Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Epidemiologi Taeniasis sp.

Suroso et al., 2005 dengan prevalensi tertinggi berada di Papua yaitu sekitar 42,7 Purba et al., 2003. Sebuah penelitian epidemiologi oleh Wandra menunjukkan bahwa pada tahun 2003, sekitar 3,4 masyarakat Sumatera Utara menderita taeniasis dan pada tahun 2005 angka taeniasis di Sumatera Utara adalah 2,2 Wandra et al., 2007. Sumatera Utara, sebagai salah satu daerah endemis dari empat provinsi utama ditemukannya kasus taeniasis dan sistiserkosis, memiliki kasus taeniasis dan sistiserkosis yang tidak lagi sebanyak dahulu. Hal ini disebabkan telah adanya kebiasaan masyarakat dalam menjaga babi di dalam kandang tanpa kontak langsung dengan feses manusia Ito et al., 2003. Namun, masih dapat ditemukan masyarakat yang mencoba mengkonsumsi organ viseral, misalnya hati, ketika memotong daging menjadi potongan-potongan kecil pada saat menyajikan daging sang-sang pada rumah, rumah makan, dan perayaan tertentu. Hal ini merupakan faktor risiko utama taeniasis atau sistiserkosis Wandra et al., 2007 sehingga pengendalian kasus sistiserkosis dan taeniasis di Medan tidak akan cukup hanya dengan mengobati penderita saja. Pengendalian taeniasis dan sistiserkosis sebaiknya diikuti dengan pemberantasan sistiserkus pada daging mengingat adanya sistiserkus pada daging merupakan faktor resiko dalam taeniasis. Atas dasar ini, penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat kontaminasi sistiserkus pada daging yang dijual di pasar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah kontaminasi sistiserkus pada daging dan hati sapi dan babi yang dijual di pasar tradisional pada Kecamatan Medan Kota?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Penelitian

Universitas Sumatera Utara Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kontaminasi sistiserkus pada daging dan hati sapi dan babi di pasar tradisional pada Kecamatan Medan Kota.

1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian

Adapun beberapa tujuan spesifik dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui kontaminasi sistiserkus pada daging dan hati sapi dan babi yang dijual di pasar tradisional. 2. Mengetahui kontaminasi sistiserkus pada bagian tubuh hewan yang menjadi predileksi sistiserkus. 3. Mengetahui kontaminasi sistiserkus yang terjadi apakah masih hidup atau telah terjadi kalsifikasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Memberikan gambaran terhadap masyarakat kota Medan tentang gambaran adanya sistiserkus pada daging dan hati sehingga masyarakat dapat lebih waspada dalam pengolahan daging dan hati sebelum dimakan. b. Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai adanya sistiserkus pada daging atau pun penelitian lain yang berhubungan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit taeniasis. c. Sebagai suatu masukan kepada pemerintah kota Medan bahwa masih adanya tingkat kontaminasi daging akibat Taenia sp. yang menunjukkan bahwa adanya probabilitas tingkat pengawasan pemberian makan pada peternakan daging yang masih kurang. d. Memberikan wawasan dan pengetahuan secara mendalam bagi peneliti dalam bidang parasitologi, khususnya taeniasis dan sistiserkosis. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Taeniasis sp.

Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit yang menyerang masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, seperti yang dikonfirmasi pada statistika yaitu daerah dengan standar kehidupan yang rendah. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, masyarakatnya juga dapat terinfeksi Taenia sp. akibat perjalanan yang dilakukan di daerah endemis. Menurut Tolan 2011, semua usia rentan terhadap infeksi taeniasis. Usia di mana konsumsi daging mentah dimulai adalah faktor yang menentukan usia infeksi. Taeniasis solium dilaporkan terjadi pada anak usia 2 tahun di Mexico Yanez, 2001. Taeniasis dan sistiserkosis merupakan infeksi parasit yang umum dan dapat ditemukan pada seluruh bagian dunia CFSPH, 2005. Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi Taenia saginata dan Taenia solium. Sekitar 2-3 juta orang terinfeksi cacing Taenia solium White, 1997; CFSPH, 2005, 45 juta orang terinfeksi Taenia saginata, dan sekitar 50 juta orang mengidap sistiserkosis dari Taenia solium CFSPH, 2005. Taenia solium merupakan infeksi yang endemik pada Amerika Tengah dan Selatan serta beberapa negara di Asia Tenggara seperti Korea Lee et al., 2010, Thailand Anantaphruti et al., 2007, India, Filipina, Indonesia, Afrika Carabin et al., 2009, Eropa Timur, Nepal, Bhutan, dan China Rajshekhar et al., 2003; WHO, 2009. Prevalensi tertinggi ditemukan pada Amerika Latin dan Afrika. Bahkan, prevalensi beberapa daerah di Mexico dapat mencapai 3,6 dari populasi umum Tolan, 2011. Bolivia merupakan salah satu negara dengan prevalensi tertinggi selain Brazil, Ekuador, Mexico, dan Peru di America Latin sesuai dengan kriteria Pan American Health Organization, negara-negara dengan tingkat lebih dari 1 dianggap memiliki tingkat prevalensi tinggi Yanez, 2001. Negara Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk merupakan masyarakat beragama muslim dan tidak mengkonsumsi daging babi. Namun, ada beberapa daerah, seperti Bali dan Papua, yang banyak mengkonsumsi Universitas Sumatera Utara daging babi. Sampai saat ini, Papua masih menjadi daerah endemik taeniasis dan sistiserkosis Handojo dan Margono, 2008b. Provinsi Papua, tepatnya di Kabupaten Jayawijaya, memiliki prevalensi taeniasis solium sebesar 15 Subahar et al., 2005. Sedangkan di Bali, dahulu merupakan daerah endemis bagi taeniasis dan sistiserkosis, telah dilakukan penghentian transmisi dari sistiserkosis WHO, 2009. Prevalensi infeksi Taenia saginata berbeda dengan Taenia solium, infeksi tertinggi Taenia saginata terdapat pada Asia Tengah, sekitar Asia Timur, Afrika Tengah, dan Afrika Timur lebih dari 10. Daerah dengan prevalensi infeksi 0,1 hingga 10 seperti negara pada daerah Asia Tenggara seperti Thailand, India, Vietnam, dan Filipina. Daerah dengan prevalensi rendah sekitar 1 penderita seperti beberapa negara di Asia Tenggara, Eropa, serta Amerika Tengah dan Selatan Sheikh, et al., 2008; Del Brutto, 2005. Epidemiologi sistiserkosis tidak jauh berbeda dengan epidemiologi dari Taenia sp.. Distribusi geografis sistiserkosis di dunia sangat luas. Lebih dari 50 juta orang menderita sistiserkosis, namun jumlah ini masih diyakini melebihi jumlah yang sebenarnya White, 1997; Wiria, 2008. Sekitar 50.000 ribu orang meninggal per tahun akibat komplikasi sistiserkosis pada jantung dan otak CFSPH, 2005; Tolan, 2011. Prevalensi sistiserkosis akibat Taenia solium paling sering terjadi di Amerika Latin, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika Sub Sahara CFSPH, 2005; Garcia et al., 1999; WHO, 2009. Pada orang dewasa yang menderita kejang di Negara seperti Meksiko, setengahnya merupakan penderita neurosistiserkosis. Keadaan serupa ditemukan juga di Afrika, India, dan China bahwa sebagian besar penyakit parasit otak disebabkan oleh neurosistiserkosis CFSPH, 2005; Garcia et al., 1999. Telah diketahui bahwa prevalensi neurosistiserkosis di antara penderita kejang pada daerah endemis lebih dari 29 WHO, 2009. Sistiserkosis dan taeniasis pada Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa merupakan penyakit yang jarang. Prevalensi di Amerika Serikat kurang dari 1 karena kebanyakan ternak pada Amerika Serikat bebas dari parasit Tolan, 2011. Insidens sistiserkosis pada Amerika Serikat diperkirakan hanya Universitas Sumatera Utara 1.000 kasus setiap tahunnya Tolan, 2011; CFSPH, 2005; Subahar et al., 2005. Adanya insidens pada Amerika Serikat diduga karena peningkatan jumlah imigran dari Meksiko dan negara berkembang lain yang datang ke negara tersebut White, 1997. Negara-negara di benua Asia, Bhutan, India, Nepal, Thailand, dan beberapa bagian di Indonesia merupakan daerah endemis sistiserkosis WHO, 2009. Daerah Korea dan Myanmar diduga juga merupakan daerah endemik, namun tidak ada data yang mendukung WHO, 2009. Prevalensi sistiserkosis pada Papua, di daerah pedesaan Kabupaten Jayawijaya sebesar 41,3-66,7 Subahar et al., 2005 sedangkan di Sumatera Utara, prevalensi taeniasis dan sistiserkosis sejak tahun 1972-2000 dilaporkan berkisar antara 1,9 sampai 2,29 Simanjuntak dan Widarso, 2004. Pada penelitian epidemiologi yang diadakan tahun 2003 sampai 2006 oleh Wandra, dari 240 orang menunjukkan 2,5 positif terinfeksi Taenia asiatica. Pada tahun 2003, dijumpai 2 orang positif dari 58 orang 3,4, sedangkan pada tahun 2005 ditemukan 4 dari 182 orang positif 2,2 Wandra et al., 2007.

2.2. Epidemiologi Sistiserkosis pada Babi dan Sapi