2. PERUMUSAN MASALAH 3. RUANG LINGKUP PENELTIAN. Defenisi Operasional

pemilihan partai terhadap suatu etnis tertentu, dimanasalah satu contohnya etnis suku Karo mempunyai kecenderungan terhadap partai PDI- Perjuangan. Apa yang dikemukakan diatas berlaku pula dalam perilaku politik individu atau perorangan. Perilaku politik perorangan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya dan politiknya, malah dapat juga ditemukan pengaruh lingkungan ekonomi. Oleh karena itu pemahaman mengenai lingkungan-lingkungan itu diperlukan dalam upaya memahami perilaku politik perseorangan.

i.2. PERUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka permasalahan dari skripsi ini ialah: 1. Bagaimanakah pengaruh etnisitas dalam menentukan pilihan seseorang di dalam Pemilihan. 2. Berkaitan dengan permasalahan 1 adalah permasalahan “bagaimanakah pengaruh etnisitas Batak Toba di Berastagi dalam menentukan pilihan dalam pemilihan kepala daerah pada tahun 2005 yang lalu.

i.3. RUANG LINGKUP PENELTIAN.

Adapun yang dijadikan ruang lingkup penelitian oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya dilakukan pada etnis Batak Toba yang telah berhak memilih dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung Kabupaten Karo 2004 yang telah berusia 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah. 2. Organisasi dan partai politik yang dimasuki oleh orang Batak Toba di Kabupaten Karo. 3. Peranan pemuka pembentukan pendapat Universitas Sumatera Utara I.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN. I.4.1 Tujuan Penelitian. 1. Mengeksplorasi seberapa besar suara pemilih etnis batak Toba terhadap PILKADA kabupaten Karo tahun 2005. 2. Untuk menjelaskan secara umum perilaku politik dari etnis Batak Toba dalam kaitannya dengan pilihan calon bupatinya pada Pilkada Karo tahun 2005.

I.4.2 Manfaat Penelitian.

1. Bagi penulis, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang politik, terutama dalam menganalisis perkembangan politik yang ada dalam masyarakat. 2. Bagi akademis dapat dijadikan sebagai pengembangan teori dalam ilmu politik dan prilaku pemilih. 3. Bagi lembaga-lembaga pemerintahan daerah khususnya lembaga yang berkaitan dengan Pemilihan Umum dapat dijadikan bahan referensi dalam memahami perilaku politik dalam Pemilihan Umum

I.5. KERANGKA TEORITIS.

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya “. 12 Kejelasan atau landasan berpikir itu disebut teori. Teori diperlukan karena menjadi penuntun dalam menentukan bahan-bahan yang diperlukan dan yang dikumpulkan melalui penelitian. Selain daripada itu teori juga berfungsi sebagai alat analisis terhadap bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian. Teori adalah serangkaian konsep, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep 13 12 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2001, hal 39. 13 Masri Singarimbun dan sofian effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 1989, hal 37 . Universitas Sumatera Utara

I.5.1. Etnis

etnis dapat dipahami melalui pengertian dari etnis tersebut secara umum. Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno suyono dalam Kamus Antropologi Pressindo Jakarta, tahun 1985, bahwa etnis adalah hal yang mempunyai kebudayaan tersendiri. Kelompok etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi. Setiap kelompok memiliki batas-batas yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali tetapi tidak selalu dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga 14 Ciri-ciri tersebut terdiri dari: . Sukubangsa yang sering pula disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karakteristiknya. 15 1. Setiap sukubangsa yang ada di Indonesia mempunyai wilayah sendiri. Hak memiliki itu diperoleh dari para pendahulu yang dianggap sebagai pemilik pertama atau terdahulu. Selain mereka tiadalah yang berhak. Wilayah yang dimiliki itu penting 14 Koentjaraningrat, loc.cit 15 Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal 63 Universitas Sumatera Utara sekali oleh karena merupakan “jaminan” keabsahan dan kebenaran keanggotaan sukubangsa 2. Sukubangsa mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada. Suku bangsa-suku bangsa mempunyai sistem hirarki kekeuasaan yang telah terumus sejak lama dan diikuti sebagai sesuatu yang “suci”; mempunyai pembagian wilayah kekuasaan atau pemerintahan dari yang terkecil hingga yang terluas; mempunyai peraturan untuk setiap kehidupan yang tertuang dan terkumpul sebagai norma dan kebiasaan adat . 3. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi. Bahasa tersebut selain mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi dalam interaksi sekaligus juga ditanggapi sebagai indentitas sukubangsa. Bahasa sukubangsa hingga sekarang masih dipakai dalam interaksi antara anggota sukubangsa, khususnya di dalam acara dan upacara kesukubangsaan, seperti upacara perkawinan, kematian, dan lain-lain, di tempat-tempat umum tertentu, seperti pasar setempat, warung-warung dan lain-lain. 4. Sukubangsa mempunyai seni sendiri, seperti seni tari dan lagu lengkap dengan alat- alatnya, susastra lisan atau tulisan berupa cerita rakyatatau yang lain, mempunyai seni ragam hias ornamentasi dengan pola khas sendiri dan lain-lain. 5. Sukubangsa mempunyai seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman. Berbagai bentuk rumah dan bangunan lain dapat ditemukan menunjukkan kekhasan arsitektur masing-masing sukubangsa. 6. Sukubangsa mempunyai sistem filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan. Filsafat tersebut terdapat sebagai kandungan kebudayaannya dan banyak yang merupakan nilai yang menjadi pokok orientasi mereka. Universitas Sumatera Utara 7. Sukubangsa mempunyai sistem religi kepercayaan, agama sendiri Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya ada kesamaan strukutur sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Namun, dalam situasi tertentu, kesadaran laten ini bisa mengental dan mengedepan. Dalam kaitan itu, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”. 16 Etnisitas mempunyai tiga dimensi yang berbeda yaitu horizontal, vertical, dan intensitas datau kedalamannya. Dalam dimensi horizontal, etnisitas bisa menjadi strategi untuk memperoleh keuntungan politik dan ekonomi. Dan sebagai pembatas sosial yang membedakan kita dengan mereka. Kemudian sebagai kreativitas kultural. Dalam dimensi Horizontalnya, etnisitas tidak mengandung hirarki antar etnis, atau memiliki pandangan merendahkan etnis lain. Etnisitas sekedar digunakn sebagai alat untuk melegitimasi tuntutan perolehan sumber daya yang semakin langka atau digunakan untuk memperkukuh posisi dalam persaingan dengan individu lain. Dalam dimensi vertikal etnisitas diwarnai predikat negatif seperti rendah diri, terbelakang, sempit, dan sejenisnya. Sedangkan dimensi berikutnya menunjuk pada kedalamannya. Intensitas dari ketegangan kepentingan nasional sentralistik dan etnik-regionalistik akan mengamnil dua bentuk yang belawanan yaitu perpecahan antar etnik dan kekeyaaan kultural. 17 16 Ivan.A.Hadar. “Etnisitas dan Negara Bangsa”. Kompas, 29 mei 2000. 17 Ivan.A.Hadar. ibid. Universitas Sumatera Utara Ada dua pendekatan terhadap identitas etnik yaitu pendekatan objektif structural dan pendekatan subjektif fenomenalogis. Perspektif objektif melihat sebuah kelompok etnik sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan. Sedangkan perspektif subjektif merumuskan etnisitas sebagai suatu proses dalam mana orang-orang mengalami atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnik dan diidentifikasi denikian oleh orang-orang lain. Dan memusatkan perhatiannya pada keterikatan dan rasa memiliki. 18 Menurut Dennis Kavanagh, Menguatnya identitas kesukuan mempunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis konsekuensi antara lain pertama, adalah menjauhkan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa dan kedua adalah berusaha mendudukkan orang sesuku dalam pemerintahan negara-bangsa, hal ini dapat kita lihat dalam realitas kehidupan sehari-hari di dalam jajaran pemerintahan dari pusat hingga ke daerah dimana para pejabat lebih senang mendudukkan orang di sekitarnya dalah orang yang seetnis atau sedaerah dengannya.

I.5.2. Pendekatan-pendekatan perilaku Politik

19 1. Pendekatan Struktural, kita dapat melihat kegiatan pemilih ketika memilih partai sebagai produk dari konteks struktur struktur yang luas, seperti struktur sosial masyarakat, sistem kepartaian, sisitem Pemilu dan program-program yang ditonjolkan untuk menganalisis perilaku pemilih dapat digunakan lima pendekatan, yaitu: 18 Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT.Reaja Rosdakarya, 1998, hal.152 19 Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih, Jurnal Ilmu Politik edisi no. 16, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal 47-48. Universitas Sumatera Utara partai-partai peserta Pemilu. Dalam model ini, tingkah laku seseorang termasuk di dalam penentuan pilihan ditentukan perngelompokan sosial, agama, bahasa, dan etnissuku. 2. Pendekatan Sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitannya dengan konteks sosial. Pilihan seseorang dalam Pemilu dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, afiliasi etnik, jenis kelamin, tempat tinggal kota- desa, pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama. Model ini melihat bahwa masyarakat sebagai suatu kesatuan kelompok yang bersifat vertical dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Pendekatan sosiologis ini memandang bahwa faktor- faktor sosial ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, jenis kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perilaku memilih dalam pemilihan umum. Status sosial ekonomi yang biasanya didukung oleh faktor pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan memiliki keterkaitan dengan dengan salah satu organisasi politik yang ada. Maka dapat dilihat bahwa pendekatan ini menganggap bahwa faktor sosiologis yang paling berperan dalam menentukan prefensi partai politik seseorang di dalam pemilu. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor primordialisme turut mempengaruhi orientasi politik seseorang yang berdampak pada perilaku politiknya. 3. Pendekatan ekologis relevan apabila dalam daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih yang didasarkan pada unit teritorial. Kelompok masyarakat penganut agama, buruh, kelas menengah, suku bangsa, yang bertempat tinggal di daerah tertentu dapat mempengaruhi komposisi pemilih tehadap pilihan mereka. Hal Universitas Sumatera Utara ini dapat diamati dengan adanya perubahan komposisi penduduk yang tinggal di satu unit territorial dapat dijadikan penjelasan atas perubahan hasil Pemilihan Umum. 4. Pendekatan Psikologi Sosial menyatakan tingkah laku pemilih akan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan eksternal. Misalnya sistem kepercayaan, agama, dan pengalaman hidup seseorang. Menurut pendekatan ini, para pemilih menentukan pilihan karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari sosialisasi. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refeleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan di dalam perilaku politiknya. Konsep yang digunakan adalah konsep psikologi sosial terutama konsep sikap dan sosialisasi. Salah satu konsep psikologi sosial yang digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk memilih pada pemilihan umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. Partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 5. Pendekatan Pilihan Rasional, model ini sebenarnya lanjutan dari pendekatan psikologi sosial yang ingin melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk hitungan untung atau rugi. Namun pertimbangannya bukan ongkos memilih, melainkan suara yang terkumpul dapat mempengaruhi hasilnya. Pertimbangan itu sering digunakan para pemilih yang mencalonkan diri agar dapat dipilih menjadi calon terpilih. Bagi mayoritas pemilih, pertimbangan untung rugi digunakan untuk membuat keputusan terhadap partai yang dipilih, termasuk memutuskan bagaimana seseorang harus memilih atau tidak memilih. Disini faktor pendidikan dan kesadaran pemilih akan Universitas Sumatera Utara menentukan sekali. Penganut model ini sering mencoba meramalkan tindakan manusia berdasarkan asumsi sederhana, yakni setiap orang berusaha keras mencapai apa yang dinamakan self interest.

I.5.3. Pemilihan Umum

Suatu proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutannya menjadi pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan, maka dipakailah sebutan pemilihan umum, disingkat dengan pemilu. 20 Pemilihan umum adalah mekanisme pergantian kepemimpinan nasional yang secara demokratis melibatkan seluruh masyarakat di suatu negara. Begitu bermaknanya pemilihan umum bagi semua orang, maka pemilihan umum yang menjadi indikator demokratisnya suatu negara. Untuk menjaga kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemilihan umum, maka keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai energi demokrasi itu sendiri. Maka pemilu berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara. Di negara-negara yang demokratis pemilihan merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku. Dengan hal itu pula, pemilihan tetaplah merupakan bentuk partisipasi politik rakyat. 21 20 Donald Parulian, Menggugat PEMILU, Jakarta, PT. Penebar Swadaya, 1997, hal. 4. 21 Doni Hendrik, Perilaku Memilih Etnis Cina dalam Pemilu tahun 1999 di Kota Padang, Jurnal Analisa Politik Vol. 1, Padang, 2003, hal. 52. Pemilihan umum dengan makna demokrasinya adalah tempat berkompetisinya partai politik yang secara umum dapat menjadi tempat pembelajaran bagi elit dan komponen bangsa lainnya. Selain Universitas Sumatera Utara itu, pemilihan umum juga terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan suara kepada kandidat dan partai politik yang ada. 22 Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati pengganti Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 dan telah disahkan oleh presiden menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sebagian isi Undang-Undang ini pasal

I.5.4 Pemilihan Kepala Daerah

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang diawali setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 merupakan langkah maju bagi proses demokratisasi lokal di Indonesia. Melalui pelaksanaan otonomi daerah sebagai media untuk menyebarkan sistem demokrasi yang semakin disempurnakan, termasuk melalui Pemilihan Kepala Daerah secara langsung diharapkan memacu tumbuhnya kekuatan yang pro demokrasi di daerah. Artinya melalui Pemilihan Kepala Daerah yang secara langsung ini, akan lahir aktor-aktor demokrasi di daerah, yang kemudian diharapkan mampu melakukan gerakan-gerakan baru bagi perubahan.

I.5.4.1. Dasar Hukum dan Eksistensi Pemilihan Kepala Daerah

Perubahan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden dari sistem perwakilan ke sistem pemilihan langsung merupakan suatu kemajuan signifikan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia yang sedang menjalani masa transisi demokrasi ini. Perubahan tersebut telah sepatutnya diikuti oleh perubahan yang sama pada sistem politik lokal. Pemilihan Kepala Daerah merupakan momen politik yang telah diadakan serentak semenjak bulan Juni 2005 sebagai ekses dari pemilihan presiden langsung untuk alasan penegakan demokrasi lokal di daerah. 22 Doni Hendrik, Ibid., Hal. 16. Universitas Sumatera Utara 56 sampai dengan pasal 119 berisi prosedur dan mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Dalam pembuatan Undang-Undang ini, tidak merujuk kepada pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu yang digunakan sebagai rujukan utama adalah pasal 18, pasal 18A dan pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemerintahan daerah, karena menyangkut pemerintahan daerah, maka yang dijadikan rujukan adalah pasal yang mengatakan kepala daerah dipilih secara demokratik, karena itu di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ini, pemilihan kepala daerah tidak dikategorikan sebagai pemilu. Maka lebih lanjut mekanisme pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur kembali di dalam sebuah peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005. Pelaksana dari pemilihan kepala daerah langsung ini menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 diberikan kewenangan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah, tidak saja merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tetapi juga diberi kewenangan menyusun semua tata cara yang berkaitan dengan tahap persiapan dan pelaksanaan dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005, akan tetapi pemberian wewenang kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah sama sekali tidak sedikit pun dikaitkan dengan Komisi Pemilihan Umum Pusat yang menjadi induk Komisi Pemilihan Umum Daerah tersebut seperti yang terdapat di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2003. 23 23 Ramlan Surbakti, Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Oleh Rakyat Merupakan bagian Dari Pemilihan Umum, dalam http:www.kpu.go.idwacana, kamis 21 juni 2007 Universitas Sumatera Utara

I.5.4.2 Perangkat Regulasi dan Kelembagaan Pemilihan Kepala Daerah

Keseriusan pemerintah dalam menangani Pemilihan Kepala Daerah tercermin dari perangkat regulasi dan kelembagaan. Tercatat sederet kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memuluskan pelaksanaan, 24 1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. seperti : 2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 3. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 4. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Dukungan Pemerintah Daerah Untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah I.5.4.3. Sistem Pemilihan Kepala Daerah Pada hakekatnya pemilihan umum merupakan cara dan sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga pemerintahan guna menjalankan kedaulatan rakyat, maka dengan sendirinya terdapat berbagai sistem pemilihan umum. Perbedaan sistem pemilihan umum ini banyak tergantung pada dimensi dan pandangan yang ditujukan terhadap rakyat. Pertama, apakah rakyat dipandang sebagai individu yang bebas untuk menentukan pilihannya dan sekaligus dapat mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat. Kedua, apakah rakyat hanya dipandang sebagai 24 Syamsul H. Tubani, Pilkada Bima 2005; Era Baru Demokratisasi Lokal di Indonesia, Jawa Timur, Bina Swagiri-Fitra Tuban, 2005, hal. ix. Universitas Sumatera Utara anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak untuk menentukan siapa wakilnya yang akan duduk dalam lembaga pemerintahan dan ia tidak berhak mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Dari perbedaan dimensi dan pandangan diatas, maka sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi 25 Berdasarkan sistem pemilihan mechanis, dapat dilaksanakan dengan dua cara, Sistem Pemilihan Mechanis dan Sistem Pemilihan Organis. Pandangan Mechanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama sebagai kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai kompleks hubungan yang bersifat kontraktuil. Berbeda dengan pandangan organis yang menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis, fungsi tertentu, lapisan sosial dan lembaga- lembaga sosial. 26 Dalam sistem perwakilan proporsional ini dikenal dua sistem yakni hare system dan list system. Dalam hare system atau single transferable vote pemilih diberi kesmpatan untuk memilih pilihan pertama, kedua, dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. Berbeda dengan list system pemilih diminta memilih diantara daftar yakni Sistem Perwakilan DistrikMayoritasSingle Member Constituencies dan Sistem Perwakilan Proporsional. Karakter utama dari sistem distrik dimana wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah-daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan di badan perwakilan rakyat yang dikehendaki. Dalam sistem proporsional tidak ada pembagian wilayah pemilihan, karena pemilihan bersifat nasional. 25 Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia;Dalam Perspektif Struktural Fungsional, Surabaya, SIC, 1998, hal. 195. 26 Arifin Rahman, Ibid., Hal. 196. Universitas Sumatera Utara calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum. Berbeda dengan sistem pemilihan presiden dimana yang digunakan adalah model second round past the post dengan batas minimal perolehan suara 50 plus satu untuk meraih kursi, jika tak ada calon dengan jumlah suara tersebut pada putaran pertama, digelar putaran kedua terhadap dua calon teratas dengan konsekuensi biaya menjadi sangat besar ;model penetapan kepala daerah terpilih yaitu dari sistem first past the post dengan batas minimal perolehan suara 25 . Sesuai dengan pasal 95 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005, bahwa apabila tidak terpenuhi lebih dari 50 dari jumlah suara sah, maka pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara sah lebih dari 25 dari seluruh jumlah suara sah, maka pasangan calon yang memperoleh suara tersebar ditetapkan sebagai Calon Terpilih. 27 Tata kelola governance Pemilihan Kepala Daerah menyangkut berbagai aspek yang menentukan keberhasilan Pemilihan Kepala Daerah yaitu aspek kesiapan masyarakat pemilih, ketrampilan petugas lapangan, pendanaan, dan peraturan pemilihan. Good Pilkada Governance adalah Pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan secara demokratik, dengan memberi peluang kepada para calon kepala daerah untuk berkompetisi secara jujur dan adil. Pemilihan Kepala Daerah harus bebas dari segala Dan prinsip yang dipakai dalam Pemilihan Kepala Daerah adalah prinsip Voluntary Voting, dimana massa pemilih menggunakan hak pilihnya secara sukarela.

I.5.4.4 Tata Kelola Pemilihan Kepala Daerah

27 KPU Kab. Karo, Proses Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung di Kabupaten Karo 2005, Kabanjahe, KPU Kab. Karo, 2006, hal. 24. Universitas Sumatera Utara bentuk kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilihan, mulai dari proses pencalonan, kampanye, sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara. 28 Good Pemilihan Kepala Daerah governance setidaknya akan menghasilkan enam manfaat penting. Pemilihan Kepala Daerah berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, dan memiliki akseptabilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintah Daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, tidak gampang digoyang oleh legislatif. 29 1. Sebagai solusi terbaik atas segala kelemahan proses maupun hasil pemilihan kepala daerah secara tidak langsung lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagimana diatur di dalam Undang-Undang Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999. Pemilihan Kepala Daerah menjadi kebutuhan mendesak guna menutupi segala kelemahan dalam pemilihan Kepala Daerah pada masa lalu. Pemilihan Kepala Daerah bermanfaat untuk memperdalam dan memperkuat demokrasi lokal, baik pada lingkungan pemerintahan maupun lingkungan kemasyarakatan civil society. 2. Pemilihan Kepala Daerah akan menjadi penyeimbang arogansi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selama ini seringkali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang representatif. Dengan Pemilihan 28 Syamsul H. Tubani Op.cit., hal. x-xi. 29 Op.cit., hal. xiii-xiv Universitas Sumatera Utara Kepala Daerah akan memposisikan Kepala Daerah juga sebagai pemegang langsung mandat rakyat, yaitu untuk memerintah eksekutif. 3. Pemilihan Kepala Daerah akan menghasilkan kepala pemerintahan daerah memiliki legitimasi dan justifikasi yang kuat di mata rakyat. Kepala Daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah memiliki akuntabilitas publik langsung kepada masyarakat daerah selaku konstituennya, bukan seperti yang selama ini berlangsung yaitu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan begitu, manuver politik para anggota dewan akan berkurang, termasuk segala perilaku bad politics-nya. 4. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi menghasilkan Kepala Daerah yang lebih bermutu, karena pemilihan langsung berpeluang mendorong majunya calon dan menangnya calon Kepala Daerah yang kredibel dan akseptabel di mata masyarakat daerah, menguatkan derajat legitimasi dan posisi politik Kepala Daerah sebagai konsekuensi dari sistem pemilihan secara langsung oleh masyarakat. 5. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi menghasilkan pemerintahan suatu daerah yang lebih stabil, produktif dan efektif. Tidak gampang digoyah oleh ulah politisi lokal, terhindar dari campur tangan berlebihan atau intervensi pemerintah pusat, tidak mudah dilanda krisis kepercayaan publik, dan berpeluang melayani masyarakat secara lebih baik. 6. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi mengurangi praktek politik uang money politics yang merajalela dalam proses pemilihan Kepala Daerah tidak langsung I.5.4.5.Proses Pengajuan Bakal Calon Kepala Daerah Kabupaten Karo 2005 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Universitas Sumatera Utara bahwa partai politik atau gabungan partai politik dalam mengusulkan pasangan calon harus menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15 dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Karo hasil Pemilihan Umum 2004 yaitu 15 :100 x 35 = 5,25 yang dibulatkan menjadi 6 kursi, atau sekurang-kurangnya 15 dari perolehan jumlah suara sah dalam Pemilihan Umum 2004 atau 23.244 suara sah 30 Nama Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah . Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Karo Tahun 2005dilaksanakan mulai dari 25 sd 31 Juli 2005 dengan komposisi pasangan calon yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Karo sebagai berikut TABEL 1 DAFTAR PASANGAN CALON BUPATIWAKIL BUPATI KABUPATEN KARO Jumlah Akumulasi Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Karo Perolehan Suara Sah Partai Pengusul DJIDIN SEBAYANG dan Drs. HERMAN PERANGIN-ANGIN MM 6 Kursi PPDK, PDS, dan Partai PIB LAYARI SINUKABAN dan SURYAWATI Br SEBAYANG 6 Kursi Partai Golkar Drs. DAULAT DANIEL 24.983 Suara sah atau PBB, PPP, P. Demokrat, 30 30 KPU Kab. Karo, Proses Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung di Kabupaten Karo, 2005, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara SINULINGGA dan Ir. NELSON SITEPU 16,12 PKPI, P.PDI, PKPB, PKB, PKS Ir. ARIES EKLESIA SEBAYANG dan BADIKENITA SITEPU SE.M.Si 26.161 Suara sah atau 16,88 PNI-M, P Merdeka, PBSD, PNBK, P. PNUI, PSI, PPD, P.PELOPOR,PBR KENA UKUR SURBAKTI dan SITI AMINAH Br PERANGIN- ANGIN 11 Kursi PDI Perjuangan SINAR PERANGIN-ANGIN dan SURYA PERANGIN-ANGIN, SH 6 Kursi P. Patriot Pancasila dan PAN Sumber: KPU Kabupaten Karo Setelah seluruh berkas pasangan calon kembali diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum Karo oleh para calon, Komisi Pemilihan Umum Karo kembali meneliti berkas , dan ternyata ada 1 orang calon Wakil Kepala Daerah tidak memenuhi syarat atas nama : Badikenita Br Sitepu SE, M,Si yang kemudian digantikan oleh Dr. Supredo Kembaren SpB. Pengundian nomor urut Calon Bupati dan Wakil Bupati dilakukan pada tanggal 31 agustus 2005. Hasil undian pasangan nomor urut calon adalah sebagai berikut: 1. Drs. Daulat Daniel Sinulingga dan Ir. Nelson Sitepu. 2. Djidin Sebayang SH dan Drs. Herman perangin-angin. 3. Kena Ukur Surbakti dan Siti Aminah Perangin-angin SE. 4. Sinar Perangin-angin dan Surya Perangin-angin SH. 5. Ir. Aries Eklesia Sebayang dan Dr. Supredo Kembaren, SpB. 6. Layari Sinukaban dan Suryawaty Br Sebayang 31 31 Ibid, hal. 9 . Universitas Sumatera Utara Adapun program-program yang ditawarkan calon-calon tersebut kepada masyrakat adalah sebagai berikut: 1 Drs. Daulat Daniel Sinulingga dan Ir. Nelson Sitepu: 1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pendidikan. 3. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. 4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana serta mutu pelayanan kesehatan masyarakat. 5. Meningkatkan ketersediaan obat dalam jumlah yang cukup dalam setiap waktu. 6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas air bersih dan sanitasi dasar. 7. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kebersihan lingkungan. 8. Menggali menggunakan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan sumber daya alam secara optimal yang berwawasan lingkungan. 9. Membentuk tim asistensi penggunaan teknologi tepat guna sektor pertanian dan industri berbasis pertanian. 10. Membentuk kerjasama dengan propinsi di luar propinsin SumateraUtara dan sesama pemerintahan Kabupaten Kota dalam berbagai bidang dan sector seperti: Tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan, teknologi, perdagangan, kesehatan, pariwisata, kesehatan dan lain-lain yang diperlukan. 11. Membentuk kerjasama dalam rangka menyukseskan roda perekonomian dengan para pelaku usaha seperti: Kadin, PHRI, ASITA, BANK, Lembaga Keuangan non bank dalam upaya menumbuhkan suasana yang kondusif bagi perkembangan dunia usaha dan menarik minat investor ke daerah. Universitas Sumatera Utara 12. Membentuk kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian untuk meningkatkan IPTEK. 13. Meningkatkan pelaksanaan keselamatan kerja jamsostek, Astek, dan hak-hak normative pekerja agar dipenuhi perusahaan. 14. Peningkatan pengelolaan kualitas sarana dan prasarana pasar tradisional. 15. Meningkatkan kualitas jalan kabupaten menuju sentral produksi dan peningkatan serta mengmbangkan jalan usaha tani. 16. Bekerjasama dengan aparat keamanan meningkatkan sistem Kamtibmas dalam rangka pemberantasan penyakit masyarakat. 17. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan untuk mengeliminir terjadinya penyimpangan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku KKN. 18.Memasukkan budaya Karo dalam kurikulum muatan local pada pendidikan dasar, dan pendidikan prasekolah. 2. Djidin Sebayang SH dan Drs. Herman perangin-angin. 1. Meningkatkan kualitas pegajar tingkat dasar dan menengah 2. Menigkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai 3. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perilaku hidup sehat 4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui sarana dan prasarana yang memadai 5. meningkatkan peranan koperasi, UKM dan pelaku usaha ekonomi perorangan untuk menunjang perekonomian masyarakat 6. Mengembangkan pemahaman terhadap sistem hidup yang demokratis Universitas Sumatera Utara 7. Memperbanyak dan mengintensifkan penggunaan alat atau mekanisme pertanian 8. hmelestarikan nilai-nilai budaya karo dengan tidak menutup diri terhadap budaya luar yang bersifat positif. 9. Meningkatkan peran serta masyarakat, tokoh agama, rohaniawan dalam pemerintahan, pembangunan kemasyarakatan 10. Meningkatkan peranan kelompok tani 11. Pengolahan obyek kepariwisataan 12. Pembukaan obyek kepariwisataan untuk memperbanyak kedatangan turis 13. Melestarikan hutan lindung 14. Menanggulangi semakin luasnya lahan kritis 15. meningkatkan peranan koperasi 16. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan teknologi dan hasil pertanian 17. meningkatkan peran serta tokoh agama dan rohaniawan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan 18. mengembangkan secara optimal sumber daya kepariwisataan berwawasan lingkungan 3. Kena Ukur Surbakti dan Siti Aminah Perangin-angin SE 1. Meningkatkan kualitas pegajar tingkat dasar dan menengah 2. Menigkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai 3. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perilaku hidup sehat Universitas Sumatera Utara 4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui sarana dan prasarana yang memadai 5. meningkatkan peranan koperasi, UKM dan pelaku usaha ekonomi perorangan untuk menunjang perekonomian masyarakat 6. Mengembangkan pemahaman terhadap sistem hidup yang demokratis 7. Memperbanyak dan mengintensifkan penggunaan alat atau mekanisme pertanian 8. melestarikan nilai-nilai budaya karo dengan tidak menutup diri terhadap budaya luar yang bersifat positif. 9. Meningkatkan peran serta masyarakat, tokoh agama, rohaniawan dalam pemerintahan, pembangunan kemasyarakatan 10. Meningkatkan peranan kelompok tani 11. Pengolahan obyek kepariwisataan 12. Pembukaan obyek kepariwisataan untuk memperbanyak kedatangan turis 13. Melestarikan hutan lindung 14. Menanggulangi semakin luasnya lahan kritis 15. meningkatkan peranan koperasi 16. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan teknologi dan hasil pertanian 17. meningkatkan peran serta tokoh agama dan rohaniawan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan 18. mengembangkan secara optimal sumber daya kepariwisataan berwawasan lingkungan . Universitas Sumatera Utara 4.Sinar Perangin-angin dan Surya Perangin-angin SH. 1. meningkatkan pengelolaan pasar tradisional 2. meningkakan pelayanan dan perlindungan sosial terhadap masyarakat penyandang keterbatasan sosial 3. membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat 4. meningkatkan keterampilan kerja masyarakat 5. melakukan penyaringan terhadap kemajuan dan pengaruh dari luar terhadap budaya karo 6. membuka peluang kerjasama dalam meningkatkan kualitas tenaga medis dan para medis 7. meningkatkan penggunaan kompensasi BBM 8. meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah 9. meningkatkan peluang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar daerah bahkan di luar negeri. 10. mencipakan suasana kondusif dalam kehidupan kenegaraan dan partisipasi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance 11. meningkatkan fasilitas UKM oleh pelaku perbankan 12. meningkatkan arus kelancaran transportasi barang regional, nasional dan internasional 13. meningkatkan promosi pariwisatan dengan investor sing 14. memberantas jalur peyalahgunaan narkoba 15. menberantas peredaran obat palsu yang ada ditengah masyarakat Universitas Sumatera Utara 16. membuka lapangan kerja baru bagi pencari kerja 17. melaksanakan pengawasan terhadap pengaruh luar yang datang dari luar yang sifatnya negatif 18. meningkatkan pemahaman terhadap budaya karo 19. menciptakan iklim persaingan yang kompetitif terhadap daerah lain 5.Ir. Aries Eklesia Sebayang dan Dr. Supredo Kembaren, SpB.n 1. meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan 2. pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan 3. meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta mutu pelayanan kesehatan 4. memberantas penyakit menular 5. meningkatkan ketersediaan obat dalam jumlah yang cukup dalam setiap waktu 6. meningkatkan kualitas dan kuantitas air bersih dan sanitasi dasar 7. meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kebersihan lingkungan 8. menggali dan menggunakan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan sumber daya alam secara optimal yang berwawasan lingkungan 9. membentuk tim penggunaan teknologi tepat guna sektor pertanian dan industri berbasis pertanian 10. membentuk kerjasama dengan pemerintah di luar provinsi Sumut dalam berbagai sektor seperti tenaga kerja, pendidikan dan latihan, teknologi dan perdagangan, kesehatan, pariwisata 11. membentuk kerjasama dalam rangka mensukseskan roda perekonomian dengan para pelaku usaha Universitas Sumatera Utara 12. membentuk kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian untuk meningkatkan IPTEk 13. membentuk kerjasama dengan LSM, Organisasi kemasyarkatan dalam rangka meningkatkan pendidikan politik dan pemahaman terhadap nilai-nilai demokrasi serta wawasan kebangsaan 14. bekerjasama dengan aparat terkait untuk penuntasan masalah pestisida palsu, pupuk palsu dan obat-obatan palsu 15. memberdayakan tokoh agama dan rohaniawan sebagai mediator, perumus, aspirasi masyarakat dan penyebarluasan kebijakan pemerintah 16. menyelenggarakan latihan dan keterampilan kepada angkatan kerja untuk menjawab tuntutan peluang kerja, termasuk penyuluhan tentang peluang lapangan kerja 6. Layari Sinukaban dan Suryawaty Br Sebayang. 1. meningkatkan pelaksanaan keselamatan kerja jamsostek, astek, dan hak-hak normatif pekerja 2. mendorong dan mengembangkan usaha penginapan milik masyarakat di sektor objek wisata 3. mencegah perambahan hutan dan penebangan liar dalam kawasan hutan serta peningkatan pengelolaan koperasi menurut asas dan prinsip perkoperasian terutama asas open managemen 4. meningkatkan sumber daya manusia masyarakat 5. meningkatkan kualitas SDM pengelolaan koperasi 6. meningkatkan pengelolaan kualitas sarana dan prasarana pasar tradisional Universitas Sumatera Utara 7. meningkatkan kualits jalan menuju sentral produsi dan peningkatan serta mengembangkan jalan usaha tani 8. meningkatkan sarana dan prasarana serta pelayanan terhadap penyandang keterbatasn sosial 9. meningkatkan kerjasama dengan aparat kamanan dalam sistem kamtibmas dalam rangka pemberantasan penyakit masyarakat. 10. meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas sarana, prasarana kepariwisataan 11. meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengelolaan pariwisata 12. meningkatkan kesadaran budaya wisata kepada masyarakat terutama masyarakat di sekitar obyek wisata 13. meningkatkan promosi pariwisata 14. membuat sebuah forum lembaga karo untuk wadah berkomunikasi 15. memasukkan budaya karo dalam kurikulum muatan lokal pada pendidikan dasar dan pendidikan prasekolah 16. meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan untuk mengeliminir terjadinya penyimpangan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 17. mengembangkan secara optimal sumber daya kepariwisataan berwawasan lingkungan 18. melestarikan dan merehabilitasi lahan kritis Universitas Sumatera Utara

I.6. KERANGKA KONSEP

Konsep adalah abstarksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. 32 Menurut koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali tetapi tidak selalu dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga Maka defenisi konsep yang dipergunakan penulis yaitu:

I.6.1. Etnis

Etnisitas mempunyai kata dasar etnik yang berarti atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut juga sukubangsa. Jadi merupakan bagian dari satu bangsa. Bila demikian etnisitas berarti yang berhubungan atau yang mempunyai kaitan dengan etnik atau sukubangsa atau kesukubangsaan. 33 32 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1989, hal 34 33 Koentjaraningrat, loc.cit .

I.6.2. . Pemilihan Kepala Daerah

Merupakan suatu tahapan proses pemilihan langsung secara prosedural oleh rakyat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya atau dengan kata lain untuk memilih pemimpin eksekutif daerah tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik atau tanpa keterlibatan dan intervensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya melahirkan peningkatan kualitas tanggungjawab pemerintah daerah pada warganya. Universitas Sumatera Utara

I.6.3. Perilaku Politik.

Perilaku politik ialah segala perilaku yang berkaitan dengan proses politik 34 Pembentukan perilaku politik dipengaruhi oleh sebagaimana yang dapat dilihat dalam kampanye pemilihan umum, dalam penentuan dukungan yang diberikan dalam pemilihan, dalam pilihan keanggotaan organisasi atau partai politik dan lain-lain sebagainya. 35 1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, ekonomi, sistem budaya dan media massa. : 2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. 3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. 4. Sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu kegiatan, seperti cuaca, keadaan keluarga, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuk. Pembentukan perilaku politik berlangsung dalam: 1. Organisasi dan Partai Politik 2. Lembaga-lembaga non-formal yang terdapat dalam masyarakat 3. Lembaga Pendidikan 34 Ramlam surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia 1992 hal.15. 35 Sudjino Sastroatmodjo, Op.cit., hal 16. Universitas Sumatera Utara

I.6.4. Perilaku Memilih

Perilaku memilih berkaitan dengan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan proses Pemilihan Umum. Menurut Plano, perilaku memilih adalah salah satu bentuk perilaku politik yang tebuka. Huntington dan Nelson menyebutkan sebagai electoral activity, yakni termasuk pemberian suara voting, bantuan kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, menarik masuk atas nama calon, atau tindakan lain yang direncanakan untuk mempengaruhi proses Pemilihan Umum.

I.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. 36 • Memiliki marga yang termasuk dalam marga suku Batak Toba. 1. Etnis Batak Toba dengan indikator sebagai berikut: • Menganut sistem patrilineal dalam sistem kekerabatannya. 2. Preferensi calon bupati dengan indikator sebagai berikut: • Calon bupati tersebut terdaftar sebagai peserta pada Pemilihan Kepala Daerah kabupaten Karo 2005. 3. Pemilihan Kepala Daerah dengan indikator sebagai berikut: • Pemilihan Kepala Daerah yang bertujuan untuk memilih bupati. • Pemilihan Kepala Daerah dimana masyarakata dapat memilih secara langsung nama calon bupati yang diinginkan sesuai dengan daftar calon yang tersedia. 36 Masri Singarimbun, op.cit., hal.46. Universitas Sumatera Utara 4. Perilaku Memilih • Berkaitan dengan tingkah laku individu dalam hubungan dengan proses Pemilihan kepala daerah • Berkaitan dengan proses pemberian suara untuk memilih wakil rakyat dalam Pemilihan Kepala Daerah. I.8. METODOLOGI PENELITIAN I.8.1. Jenis Penelitian

Dokumen yang terkait

Masyarakat Batak Toba Di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang (1954-1990)

1 145 88

Fungsi Camat Sebagai Kepala Wilayah Dan Kepala Pemerintahan Dalam Melaksanakan Tugas Yang Efektif Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

2 40 81

Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

1 59 98

Kebijakan Partai Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus: Kebijakan Partai Demokrat Dalam Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2013-2018)

0 51 95

Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

2 71 90

Etnisitas dan Perilaku Pemilih (Studi Kasus: Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010)

4 116 113

Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung 2005 di Kabupaten Karo (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Batukarang Kecamatan Payung).

19 180 90

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Perilaku Memilih Birokrat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

1 48 200

POLITIK ETNIS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2012

0 37 117