Pengaruh Kadar Uap Air Terhadap Sifat-Sifat Fisik Cangkang Kapsul Alginat

(1)

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT

SKRIPSI

OLEH: HANDI HENDRA

NIM 060804038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: HANDI HENDRA

NIM 060804038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Halaman Pengesahan Judul

PERGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT

Oleh : Handi Hendra NIM : 060804038

Medan, September 2010

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.)

NIP 195201171980031002 NIP 195201041980031002

(Drs. Fathur Rahman H., MSi, Apt.)

Disahkan oleh : Dekan Fakultas Farmasi,

NIP : 195311281983031002 (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.)


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kadar Uap Air terhadap Sifat-sifat Fisik Cangkang Kapsul Alginat”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman H., MSi, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Bapak Ismail, M.Si , Apt., dan Ibu Tuti Roida Pardede, M.Si , Apt., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Analis Laboratorium Farmasi Fisik Kak Amyuni Nurmasari yang telah membantu dalam penyediaan alat dan pelaksanaan penelitian.

5. Ayahanda Kun Jian dan Ibunda Erma, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.


(5)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, September 2010 Penulis,


(6)

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT

FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT

ABSTRAK

Cangkang kapsul alginat merupakan suatu cangkang kapsul keras yang dikembangkan sebagai salah satu bentuk penyampaian obat yang baru. Cangkang kapsul alginat ini mempunyai keuntungan dibandingkan kapsul gelatin, yaitu kemampuan melindungi permukaan mukosa lambung dari iritasi obat. Meskipun banyak penelitian tentang cangkang kapsul alginat, tapi belum ada mengenai sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat terkait dengan kadar uap air. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat.

Pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat yang diselidiki dalam penelitian ini adalah warna, waktu hancur, kerapuhan, permeabilitas uap air, dan kesetimbangan kandungan uap air. Untuk uji stabilitas fisik, cangkang kapsul disimpan pada suhu kamar (250C, kelembaban relatif/RH 60%) dan suhu 400C, RH 75% selama 3 bulan. Selain itu, juga diuji pengaruh kadar uap air terhadap kemampuan pertumbuhan mikroba.

Kadar uap air mempengaruhi warna cangkang kapsul alginat. Kapsul alginat berwarna putih transparan jika kadar uap airnya >20%, dan berubah warnanya menjadi kuning jika kadar uap airnya mendekati 0%. Selain itu, kadar uap air mempengaruhi kerapuhan cangkang kapsul alginat. Kapsul alginat menjadi rapuh jika kadar uap airnya >16% tetapi melunak jika kadar uap airnya >25%. Kondisi penyimpanan yang ideal supaya kapsul tidak rapuh adalah pada suhu 25oC, RH 70-75%. Cangkang kapsul alginat ini tidak pecah dalam medium HCl 0,1 N tetapi pecah dalam medium dapar fosfat pH 6,8 setelah kurang dari 1 jam; permeabilitas uap air 17,3±0,20 mg/jam·cm2; dan kesetimbangan kandungan uap airnya mengikuti isoterm tipe II (bentuk sigmoidal atau bentuk S). Setelah 3 bulan penyimpanan pada kedua kondisi penyimpanan, warna cangkang kapsul alginat berubah menjadi coklat, berkaitan dengan reaksi pengcoklatan. Kadar uap air dan uji kerapuhannya tidak jauh berbeda dengan keadaan mula-mula. Namun waktu hancur pada suhu 400C, RH 75% lebih cepat, dari waktu awal dan kondisi suhu kamar. Aktivitas air cangkang kapsul alginat mula-mula adalah 0,34, tetapi dengan meningkatnya kadar uap air dengan penyimpanan pada RH 90%, aw kapsul meningkat dari 0,34 menjadi 0,94. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kadar uap air mempengaruhi sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat. Kata kunci : cangkang kapsul alginat, kadar uap air, sifat-sifat fisik.


(7)

THE EFFECT OF MOISTURE CONTENT ON PHYSICAL

PROPERTIES OF ALGINATE CAPSULE SHELL

ABSTRACT

Alginate capsule shell is a hard capsule shell which is developed as a new form of drug delivery. Alginate capsule shell has advantages over gelatin capsule, e.g. an ability to protect gastric mucose from drug irritation. Although there are many researches about alginate capsule shell, but there is no information available about the physical properties of alginate capsule shell related to moisture content. Therefore, the main objective of this research was to study the effect of moisture content on the physical properties of alginate capsule shell

The effects of moisture content on physical properties of alginate capsule shells that were investigated in this research were color, disintegration time, brittleness, water vapor permeability, and equilibrium moisture content. For physical stability test, alginate capsule shells were stored at room temperature (250C, Relative Humidity/RH 60%) and 400C, RH 75% for 3 months. The effect of moisture content on the ability of microbial growth was also tested.

Moisture content affected the color of alginate capsule shell. The color of alginate capsule shell was white transparent if the moisture content > 20%, and turned into yellow if the moisture content nearly 0%. In addition, moisture content affected the brittleness of alginate capsule shell. Alginate capsules became brittle if the moisture content < 16% but became soften if the moisture content > 25%. The ideal storage condition, which did not make capsule brittled was at 25oC, 70-75% RH. Alginate capsule shells didn’t disintegrate in HCl 0.1 N but disintegrated in phosphate buffer pH 6.8 after less than one hour, water vapor permeability of alginate capsule shells was 17.3 ± 0.20 mg/hr·cm2, and the equilibrium moisture content of alginate capsule shells followed isotherm type II (sigmoidal or S form). After 3 months of storage under room condition and at 400C; RH 75%, the color of alginate capsule shells turned into brown due to browning reaction. Moisture content and brittleness test in both storage conditions showed no significance difference with the initial condition. But disintegration time at 400C, RH 75% was faster than initial condition and room temperature condition. The initial water activity of alginate capsule shells was 0.34, but with the increasing moisture content from storage at RH 90%, aw capsule increased from 0.34 to 0.94. On overall, it could be concluded that moisture content affected the physical properties of alginate capsule shell.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... ………. v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... ……….. 1

1.1 Latar Belakang ... ………. 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ..………. 2

1.2 Perumusan Masalah ...………. 3

1.3 Hipotesis Penelitian………... ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... ……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian ...……….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kapsul ... 6

2.2Alginat ... 7

2.3 Interaksi Uap Air-Padatan ... 8

2.4 Aktivitas Air ... 9

2.5 Permeasi Uap Air ... 11


(9)

2.6 Pengaruh Air terhadap Stabilitas Kimia dan Biokimia... 15

2.7 Stabilitas Fisik Cangkang Kapsul Gelatin dan HPMC ... 16

2.7.1 Warna... 16

2.7.2 Kerapuhan ... 18

2.7.3 Waktu Hancur ... 19

2.8 Spektroskopi IR ... 20

2.9 Differential Thermal Analyzer ... 20

BAB.III METODOLOGI PENELITIAN... 6

3.1 Alat-alat... 6

3.2 Bahan-bahan ... 7

3.3 Prosedur Penelitian ... 7

3.3.1 Pembuatan Pereaksi ... 7

3.3.1.1 Larutan CaCl2 1 M ... 7

3.3.1.2 Larutan NaCl jenuh ... 7

3.3.1.3 Larutan K2CrO4 jenuh ... 7

3.3.1.4 Larutan K2SO4 jenuh ... 7

3.3.1.5 Larutan HCl 0,1 N ... 7

3.3.1.6 Larutan Na3PO4 0,2 M ... 8

3.3.1.7 Dapar fosfat pH 6,8 ... 8

3.3.2 Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat ... 8

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Alginat ... 8

3.3.2.2 Pengukuran Viskositas Larutan Alginat ... 8

3.3.2.3 Pembuatan Badan Cangkang Kapsul Alginat .. 9


(10)

3.3.2.5 Pengeringan Cangkang Kapsul Alginat ... 9

3.3.3 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul ... 10

3.3.3.1 Pengukuran Panjang dan Diameter Cangkang Kapsul ... 10

3.3.3.2 Pengukuran Ketebalan Cangkang Kapsul ... 10

3.3.3.3 Penimbangan Berat Cangkang Kapsul... 10

3.3.3.4 Pengamatan Warna Cangkang Kapsul ... 10

3.3.3.5 Pengukuran Volume Cangkang Kapsul ... 10

3.3.4 Uji Kadar Uap Air dan Pengamatan Perubahan Warnanya ... 10

3.3.4.1 Dengan Pemanasan dalam Oven pada Suhu 105oC... 10

3.3.4.2 Dengan Freeze Dryer Diikuti Pemanasan dalam Oven dalam Oven pada suhu 105oC dan Dilanjutkan dengan Penyimpanan dalam Desikator dengan Kelembaban Tinggi (RH > 90%) ... 11

3.3.4.3 Analisa Spektrum IR ... 12

3.3.4.4 Differential Thermal Analyzer ... 12

3.3.5 Uji Kerapuhan ... 13

3.3.5.1 Cangkang Kapsul Kosong ... 13

3.3.5.2 Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan) ... 13

3.3.6 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 13

3.3.7 Uji Permeabilitas Uap Air ... 14

3.3.8 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air ... 14

3.3.9 Uji Kerapuhan Cangkang Kapsul dengan Berbagai Kadar Uap Air ... 15


(11)

3.3.10.1 Penyimpanan pada Suhu Kamar ... 16

3.3.10.2 Penyimpanan pada Suhu 40oC, RH 75% ... 16

3.3.11 Uji Aktivitas Air ... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Pengukuran Viskositas Larutan Alginat ... 17

4.2 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul ... 17

4.3 Uji Kadar Uap Air dan Pengamatan Perubahan Warnanya ... 19

4.3.1 Dengan Pemanasan dalam Oven pada Suhu 105oC ... 19

4.3.2 Dengan Freeze Dryer Diikuti Pemanasan dalam Oven dalam Oven pada suhu 105oC dan Dilanjutkan dengan Penyimpanan dalam Desikator dengan Kelembaban Tinggi (RH > 90%) ... 21

4.3.3 Analisis Spektrum IR ... 23

4.3.4 Differential Thermal Analyzer ... 24

4.4 Uji Kerapuhan ... 27

4.4.1 Cangkang Kapsul Kosong ... 27

4.4.2 Cangkang Kapsul Berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan) ... 28

4.5 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 29

4.6 Uji Permeabilitas Uap Air ... 31

4.7 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air ... 32

4.8 Uji Kerapuhan Cangkang Kapsul dengan Berbagai Kadar Uap Air ... 34

4.9 Uji Stabilitas ... 38

4.9.1 Penyimpanan pada Suhu Kamar ... 38

4.9.1.1 Pengamatan Warna ... 38


(12)

4.9.1.3 Uji Kerapuhan ... 39

4.9.1.4 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 40

4.9.2 Penyimpanan pada Suhu 40oC, RH 75% ... 42

4.9.2.1 Pengamatan Warna ... 42

4.9.2.2 Uji Kadar Uap Air ... 43

4.9.2.3 Uji Kerapuhan ... 43

4.9.2.4 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi) ... 44

4.10 Uji Aktivitas Air ... 47

4.10.1 Cangkang Kapsul Alginat Mula-mula ... 47

4.10.2 Cangkang Kapsul Alginat dengan Penyimpanan pada Suhu Kamar dengan Kelembaban Tinggi (RH 90%) 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Spesifikasi cangkang kapsul alginat ... 18 Tabel 2. Spesifikasi cangkang kapsul 00 menurut Pfizer Inc. Capsugel

Division ... 18 Tabel 3. Uji kadar uap air dengan pemanasan dalam oven pada suhu 105oC dan pengamatan perubahan warnanya ... 19 Tabel 4. Kadar uap air pada cangkang kapsul alginat ... 19 Tabel 5. Uji kadar uap air dengan freeze dryer diikuti pemanasan dalam oven pada suhu 105oC dan dilanjutkan dengan penyimpanan

dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH > 90%) ... 21 Tabel 6. Uji permeabilitas uap air pada cangkang kapsul alginat dan

gelatin ... 31 Tabel 7. Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong pada suhu 250C ... 36 Tabel 8. Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul berisi pada suhu 250C ... 36 Tabel 9. Perbandingan sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat mula-mula dan setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu kamar dan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur alginat ... 7

Gambar 2. Air bebas, air terikat secara fisik atau kimia ... 8

Gambar 3. Lokasi uap air dalam zat padat ... 9

Gambar 4. Klasifikasi isoterm sorpsi uap air dan berbagai bentuknya ... 14

Gambar 5. Skema histeresis antara adsorpsi dan desorpsi uap air ... 14

Gambar 6. Aktivitas air – Diagram stabilitas (Labuza) ... 16

Gambar 7. Kelembaban relatif (RH), kandungan air gelatin dan sifat kapsul gelatin ... 19

Gambar 1. Cangkang kapsul alginat ... 18

Gambar 2. Uji kadar uap air dengan pemanasan dalam oven pada suhu 105oC ... 20

Gambar 3. Pengamatan perubahan warna dengan freeze dryer diikuti pemanasan dalam oven pada suhu 105oC dan dilanjutkan dengan penyimpanan dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH > 90%) ... 22

Gambar 4. Spektrum IR cangkang kapsul alginat sebelum pemanasan ... 24

Gambar 5. Spektrum IR cangkang kapsul alginat sesudah pemanasan ... 24

Gambar 6. Hasil Analisis DTA Na alginat ... 25

Gambar 7. Hasil Analisis DTA cangkang kapsul kalsium alginat ... 26

Gambar 8. Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong ... 27

Gambar 9. Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan) ... 28

Gambar 10. Pengamatan cangkang kapsul pada uji waktu hancur ... 30

Gambar 11. Grafik perbandingan ketebalan dan permeabilitas uap air pada cangkang kapsul alginat dan gelatin pada 24 jam pertama... 31 Gambar 12. Kesetimbangan kandungan uap air pada cangkang kapsul


(15)

alginat dan gelatin pada suhu 25±20C ... 33 Gambar 13. Grafik pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul (pada suhu 25oC dengan kelembaban yang

bervariasi) ... 34 Gambar 14. Cangkang kapsul yang rapuh ... 37 Gambar 15. Cangkang kapsul yang telah disimpan pada suhu kamar

selama 3 bulan ... 38

Gambar 16. Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong dengan penyimpanan pada suhu kamar selama 3 bulan ... 39 Gambar 17. Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi dengan penyimpanan pada suhu kamar selama 3 bulan ... 40 Gambar 18. Pengamatan cangkang kapsul pada uji waktu hancur cangkang kapsul yang telah disimpan pada suhu kamar selama 3 bulan .. 41 Gambar 19. Cangkang kapsul dengan penyimpanan pada suhu 40±20C,

RH 75±5% selama 3 bulan... 42 Gambar 20. Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong dengan penyimpanan

pada suhu 40±20C, RH 75±5% selama 3 bulan ... 43 Gambar 21. Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi dengan penyimpanan

pada suhu 40±20C, RH 75±5% selama 3 bulan ... 44

Gambar 22. Pengamatan cangkang kapsul pada uji waktu hancur cangkang kapsul dengan penyimpanan pada suhu 40±20C, RH 75±5%

selama 3 bulan ... 45 Gambar 23. Aktivitas air cangkang kapsul alginat mula-mula ... 47 Gambar 24. Aktivitas air cangkang kapsul alginat dengan penyimpanan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pengukuran viskositas larutan alginat ... 56

Lampiran 2. Penentuan spesifikasi cangkang kapsul... 57

Lampiran 3. Alat uji kerapuhan ... 60

Lampiran 4. Alat uji waktu hancur ... 62

Lampiran 5. Data uji waktu hancur ... 63

Lampiran 6. Data uji aktivitas air ... 64

Lampiran 7. Alat uji permeabiitas uap air ... 67

Lampiran 8. Membran cangkang kapsul (alginat/gelatin) pada uji permeabilitas uap air ... 69

Lampiran 9. Alat pengukur kelembaban pada uji permeabilitas uap air .... 70

Lampiran 10. Data uji permeabiitas uap air cangkang kapsul alginat ... 71

Lampiran 11. Data uji permeabiitas uap air cangkang kapsul gelatin ... 77

Lampiran 12. Uji ANOVA Ketebalan Cangkang Kapsul Alginat dan Gelatin ... 83

Lampiran 13. Uji ANOVA Laju Permeasi Uap Air Cangkang Kapsul Alginat dan Gelatin ... 84

Lampiran 14. Data uji kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat... 85

Lampiran 15. Data uji kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul gelatin... 89

Lampiran 16. Alat uji kerapuhan cangkang kapsul dengan berbagai kadar uap air ... 93

Lampiran 17. Data uji kerapuhan cangkang kapsul alginat dengan berbagai kadar uap air ... 94

Lampiran 18. Data uji kerapuhan cangkang kapsul gelatin dengan berbagai kadar uap air ... 104


(17)

Lampiran 19. Lemari penyimpanan pada uji stabilitas dipercepat ... 114 Lampiran 20. Data uji waktu hancur cangkang kapsul alginat dengan

penyimpanan pada suhu kamar selama 3 bulan ... 115 Lampiran 21. Data uji waktu hancur cangkang kapsul alginat dengan

penyimpanan pada suhu dipercepat ( 40±20C, RH 75±5%)

selama 3 bulan ... 116 Lampiran 22. Uji ANOVA waktu hancur cangkang kapsul alginat

mula-mula dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 400C, RH 75% ... 117 Lampiran 23. Alat analisa DTA ... 121


(18)

PENGARUH KADAR UAP AIR TERHADAP SIFAT-SIFAT

FISIK CANGKANG KAPSUL ALGINAT

ABSTRAK

Cangkang kapsul alginat merupakan suatu cangkang kapsul keras yang dikembangkan sebagai salah satu bentuk penyampaian obat yang baru. Cangkang kapsul alginat ini mempunyai keuntungan dibandingkan kapsul gelatin, yaitu kemampuan melindungi permukaan mukosa lambung dari iritasi obat. Meskipun banyak penelitian tentang cangkang kapsul alginat, tapi belum ada mengenai sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat terkait dengan kadar uap air. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat.

Pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat yang diselidiki dalam penelitian ini adalah warna, waktu hancur, kerapuhan, permeabilitas uap air, dan kesetimbangan kandungan uap air. Untuk uji stabilitas fisik, cangkang kapsul disimpan pada suhu kamar (250C, kelembaban relatif/RH 60%) dan suhu 400C, RH 75% selama 3 bulan. Selain itu, juga diuji pengaruh kadar uap air terhadap kemampuan pertumbuhan mikroba.

Kadar uap air mempengaruhi warna cangkang kapsul alginat. Kapsul alginat berwarna putih transparan jika kadar uap airnya >20%, dan berubah warnanya menjadi kuning jika kadar uap airnya mendekati 0%. Selain itu, kadar uap air mempengaruhi kerapuhan cangkang kapsul alginat. Kapsul alginat menjadi rapuh jika kadar uap airnya >16% tetapi melunak jika kadar uap airnya >25%. Kondisi penyimpanan yang ideal supaya kapsul tidak rapuh adalah pada suhu 25oC, RH 70-75%. Cangkang kapsul alginat ini tidak pecah dalam medium HCl 0,1 N tetapi pecah dalam medium dapar fosfat pH 6,8 setelah kurang dari 1 jam; permeabilitas uap air 17,3±0,20 mg/jam·cm2; dan kesetimbangan kandungan uap airnya mengikuti isoterm tipe II (bentuk sigmoidal atau bentuk S). Setelah 3 bulan penyimpanan pada kedua kondisi penyimpanan, warna cangkang kapsul alginat berubah menjadi coklat, berkaitan dengan reaksi pengcoklatan. Kadar uap air dan uji kerapuhannya tidak jauh berbeda dengan keadaan mula-mula. Namun waktu hancur pada suhu 400C, RH 75% lebih cepat, dari waktu awal dan kondisi suhu kamar. Aktivitas air cangkang kapsul alginat mula-mula adalah 0,34, tetapi dengan meningkatnya kadar uap air dengan penyimpanan pada RH 90%, aw kapsul meningkat dari 0,34 menjadi 0,94. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kadar uap air mempengaruhi sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat. Kata kunci : cangkang kapsul alginat, kadar uap air, sifat-sifat fisik.


(19)

THE EFFECT OF MOISTURE CONTENT ON PHYSICAL

PROPERTIES OF ALGINATE CAPSULE SHELL

ABSTRACT

Alginate capsule shell is a hard capsule shell which is developed as a new form of drug delivery. Alginate capsule shell has advantages over gelatin capsule, e.g. an ability to protect gastric mucose from drug irritation. Although there are many researches about alginate capsule shell, but there is no information available about the physical properties of alginate capsule shell related to moisture content. Therefore, the main objective of this research was to study the effect of moisture content on the physical properties of alginate capsule shell

The effects of moisture content on physical properties of alginate capsule shells that were investigated in this research were color, disintegration time, brittleness, water vapor permeability, and equilibrium moisture content. For physical stability test, alginate capsule shells were stored at room temperature (250C, Relative Humidity/RH 60%) and 400C, RH 75% for 3 months. The effect of moisture content on the ability of microbial growth was also tested.

Moisture content affected the color of alginate capsule shell. The color of alginate capsule shell was white transparent if the moisture content > 20%, and turned into yellow if the moisture content nearly 0%. In addition, moisture content affected the brittleness of alginate capsule shell. Alginate capsules became brittle if the moisture content < 16% but became soften if the moisture content > 25%. The ideal storage condition, which did not make capsule brittled was at 25oC, 70-75% RH. Alginate capsule shells didn’t disintegrate in HCl 0.1 N but disintegrated in phosphate buffer pH 6.8 after less than one hour, water vapor permeability of alginate capsule shells was 17.3 ± 0.20 mg/hr·cm2, and the equilibrium moisture content of alginate capsule shells followed isotherm type II (sigmoidal or S form). After 3 months of storage under room condition and at 400C; RH 75%, the color of alginate capsule shells turned into brown due to browning reaction. Moisture content and brittleness test in both storage conditions showed no significance difference with the initial condition. But disintegration time at 400C, RH 75% was faster than initial condition and room temperature condition. The initial water activity of alginate capsule shells was 0.34, but with the increasing moisture content from storage at RH 90%, aw capsule increased from 0.34 to 0.94. On overall, it could be concluded that moisture content affected the physical properties of alginate capsule shell.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air (Ansel, 2005). Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti cangkang kapsul gelatin menjadi rapuh jika disimpan pada kondisi kelembaban relatif yang rendah (Chang, dkk., 1998). Kerapuhan ini juga terjadi jika cangkang kapsul gelatin diisikan dengan bahan-bahan higroskopik (Kontny, dkk., 1989). Selain itu, gelatin umumnya berasal dari tulang, kulit dan jaringan ikat hewan, seperti sapi atau babi, sehingga membatasi penggunaannya oleh vegetarian, Yahudi, Muslim dan Hindu. Hal ini karena mereka tidak dapat memakan produk sampingan dari sapi atau babi (Hidakaa, dkk., 2003).

Beberapa bahan lain telah dikembangkan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, seperti metil sellulosa (methyl cellulose) (Murphy, 1946), hidroksipropilmetilselulosa/HPMC (hydroxylpropyl methylcellulose) (Ogura, 1998), hidroksipropilsellulosa (hydroxylpropylcellulose), dan polietilen oksida (polyethylene oxide) (Lee, dkk.,2006).

Sejak lebih kurang 5 tahun yang lalu, di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dimulai penelitian tentang pembuatan cangkang kapsul alginat. Ditemuka n bahwa cangkang kapsul alginat terbukti tahan atau tidak pecah


(21)

oleh cairan lambung buatan (pH 1,2), berbeda dengan kapsul yang disebutkan di atas. Kapsul mengembang dan pecah dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH 6,8). Jika kapsul direndam dalam medium pH berganti, dimana mula-mula dalam medium pH 1,2, lalu medium diganti dengan pH 4,5, maka kapsul lebih cepat pecah jika dibandingkan dengan hanya dalam medium pH 4,5 saja (Bangun, dkk., 2005). Pada penelitian berikutnya diketahui bahwa kapsul alginat dapat mencegah efek iritasi lokal FeSO4 pada mukosa lambung kelinci (Bangun, dkk., 2007). Selain FeSO4, kapsul alginat dapat juga mencegah efek iritasi lokal aspirin pada mukosa lambung kelinci (Bangun, dkk., 2007).

Sejauh ini, pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat belum diteliti. Pada kapsul gelatin, cangkang kapsul dapat melepaskan uap air dan menjadi rapuh dan sebaliknya dapat juga menyerap uap air dan menjadi lunak (Kontny, dkk., 1989). Maka pada penelitian ini akan diteliti pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat seperti warna, kerapuhan, waktu hancur, permeabilitas uap air, dan kesetimbangan kandungan uap air (adsorpso-desorpsi uap air). Selain itu, juga diperiksa stabilitas fisik cangkang kapsul alginat selama 3 bulan penyimpanan pada suhu kamar dan pada suhu 400C, RH 75%. Sebagai tambahan, juga diperiksa pengaruh kadar uap air terhadap pertumbuhan mikroba (aktivitas air).

1.2 Kerangka Pikir Penelitian


(22)

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. apakah kadar uap air mempengaruhi sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat, seperti warna, kerapuhan, waktu hancur, permeabilitas uap air, dan kesetimbangan kandungan uap airnya?

b. apakah ada pengaruh kondisi penyimpanan terhadap stabilitas fisik cangkang kapsul alginat ?

c. apakah ada pengaruh kadar uap air terhadap kemampuan pertumbuhan mikroba (aktivitas air) ?

d. apakah sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat berbeda dengan sifat-sifat fisik cangkang kapsul gelatin ?

Aktivitas air Kadar uap air

Kadar uap air Sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat Stabilitas fisik Kemampuan pertumbuhan mikroba Kondisi penyimpanan -Warna -Kerapuhan

-Waktu hancur (disintegrasi) -Permeasi uap air

-Kesetimbangan kandungan uap air (adsorpsi-desorpsi uap air)

-Warna -Kerapuhan


(23)

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :

a. kadar uap air mempengaruhi sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat seperti warna, kerapuhan, waktu hancur, permeabilitas uap air, dan kesetimbangan kandungan uap air

b. kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas fisik cangkang kapsul alginat c. kadar uap air mempengaruhi kemampuan pertumbuhan mikroba (aktivitas air) d. sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat berbeda dengan sifat-sifat fisik

cangkang kapsul gelatin

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. mengetahui pengaruh kadar uap air terhadap warna cangkang kapsul alginat b. mengetahui pengaruh kadar uap air terhadap kerapuhan cangkang kapsul

alginat

c. menguji waktu hancur cangkang kapsul alginat dalam medium HCl 0,1 N dan dalam medium dapar fosfat pH 6,8

d. menguji permeabilitas uap air cangkang kapsul alginat

e. menguji kesetimbangan kandungan uap air cangkang kapsul alginat

f. mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu kamar terhadap stabilitas fisik cangkang kapsul alginat

g. mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu 400C; RH 75% terhadap stabilitas fisik cangkang kapsul alginat


(24)

h. mengetahui pengaruh kadar uap air terhadap kemampuan pertumbuhan mikroba (aktivitas air)

i. membandingkan sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat dengan sifat-sifat fisik cangkang kapsul gelatin

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan terhadap pengembangan kapsul alginat, sehingga dapat menjadi salah satu bentuk penyampaian obat yang baru.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Ansel, 2005).

Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan dipasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet (Gennaro, 2000).


(26)

2.2 Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental; tidak larut dalam etanol dan eter Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis

pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987).

Gambar 2. Struktur alginat (Chaplin, 2009).

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β -D-mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk., 1980).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).


(27)

2.3 Interaksi Uap Air-Padatan

Molekul air terdiri dari dua atom hidrogen, yang berikatan secara kovalen dengan atom pusat oksigen. Molekul air saling menarik satu sama lain melalui ikatan hidrogen, yang melibatkan polaritas dari molekul air (Airaksinen, 2005).

Di dalam suatu bahan terdapat air dalam bentuk :

(1) Air Bebas, yaitu air yang berada di permukaan benda padat dan sifatnya mudah diuapkan,

(2) Air Terikat, yaitu air yang terikat secara fisik (menurut sistem kapiler atau air absorpsi karena adanya tenaga penyerapan), dan air terikat secara kimia (air yang berada dalam bahan dalam bentuk air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid) (Supriyono, 2003).

(a) (b) (c)

Gambar 3. Jenis air pada suatu bahan ( a = air bebas, b = air terikat secara fisik, c = air terikat secara kimia) (Supriyono, 2003).

Uap air yang diadsorpsi pada permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat padat yang mengadsorpsi uap air tersebut disebut adsorben. Kecenderungan adsorpsi pada permukaan zat padat sangat tergantung pada tekanan uap air, temperatur dan perbedaan energi pengikatan interfacial. Proses adsorpsi terjadi antara molekul air dengan bagian hidrofilik permukaan zat padat melalui ikatan hidrogen (Airaksinen, 2005).


(28)

Molekul air pertama-tama diadsorpsi pada permukaan bahan kering membentuk suatu lapisan monomolekular, yang dipengaruhi oleh tenaga pengikatan pada permukaan dan difusi. Ketika tenaga difusi melebihi tenaga pengikatan, lebih banyal molekul air yang terikat pada permukaan dan uap air dipindahkan ke dalam bahan. Jadi, uap air dapat diadsorpsi sebagai suatu lapisan tunggal atau multilapisan atau sebagai uap air yang terkondensasi (York, 1981).

Gambar 4. Lokasi uap air dalam zat padat (A = uap air yang terikat pada permukaan, B = uap air di dalam bahan, C = uap air yang terkondensasi (lapisan multimolekular uap air) (York, 1981).

2.4 Aktivitas Air

Aktivitas air (Water Activity) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Fennema, 1985).

Aktivitas air menggambarkan status energi air dalam sistem, didefinisikan sebagai perbandingan tekanan uap air dalam suatu bahan (p) terhadap tekanan uap


(29)

air murni (po) pada temperatur yang sama. Aktivitas air dinyatakan dalam angka antara 0 sampai 1.0 yang secara langsung juga sebanding dengan keadaan kelembaban relatif (relative humidity/RH) 0% sampai 100% (Fennema, 1985).

aw = p/po = RH (%) / 100

Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya aktivitas air suatu bahan, seperti efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan. Efek koligatif zat terlarut berinteraksi dengan air melalui ikatan dipol-dipol, ionik dan hidrogen. Efek kapiler akan menurunkan aktivitas air karena terjadi perubahan ikatan hidrogen antara molekul air. Interaksi permukaan antara air dengan gugus kimia zat yang tidak larut (seperti amilum dan protein) melalui ikatan dipol-dipol, ikatan ionik (H3O+ or OH-), ikatan van der Waals (hidrofobik), dan ikatan hidrogen (Fennema, 1985).

Aktivitas air tergantung pada temperatur. Temperatur mengubah aktivitas air sehubungan dengan perubahan ikatan air, disosiasi air, solubilitas zat terlarut dalam air ataupun keadaan matriks. Efek temperatur terhadap aktivitas air suatu bahan bersifat spesifik. Beberapa produk mengalami peningkatan aw dengan terjadinya kenaikan temperatur, dan beberapa produk mengalami penurunan aw dengan terjadinya kenaikan temperatur (Fennema, 1985).

Karena merupakan energi potensial, akan terjadi perpindahan air dari daerah dengan aktivitas air tinggi menuju daerah dengan aktivitas air rendah. Sebagai contohnya, madu (aw ≈ 0.6) yang terpapar dengan udara lembab (aw ≈ 0.7), madu akan menyerap air dari udara (Fennema, 1985).

Mikroba hanya dapat hidup pada besaran aw tertentu. Sebagian besar bakteri membutuhkan aw 0.75 – 1.00 untuk perkembangbiakannya, sedangkan


(30)

beberapa khamir dan kapang dapat berkembang secara lambat pada aw 0.62 (Fennema, 1985).

Mikro organisme aw

Clostridium botulinum E. 0.97

Pseudomonas fluorescens 0.97

Escherichia coli 0.95

Clostridium perfringens 0.95

Salmonella 0.95

Vibrio cholerae 0.95

Clostridium botulinum A, B 0.97

Bacillus cereus 0.93

Listeria monocytogenes 0.92

Bacillus subtilis 0.91

Staphylococcus aureus 0.86

Lumut 0.80

Tabel 1. aw minimum pertumbuhan mikroorganisme tertentu (Chaplin, 2005).

2.5 Permeasi Uap Air

Banyak makanan dan bahan farmasetik yang sensitif terhadap uap air, sehingga perlu mengontrol laju permeasi uap air dari lingkungan untuk mendapatkan kualitas, keamanan dan waktu edar yang dikehendaki. Ada beberapa teknik untuk mengukur laju permeasi uap air, mulai dari teknik gravimetri yang mengukur penambahan atau pengurangan uap air melalui berat kalsium klorida anhidrat, sampai teknik yang menggunakan instrumen yang sangat rumit untuk mengukur laju permeasi uap air. Banyak metode standar yang digunakan dalam industri, seperti ISO,ASTM, BS, DIN, dll untuk mengukur laju permeasi uap air. Kondisi selama pengukuran sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Temperatur dan kelembaban selama pengukuran harus dicatat, karena tidak dapat membandingkan dua hasil yang diperoleh jika kondisi tersebut tidak diketahui. Satuan laju permeasi uap air yang paling banyak dipakai adalah g/m2/hari.Laju permeasi uap air dapat sangat rendah, seperti pada aluminium foil (0,001


(31)

g/m2/hari) maupun sangat tinggi seperti pada kain (dapat mencapai beberapa ribu g/m2/hari) (Anonim, 2010).

2.6 Kesetimbangan Kandungan Uap Air

Hubungan antara kelembaban dan kandungan uap air pada temperatur yang sama (isoterm) dikenal sebagai kesetimbangan isoterm sorpsi uap air (Equilibrium Moisture Sorption Isotherm) seperi yang dikemukakan oleh Bell dan Labuza. Masing-masing produk mempunyai kesetimbangan kandungan uap air yang unik karena perbedaan interaksi (efek koligatif larutan, efek kapiler, dan interaksi permukaan) antara air dengan komponen padat pada kandungan uap air yang berbeda. Peningkatan aw biasanya dibarengi dengan peningkatan kandungan uap air, walaupun tidak secara linier. Kesetimbangan kandungan uap air biasanya berbentuk sigmoidal untuk kebanyakan makanan, walaupun makanan tersebut mengandung gula dalam jumlah besar (Fontana, 2000).

Informasi mengenai mekanisme sorpsi uap air pada suatu bahan dapat diketahui dari bentuk kesetimbangan kandungan uap airnya, karena hal itu sangat tergantung pada interaksi antara molekul air dengan suatu bahan padat. Isoterm sorpsi fisis ini dapat digolongkan menjadi 6 tipe utama (I-VI), berdasarkan klasifikasi IUPAC. Isoterm tipe V dan VI tidak umum untuk dijumpai (Sing, dkk., 1985).

Tipe I adalah tipe Langmuir, yang ditandai oleh adanya adsorpsi yang terbatas yang diasumsikan sebagai terbentuknya suatu lapisan tunggal yang sempurna. Tipe I memiliki adsorben dengan mikropori yang luas permukaannya relatif kecil, yang dapat menyimpan banyak uap air pada RH yang rendah (Sing, dkk., 1985).

Isoterm tipe II, bentuk sigmoidal atau bentuk S umumnya berhubungan dengan sorpsi lapisan tunggal-multi lapisan pada bahan dengan permukaan yang tidak berpori atau makropori. Isoterm tipe II dan IV menunjukkan pengikatan tertentu pada


(32)

kelembaban rendah yang diikuti dengan adsorpsi yang rendah pada kelembaban menengah, selanjutnya meningkat lagi pada kelembaban yang lebih tinggi. Adanya histeresis menunjukkan adanya mesopori dan umum terjadi pada isoterm tipe II dan IV (Sing, dkk., 1985).

Berbeda dengan isoterm tipe IV, isoterm tipe II tidak memiliki penyerapan yang stabil pada awyang tinggi. Isoterm tipe IV terjadi karena tertutupnya mesopori

yang diikuti dengan kondensasi kapiler atau pengisian pori (Sing, dkk., 1985).

Isoterm tipe III dan V menandakan adanya interaksi adsorbent-adsorbat yang lemah dan ditandai dengan penyerapan yang rendah pada kelembaban rendah dan terjadi peningkatan yang pesat pada kelembaban yang lebih tinggi. Isoterm tipe VI, isoterm bertingkat dimana terjadi sorpsi tingkat demi tingkat pada permukaan bahan tidak berpori yang seragam (Sing, dkk., 1985).

Gambar 5. Klasifikasi Isoterm Sorpsi Uap Air dan Berbagai Bentuknya (Sing, dkk., 1985).

Kesetimbangan dari adsorpsi uap air (dimulai dari keadaan kering) tidak sama persis dengan kesetimbangan yang dihasilkan dari desorpsi uap air (dimulai dari keadaan basah). Fenomena dari kandungan uap air yang berbeda dengan aw


(33)

yang sama ini dikenal sebagai histeresis sorpsi uap air (moisture sorption

hysteresis) dan dimiliki oleh kebanyakan makanan (Fontana, 2000).

Gambar 6. Skema Histeresis antara Adsorpsi dan Desorpsi Uap Air (Chaplin, 2005).

Ada beberapa alasan hal ini dapat terjadi, seperti perbedaan pengisian dan pengosongan uap air pada pori-pori, pengembangan bahan polimer, transisi keadaan gelas dan karet, dan supersaturasi beberapa zat terlarut selama desorpsi. Kesetimbangan kandungan uap air ini biasanya digambarkan dalam bentuk grafik, dengan memplot kandungan uap air sebagai suatu fungsi aw atau dalam suatu bentuk persamaan (Fontana, 2000).

Ada lebih dari 70 persamaan yang telah dikembangkan untuk memprediksi kesetimbangan kandungan uap air ini. Model GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) merupakan salah satu model yang telah diterima secara luas untuk bahan dengan aktivitas air dari 0,1 sampai 0,9.

C1 k mo aw


(34)

Dimana C1 dan k adalah suatu konstanta dan mo adalah kadar uap air lapisan tunggal. Persamaan ini dapat diselesaikan menggunakan program regresi non-linear terkomputerisasi ataupun dalam bentuk persamaan polinomial (Fontana, 2000).

2.7 Pengaruh Air terhadap Stabilitas Kimia dan Biokimia

Air (terutama aktivitas air) tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan mikroba, tetapi juga mempengaruhi reaktivitas kimia dan enzimatik suatu bahan. Air dapat mempengaruhi stabilitas kimia dalam berbagai cara. Air dapat bertindak sebagai pelarut, reaktan, atau mengubah mobilitas dari suatu reaktan dengan mengubah viskositas sistem. Aktivitas air mempengaruhi pengcoklatan non-enzimatik (non-enzymatic browning), oksidasi lipid non-enzimatik, denaturasi protein, gelatinisasi amilum, dan retrodegradasi amilum (Fontana, 2000).


(35)

Pengcoklatan non-enzimatik (non-enzymatic browning) meningkat dengan meningkatnya aw, dan mencapai maksimum pada range aw 0,60 – 0,70. Umumnya, peningkatan aw yang lebih lanjut justru akan menghambat reaksi pengcoklatan. Lipid oksidasi akan mencapai minimum pada range aw menengah sedangkan mencapai maksimum pada range aw rendah dan tinggi. Stabilitas enzim dan vitamin juga dipengaruhi oleh aktivitas air sehubungan sifat alamiahnya yang rapuh. Kebanyakan reaksi enzimatik berjalan lambat pada aw di bawah 0,80 tetapi beberapa reaksi dapat terjadi pada aw yang sangat rendah. Selain itu, juga mempengaruhi temperatur gelatinisasi dan laju retrodegradasi dari amilum (Fontana, 2000).

2.8 Stabilitas Fisik Cangkang Kapsul Gelatin dan HPMC 2.8.1 Warna

Warna, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap kualitas produk. Warna suatu bahan dapat berasal dari warna alamiahnya atau warna yang terjadi selama proses pengolahannya (Morales, dkk., 1998).

Temperatur dan kadar uap air yang relatif tinggi selama proses pengolahan dan penyimpanan yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (enzimatik dan non-enzimatik) (Labuza, dkk., 1972).

Reaksi pengcoklatan adalah suatu reaksi dimana suatu bahan berubah menjadi coklat, baik melalui proses enzimatik maupun non-enzimatik. Pengcoklatan enzimatik ini melibatkan polifenol oksidase atau enzim lain yang menghasilkan melanin, sehingga menimbulkan warna coklat. Sedangkan


(36)

pengcoklatan non-enzimatik dapat menimbulkan warna coklat tanpa adanya aktivitas enzim (Marshall, dkk., 2000).

Ogura dkk (1998) mengisi cangkang kapsul gelatin dan HPMC dengan asam askorbat dan membungkusnya dalam botol polietilen tanpa desikan dan menyimpannya pada suu 400C/RH 75% selama 2 bulan. Cangkang kapsul gelatin menjadi berwarna coklat, sedangkan cangkang kapsul HPMC tidak mengalami perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa perubahan warna yang terjadi merupakan reaksi antara asam askorbat dan cangkang kapsul gelatin (dikenal dengan reaksi Maillard) (Honkanen, 2004).

Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi kimia pengcoklatan non-enzimatik antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung pada jenis bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari kuning lemah sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, seperti temperatur, aktivitas air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia suatu bahan (Morales, dkk., 1998).

2.8.2 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).

Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi


(37)

rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar 15-300C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009).

Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50% selama 4 minggu (Kontny, dkk., 1989).

Gambar 8. Kelembaban Relatif (RH), Kandungan Uap Air Gelatin dan Sifat Kapsul Gelatin Keras (Kontny, dkk., 1989)


(38)

2.8.3 Waktu Hancur

Chiwele dkk. (2000) telah meneliti mengenai waktu hancur cangkang kapsul gelatin kosong dan kapsul HPMC (Hydroxypropyl Methylcellulose) setelah penyimpanan selama 24 jam pada kondisi tropis lembab (suhu 370C, RH 75%) dan pada temperatur kamar. Dalam metode ini, mereka menggunakan bola besi sebagai bahan pengisi dalam kapsul. Pada penyimpanan kondisi tropis lembab, cangkang kapsul gelatin tidak mengalami perubahan waktu hancur dalam medium apapun, sedangkan waktu hancur kapsul HPMC tidak berubah hanya dalam medium cairan lambung buatan (Honkanen, 2004).

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Ogura (1998) bahwa cangkang kapsul HPMC yang telah diisi dengan spiramisin dan disimpan pada suhu 600C, RH 75% selama 10 hari tidak mengalami perubahan sifat waktu hancur. Tetapi, mereka menggunakan prosedur standar uji waktu hancur dalam farmakope, yang tidak dapat menentukan waktu hancur cangkang kapsul dan bahan obat secara terpisah. Sedangkan dalam metode yang digunakan Chiwele dkk. (2000), bola besi yang digunakan tidak mempengaruhi waktu hancur (Honkanen, 2004).

2.9 Spektroskopi IR

Spektroskopi Infrared (IR) merupakan suatu teknik analisa spektroskopi yang menggunakan spektrum daerah inframerah. Analisis IR ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi campuran dan menyelidiki komposisi sampel, berdasarkan serapan radiasi inframerah oleh ikatan kimia senyawa (Anonim, 2010).


(39)

2.10 Differential Thermal Analyzer

Analisis termal juga sangat penting untuk diketahui karena dalam proses industri umumnya berkaitan dengan suhu/panas dan dapat memberikan data mengenai stabilitas dan residu penguraian suatu bahan. Kadar uap air juga dapat dipelajari dari pengukuran termal ini Salah satu analisis termal ini adalah

Differential Thermal Analyzer (DTA), yaitu suatu teknik analisa yang mengukur

perbedaan temperatur antara suatu sampel dengan pembanding, apakah endotem atau eksoterm. Puncak endoterm terjadi jika temperatur pada sampel lebih kecil

daripada pembanding (ΔT -), sebaliknya puncak eksoterm terjadi jika temperatur

pada sampel lebih besar daripada pembanding (ΔT +) (Soares, 2004).

Stabilitas termal asam alginat dan Na alginat telah diperiksa menggunakan

thermogravimetry (TG) dan differential scanning calorimetry (DSC). Kurva thermogravimetry dari asam alginat menunjukkan bahwa proses penguraian

berlangsung melalui dua tahap. Pertama, terjadi kehilangan uap air diikuti dengan penguraian polimer. Sedangkan Na alginat terurai melalui tiga tahap. Pertama, terjadi pelepasan uap air diikuti penguraian polimer dan terakhir terbentuk residu Na2CO3 (Soares, 2004).

Terbentuknya residu Na2CO3 telah diteliti oleh Newkirk, dimana residu Na2CO3 dapat dipastikan dengan memanaskan sampel sampai suhu 550oC di dalam oven kemudian dengan menambahkan HCl pada sisanya. Terbentuknya gas CO2 pada residu tersebut di dalam tabung reaksi membuktikan adanya residu Na2CO3 (Soares, 2004).


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh kadar uap air terhadap sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah kadar uap air . Sedangkan variabel terikat adalah sifat-sifat fisik cangkang kapsul alginat yang meliputi warna, kerapuhan, waktu hancur, permeabilitas uap air, kesetimbangan kandungan uap air; stabilitas fisik dan aktivitas airnya.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitis (Metler Toledo), Oven (Memmeth), Higrometer (Friedrichs), termometer, climatic

chamber (Memmeth), disintegration tester (Erweka), pHmeter (Hanna), fourier transform infra red, differential thermal analyzer (Shimadzu), anak timbangan 50

g dan 2 kg, desikator, jangka sorong (Tricle), mikrometer (Delta), penunjuk waktu (stopwatch), waterbath (Erweka), alat pencetak kapsul yang terbuat dari batang

stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm serta berdiameter 5,5 mm

untuk bagian badan cangkang kapsul dan 6 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, cawan petri, cawan penguap, bola besi, labu tentukur (Pyrex), beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), dan botol timbang (Pyrex).


(41)

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Natrium Alginat 500-600 cp (Wako pure chemical industries, Ltd Japan), gliserin (Merck), kalsium klorida anhidrat (Wako pure chemical industries, Ltd Japan), kalsium klorida dihidrat (Merck), HCl(p) (Merck), natrium fosfat (Merck), kalium sulfat (Merck), kalium bromida (Merck), silika gel, alkohol 96% dan aquades.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Pereaksi 3.3.1.1 Larutan CaCl2 1 M

Kalsium klorida dihidrat (CaCl2 · 2H2O) sebanyak 147,02 g dilarutkan dalam 1000 ml aqua bebas CO2.

3.3.1.2Larutan NaCl jenuh

Natrium klorida sebanyak 1083,42 g dilarutkan dalam 1000 ml aquades. 3.3.1.3Larutan K2CrO4 jenuh

Kalium kromat sebanyak 1754,35 g dilarutkan dalam 1000 ml aquades. 3.3.1.4Larutan K2SO4 jenuh

Kalium sulfat sebanyak 299,28 g dilarutkan dalam 1000 ml aquades. 3.3.1.5Larutam HCl 0,1 N

Asam klorida pekat sebanyak 8,35 ml diencerkan dengan aquadest hingga 1000 ml.

3.3.1.6Larutan Na3PO4 0,2 M

Natrium fosfat dodekahidrat (Na3PO4·12H2O) sebanyak 19,006 g dilarutkan dalam 250 ml aqua bebas CO2.


(42)

3.3.1.7Dapar Fosfat pH 6,8

750 ml HCl 0,1 N dicampur dengan 250 ml Na3PO4 0,2 M (3:1), kemudian disesuaikan pH-nya dengan HCl 2 N atau NaOH 2 N sampai pH 6,8 .

3.3.2 Pembuatan Cangkang Kapsul Kalsium Alginat 3.3.2.1Pembuatan Larutan Alginat

Formula:

Alginat 500-600 cp 5 g

Gliserin 2 g

Aquadest 98 g

Gliserin dicampur dengan air dan dicukupkan volumenya dengan air sampai 100 ml. Kemudian ditebar di atas serbuk alginat, didiamkan selama 30 menit terlebih dahulu baru diaduk hingga homogen. Larutan didiamkan selama beberapa hari sampai tidak ada lagi gelembung udara.

Catatan : Sebelum pembuatan, semua alat, wadah dan air yang digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara direbus.

3.3.2.2Pengukuran Viskositas Larutan Alginat

Larutan alginat yang telah homogen kemudian diukur viskositasnya menggunakan viskometer Thomas Stromer. Dicatat waktu yang diperlukan rotor untuk berputar sebanyak 100 putaran dengan menggunakan beban 100 g.

3.3.2.3Pembuatan Badan Cangkang Kapsul Kalsium Alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 5,5 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam


(43)

3 cm, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tersebut direndam dalam larutan kalsium klorida 1 M selama 30 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam aquadest selama beberapa jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.

3.3.2.4Pembuatan Tutup Cangkang Kapsul Kalsium Alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat sedalam 2,5 cm, kemudian batang stainless steel tersebut yang ujungnya sudah dilapisi larutan natrium alginat tesebut direndam dalam larutan kalsium klorida 1 M selama 30 menit dan diaduk dengan bantuan pengaduk magnet. Setelah itu cangkang kapsul yang telah mengeras direndam dalam aquadest selama beberapa jam untuk menghilangkan kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan.

3.3.2.5Pengeringan Cangkang Kapsul Kalsium Alginat

Pengeringan cangkang kapsul dilakukan dengan cara membiarkannya kering di udara terbuka selama 2 hari. Cangkang kapsul dikatakan kering apabila cangkang kapsul tidak basah lagi dan warnanya telah berubah dari putih menjadi putih transparan.


(44)

3.3.3 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul

3.3.3.1 Pengukuran Panjang dan Diameter Cangkang Kapsul

Panjang dan diameter cangkang kapsul diukur menggunakan jangka sorong.

3.3.3.2Pengukuran Ketebalan Cangkang Kapsul

Ketebalan cangkang kapsul diukur menggunakan mikrometer. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk masing-masing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di perimeter sekitarnya, kemudian diambil rata-ratanya.

3.3.3.3Penimbangan Berat Cangkang Kapsul

Berat cangkang kapsul ditimbang dengan neraca analitik. 3.3.3.4Pengamatan Warna Cangkang Kapsul

Warna cangkang kapsul diamati secara visual 3.3.3.5Pengukuran Volume Cangkang Kapsul

Pengukuran volume cangkang kapsul dilakukan dengan menggunakan buret dimana cangkang kapsul diisi dengan air sampai penuh.

3.3.4 Uji Kadar Uap Air dan Pengamatan Perubahan Warnanya 3.3.4.1Dengan Pemanasan dalam Oven pada suhu 105oC

Cangkang kapsul ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol timbang. Kemudian dimasukkan ke dalam oven sambil dibuka tutup botol timbang tersebut. Panaskan pada suhu 1050C sampai diperoleh berat konstan. Pada waktu oven dibuka, botol timbang segera ditutup dan biarkan dalam desikator sampai suhunya mencapai suhu kamar sebelum ditimbang kembali cangkang kapsul. Berat kapsul dikatakan konstan apabila


(45)

perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan. Penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM,1995)

Dimana Mo adalah berat kapsul mula-mula dan M adalah berat kapsul konstan.

3.3.4.2Dengan Freeze Dryer Diikuti Pemanasan dalam Oven pada suhu 105oC dan Dilanjutkan dengan Penyimpanan dalam Desikator dengan Kelembaban Tinggi (RH > 90%)

Cangkang kapsul mula-mula ditimbang kemudian dikurangi kadar airnya dengan freeze dryer pada suhu -30oC sampai dicapai berat konstan. Setelah itu, diamati perubahan kapsul dan ditimbang beratnya. Selanjutnya, cangkang kapsul dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai mendekati suhu kamar, kemudian ditimbang kembali. Dihitung kadar uap airnya. Kemudian cangkang kapsul disimpan dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH > 90%), kemudian ditimbang dan diamati perubahannya.

3.3.4.3 Analisis Spektrum IR

Analisis spektrum IR Alginat menggunakan FTIR Spektrometer. Cangkang kapsul digiling hingga halus kemudian ditimbang 1 mg, lalu dicampur dengan 100 mg serbuk KBr dalam lumpang, digerus hingga halus dan homogen, selanjutnya diletakkan pada sampel pan kemudian dipasangkan pada DRS 8000 dan dianalisa pada bilangan gelombang 4000-450 cm-1.


(46)

3.3.4.4Differential Thermal Analyzer

Analisa DTA dilakukan di Laboratorium Mikroskopi Elektron Perguruan Tinggi Kimia Industri. Alat DTA terlebih dahulu dipanaskan selama 30 menit, selanjutnya 30 mg Na alginat dan 30 mg Al2O3 (pembanding) ditimbang dalam mangkok platina kemudian diletakkan di atas thermocouple. Dijalankan alat DTA dengan kondisi sebagai berikut:

 Heating range : 26-600oC

 Thermocouple/mv : PR/15 mv

 DTA range : ± 250 μv

 Heating speed : 10 oC/menit

 Chart speed : 25 mm/menit Diamati perubahan yang terjadi pada chart recorder.

3.3.5 Uji Kerapuhan

3.3.5.1Cangkang kapsul kosong

Cangkang kapsul kosong dijatuhkan beban seberat 50 g dari ketinggian 10 cm. Diamati kerapuhan kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 kapsul.

3.3.5.2Cangkang kapsul berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan)

Cangkang kapsul diisi dengan amilum manihot, kemudian ditekan dengan beban 2 kg. Diamati kerapuhan kapsul. Uji ini dilakukan terhadap 6 kapsul.


(47)

3.3.6 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

Bola besi berdiameter 2,94 mm sebanyak 40 buah (berat 1 bola = 40 mg) dimasukkan ke dalam kapsul sehingga kapsul dapat tenggelam dalam medium. Cangkang kapsul dimasukkan dalam tiap tabung dari keranjang yang dapat dinaik-turunkan kemudian dijalankan alat dalam medium HCl 0,1 N bersuhu 37±2oC selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 6,8 bersuhu 37±2oC selama 1 jam. Uji ini dilakuka n terhadap 6 kapsul. Kapsul memenuhi persyaratan apabila :

a) Dalam medium HCl 0,1 N tidak ada kapsul yang pecah. Bila 1 atau 2 kapsul pecah, diulangi pemeriksaan menggunakan 12 kapsul tambahan. Persyaratan terpenuhi apabila tidak kurang dari 16 dari 18 kapsul yang diuji tidak pecah.

b) Dalam medium dapar fosfat pH 6,8, semua kapsul pecah semua.

Kapsul dikatakan pecah dan dicatat waktunya apabila bola besi keluar dari cangkang kapsul dan menyentuh dasar keranjang.

3.3.7 Uji Permeabilitas Uap Air

Membran dari cangkang kapsul alginat (A = 1,2276 cm2) diletakkan di atas alat uji permeasi uap air yang telah diisi dengan 10 g CaCl2 anhidrat. Kemudian disimpan dalam suatu chamber tertutup rapat berisi uap air pada suhu 25±2oC, RH 85±5% selama 1 minggu. Setiap 24 jam, berat CaCl2 anhidrat ditimbang kembali. Laju permeasi uap air dihitung dengan rumus :


(48)

Dengan : ΔW = pertambahan berat CaCl2 anhidrat (mg)

A = luas permukaan membran yang efektif untuk permeasi uap air (cm2)

t = waktu penyimpanan (jam)

3.3.8 Uji Kesetimbangan Kandungan Uap Air A. Adsorpsi Uap Air

Cangkang kapsul dikeringkan pada suhu 60±20C, RH 10-15% selama 4 jam dalam climatic chamber untuk menurunkan kandungan uap air mula-mula. Cangkang kapsul ditimbang kemudian disimpan dalam climatic chamber pada suhu 25±20C dengan kelembaban relatif tertentu sampai tercapai kesetimbangan (berat konstan). Kelembaban relatif dinaikkan secara bertahap dari 30%→45%→60%→75%→90%. Fluktuasi berat dicatat untuk masing-masing kelembaban Untuk menghitung kadar uap airnya, kapsul dikeringkan pada suhu 1050C selama 4 jam sampai diperoleh berat konstan.

Dimana Mo adalah berat sebelum pengeringan, dan M adalah berat setelah pengeringan.

B. Desorpsi Uap Air

Cangkang kapsul disimpan pada suhu 25±20C, RH 95% dalam climatic

chamber untuk meningkatkan kandungan uap air mula-mula. Cangkang

kapsul ditimbang kemudian disimpan dalam climatic chamber pada suhu 25±20C dengan kelembaban relatif tertentu sampai tercapai kesetimbangan (berat konstan). Kelembaban relatif diturunkan secara bertahap dari


(49)

90%→75%→60%→45%→30%. Fluktuasi berat dicatat untuk masing-masing kelembaban Untuk menghitung kadar uap airnya, kapsul dikeringkan pada suhu 1050C selama 4 jam sampai diperoleh berat konstan.

Dimana Mo adalah berat sebelum pengeringan, dan M adalah berat setelah pengeringan.

3.3.9 Uji Kerapuhan Cangkang Kapsul dengan berbagai Kadar Uap Air Cangkang kapsul yang telah disimpan dalam berbagai kelembaban di

climatic chamber kemudian diuji kerapuhannya. Uji kerapuhan yang

dilakukan sama dengan uji kerapuhan cangkang kapsul mula-mula.

3.3.10 Uji Stabilitas

3.3.10.1 Penyimpanan pada Suhu Kamar

Cangkang kapsul disimpan dalam botol pada suhu kamar selama 3 bulan (kondisi penyimpanan dicatat setiap minggu). Setelah 3 bulan, cangkang kapsul dikeluarkan dan dilakukan pengujian terhadap cangkang kapsul, yang meliputi pengamatan warna, uji kadar uap air, uji kerapuhan, dan uji waktu hancur.

3.3.10.2 Penyimpanan pada Suhu 400C, RH 75%

Cangkang kapsul disimpan dalam botol di climatic chamber pada suhu 40±20C, RH 75±5% selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, cangkang kapsul dikeluarkan dan dilakukan pengujian terhadap cangkang kapsul, yang


(50)

meliputi pengamatan warna, uji kadar uap air, uji kerapuhan, dan uji waktu hancur.

3.3.11 Uji Aktivitas Air

Cangkang kapsul dipotong kecil-kecil, kemudian sekitar 100 mg potongan cangkang kapsul dimasukkan dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh yang telah diketahui aktivitas airnya (NaCl, K2CrO4, dan K2SO4 dengan aw berturut-turut adalah 75%, 90% dan 97%) dan disimpan selama 24 jam atau lebih pada suhu kamar. Pada kondisi dimana aw > 60%, beberapa tetes etanol digunakan sebagai bahan fungistatik. Kemudian cangkang kapsul ditimbang kembali dan dihitung selisihnya (plus atau minus). Plotlah selisih hasil penimbangan terhadap aktivitas air larutan garam. Tarik garis mendatar dari titik 0 sampai memotong kurva dan interpolasikan ke sumbu x (aktivitas air larutan garam). Titik perpotongan merupakan aktivitas air dari kapsul. Uji ini juga dilakukan terhadap cangkang kapsul yang disimpan dalam suhu kamar dengan kelembaban tinggi (RH > 90%).


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Viskositas Larutan Alginat

Dari hasil pengukuran, viskositas larutan alginat 9611 cp. Pada viskositas tersebut, larutan alginat mempunyai sifat alir dan kekentalan yang sesuai untuk dapat dicetak menjadi cangkang kapsul. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, viskositas larutan alginat untuk dapat dicetak menjadi cangkang kapsul berkisar 9000-32.000 cp.

4.2 Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul

Hasil pengukuran spesifikasi cangkang kapsul alginat dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran panjang, diameter, berat dan pengamatan warna cangkang kapsul dilakukan untuk cangkang kapsul sendiri, badan kapsul sendiri dan cangkang kapsul keseluruhan. Pengukuran ketebalan dilakukan terhadap badan dan cangkang kapsul tersendiri. Sedangkan pengukuran volume hanya dilakukan terhadap badan cangkang kapsul, karena umumnya bahan obat hanya diisikan ke dalam badan cangkang kapsul sebelum ditutup dengan tutup kapsul. Dan air yang digunakan untuk mengukur volume cangkang kapsul hanya diisikan sampai meniskus atas air menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan pembacaan volume cangkang kapsul. Dan cangkang kapsul alginat berwarna putih transparan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9

Cangkang kapsul yang dibuat merupakan cangkang kapsul dengan ukuran 00. Hal ini bisa dilihat dari spesifikasi cangkang kapsul 00 pada Tabel 3.


(52)

Tabel 2. Spesifikasi cangkang kapsul alginat

No Spesifikasi Badan cangkang Tutup cangkang Cangkang kapsul keseluruhan

1 Panjang (mm) 19,82 11,40 23,20

2 Diameter (mm) 7,67 8,12 8,12

3 Tebal (mm) 0,125 0,123 -

4 Berat (mg) 95,8 82,2 178,8

5 Warna Putih transparan Putih transparan Putih transparan

6 Volume (ml) 0,86 - -

Tabel 3. Spesifikasi cangkang kapsul 00 menurut Pfizer Inc. Capsugel Division Ukuran

kapsul

Badan Kapsul Tutup Kapsul Panjang Cangkang Kapsul Keseluruhan (mm) Panjang

(mm)

Diameter (mm)

Panjang (mm)

Diameter (mm)

00 20,22 8,18 11,74 8,53 23,30

Toleransi - 0,46 - 0,46 - 0,46 - 0,46 - 0,30


(53)

4.3 Uji Kadar Uap Air dan Pengamatan Perubahan Warnanya 4.3.1 Dengan Pemanasan dalam Oven pada suhu 105oC

Tabel 4. Uji kadar uap air dengan pemanasan pada suhu 105oC dan pengamatan perubahan warnanya

Tabel 5. Kadar uap air pada cangkang kapsul alginat

Kadar uap air pada cangkang kapsul alginat 24,67% (Tabel 5). Selama pemanasan pada suhu 105oC di oven, cangkang kapsul mengalami perubahan warna dari putih transparan menjadi kekuningan, seperti yang terlihat pada Gambar 10. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadi kehilangan uap air pada cangkang kapsul alginat.

No

Waktu (jam)

Pengamatan Berat Kapsul

Warna Kapsul

1 2 3

1 0 1,0263 g 1,0845 g 1,0328 g Putih sedikit kekuningan

2 1 0,7906 g 0,8035 g 0,7869 g Putih

kekuningan

3 2 0,7874 g 0,7998 g 0,7805 g

Kuning

4 3 0,7873 g 0,7994 g 0,7805 g

Kuning

Percobaan Berat Kapsul Mula-Mula

Berat Kapsul Kering

Kadar Uap Air

1 1,0263 g 0,7873 g 23,29 %

2 1,0845 g 0,7994 g 26,29 %

3 1,0328 g 0,7805 g 24,43 %


(54)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10. Pengamatan perubahan warna dengan pemanasan dalam oven pada suhu 105oC

Keterangan : (a) Cangkang kapsul alginat mula-mula (berwarna putih transparan) (b) Cangkang kapsul alginat setelah pemanasan 1 jam (berwarna

putih kekuningan)

(c) Cangkang kapsul alginat setelah pemanasan 2 jam (berwarna kuning)

(d) Cangkang kapsul alginat setelah pemanasan 3 jam (berwarna kuning)


(55)

4.3.2 Dengan Freeze Dryer, Diikuti Pemanasan dalam Oven pada suhu105oC dan Dilanjutkan dengan Penyimpanan dalam Desikator dengan Kelembaban Tinggi (RH > 90%)

Tabel 6. Uji kadar uap air dengan freeze dryer diikuti pemanasan dalam oven pada suhu 105oC dan dilanjutkan dengan penyimpanan dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH > 90%)

No. Perlakuan Berat sampel (g) Kadar uap air ( % )

1 Mula-mula 0,7926 22,63

2 Setelah freeze dryer pada suhu 30oC selama 34 jam

0,7009 12,51

3 Dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 4 jam

0,6132 0,00

4 Disimpan dalam desikator dengan kelembaban tinggi ( RH 92%)

0,9196 33,32

Pengamatan perubahan warna cangkang kapsul alginat akibat freeze dryer, yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 4 jam diikut i penyimpanan dalam desikator dengan kelembaban tinggi dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar uap air dalam cangkang kapsul alginat berkurang 10,12% dari kadar uap air mula-mula setelah disimpan dalam freeze dryer pada suhu 30oC selama 34 jam. Hal ini menandakan bahwa cangkang kapsul alginat mengalami pelepasan uap air, tetapi tidak seluruh uap air dapat hilang. Hal ini dipastikan dengan memanaskan sampel pada suhu 105oC selama 4 jam, ternyata cangkang kapsul kalsium alginat masih dapat mengalami pengurangan berat (terjadi pelepasan uap air). Kadar uap air yang hilang ini dapat dikembalikan lagi dengan


(56)

menyimpan sampel dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH 92%), sehingga terjadi pertambahan berat (penyerapan uap air) dan warna kuning pada kapsul akibat pemanasan menghilang. Hal ini dapat diasumsikan bahwa warna kuning pada kapsul terjadi akibat kehilangan uap air (perubahan fisika) dan hal ini dapat dilihat dari analisis DTA dan IR.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. Pengamatan perubahan warna dengan freeze dryer diikut i pemanasan dalam oven pada suhu 105oC dan dilanjutkan dengan penyimpanan dalam desikator dengan kelembaban tinggi (RH > 90%)


(57)

Keterangan (gambar 11):

(a) Cangkang kapsul alginat mula-mula (berwarna putih transparan)

(b) Cangkang kapsul alginat setelah penyimpanan dalam freeze dryer pada suhu -30oC selama 34 jam (berwarna putih kekuningan)

(c) Cangkang kapsul alginat setelah pemanasan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam (berwarna kuning)

(d) Cangkang kapsul alginat setelah penyimpanan dalam desikator dengan

kelembaban tinggi (RH 92%) (warna kuning berubah kembali menjadi putih )

4.3.3 Analisis Spektrum IR

Analisis spektrum ini digunakan untuk membuktikan apakah terjadi perubahan struktur/gugus fungsi pada cangkang kapsul alginat akibat pengurangan kadar uap air dengan pemanasan pada suhu 105oC. Spektrum IR cangkang kapsul alginat sebelum dan sesudah pemanasan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Walaupun dengan pemanasan tidak terjadi perubahan gugus fungsi pada cangkang kapsul alginat seperti terlihat pada Tabel 7. Hal ini dapat disebabkan karena hanya terjadi pelepasan uap air dari cangkang kapsul selama proses pemanasan ini. Asumsi ini didukung oleh data DTA dimana pada pemanasan pada suhu 26-110oC hanya terlihat satu puncak endoterm.


(58)

Tabel 7. Gugus fungsi yang terlihat pada spektrum IR cangkang kapsul alginat sebelum dan sesudah pemanasan

No. Gugus Fungsi Panjang Gelombang (cm-1)

Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan

1 OH 3432,74 3459,97

2 C=O 1608,12 1612,87

3 C-O 1033,81 1034,16

4 CH alifatis 2932,05 2938,80

Gambar 12. Spektrum IR cangkang kapsul alginat sebelum pemanasan


(59)

4.3.4 Differential Thermal Analyzer

Dari hasil analisis DTA Na alginat (Gambar 14), Na alginat memiliki 5 puncak, yang terdiri dari 1 puncak endoterm (100oC) dan 4 puncak eksoterm (220oC; 342oC, 548oC; 585oC). Setiap puncak menandakan terjadinya perubahan (transisi) molekul Na alginat.

Menurut Soares (2004), mekanisme transisi molekul Na alginat ini berlangsung melalui tiga tahap. Pertama, terjadi pelepasan uap air, yang diikuti dengan dekomposisi polimer dan terakhir terbentuk Na2CO3. Puncak endoterm pertama (100oC) menandakan terjadinya pelepasan uap air. Dua puncak berikutnya (220oC; 342oC) menandakan terjadi dekomposisi polimer dari Na alginat, sedangkan dua puncak terakhir (548oC; 585oC) menandakan terjadinya pembentukan Na2CO3.

Gambar 14. Hasil analisis DTA Na alginat

2 3 4 5

2,3,4,5 = Puncak Eksoterm 1 = Puncak Endoterm

1

= Sampel


(60)

Sedangkan dari hasil analisis DTA cangkang kapsul kalsium alginat (Gambar 15) terlihat 4 puncak yang terdiri dari 2 puncak endoterm (80 oC; 200 oC) dan 2 puncak eksoterm (430 oC; 518 oC). Puncak endoterm pertama (80 oC ) menunjukkan terjadi pelepasan uap air. Sedangkan puncak berikutnya (200 oC; 430 oC; 518 oC) menandakan terjadinya dekomposisi polimer dengan residu akhir yang akan terbentuk adalah Ca2CO3 (tidak nampak pada data DTA karena range pengamatan hanya sampai 600oC).

Gambar 15. Hasil analisis DTA cangkang kapsul kalsium alginat 3,4 = Puncak Eksoterm

1,2 = Puncak Endoterm

= Sampel

= Pembanding (Al2O3)

1

2


(61)

4.4 Uji Kerapuhan

4.4.1 Cangkang kapsul kosong

Pada uji ini, cangkang kapsul dijatuhkan beban 50 g dari ketinggian 10 cm (Nagata, 2002) dimana beban 50 g ini diibaratkan sebagai tekanan yang terjadi saat membuka kemasan kapsul. Kapsul dikatakan rapuh apabila setelah dijatuhkan beban, cangkang kapsul retak atau pecah. Kapsul akan rapuh jika kadar uap air yang dikandungnya sedikit. Sebaliknya jika kadar uap airnya terlalu banyak, kapsul cenderung akan melunak. Tetapi, range kadar uap air agar kapsul tidak rapuh dan tidak melunak berbeda antara satu bahan dengan yang lain.

Dari 6 cangkang kapsul yang diuji, tidak ada kapsul yang menunjukkan kerapuhan yang berarti (seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16). Hal ini dapat diasumsikan bahwa kadar uap air yang dikandung kapsul masih berada di dalam range kadar uap air yang dikehendaki. Range kadar uap air yang dikehendaki pada cangkang kapsul kosong dapat dilihat lebih lanjut pada percobaan uji kerapuhan kapsul dengan berbagai kadar uap air.

(a) (b) Gambar 16. Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong


(62)

4.8.1 Cangkang kapsul berisi (Uji Ketahanan terhadap Tekanan)

Pada uji ini, cangkang kapsul yang telah diisi dengan amilum manihot ditekan dengan beban 2 kg (Nagata, 2002). Amilum manihot bertindak sebagai pengisi kapsul dan beban 2 kg diibaratkan seperti tekanan yang mungkin terjadi selama proses pengisian sampai dengan pengemasan kapsul. Dalam sekali produksi, dapat dihasilkan beribu-ribu kapsul dimana kapsul yang telah diisi ini dapat tertekan oleh kapsul lainnya sebelum dimasukkan ke dalam kemasan. Akibatnya jika kapsul rapuh, maka isi kapsul dapat keluar.

Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi dapat dilihat pada Gambar 17. Dari 6 cangkang kapsul yang diuji, tidak ada cangkang kapsul yang menunjukkan kerapuhan yang berarti, tetapi pipih pada lokasi tertentu. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kadar uap air yang dikandung cangkang kapsul masih berada di dalam range kadar uap air yang dikehendaki. Range kadar uap air yang dikehendaki pada cangkang kapsul berisi dapat dilihat lebih lanjut pada percobaan uji kerapuhan kapsul dengan berbagai kadar uap air.

(a) (b)

Gambar 17. Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan)

Keterangan : (a) Sebelum uji kerapuhan

(b) Sesudah uji kerapuhan (pipih pada lokasi tertentu)

Pipih Pipih


(63)

4.5 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

Cangkang kapsul mula-mula diisi dengan bola besi (Gambar 18a dan 18b) dimana bola besi ini berfungsi sebagai bahan pengisi yang tetap tersuspensi dalam medium tetapi tidak mengembang, larut atau berubah keadaannya dalam kondisi apapun, sehingga tidak ada pengaruh bahan pengisi terhadap waktu hancur cangkang kapsul (Chiwele, 2000).

Selama 2 jam dalam medium HCl 0,1 N, cangkang kaspul kalsium alginat tidak pecah dalam medium tersebut (Gambar 18c). Hal ini berarti kaspul kalsium alginat tidak pecah pada pH lambung, tetapi disini terjadi pengembangan diameter cangkang kapsul dengan persen pengembangan rata-rata 7,42% (dengan cakram) dan 8,16% (tanpa cakram).

Selain terjadi pengembangan diameter, cangkang kapsul juga menjadi sedikit lebih lunak. Hal ini karena sebagian Ca pada cangkang kapsul lepas ke dalam medium HCl 0,1 N (Bangun, dkk., 2005).

Setelah dalam HCl 0,1 N selama 2 jam, disintegrasi cangkang kapsul dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 6,8. Cangkang kapsul kalsium alginat pecah dalam medium ini, dengan terlebih dahulu terjadi pengembangan diameter cangkang kapsul sebelum akhirnya cangkang kapsul pecah (Gambar 18d). Waktu hancur rata-rata kapsul alginat dengan dan tanpa cakram berturut-turut adalah 39,6 menit dan 44,2 menit. Sehingga kapsul alginat ini memenuhi persyaratan untuk sediaan pelepasan tertunda.


(64)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 18. Pengamatan cangkang kapsul pada uji waktu hancur Keterangan : (a) Bola besi (Ø 2,94 mm) dan cangkang kapsul kosong

(b) Cangkang kapsul mula-mula (berisi bola besi)

(c) Cangkang kapsul setelah 2 jam dalam HCl 0,1 N (cangkang kapsul mengembang dan sedikit melunak)


(1)

Lampiran 22. Data uji waktu hancur cangkang kapsul alginat dengan

penyimpanan pada suhu dipercepat ( 40±2

0

C, RH 75±5%) selama

3 bulan

A.

Dalam HCl 0,1 N

No. Diameter awal

(cm)

Diameter akhir

(cm)

%

Pengembangan

Waktu hancur

1

0,79

0,85

7,59 %

Tidak pecah

2

0,80

0,85

6,25 %

Tidak pecah

3

0,81

0,86

6,17 %

Tidak pecah

4

0,81

0,85

4,94 %

Tidak pecah

5

0,79

0,84

6,33 %

Tidak pecah

6

0,79

0,85

7,59 %

Tidak pecah

Ket : 1,2,3 = dengan cakram

4,5,6 = tanpa cakram

B.

Dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ( setelah dalam HCl 0,1 N)

No.

Waktu hancur

(disintegrasi)

Persyaratan menurut

International

Pharmacopeia 4

th

Edition

1

25:13

Selama 1 jam kapsul

pecah (terdisintegrasi)

2

30:32

3

14:50

4

25:43

5

31:41

6

20:49

Ket : 1,2,3 = dengan cakram

4,5,6 = tanpa cakram


(2)

Lampiran 23. Uji ANOVA waktu hancur cangkang kapsul alginat mula-mula

dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada

suhu 40

0

C, RH 75%

A.

Dengan Cakram

Ho : Tidak ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul alginat mula-mula dan setelah

penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH 75%

H

1

: Ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul alginat mula-mula dan setelah

penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH 75%

Descriptives

Waktu hancur /disintegrasi (menit)

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Mula-Mula 3 39.5967 7.08006 4.08767 22.0088 57.1845 32.50 46.66 Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar

3 29.2867 .47816 .27606 28.0989 30.4745 28.78 29.73

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

3 23.5267 7.98580 4.61060 3.6888 43.3645 14.83 30.53

Total 9 30.8033 8.84574 2.94858 24.0039 37.6028 14.83 46.66

ANOVA Waktu hancur /disintegrasi (menit)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 397.719 2 198.859 5.227 .048

Within Groups 228.258 6 38.043

Total 625.976 8

F

tabel

: F

0.05, 2, 6

= 5,14

F

hitung

> F

tabel

(5,227 > 5,14), Ho ditolak. Jadi, ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul

alginat mula-mula dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH

75%. Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda, maka dilakukan uji post hoc.


(3)

Lampiran 23 (lanjutan)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable:Waktu hancur /disintegrasi (menit)

(I) Keadaan (J) Keadaan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Mula-Mula Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar

6.20000 4.95218 .469 -8.9947 21.3947

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

18.14333* 4.95218 .025 2.9487 33.3380

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

Mula-Mula -6.20000 4.95218 .469 -21.3947 8.9947 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

11.94333 4.95218 .114 -3.2513 27.1380

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

Mula-Mula -18.14333*

4.95218 .025 -33.3380 -2.9487 Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar

-11.94333 4.95218 .114 -27.1380 3.2513

LSD Mula-Mula Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

6.20000 4.95218 .257 -5.9176 18.3176

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

18.14333* 4.95218 .011 6.0258 30.2609

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

Mula-Mula -6.20000 4.95218 .257 -18.3176 5.9176 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

11.94333 4.95218 .052 -.1742 24.0609

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

Mula-Mula -18.14333* 4.95218 .011 -30.2609 -6.0258

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

-11.94333 4.95218 .052 -24.0609 .1742


(4)

Lampiran 23 (lanjutan)

B.

Tanpa Cakram

Ho : Tidak ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul alginat mula-mula dan

setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH

75%

H

1

: Ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul alginat mula-mula dan setelah

penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH 75%

Descriptives

Waktu hancur /disintegrasi (menit)

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Mula-Mula 3 44.2167 2.68882 1.55239 37.5373 50.8961 41.13 46.05 Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar 3 38.0167 8.57614 4.95144 16.7123 59.3210 28.23 44.22 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

3 26.0733 5.43862 3.13999 12.5631 39.5836 20.82 31.68

Total 9 36.1022 9.55890 3.18630 28.7546 43.4498 20.82 46.05

ANOVA

Waktu hancur /disintegrasi (menit)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 510.264 2 255.132 6.936 .028

Within Groups 220.717 6 36.786

Total 730.981 8

F

tabel

: F

0.05, 2, 6

= 5,14

F

hitung

> F

tabel

(6,936 > 5,14), Ho ditolak. Jadi, ada perbedaan waktu hancur cangkang kapsul

alginat mula-mula dan setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar dan pada suhu 40

0

C, RH

75%. Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda, maka dilakukan uji post hoc.


(5)

Lampiran 23 (lanjutan)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable:Waktu hancur /disintegrasi (menit)

(I) Keadaan (J) Keadaan

Mean Difference

(I-J)

Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Mula-Mula Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar 6.20000 4.95218 .469 -8.9947 21.3947 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

18.14333*

4.95218 .025 2.9487 33.3380

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

Mula-Mula -6.20000

4.95218 .469 -21.3947 8.9947 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

11.94333

4.95218 .114 -3.2513 27.1380

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

Mula-Mula -18.14333*

4.95218 .025 -33.3380 -2.9487 Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar -11.94333 4.95218 .114 -27.1380 3.2513 LSD Mula-Mula Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar 6.20000 4.95218 .257 -5.9176 18.3176 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

18.14333*

4.95218 .011 6.0258 30.2609

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

Mula-Mula -6.20000

4.95218 .257 -18.3176 5.9176 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

11.94333

4.95218 .052 -.1742 24.0609

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

Mula-Mula -18.14333*

4.95218 .011 -30.2609 -6.0258 Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar -11.94333 4.95218 .052 -24.0609 .1742 Bonferroni Mula-Mula Setelah Penyimpanan 3

bulan pada suhu kamar 6.20000 4.95218 .772 -10.0801 22.4801 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

18.14333*

4.95218 .032 1.8633 34.4234

Setelah Penyimpanan 3 bulan pada suhu kamar

Mula-Mula -6.20000

4.95218 .772 -22.4801 10.0801 Setelah penyimpanan 3

bulan pada suhu 40oC, RH 75%

11.94333

4.95218 .157 -4.3367 28.2234

Setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40oC, RH 75%

Mula-Mula -18.14333*

4.95218 .032 -34.4234 -1.8633 Setelah Penyimpanan 3


(6)

Lampiran 24. Alat analisa DTA