Pertanggungjawaban pada Menganjurkan dan Pelaku Tidak Langsung

B. Pertanggungjawaban pada Menganjurkan dan Pelaku Tidak Langsung

Dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP telah ditentukan bahwa seorang uitlokker itu dapat dijatuhi hukuman yang sama beratnya dengan hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya. 145 Pasal 55 ayat 2 KUHP menyatakan dengan tegas bahwa hanya terhadap perbuatan yang disengaja digerakkan saja yang dapa dipertanggungjawabkan kepada penggerak beserta akibat- akibatnya. Dengan demikian jika tindak pidana yang dilakukan oleh pelaksana adalah tindak pidana yang lain dari yang dianjurkan, maka disini tidak ada bentuk pembuat penganjur. Tindak pidana yang telah diperbuat oleh orang yang semula dianjurkan itu dipertanggungjawabkan kepadanya sendiri, tanpa mempertanggungjawabkannya pada orang yang semula menganjurkan. 146 Dalam KUHP, hukuman bagi penganjur adalah sama dengan hukuman dader pelaku tunggal. Pada hukum Islam pertanggungjawaban pidana pada penyertaan tidak langsung adalah hukuman ta’zir. Sanksi ta’zir diserahkan kepada hakim atau penguasa di wilayah tersebut. Perbedaan antara ta’zir dan hudud adalah bahwa pada hudud hukuman yang diberikan langsung berdasarkan Dari pemaparan diatas dapat diketahui baik turut serta maupun mengerakkan tanggung jawabnya adalah sama dengan pelaku. Dimana bahwa perbuatan yang dilakukan oleh orang dianjurkan adalah sesuai kehendak penganjur. 145 P.A.F. Lamintang, Op. Cit., h. 637. 146 Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Op. Cit., h. 74. ketentuan Allah. Kecuali jika pelaku langsung hanya sebagai alat atau pelaku langsung tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Menurut Muhammad Iqbal Siddiqi taz’ir is definied as discretionary punishment to be inflected for transgression against Allah, or against an indivudual, for which there is neither a fixed punishment not a penance or expiation Kaffara. Excludes all sorts of crimes for which spesific punishment is prescribbed in the Qur’an and the sunnah. 147 Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, taz’ir adalah sanksi disiplin dengan pemukulan, atau penghinaan, atau embargo atau pengasingan. Maka tindak pidana ta’zir adalah tindak pidana yang diancam dengan sanksi disiplin berupa pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. Hanya saja sebagian ulama memasukkan hukuman mati bagi kasus tertentu pada tindak pidana ta’zir. Artinya ta’zir adalah hukuman untuk pelanggaran terhadap Allah, atau pelanggaran indivudual, bukan merupakan hukuman tetap atau sebagai penebusan dosa Kaffara. Tidak termasuk segala macam kejahatan yang hukuman spesifiknya disebutkan dalam Qur’an dan As Sunnah. 148 Menurut Ismail Muhammad Syah ta’zir ialah hukuman yang tidak terdapat dalam nas melainkan didasarkan pada pertimbangan akal sehat dan keyakinan hakim untuk mewujudkan maslahat dan menimbulkan rasa keadilan. 149 147 Muhammad Iqbal Siddiqi, The Penal Law of Islam, Pakistan: Kazi Publications, 1985, h. 159. 148 Assadullah Al Faruk, Op. Cit., h. 54. 149 Ismail Muhammad Syah, Op. Cit., h. 227. Jadi dapat dsisimpulkan ta’zir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada khalifah umumnya diwakili oleh qadhihakim. Meski demikian, hal ini tidak menjadikan dirinya berhak menjatuhkan sanksi sekehendak hatinya. Dalam ta’zir terdapat sanksi-sanksi yang telah ditetapkan nas dengan sangat jelas untuk tidak digunakan sebagai sanksi ta’zir, karenanya penguasa atau qadhi, tidak boleh menghukum dengan hukuman tersebut. 150 Pada dasarnya yang tindak pidana ta’zir merupakan tindak pidana yang tidak diatur dalam tindak pidana hudud dan qisas. Ada beberapa ciri tindak pidana ta’zir, yaitu: 151 a. Landasan dan ketentuan hukumnya didasarkan pada ijmak. b. Mencakup semua bentuk kejahatan selain hudud dan qisas. c. Pada umumnya ta’zir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran sanksinya oleh syarak, meskipun jenis sanksinya telah tersedia. d. Hukuman ditetapakan oleh penguasa atau qadhi hakim. e. Didasari pada ketentuan umum syariat Islam, dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Secara umum, tindak pidana ta’zir terbagi dalam tiga bagian yaitu: 152 a. Tindak pidana hudud dan tindak pida qisas yang syubhat, atau tidak jelas atau tidak memenuhi syarat, tetapi merupakan maksiat. Contohnya percobaan pencurian, percobaan perzinahan, pencurian dalam keluarga, dan lain-lain. 150 Ibid., h. 76. 151 Assadullah Al Faruk, Op. Cit., h. 55. 152 Loc. Cit. b. Tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh Qur’an dan hadis, tetapi tidak ditentukan sanksinya. Contohnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, makan babi, mengurangi timbangan, riba dan sebagainya. c. Berbagai tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri penguasa, berdasarkan ajaran Islam demi kemaslahatan umum. Contohnya pelanggaran terhadap berbagai peraturan penguasa yang telah ditetapkan berdasarkan ajaran Islam, korupsi, kejahatan ekonomi, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Abdurahman Al Maliki berdasarkan pelanggarannya, maka tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tujuh kelompok, yaitu sebagai berikut: 153 a. Pelanggaran terhadap kehormatan, diantaranya: 1 Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan. 2 Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesopanan. 3 Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan suami istri. 4 Penculikan. b. Pelanggaran terhadap kemuliaan, diantaranya: 1 Tuduhan- tuduhan palsu. 2 Pencemaran nama baik. 3 Penghinaan, hujatan, dan celaan. c. Perbuatan yang merusak akal, diataranya: 153 Ibid., h. 55-57. 1 Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat merusak akal, seperti menjual, membeli, membuat mengedarkan, menyimpan atau mempromosikan minuman khamr, narkotika, psikotropika, dan sejenisnya. 2 Menjual bahan-bahan tertentu, seperti anggur, gandum, atau apapun dengan maksud untuk dibuat khamr oleh pembelinya. d. Pelanggaran terhadap harta, diantaranya: 1 Penipuan dalam masalah muamalat. 2 Kecurangan dalam perdagangan. 3 Ghasab meminjam tanpa izin. 4 Penghianatan terhadap amanah harta. e. Gangguan keamanan, diantaranya: a. Berbagai gangguan keamanan terhadap orang lain, selain dalam perkara hudud dan qisas. b. Menteror, mengancam atau menakut-nakuti orang lain. c. Penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk dirinya sendiri dam merugikan orang lain. f. Subversigangguan keamanan terhadap negara, diantaranya: 1 Makar yang tidak melalui pemberontakan. 2 Spionase mata-mata. 3 Membocorkan rahasia negara. g. Perbuatan yang berhubungan dengan agama, diantaranya: 1 Menyebarkan ideologi dan pemikiran khufur. 2 Mencelah salah satu dari risalah Islam, baik melalui lisan maupun tulisan. 3 Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan syariat, seperti meninggalkan shalat, terlambat membayar zakat, berbuka puasa siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur. Hakim dalam menentukan hukuman untuk ta’zir hanya menetukan ukuran sanksi yang diberikan, bukan pada jenis sanksi yang diberikan. Dengan berpatokan pada ketentuan Qur’an dan Sunnah. Pada dasarnya menurut syariat Islam, hukuman-hukuman yang telah ditentukan jumlahnya yakni dalam jarimah hudud dan qisas dijatuhkan atas pembuat langsung jarimah, bukan atas kawan pembuatnya pembuat tidak langsung. Berdasarkan aturan tersebut maka siapa yang turut berbuat pembuat tidak langsung dalam jarimah hudud atau qisas, tidak dijatuhi hukuman yang telah ditentukan jumlahnya, hanya dijatuhi hukuman ta’zir. 154 Alasan pengkhususan aturan tersebut untuk jarimah-jarimah hudud dan qisas ialah karena pada umumnya hukuman yang telah ditentukan hukumannya itu sangat berat, dan tidak berbuat tidak langsungnya kawan berbuat merupakan yang bisa menghindarkan had. Juga kawan berbuat tidak langsung pada umumnya tidak sama bahayanya seperti pembuat langsung, oleh karena itu tidak sama hukumannya. 155 154 A. Hanafi, Op. Cit., h. 118. 155 Loc. Cit. Perbandingan Pertanggungjawaban Menganjurkan dan Penyertaan Tidak Langsung Penyertaan Menganjurkan Sanksi Pidananya Sesuai Rumusan Pasal 55 KUHP Penyertaan Langsung Pertanggung jawaban Para Peserta sama Pertangungjawaban Pelaku Sama Satu Sama Lain Sanksinya Berupa Ta’zir

C. Perbandingan Unsur-Unsur Turut Serta dan Penyertaan Langsung