masalah pokoknya maka perlu dibuat pembatasan dan perumusan masalah serta tujuan dan manfaat penelitian, dan supaya penulisan skripsi ini lebih terarah maka
penulis menggunakan review study terdahulu, kerangka teori konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Sebelum berbicara mengenai impotensi menurut perspektif hukum
fikih dan hukum positif maka penulis akan terlebih dahulu membahas sekilas tentang tinjauan umum tentang Perceraian yang di dalamnya terdapat penjelasan
mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian dan dasar hukum Perceraian, Jenis-jenis dan alasan-alasan perceraian, serta akibat dan hikmah dari perceraian.
BAB III Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perceraian akibat
tidak mempunyai keturunan dalam perspektif hokum fikih dan hukum positif yang didalamnya terdapat penjelsan mengenai apa yang dimaksud dengan impoten
pengertian, pandangan Ulama fikih tentang impotensi, pandangan hukum positif tentang impotensi, serta pandangan ulama fikih dan hukum positif terhadap
impotensi.
BAB IV Pada bab ini menjelaskan mengenai Analisis penulis terhadap
putusan hakim tentang perceraian akibat tidak mempunyai keturunan, terdapat profil mengenai Pengadilan Agama jakarta selatan, kronologis perkara perceraian
akibat impoten, prosedur jalanya persidangan sampai pada putusan hakim, serta analisa penulis tentang putusan perkara perceraian nomor : 241Pdt.G2007PA.JS
BAB V Bab terakhir yang memuat kesimpulan yang diperoleh dari teori yang
menggambarkan secara umum tentang permasalahan yang dibahas untuk ditarik
kesimpulan, dalam bab ini juga mencakup saran-saran dari penulis atas permasalahan yang diteliti sehingga trcapai upaya untuk mencapai tujuan dari
yang dilakukan.
BAB II TINJAUAN UMUM PERCERAIAN
Secara bahasa etimologi, talak artinya melepaskan ikatan dan membebaskan.
Sedangkan menurut
istilah terminologi
para Ulama
mengemukankan rumusan yang berbeda tentang arti talak. Al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arb’ah merumuskan:
13
Artinya: “Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau bisa juga disebut mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata
tertentu”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata cerai diartikan dengan pisah atau
putus hubungan sebagi suami istri.
14
13
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arb’ah, Kairo: Daarul Hadits, 2004, Juz IV, h. 278.
14
Departemen pendidikan dan kebudayaan kamus besar bahasa Indonesia, balai pustaka, h. 163
Sedangkan perceraian dalam bahasa arab adalah talak kata thalaq berasal dari kata
- -
yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan, pembebasan.
15
Ibnu Hajar dalam kitabnya Bulugh al-Maram merumuskan talak dengan:
16
+,-
Artinya: “Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafadz talak atau semisalnya”.
Menurut Sayyid Sabiq talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya ‘melepaskan atau meninggalkan’. Sedangkan menurut syara’, talak yaitu:
Menurut bahasa talak adalah:
. ﺥ
12 3
4 5
6 4
7 8
9 :;
=
17
Talak diambil dari kata ithlaq yang menurut bahasa artinya melepaskan atau meninggalkan . menurut istilah syara talak yaitu :
7 :
? A
B -
: :C
,
18
Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri“.
15
Ahmad Warson Munawir, AlMunawir kamus besar Indonesia, Surabaya; Pustaka Progressif.1997 . Cet ; 14 h.861
16
Ibnu Hajar al -‘Asqalani, Bulugh al-Maram, Jakarta: Dar al-Islamiyah, 2002, h. 245.
17
Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah Jilid Dua, Darul Fattah, t.th , h 278
18
Ibid.,
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan.
Setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak Pasal 39 ayat 1
19
Hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
20
Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian adalah menghilangkan atau melepas ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi dari pengertian di atas ada perbedaan bahwa para ulama mendefinisikan perceraian bisa dilakukan
kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika kita melihat di dalam Undang- Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian dapat
dilangsungkan hanya pada pengadilan agama. Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang
melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan ia melakukan
19
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta,2006 cet ke-37, h 549
20
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Persindo, Jakarta, 1992 h 141
perceraian di luar pengadilan agama maka perceraiannya itu tidak sah demi hukum atau batal demi hukum.
Memang tidak terdapat dalam Al-qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya hanya sekedar mengatur bila
thalaq terjadi. Di dalam hal perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran atau hadis, seperti:
1. Al-Baqarah Ayat 232 +
, -.0 1 23 +
, 45 467 4 8 9 1
:;= , -.0
? 1 D E
. FGF
Artinya : “ Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi
dengan bakal suaminya ”.Q.S. Al-Baqarah Ayat 232
2. At-Thalaq Ayat 1 ABC D =
EF GH
I K , 45 6
A L + MNAP,C
4
. H
Artinya :“ Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi
iddahnya yang wajar” . Q.S. At-Thalaq :1
3. Hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah
9 -IJ 3 3J .
K 9 LM N:8 , J O K:ﺹ O 987 9 - : O
Q R R 7
S
21
Artinya :“Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak “
Riwayat Abu Daud
B. Jenis-Jenis dan Alasan-alasan Perceraian