BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel tanah dan akar tanaman dilakukan di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Kebun Batang Toru pada bulan September 2013. Ekstraksi spora,
identifikasi, dan penghitungan kolonisasi FMA dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Universitas Sumatera Utara pada bulan September-Desember 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dan akar tanaman kelapa sawit; larutan glukosa 60; larutan Melzer’s; polyvinyl alcohol
lactoglycerol PVLG; KOH 2,5; HCL 2; trypan blue 0,05; chlorox 5,25; hyponex merah 25-5-20; dan benih Zea mays. Alat yang digunakan adalah saringan
bertingkat dengan ukuran 250, 125, dan 53 µm serta pinset spora.
3.3 Pengambilan Sampel Tanah dan Akar
Teknik pengambilan sampel tanah dan akar dilakukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah rendah, sedang dan tinggi yang diambil dari 3 Afdeling. Kesuburan
tanah diasumsikan dari hasil produksi tanaman. Pembuatan plot pengamatan berdasarkan metode international center research in agroforestry ICRAF
Ervayenri et al., 1997. Plot diukur 20 m × 20 m secara acak dengan replikasi 3 kali pada setiap Afdeling Gambar 2. Setelah itu, dilakukan penentuan titik pengambilan
sampel tanah pada setiap sudut dan tengah plot. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada rizosfer dengan kedalaman 0-20 cm. Sampel tanah diambil ± 1 kg. Pengambilan
sampel akar pada 2 sudut plot 2 titik. Selanjutnya dilakukan analisis kimia pada sampel tanah yang diambil untuk mengetahui sifat kimia tanah berupa kapasitas tukar
kation KTK, C-organik, pH dan fosfor P.
Universitas Sumatera Utara
d c
20 m e
a b
20 m Gambar 2. Ilustrasi petak contoh pengambilan sampel tanah dan akar
3.4 Pengamatan Sampel Tanah dan Akar
Pengamatan kelimpahan spora FMA dapat dilakukan dengan cara menghitung kepadatan spora dan persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang Abbot dan
Robson, 1996. Dalam penelitian ini, dilakukan identifikasi tipe FMA dan persentase kolonisasi FMA.
3.4.1 Ekstraksi Spora dan Identifikasi FMA
Ekstraksi spora FMA berfungsi memisahkan spora FMA dengan sampel tanah sehingga dapat dilakukan identifikasi untuk mengetahui jumlah dan tipe spora FMA.
Teknik dalam mengekstraksi spora FMA adalah tuang saring dan sentrifugasi Brundrett et al., 1996 dilakukan dengan mengambil 50 g sampel tanah kemudian
dimasukkan kedalam gelas ukur, ditambahkan 200 ml air, diaduk dan dibiarkan selama 30 menit. Campuran sampel tanah disaring menggunakan satu set saringan
bertingkat dengan ukuran 250, 125, 53 µm. Sampel tanah yang tertinggal pada saringan paling atas disemprot dengan air. Saringan paling atas dilepas, kemudian
saringan ke-2 kembali disemprot. Saringan ke-2 dilepas, sampel tanah yang tertinggal pada saringan paling bawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifus. Selanjutnya,
Universitas Sumatera Utara
hasil saringan tadi ditambahkan larutan glukosa 60 sebanyak 3 ml. Tabung sentrifus ditutup rapat dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit.
Cairan supernatan hasil sentrifugasi dipindahkan kedalam saringan 53 µm, dicuci, kemudian dipindahkan ke cawan petri dan diamati dibawah mikroskop untuk
penghitungan kepadatan spora dan pembuatan preparat untuk identifikasi spora FMA. Pembuatan preparat spora dilakukan dengan meletakkan spora hasil ekstraksi
dalam larutan Melzer’s dan PVLG dengan cara terpisah pada satu object class. Setelah itu, spora-spora tersebut ditutup dengan menggunakan cover class dan
diamati dibawah mikroskop. Perubahan warna spora pada larutan Melzer’ menentukan tipe spora yang ada.
3.4.2 Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman
Pengamatan kolonisasi FMA pada sampel akar tanaman kelapa sawit dilakukan dengan pewarnaan akar root staining. Langkah pertama adalah memilih akar-akar
halus dengan diameter 0,5-2,0 mm dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Sampel akar dimasukkan ke dalam larutan KOH 2,5 dan dibiarkan selama 7 hari
sehingga akar berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga memudahkan pengamatan struktur
kolonisasi FMA. Larutan KOH kemudian dibuang dan sampel akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. Selanjutnya sampel akar direndam dalam larutan HCl
2 dan dibiarkan selama dua malam. Larutan HCl 2 dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan. Kemudian sampel akar direndam di dalam
larutan trypan blue 0,05 selama 24 jam Kormanik dan McGraw, 1982. Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar
terkolonisasi Giovanetti dan Mosse, 1980. Potongan akar yang telah diwarnai diambil secara acak dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potongan akar dan disusun
pada satu object class. Potongan-potongan akar pada object class diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang padang yang menunjukkan kolonisasi terdapat hifa dan atau
arbuskula dan atau vesikula diberi tanda positif +, sedangkan yang tidak terdapat
Universitas Sumatera Utara
tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif -. Persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus:
kolonisasi akar =
∑ bidang pandang bertanda + ∑ bidang pandang keseluruhan
× 100
3.5 Pemerangkapan Trapping
Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan keanekaragaman spora FMA. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan media tanam Zea mays dengan
menggunakan pasir. Pasir dicuci sampai bersih dan dimasukkan dalam bak persemaian. Benih-benih Zea mays yang digunakan sebagai tanaman inang terlebih
dahulu direndam dalam larutan chlorox 5,25 selama 5 menit sebagai upaya sterilisasi permukaan. Kemudian direndam dalam air selama 5 menit untuk
memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Benih-benih tersebut disemaikan dalam bak persemaian hingga muncul dua helai daun. Setelah itu, penanaman dilakukan
untuk trapping. Teknik trapping yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan metode
Brundrett et al. 1996 dengan menggunakan pot kultur terbuka. Media tanam yang digunakan berupa campuran sampel tanah ± 50 g dan pasir ± 150 g. Teknik pengisian
media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisi dengan pasir sampai sepertiga volume pot, kemudian dimasukkan sampel tanah dan terakhir ditutup dengan pasir
sehingga media tanam tersusun atas pasir - sampel tanah dari lapangan - pasir. Setelah itu, pemeliharaan kultur dilakukan yang meliputi penyiraman, pemberian
hara, dan pengendalian hama. Larutan hara yang digunakan adalah hyponex merah 25-5-20 dengan konsentarsi 1 gL. Pemberian larutan hara dilakukan setiap minggu
sebanyak 20 mL tiap pot kultur. Teknik ini dilakukan selama 8 minggu, kemudian dilakukan stressing selama 2 minggu. Setelah itu, dilanjutkan dengan tahap ekstraksi
spora untuk mengetahui jumlah dan jenis spora FMA.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Kimia Tanah
Hasil pengukuran sifat kimia tanah dari lapangan dengan kedalaman 0-20 cm dapat diketahui dengan menganalisis beberapa parameternya, seperti pH, C-organik,
fosfor P, dan kapasitas tukar kation KTK yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis tanah yang dijadikan sampel isolasi spora FMA
Parameter Sampel Tanah
Kadar Keterangan
pH H
2
Afdeling I O
Afdeling II Afdeling III
5,67 5,66
5,25 Agak masam
Agak masam Masam
C-Organik Afdeling I
Afdeling II Afdeling III
0,37 0,78
0,94 Sangat rendah
Sangat rendah Sangat rendah
P-Bray II ppm Afdeling I
Afdeling II Afdeling III
4,35 5,64
4,45 Sangat rendah
Sangat rendah Sangat rendah
KTK m.e100g Afdeling I
Afdeling II Afdeling III
8,26 6,40
7,81 Rendah
Rendah Rendah
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah pada Afdeling I, II, dan III tergolong rendah. Kadar pH tanah yang rendah menunjukkan bahwa FMA
yang diperoleh mampu beradaptasi pada pH masam. Tingginya kemasaman tanah disebabkan oleh banyaknya konsentrasi ion hidrogen H
+
di dalam tanah. Semakin banyak ion
H
+
Dalam penelitian ini, kandungan fosfor P yang diperoleh sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemasaman tanah mempengaruhi ketersediaan unsur hara
terutama P. Purwowidodo 2000 menyatakan ketersediaan P akan menurun pada pH 5,5 atau 7,0. Selain pH, C-organik, dan P, sifat kimia lainnya adalah kapasitas
maka pH tanah akan semakin masam Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002. Kadar C-organik yang diperoleh sangat rendah sejalan dengan pH tanah.
Menurut Hariyono 2009 kandungan C-organik yang rendah diikuti dengan rendahnya pH tanah.
Universitas Sumatera Utara