Perbandingan Unsur-Unsur Turut Serta dan Penyertaan Langsung

C. Perbandingan Unsur-Unsur Turut Serta dan Penyertaan Langsung

Menurut Loebby Loqman ada 2 unsur-unsur medeplegen yaitu: 156 1. Harus ada kerja sama dari setiap peserta. Dalam ikut serta, para peserta menyadari akan dilakukannya suatu tindak pidana. Mereka sadar bahwa mereka bersama-sama akan melakukan tindak pidana. Dalam membentuk kesadaran kerja sama, itu tidak harus jauh sebelum dilakukannya tindak pidana. Dalam membentuk kesadaran kerja sama itu tidak harus jauh sebelum dilakukannya tindak pidana, jadi tidak perlu ada sebelumnya suatu perundingan untuk merencanakan tindak pidana. Kesadaran kerjasama diantara para peserta dapat terjadinya pada saat terjadinya peristiwa. 2. Kerja sama dalam tindak pidana harus secara pisik. Semua peserta dalam ikut serta harus bersama-sama secara pisik melakukan tindak pidana. Namun tidak perlu semua peserta memenuhi secara persis seperti apa yang termuat dalam unsur tindak pidana. Menurut Jam Remmelink unsur-unsur medeplegen yaitu: 157 1. Adanya kerja sama yang disadari dengan kata lain kesengajaan untuk melakukan kerja sama yang harus dibuktikan keberadaannya. Hal ini memngimplikasikan bahwa harus dibuktikan adanya dua bentuk kesengajaan dalam delik-delik kesengajaan yang dilakukan secara bersama- sama oleh sejumlah pelaku keikutsertaan, yaitu: a. Kesengajaan untuk memunculkan akibat delik. b. Kesengajaan untuk melakukan kerja sama. 156 Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Op. Cit., h. 57. 157 Ibid., h. 58. 2. Pelaksanaan tindak pidana secara bersama-sama. Berdasarkan pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan beberapa unsur penyertaan turut serta dalam KUHP yaitu: 1. Kesepakatan para peserta Kesepakatan para pihak dapat meunjukkan kesaamaan niat para pelaku. Dengan demikian maka para peserta dapat diminta pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban yang diterapkan kepada para peserta satu sama lain adalah sama. 2. Pelaksanaan tindak pidana secara pisik. Dalam turut serta, para peserta mempunyai perannya masing-masing secara pisik dalam mewujudkan suatu tindak pidana. Artinya tidak ada auctor intelektualis seperti pada penganjuran. Menurut hukum Islam unsur pada penyertaan langsung yaitu: 1. Kerjasama yang dilakukan harus secara pisik. 2. Kerja sama dapat direncanakan atau terjadi secara kebetulan. Jika diperhatikan secara seksama hampir mirip unsur pada turut serta dan penyertaan langsung. Yaitu kerja sama yang dilakukan secara pisik untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pada penyertaan langsung niat para peserta bisa sama atau berbeda. Sedangkan pada turut serta niat para peserta adalah sama. Jika ada perbedaan niat, atau niat hanya timbul pada salah satu peserta maka termasuk dalam pembantuan. Hukum Islam tidak mengenal pembantuan. Hukum Islam hanya mengenal penyertaan langsung dan tidak langsung. Dengan demikian bahwa hukum Islam sangat menganggap penting posisi peserta dalam melakukan suatu tindak pidana. Apakah peserta itu terlibat secara langsung atau tidak langsung. Misalnya saja dalam hukum positif, pada menganjurkan, maka hukuman si penganjur adalah sama dengan yang dianjurkan. Sedangkan pada hukum Islam misalkan orang yang dianjrkan terkena hukuman hudud, maka penganjur hanya dihukum ta’zir. Mengapa hukum Islam lebih meringankan penganjur karena hukum Islam menganggap bahwa seharusnya orang yang dianjurkan masih bisa berpikir untuk menuruti kemauan penganjur atau tidak. Jika saja sudah ada niat buruk dari orang dianjurkan dan ia tidak jadi melakukan tindak pidana maka Allah pun memberinya pahala. Seperti hadis berikut ini: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan- kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak jadi melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barang siapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allah menuliskannya sebagai satu kesalahan.” HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka.

D. Perbandingan Unsur-Unsur Menganjurkan dan Penyertaan Tidak