9725 0,9692 0,9646 0,9636 0,1066 3 0,9610 0,8749 0,8754 0,8708 0,8688 0,0959


(4)

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g) Kadar uap air (%)

1 0,8677 0,7223 20,12

2 0,9636 0,8158 18,11

3 0,8688 0,7133 21,81

Rata-rata 20,01

C.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 50 ± 2,5%

No. Berat

kapsul pada RH 90% (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang didesorpsi per g kapsul (g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,9634 0,9396 0,9190 0,8660 0,8658 0,1013 2 1,0785 0,9986 0,9948 0,9769 0,9759 0,0952 3 0,9610 0,8875 0,8859 0,8763 0,8743 0,0902

Rata-rata 0,0955

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g) Kadar uap air (%)

1 0,8658 0,7223 19,86

2 0,9759 0,8158 19,62

3 0,8743 0,7133 22,58


(5)

D.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 60 ± 2,5%

No. Berat

kapsul pada RH 90% (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang didesorpsi per g kapsul

(g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,9634 0,9422 0,9315 0,8910 0,8908 0,0753 2 1,0785 1,0573 1,0461 1,0034 1,0024 0,0706 3 0,9610 0,9368 0,9309 0,8911 0,8891 0,0748

Rata-rata 0,0736

No. Berat kapsul sebelum pengeringan dengan pemanasan pada suhu 105°C

selama 4 jam (g)

Berat kapsul kering (g)

Kadar uap air (%)

1 0,8908 0,7223 23,32

2 1,0024 0,8158 22,87

3 0,8891 0,7133 24,65

Rata-rata 23,61

E.

Suhu 25 ± 2ºC, RH 75 ± 2,5% No. Berat

kapsul pada RH 90% (g)

Fluktuasi berat kapsul (g) Banyaknya uap air yang didesorpsi per g kapsul

(g) 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 0,9634 0,9629 0,9625 0,9530 0,9528 0,0110 2 1,0785 1,0789 1,0792 1,0696 1,0686 0,0092 3 0,9610 0,9589 0,9569 0,9446 0,9426 0,0191


(6)

No.

Berat kapsul sebelum

pengeringan dengan pemanasan

pada suhu 105°C selama 4 jam

(g)

Berat kapsul

kering (g)

Kadar uap

air (%)

1

0,9528 0,7223 31,90

2

1,0686 0,8158 30,98

3

0,9426 0,7133 32,16