Ada dua pendekatan terhadap identitas etnik yaitu pendekatan objektif structural dan pendekatan subjektif fenomenalogis. Perspektif objektif melihat sebuah kelompok
etnik sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan.
Sedangkan perspektif subjektif merumuskan etnisitas sebagai suatu proses dalam mana orang-orang mengalami atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok
etnik dan diidentifikasi denikian oleh orang-orang lain. Dan memusatkan perhatiannya pada keterikatan dan rasa memiliki.
18
Menurut Dennis Kavanagh, Menguatnya identitas kesukuan mempunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis
konsekuensi antara lain pertama, adalah menjauhkan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa dan kedua adalah berusaha mendudukkan orang sesuku dalam
pemerintahan negara-bangsa, hal ini dapat kita lihat dalam realitas kehidupan sehari-hari di dalam jajaran pemerintahan dari pusat hingga ke daerah dimana para pejabat lebih
senang mendudukkan orang di sekitarnya dalah orang yang seetnis atau sedaerah dengannya.
I.5.2. Pendekatan-pendekatan perilaku Politik
19
1. Pendekatan Struktural, kita dapat melihat kegiatan pemilih ketika memilih partai sebagai produk dari konteks struktur struktur yang luas, seperti struktur sosial
masyarakat, sistem kepartaian, sisitem Pemilu dan program-program yang ditonjolkan untuk menganalisis perilaku pemilih dapat
digunakan lima pendekatan, yaitu:
18
Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT.Reaja Rosdakarya, 1998, hal.152
19
Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih, Jurnal Ilmu Politik edisi no. 16, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal 47-48.
Universitas Sumatera Utara
partai-partai peserta Pemilu. Dalam model ini, tingkah laku seseorang termasuk di dalam penentuan pilihan ditentukan perngelompokan sosial, agama, bahasa, dan
etnissuku. 2. Pendekatan Sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitannya
dengan konteks sosial. Pilihan seseorang dalam Pemilu dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, afiliasi etnik, jenis kelamin, tempat tinggal kota-
desa, pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama. Model ini melihat bahwa masyarakat sebagai suatu kesatuan kelompok yang bersifat vertical dari tingkat yang
terbawah hingga yang teratas. Pendekatan sosiologis ini memandang bahwa faktor- faktor sosial ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, jenis kelamin, pekerjaan, dan
tempat tinggal merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perilaku memilih dalam pemilihan umum. Status sosial ekonomi yang biasanya didukung oleh
faktor pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan memiliki keterkaitan dengan dengan salah satu organisasi politik yang ada. Maka dapat dilihat bahwa pendekatan ini
menganggap bahwa faktor sosiologis yang paling berperan dalam menentukan prefensi partai politik seseorang di dalam pemilu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor primordialisme turut mempengaruhi orientasi politik seseorang yang berdampak pada perilaku politiknya.
3. Pendekatan ekologis relevan apabila dalam daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih yang didasarkan pada unit teritorial. Kelompok masyarakat
penganut agama, buruh, kelas menengah, suku bangsa, yang bertempat tinggal di daerah tertentu dapat mempengaruhi komposisi pemilih tehadap pilihan mereka. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini dapat diamati dengan adanya perubahan komposisi penduduk yang tinggal di satu unit territorial dapat dijadikan penjelasan atas perubahan hasil Pemilihan Umum.
4. Pendekatan Psikologi Sosial menyatakan tingkah laku pemilih akan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan eksternal. Misalnya sistem kepercayaan, agama,
dan pengalaman hidup seseorang. Menurut pendekatan ini, para pemilih menentukan pilihan karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai
produk dari sosialisasi. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refeleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan di dalam
perilaku politiknya. Konsep yang digunakan adalah konsep psikologi sosial terutama konsep sikap dan sosialisasi. Salah satu konsep psikologi sosial yang digunakan
untuk menjelaskan perilaku untuk memilih pada pemilihan umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau
keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. Partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 5. Pendekatan Pilihan Rasional, model ini sebenarnya lanjutan dari pendekatan psikologi
sosial yang ingin melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk hitungan untung atau rugi. Namun pertimbangannya bukan ongkos memilih, melainkan suara yang
terkumpul dapat mempengaruhi hasilnya. Pertimbangan itu sering digunakan para pemilih yang mencalonkan diri agar dapat dipilih menjadi calon terpilih. Bagi
mayoritas pemilih, pertimbangan untung rugi digunakan untuk membuat keputusan terhadap partai yang dipilih, termasuk memutuskan bagaimana seseorang harus
memilih atau tidak memilih. Disini faktor pendidikan dan kesadaran pemilih akan
Universitas Sumatera Utara
menentukan sekali. Penganut model ini sering mencoba meramalkan tindakan manusia berdasarkan asumsi sederhana, yakni setiap orang berusaha keras mencapai
apa yang dinamakan self interest.
I.5.3. Pemilihan Umum